Dalam UU N0 28 Tahun 2009 memuat tentang Ketentuan Umum yang memberikan penjelasaan
mengenai istilah-istilah teknis atau definisi PBB:
- Bumi adalah permukaan bumi dan tubuh bumi yang ada dibawahnya. Pengertian ini berarti bukan
hanya tanah permukaan bumi saja tetapi meliputi tubuh bumi dari permukaan sampai dengan
magma, hasil tambang, gas material yang lainnya.
. - Bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah
dan/atau perairan.
Dalam pasal 77 ayat (2) Undang-Undang PDRD, disebutkan bahwa termasuk dalam pengertian
bangunan adalah :
Jalan lingkungan yang terletak dalam suatu kompleks bangunan seperti hotel, pabrik, dan
emplasemennya dan lain-lain yang satu kesatuan dengan kompleks bangunan tersebut
Jalan TOL
Kolam renang
Pagar mewah
Tempat olahraga
Galangan kapal; dermaga
Taman mewah
Tempat penampungan/kilang minyak, air dan gas, pipa minyak
Fasilitas lain yang memberikan manfaat.
B. Objek Pajak
Yang menjadi Objek pajak PBB adalah "Bumi dan/atau Bangunan". Pengertian Bumi
adalah permukaan bumi yang meliputi tanah dan perairan pedalaman serta laut wilayah
Indonesia, dan tubuh bumi yang ada dibawahnya.. Misalnya pekarangan, sawah, ladang,
kebun, rawa-rawa,tambak, dll. Sedangkan pengertian Bangunan adalah kontruksi
teknik yang di tanam atau di lekatkan secara tetap pada tanah dan/atau perairan.
Contohnya yaitu rumah tempat tinggal, bangunan tempat usaha, gedung bertingkat,
pusat perbelanjaan, jalan tol, kolam renang, pagar mewah, tempat olah raga, anjungan
minyak lepas pantai, dan fasilitas lain yang memberikan manfaat.
Objek pajak terbagi menjadi 2 jenis, yakni :
Objek Pajak Umum, yaitu objek pajak yang memiliki kriteria konstruksi bangunan
umum dengan luas tanah berdasarkan kriteria tertentu. Objek pajak umum dibedakan menjadi :
a) Objek pajak standar yang memiliki kriteria sbb :
- Luas tanah ≤ 10.000 m²
- Jumlah lantai bangunan ≤ 4 lantai
- Luas bangunan ≤ 1000 m²
b) Objek pajak non standar, dengan kriteria sbb :
- Luas tanah ≥ 10.000 m²
- Jumlah lantai bangunan ≥ 4 lantai
- Luas bangunan ≥ 1000 m²
Objek Pajak Khusus, yaitu objek pajak yang memiliki kriteria konstruksi
bangunan khusus. Kriteria bangunan khusus ditinjau dari segi bentuk, material pembentuk dan
keberadaannya yang memiliki arti khusus. Contoh objek pajak khusus adalah pelabuhan, Bandar
udara, jalan tol, tempat wisata, dan lain- lain.
Termasuk Objek pajak yang dikecualikan dari pengenaan PBB adalah:
3. Merupakan hutan lindung, suaka alam, hutan wisata, taman nasional, dll.
Apabila suatu objek pajak dimiliki/dikuasai oleh beberapa subjek pajak atau satu belum jelas
siapa Wajib Pajaknya, maka hal pertama yang perlu dilakukan adalah melihat perjanjian (agreement)
antara para pihak yang berkepentingan terhadap objek pajak tersebut. Dalam perjanjian tersebut
biasanya terdapat salah satu pasal yang menunjukan penanggung pajak (PBB). Namun jika dalam
perjanjian tersebut tidak disebutkan siapa yang menjadi wajib pajak, maka sesuai UU No 12 tahun
1994 Pasal 4 ayat (3) DirJen Pajak dapat menetapkan subjek pajaknya.
D. Penentuan Besaran PBB
1. Dasar Pengenaan Pajak
Yang menjadi Dasar Pengenaan Pajak (DPP) atas Pajak Bumi dan Bangunan adalah Nilai Jual
Objek Pajak (NJOP). Besarnya NJOP ditentukan per wilayah berdasarkan keputusan Kepala Kantor
Wilayah DirJend Pajak dengan memperhatikan :
a) harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara wajar;
b) perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis yang letaknya berdekatan dan telah
diketahui harga jualnya;
Besarnya tarif Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah 0,5%. Rumus perhitungan
besarnya PBB = Tarif x Nilai Jual Kena Pajak (NJKP) NJKP = NJOP-NJOPTKP
a) Jika NJKP dibawah 1 milyar = tarif x 20% x NJKP PBB = 0,5% x 20% x (NJOP-NJOPTKP) =
0,1% x NJKP
b) Jika NJKP = 40% x (NJOP - NJOPTKP) PBB = 0,5% x 40% x (NJOP-NJOPTKP) = 0,2% x NJKP
E. Mekanisme Pembayaran PBB
Mekanisme Penagihan Dan Pembayaran Pajak Bumi Dan Bangunan (PBB) Pada Badan
Pendapatan Daerah Kota Makassar. Penelitian ini bertujuan untuk Mengetahui mekanisme
penagihan dan pembayaran pajak bumi dan bangunan Pada Badan Pendapatan Daerah Kota
Makassar, mengingat pajak bumi dan Bangunan telah dialihkan menjadi pajak daerah dan baru
dioperasikan pada awal Tahun 2015. Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif kualitatif
yaitu jenis Penelitian yang digunakan penulis dengan menggambarkan hasil observasi datadata
yang diperoleh dari tempat penelitian.
Hasil penelitian menujukkan bahwa Mekanisme penagihan dan pembayaran pajak bumi dan
bangunan diawali Dengan diterbitkannya Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT). Wajib Pajak
Dapat mengambil Surat Pemberitahuan Pajak Terutang ke tempat pelayanan unit Terpadu atau
petugas pemungut pajak bumi dan bangunan lalu membayarkan Pajak terutangnya. Pembayaran
dapat dilakukan melalui kantor POS, atau Dilakukan secara online melalui Anjungan Tunai Mandiri
(ATM) atau Bank yang Telah ditunjuk oleh Badan Pendapatan Daerah Kota Makassar.
F. Keringanan PBB
Pemerintah telah berupaya untuk menciptakan keadilan bagi para wajib pajak, Khususnya wajib
pajak yang kurang mampu dalam memenuhi kewajiban pajak Terutangnya. Dalam rangka
menciptakan keadilan dalam pemungutan pajak bumi dan Bangunan, maka diatur kebijakan tentang
pengurangan pajak bumi dan bangunan. UU No. 12 Tahun 1994 tentang pajak bumi dan bangunan
pasal 19, bahwa Menteri Keuangan dapat memberikan pengurangan pajak yang terhutang.
Pengurangan pajak Bumi dan bangunan (PBB) adalah pemberian keringanan pajak yang terutang
atas Objek pajak (Hairul Pahmi, 2009)
Menyangkut persentase pemberian pengurangan ini khusus untuk veteran Aturannya adalah
sudah baku yaitu 75% sedangkan untuk yang lain belum ada. Pemberian pengurangan pajak bumi
dan bangunan di KPP Pratama antara satu Dengan yang lain bervariasi tergantung kebijakan masing-
masing. Artinya bahwa Persentase pemberian pengurangan masih bersifat subjektif, sehingga
diperlukan Paraturan yang baku (Sujono, 2009).
G. Sanksi dan Penegakan Hukum
Bagi Wajib Pajak PBB yang tidak melunasi pembayaran PBB sesuai dengan
batas waktu yang telah ditetapkan dapat dikenai sanksi denda administrasi
sebesar 2% perbulan maksimal selama 24 bulan berturut-turut atau total denda
administrasi sebesar 48%. Media pemberitahuan pajak yang terutang melewati
batas waktu yang terlah ditetapkan adalah dengan Surat Tagihan Pajak (STP). Jika
dalam waktu 30 hari setelah STP terbit belum ada pembayaran dari WP, maka
dapat diterbitkan Surat Paksa (SP) sesuai dengan pasal 13.
BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN
BANGUNAN (BPHTB)
A. Definisi dan Konsep Dasar
Sesuai dengan pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945, bumi, air, dan kekayaan alam yang
terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran
rakyat. Tanah sebagai bagian dari bumi yang merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa, di samping
memenuhi kebutuhan dasar untuk papan dan lahan usaha, juga merupakan alat investasi yang sangat
menguntungkan. Di samping itu, bangunan juga memberi manfaat ekonomi bagi pemiliknya. Oleh
karena itu, bagi mereka yang memperoleh hak atas tanah dan bangunan, wajar menyerahkan sebagian
nilai ekonomi yang diperolehnya kepada negara melalui pembayaran pajak, yang dalam hal ini adalah
Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).
Prinsip yang dianut dalam Undang-Undang BPHTB Adalah:
1. Pemenuhan kewajiban BPHTB adalah berdasarkan sistem self assessment, yaitu Wajib Pajak
menghitung dan membayar sendiri utang pajaknya.
2. Besarnya tarif ditetapkan sebesar 5% (lima persen) dari Nilai Perolehan Objek Pajak Kena Pajak
(NPOPKP).
3. Agar pelaksanaan Undang-Undang BPHTB dapat berlaku secara efektif, maka baik kepada Wajib
Pajak maupun kepada pejabat-pejabat umum yang melanggar ketentuan atau tidak
melaksanakan kewajibannya, dikenakan sanksi menurut peraturan perundang- undangan yang
berlaku.
4. Hasil penerimaan BPHTB merupakan penerimaan negara yang sebagian besar diserahkan
kepada Pemerintah Daerah, untuk meningkatkan pendapatan daerah guna membiayai
pembangunan daerah dan dalam rangka memantapkan otonomi daerah.
5. Semua pungutan atas perolchan hak atas tanah dan bangunan di luar ketentuan ini tidak Atau
Diperkenankan
Dalam pembahasan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, akan dijumpai
beberapa pengertian pengertian yang sudah baku. Pengertian-pengertian tersebut
antara lain adalah:
1. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), adalah pajak yang dikenakan
atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan. Dalam pembahasan ini, BPHTB
selanjutnya disebut pajak.
2. Perolehan hak atas tanah dan atan bangunan, adalah perbuatan atau peristiwa hukum
yang mengakibatkan Diperolehnya hak atas tanah dan atau bangunan oleh Orang
pribadi atau badan.
3. Hak atas tanah dan alan bangunan, adalah hak atas tanah, termasuk hak pengelolaan,
beserta bangunan di atasnya, sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 5
Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, Undang-undang Nomor 16
Tahun 1985 tentang Rumah Susun, dan ketentuan peraturan perundang undangan
yang berlaku lainnya.
Dasar Hukum Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah :
- Jual-beli
- Tukar menukar
- Hibah
- Hibah wasiat
- Waris
BPHTB dikenakan untuk semua transaksi properti, yang dibeli dari perorangan maupun
developer dan besarnya 5% dari nilai transaksi setelah dikurangi NJOPTKP (Nilai Jual Objek Pajak
Tidak Kena Pajak). NJOPTKP sendiri berbeda besarannya di setiap daerah.
Agar lebih memudahkan Anda untuk mengerti perhitungan BPHTB, berikut ini contoh
simulasi cara menghitungnya. Seseorang membeli sebuah rumah di Jakarta dengan luas tanah
200m2 dan luas bangunan 100m2. Berdasarkan NJOP, harga tanah Rp700.000 per m2 dan nilai
bangunan Rp600.000 per m2. Lalu bagaimana cara menghitung BPHTB-nya?
Penyelesaian :
Proses perhitungan pajak terutang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan atau
bangunan yang nilai perolehannya di atas Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP).
Proses penelitian (verifikasi) SSPD meneliti kebenaran pengisian SSPD. Proses pembayaran
dapat dilakukan melalui Bank yang ditunjuk (Bank Jatim) atau Bendahara Penerimaan Dinas.
F. Pengecualian dan Keringanan BPHTB
Tidak efektifnya kegiatan pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB-P2) di Kabupaten Enrekang
dikarenakan tidak optimalnya unsur-unsur efektivitas yang meliputi Input (masukan), Troughput
(perubahan), Output (keluaran) pada kegiatan pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB-P2). Padahal
jika 3 unsur efektivitas ini dapat berjalan baik akan dapat meningkatkan kinerja pemungutan Pajak Bumi
dan Bangunan (PBB-P2). Berdasarkan pendapat Steers (2006:4) cara yang terbaik untuk meneliti suatu
efektivitas adalah memperhatikan secara serempak tiga buah konsep yang saling berhubungan, antara lain:
input, throughput dan output dalam pencapaian tujuan.
B. Strategi pengurangan pajak secara Legal
Manajemen, Strategi dan Pengelakan dalam Pajak. Dalam melaksanakan kewajiban pajak sehari-hari
secara optimal, terdapat beberapa unsur penting yang perlu diketahui setiap wajib pajak. Pekerjaan
perpajakan yang harus dijalankan wajib pajak dapat dikelompokkan menjadi 3, yakni manajemen pajak,
strategi pajak, dan pengelakan pajak.
Manajemen Pajak
Manajemen pajak yang biasa digunakan yaitu:
1. Tax Compliance
Berhubungan dengan kegiatan untuk mematuhi aturan perpajakan, yang meliputi: administrasi,
pembukuan, pemotongan/pemungutan pajak, penyetoran, pelaporan, memberikan data untuk keperluan
pemeriksaan pajak, dan sebagainya. Secara umum peraturan pajak akan dipatuhi oleh wajib pajak bila
biaya untuk mematuhinya (compliance cost) relative murah.
2. Tax Planning
Merupakan strategi untuk mengatur akuntansi dan keuangan perusahaan untuk meminimalkan kewajiban
perpajakn dengan cara-cara yang tidak melanggar peraturan perpajakan (in legal way). Dalam arti yang lebih luas
meliputi keseluruhan fungsi manajemen perpajakan.
3. Tax Litigation
Merupakan usaha untuk menyelesaikan perselisihan atau sengketa pajak dengan pihak lain, terutama kantor
pajak. Sengketa pajak terjadi karena adanya perbedaan penafsiran atas suatu ketentuan perpajakn / atas masalah-
masalah yang tidak ada aturannya secara jelas antara wajib pajak dengan fiskus dalam pemeriksaan / penelitian
pajak
4. Tax Research
Merupakan proses untuk mencari jawaban, solusi atau rekomendasi atas suatu permasalahan perpajakan.
Kegiatan yang dilakukan biasanya meliputi:
Hal ini meliputi mengajukan pengurangan pembayaran angsuran, dan mengajukan permohonan pembebasan.
Pengelakan Pajak
Ialah pemindahan atau pentransferan beban pajak dari subjek pajak kepada pihak lain, dengan
demikian orang atau beban yang dikenakan pajak mungkin sekali tidak menanggungnya.
2. Kapitalisasi Pajak
Pengurangan harga objek pajak yang besarnya sama dengan jumlah pajak yang akan dibayarkan
kemudian oleh pembeli. Kapitalisasi ini sering terjadi jika pembeli harga tetap seperti tanah atau
gedung dibebani pajak balik nama. Agar beban pajak tidak menjadi tanggungan pembeli, maka beban
pajak dialihkan kepada penjual. Dengan demikian, harga beli harta menjadi berkurang. Kapitalisasi
pajak ini dapat dikatakan sebagai salah satu bentuk pengalihan pajak ke belakang.
3. Transformasi
Cara pengelakan pajaka yang dilakukan oleh pabrik dengan cara menanggung
beban pajak yang dikenakan terhadapnya. Cara ini biasanya dilakukan oleh
produsen sehingga kenaikkan harga jual tidka menurunkan pangsa pasar.