DALAM
PENGEMBANGAN PROPERTI
Bisnis Properti adalah jenis bisnis yg sangat digemari oleh para investor.
Selain sifat dari investasi properti yg lebih sustainable, artinya dpt bertahan dlm
waktu yg lama/ berjangka panjang, investasi properti juga potensial. Kenapa
potensial? Salah satu alasan kenapa investasi ini potensial adalah harga properti yg
selalu naik setiap tahunnya merupakan sebuah keuntungan buat para investor di
properti ini. Properti yg dimaksud adalah berupa rumah, perumahan, ruko, villa,
tanah & apartemen. Pasar investasi properti di Indonesia lumayan menarik,
investornya masih didominasi oleh para pengusaha properti lokal. Selain itu, kucuran
dana asing juga terus mengalir deras ke bidang properti nasional. Maka tidak bisa
dipungkiri bahwa investasi properti sangat menguntungkan. Melihat peluang tsb, itu
berarti properti di Indonesia akan terus bertumbuh & bertumbuh lagi. Bayangkan,
bagi lawyer muda pasti kebagian rezeki (peluang) asalkan mempersiapkan sejak dini
di bidang hukum properti. Terlebih berdasarkan pengalaman pribadi, jarang ada
lawyer di Indonesia yg paham mengenai hukum properti secara paripurna.
1. Hukum pertanahan/agraria,
3. Hukum bangunan/konstruksi,
4. Hukum perpajakan,
Disini kita akan membahas mengenai aspek hukum perpajakan dlm jual beli
properti dlm rangka pengembangan properti itu sendiri.
Dlm melakukan bisnis jual beli properti, tidak hanya dibutuhkan kesepakatan
di antara penjual & pembeli, namun juga terdapat hal-hal yg harus dilakukan oleh
kedua belah pihak sebagai salah satu kewajiban kpd Negara. Kewajiban tsb ad alah
pembayaran pajak dlm pengalihan properti yg harus dilakukan oleh pembeli &
penjual. Di Indonesia, tlh dikenal beberapa jenis pajak yg harus dipenuhi oleh
penjual & pembeli dlm usaha jual beli properti, yaitu:
NJKP (Nilai Jual Kena Pajak) 20% untuk NJOP (Nilai Jual Objek Pajak) <
Rp 1 Milyar,
3. Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah &
Bangunan (PPh Pasal 4 ayat 2)
Tarif PPh yang dikenakan terhadap penghasilan dari pengalihan hak atas
tanah & atau bangunan adalah sebesar 5% dari jumlah bruto nilai pengalihan hak
atas tanah atau bangunan. Tarif PPh atas Pengalihan hak atas Rumah Sederhana
(RS) dan Rumah Susun Sederhana (RSS) yang dilakukan oleh wajib pajak yang
usaha pokoknya melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan, adalah
sebesar 1% dari jumlah bruto nilai pengalihan.
Penghasilan berupa bunga deposito & tabungan lainnya, bunga obligasi &
surat utang negara, & bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi
kepada anggota koperasi orang pribadi,
Berdasarkan ketentuan yang terdapat dalam Pasal 4 ayat (2) huruf d, maka
dapat disimpulkan bahwa penghasilan dari transaksi jual beli properti dikenakan
pajak penghasilan.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 48 Tahun
1994 tentang Pembayaran Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan Hak
atas Tanah dan/atau Bangunan, sebagaimana diubah dengan Peraturan Pemerintah
Nomor 27 Tahun 1996, sebagaimana diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor
79 Tahun 1999, sebagaimana diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 71
Tahun 2008 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun
1994 tentang Pembayaran Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan Hak
atas Tanah dan/atau Bangunan, insentif pajak penghasilan atas penghasilan dari
pengalihan hak atas tanah properti berupa :
Pengenaan tarif 1% (satu persen) dari jumlah bruto nilai pengalihan atas
pengalihan hak atas Rumah Sederhana dan Rumah Susun Sederhana
yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang usaha pokoknya melakukan
pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan (tarif umum 5%).
pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean
di dalam Daerah Pabean,
pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah
Pabean,
ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak,
harga jual untuk setiap hunian termasuk strata title tidak melebihi Rp
75.000.000,00
Luas untuk setiap hunian lebih dari 21 m2 dan tidak melebihi 36 m2,
Pajak Penjualan atas Barang Mewah adalah pajak yang dikenakan atas
konsumsi Barang Kena Pajak yang tergolong mewah di dalam Daerah Pabean
(Penjelasan Pasal 8 ayat (2) UU PPN). Berdasarkan Pasal 8 ayat (1) UU PPN, Tarif
PPnBM ditetapkan paling rendah 10% (sepuluh persen) dan paling tinggi 200% (dua
ratus persen). Ekspor Barang Kena Pajak yang tergolong mewah dikenai pajak
dengan tarif 0% (nol persen).
Besarnya tarif PPnBM bagi kelompok hunian mewah seperti rumah mewah,
apartemen, kondominium, town house, dan sejenisnya adalah sebesar 20% (dua
puluh persen). PPnBM dikenakan hanya 1 (satu) kali pada waktu penyerahan
Barang Kena Pajak yang tergolong mewah oleh pengusaha yang menghasilkan atau
pada waktu impor Barang Kena Pajak yang tergolong mewah.
Atas penyerahan Barang Kena Pajak yang tergolong mewah oleh produsen
atau atas impor Barang Kena Pajak yang tergolong mewah, di samping dikenai
Pajak Pertambahan Nilai, dikenai juga Pajak Penjualan atas Barang Mewah dengan
pertimbangan bahwa :