Anda di halaman 1dari 7

DASAR HUKUM DAN TERMINOLOGI PBB

I. Dasar Hukum Pemungutan PBB


1. UU No. 6 Tahun 1983 diperbaharui dengan UU No. 16 tahun 2000 tentang Ketentuan Umum Perpajakan 2. UU No. 12 tahun 1985 diperbaharui dengan UU No. 12 tahun 1994 tentang Pajak Bumi dan Bangunan. 3. PP No. 74 tahun 1998 tentang Nilai Jual Kena Pajak 4. Keputusan Menteri Keuangan No. 523 /KMK.01/1998 tentang Penentuan Klasifikasi dan Besarnya NJOP Sebagai Dasar Pengenaan Pajak. 5. Keputusan Direktur Jenderal Pajak No. KEP-16/PJ.6/1998 tentang Petunjuk Teknis Penilaian Individual. 6. Keputusan Direktur Jenderal Pajak No. 533/PJ/2000 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pendaftaran, Pendataan dan Penilaian Obyek dan Subjek Pajak Bumi dan Bangunan Dalam Rangka Pembentukan dan atau Pemeliharaan Basis data Sistem Manajemen Informasi Objek Pajak.

II. Terminologi, Subyek & Obyek, Dasar Pengenaan & Cara Menghitung PBB
1. Pengertian
Pajak Bumi dan Bangunan disingkat PBB merupakan Pajak Pusat bersifat kebendaan, dikenakan terhadap bumi dan/atau bangunan yang hasilnya sebagaian besar diserahkan ke Pemerintah Daerah.

2. Objek Pajak Bumi dan Bangunan


( Pasal 2 (1) UU No. 12 tahun 1994) Yang menjadi Objek PBB adalah Bumi dan/atau Bangunan Bumi adalah Permukaan bumi yang meliputi tanah dan perairan serta laut wilayah Indonesia dan tubuh bumi yang ada dibawahnya. Bangunan adalah Konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan/atau perairan.

Termasuk dalam pengertian Bangunan adalah :


- Jalan Lingkungan yang terletak dalan suatau kompleks bangunan seperti hotel, pabrik dan emplasemennya dan lain-lain yang merupakan satu kesatuan dengan kompleks bangunan tersebut. - Jalan Tol - Kolam renang, pagar mewah - Tempat olah raga - Galangan kapal, dermaga - Taman mewah - Tempat penampungan/kilang minyak, air dan gas, pipa minyak - Fasilitas lain yang memberikan manfaat.

Obyek Pajak yang tidak dikenakan PBB


- Digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum dibidang ibadah, sosial, kesehatan, pendidikan, dan kebudayaan nasional yang nyata-nyata

tidak dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan - Digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala atau yang sejenis dengan itu - Merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, taman nasional, tanah penggembalaan yang dikuasai oleh desa, dan tanh negara yang belum dibebani suatu hak - Digunakan oleh perwakilan diplomatik, konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal balik. - Digunakan oleh badan atau perwakilan organisasi internasional yang ditentukan oleh Menteri Keuangan Terhadap objek Pajak yang digunakan untuk penyelenggaraan pemerintahan pengenaan pajaknya diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah (Pasal 3 ayat 2).

3. Subjek Pajak Bumi dan Bangunan


( Pasal 4 UU No. 12 tahun 1994 ) Yang menjadi subjek Pajak adalah orang atau badan yang secara nyata mempunyai suatu hak atas bumi, dan/atau memperoleh manfaat atas bumi, dan/atau memiliki, menguasai, dan/atau memperoleh manfaat atas bangunan. Subjek Pajak yang dikenakan kewajiban membayar pajak menjadi Wajib Pajak. Dalam hal suatu objek Pajak belum jelas diketahui wajib pajaknya, Direktur Jenderal Pajak dapat menetapkan Subjek Pajaknya.

4. Tarif Pajak 0,5 % (pasal 5 UU No. 12 tahun 1994) 5. Dasar Pengenaan PBB ( Pasal 6 ayat (1) UU No. 12 tahun 1994)
Yang menjadi dasar pengenaan Pajak adalah Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) NJOP adalah harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara wajar, dan bilamana tidak terdapat transaksi jual beli, NJOP ditentukan melalui perbandingan harga dengan objek pajak lain yang sejenis, atau nilai perolehan baru, atau NJOP pengganti. Faktor-faktor yang menentukan Klasifikasi (Penggolongan besarnya NJOP) Obyek Pajak adalah - Bumi : Letak, peruntukan, pemanfaatan, kondisi lingkungan, dan lain-lain - Bangunan : Bahan bangunan, Kondisi Bangunan, tahun dibangun, arsitektur dll. Besarnya NJOP ditetapkan setiap tiga tahun oleh Menteri Keuangan kecuali daerah tertentu ditetapkan setiap tahun sesuai perkembangan daerahnya.

6. Dasar Perhitungan (pasal 6 ayat (3) UU No. 12 tahun 1994)


Dasar perhitungan pajak adalah Nilai Jual Kena Pajak yang ditetapkan serendahrendahnya 20% dan setinggi-tingginya 100% dari NJOP.

7. Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP)


( Pasal 3 ayat (3) UU No. 12 tahun 1994) - Diberikan per Wajib Pajak - Diberikan untuk bumi dan/atau bangunan

- Apabila seorang wajib pajak mempunyai beberapa objek pajak, yang diberikan NJOPTKP hanya salah satu objek pajak yang nilainya terbesar.

8. Cara Menghitung PBB


PBB = Tarif X NJKP = 0,5% X ( 20% X ( NJOP- NJOPTKP)) = 0,5% X (40% X ( NJOP-NJOPTKP))

9. Tahun Pajak, Saat dan Tempat yang Menentukan Pajak Terutang


( Pasal 8 ayat (1), (2), (3) UU No. 12 tahun 1994) Tahun pajak adalah jangka waktu satu tahun takwim, yaitu dari tanggal 1 januari s/d 31 Desember Saat yang menentukan pajak terutang adalah menurut keadaan objek pada tanggal 1 januari Tempat Pajak terutang diwilayah kabupaten atau kota di mana objek pajak tersebut berada.

10. Pendataan (pasal 9 UU No. 12 tahun 1994)


Dalam rangka pendataan Subjek Pajak Wajib mendaftarkan objek pajaknya dengan mengisi Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) SPOP harus diisi dengan jelas, benar, dan lengkap serta ditandatangani

11. Penetapan ( pasal 10 UU No. 12 tahun 1994)


Berdasarkan SPOP sebagaimana tersebut dalam pasal 9 ayat (1) Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT)

12.Tata Cara Pembayaran dan Penagihan PBB


(Pasal 11, 12, 13, dan 14 UU No. 12 tahun 1994) SPPT harus dilunasi dalam jangka waktu 6 bulan sejak diterima SPPT tersebut. Dalam hal pajak terhutang yang tercantum pada SPPT pada saat jatuh tempo tidak dibayar atau kurang bayar di kenakan denda administrasi sebesar 2 % sebulan dihitung dari saat jatuh tempo sampai hari pembayaran paling lama 24 bulan. Pajak terutang dibayar di Bank, Kantor Pos, dan tempat lain yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan. Pajak yang terhutang tidak dibayar dapat ditagih dengan : - Surat Tagihan Pajak (STP) jatuh tempo 1 bulan - Surat Tegoran Pajak (ST) jatuh tempo 21 hari - Surat Paksa ( SP) jatuh tempo 2 X 24 jam - Sita - Lelang.

13. Keberatan dan Banding (pasal 15 dan 16 )


Keberatan diajukan atas - Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT) - Surat Ketetapan Pajak (SKP) Keberatan diajukan karena adanya kesalahan data pada SPPT dan SKP Keberatan diajukan dalam jangka waktu 3 bulan setelah SPPT dan SKP diterima oleh Wajib Pajak. Direktur Jenderal Pajak harus memberikan keputusan atas keberatan WP paling lama 12 bulan sejak tanggal surat keberatan diterima. Wajib Pajak dapat mengajukan banding atas keberatan terhadap keputusan

direktur jenderal pajak ke Badan Peradilan Sengketa Pajak (BPSP) Pengajuan keberatan dan banding tidak menunda pembayaran.

14. Pengurangan (pasal 19 dan 20)


Menteri Keuangan dapat memberikan pengurangan pajak terutang - Karena kondisi tertentu objek pajak yang ada hubungannya dengan subjek pajak dan/atau karena sebab-sebab tertentu lainnya. - Dalam hal objek pajak terkena bencana alam atau sebab lain yang luar biasa.

http://www.mojokertokota.go.id/picture/instansi/1211787290.pdf senin, 04 juli 2011


PAJAK BUMI DAN BANGUNAN (PBB) Dasar Hukum

1. UU No. 12 Tahun 1985 sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU No. 12 Tahun
1994 Tentang Pajak Bumi dan Bangunan.

2. KMK No.201/KMK.04/2000 Tentang Penyesuaian Besarnya Nilai Jual Objek Pajak


Tidak Kena Pajak Sebagai Dasar Penghitungan Pajak Bumi dan Bangunan.

3. KMK No. 523/KMK.04/1998 Tentang Penentuan Klasifikasi dan Besarnya Nilai Jual
Objek Pajak Sebagai Dasar Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan.

4. KMK No. 1004/KMK.04/1985 Tentang Penentuan Badan atau Perwakilan Organisasi


Internasional yang Menggunakan Objek Pajak Bumi dan Bangunan Yang Tidak Dikenakan Pajak Bumi dan Bangunan.

5. Kep Dirjen Pajak Nomor: KEP-251/PJ./2000 Tentang Tata Cara Penetapan Besarnya
Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak Sebagai Dasar Penghitungan Pajak Bumi dan Bangunan.

6. Kep Dirjen Pajak Nomor: KEP-16/PJ.6/1998 Tentang Pengenaan Pajak Bumi dan
Bangunan.Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor: SE-43/PJ.6/2003 Tentang Penyesuaian Besarnya Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP) PBB dan Perubahan Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP) BPHTB Untuk Tahun Pajak 2004.

7. Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor: SE-57/PJ.6/1994 Tentang Penegasan dan


Penjelasan Pembebasan PBB atas Fasilitas Umum dan Sarana Sosial Untuk Kawasan Industri dan Real Estate. Istilah Penting dalam UU PBB ( Pasal 1 UU No. 12 Tahun 1985 jo. UU No. 12 Tahun 1994) 1. Bumi adalah permukaan bumi dan tubuh bumi yang ada dibawahnya; 2. Bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan/atau perairan; 3. Nilai Jual Obyek Pajak adalah harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara wajar, dan bilamana tidak terdapat transaksi jual beli, Nilai

Jual Obyek Pajak ditentukan melalui perbandingan harga dengan obyek lain yang sejenis, atau nilai perolehan baru, atau Nilai Jual Obyek Pajak Pengganti; 4. Surat Pemberitahuan Obyek Pajak adalah surat yang digunakan oleh wajib pajak untuk melaporkan data obyek pajak menurut ketentuan undang-undang ini; 5. Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang adalah surat yang digunakan oleh Direktorat Jenderal Pajak untuk memberitahukan besarnya pajak terhutang kepada wajib pajak; Obyek Pajak ( Pasal 2 ayat (1) UU No. 12 Tahun 1985 jo. UU No.12 Tahun 1994 ) y Yang menjadi objek pajak adalah Bumi dan Bangunan Pengertian Bumi Bumi adalah permukaan bumi dan tubuh bumi yang ada di bawahnya. Pengertian Bangunan Bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan/atau perairan. Yang termasuk pengertian bangunan adalah :

a. Jalan lingkungan yang terletak dalam suatu kompleks bangunan seperti


hotel, pabrik, dan emplasemennya dan lain-lain yang merupakan satu kesatuan dengan kompleks bangunan tersebut;

b. jalan TOL; c. kolam renang; d. pagar mewah; e. tempat olah raga; f. galangan kapal, dermaga; g. taman mewah; h. tempat penampungan/kilang minyak, air dan gas, pipa minyak; i.
fasilitas lain yang memberikan manfaat; Klasifikasi Bumi dan Bangunan ( Penjelasan Pasal 2 ayat (1) UU No. 12 Tahun 1985 jo. UU No.12 Tahun 1994 ) Klasifikasi bumi dan bangunan adalah pengelompokan bumi dan bangunan menurut nilai jualnya dan digunakan sebagai pedoman serta untuk memudahkan penghitungan pajak yang terhutang.

Subyek PBB ( Pasal 4 UU No. 12 Tahun 1985 jo. UU No.12 Tahun 1994 ) Yang menjadi subjek PBB adalah orang atau badan yang secara nyata : a. b. c. d. mempunyai hak atas bumi/tanah, dan/atau; memperoleh manfaat atas bumi/tanah dan/atau; memiliki, menguasai atas bangunan dan/atau; memperoleh manfaat atas bangunan.

Subjek Pajak yang dikenakan kewajiban membayar pajak menjadi Wajib Pajak menurut UU PBB. Apabila suatu objek pajak tidak diketahui secara jelas siapa yang akan menanggung pajaknya maka yang menetapkan subjek pajak sebagai wajib pajak adalah Direktorat Jenderal Pajak. Penetapan ini ditentukan berdasarkan bukti-bukti : y y y Apakah ada perjanjian antara pemilik dan penyewa yang mengatur ? Siapa yang menanggung kewajiban pajaknya ? Dan siapa yang secara nyata mendapat manfaat atas bidang tanah dan bangunan tersebut? Tarif Pajak ( Pasal 5 UU No. 12 Tahun 1985 jo. UU No.12 Tahun 1994 ) Tarif pajak yang dikenakan atas objek pajak adalah sebesar 0,5 % (lima persepuluh persen).

Dasar Pengenaan PBB ( Pasal 6 UU No. 12 Tahun 1985 jo. UU No.12 Tahun 1994 jo. Pasal 2 (3) KMK523/KMK.04/1998) Yang menjadi Dasar Pengenaan PBB adalah Nilai Jual Objek Pajak (NJOP). Besarnya Nilai Jual Objek Pajak ditetapkan setiap tiga tahun oleh Menteri Keuangan, kecuali untuk daerah tertentu ditetapkan setiap tahun sesuai dengan perkembangan daerahnya. Meskipun pada dasarnya penetapan nilai jual objek pajak adalah 3 (tiga) tahun sekali, namun untuk daerah tertentu yang karena perkembangan pembangunan mengakibatkan nilai jual objek pajak cukup besar, maka penetapan nilai jual ditetapkan setahun sekali. Dalam menetapkan nilai jual, Menteri Keuangan mendengar pertimbangan Gubernur serta memperhatikan asas self assessment. Nilai jual sebagai Dasar Pengenaan PBB dikelompokkan menjadi dua, yaitu kelompok A dan kelompok B (KMK-523/KMK.04/1998). Dalam hal ada objek pajak yang nilai jual per M2 nya lebih besar dari ketentuan Nilai Jual Objek Pajak, Nilai Jual Objek Pajak yang terjadi di lapangan tersebut digunakan sebagai dasar pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan.

Dasar Penghitungan Pajak ( Pasal 6 UU No. 12 Tahun 1985 jo. UU No.12 Tahun 1994 jo. PP No.25 Tahun 2002). Yang menjadi dasar penghitungan PBB adalah Nilai Jual Kena Pajak (assessment value) atau NJKP, yaitu suatu persentase tertentu dari nilai jual sebenarnya. NJKP ditetapkan serendahrendahnya 20% (dua puluh persen) dan setinggi-tingginya 100% (seratus persen). Besarnya persentase NJKP ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah dengan memperhatikan kondisi ekonomi nasional. Contoh :

Nilai jual suatu objek pajak sebesar Rp 1.000.000,00 persentase Nilai Jual Objek Pajak misalnya 20% maka besarnya Nilai Jual Kena Pajak : 20% x Rp 1.000.000,00 = Rp200.000,00

Dasar Penghitungan Pajak ( Pasal 7 UU No. 12 Tahun 1985 jo. UU No.12 Tahun 1994). Secara umum besarnya pajak yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif pajak dengan Nilai Jual Kena Pajak (NJKP), atau lebih lengkapnya sebagaimana diuraikan pada rumus dibawah ini: Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOTKP) Nilai Jual Objek Pajak Kena Pajak (NJOPKP) XXXXX XXXXX (-) XXXXX

Nilai Jual Kena Pajak (NJKP) = 20% X NJOPKP (untuk NJOP < 1 Miliar); atau = 40% X NJOPKP (untuk NJOP 1 Miliar atau lebih) Besarnya PBB terutang = 0,5 % X NJKP

XXXXX

XXXXX

http://www.tarif.depkeu.go.id/Bidang/?bid=pajak&cat=pbb

Anda mungkin juga menyukai