Tarif BPHTB
Berapa BPHTB yang harus Anda bayar setelah menerima hak atas tanah/ bangunan?
Tarif BPHTB terbaru kini senilai 5% dari pengurangan Nilai Perolehan Objek Pajak
(NPOP) dengan Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP). Sedangkan
untuk dua aspek tersebut jumlahnya tergantung dari jenis properti yang Anda beli dan
dimana domisili pembelian terjadi.
Cara Menghitung BPHTB
BPHTB adalah pungutan yang dihitung dengan mempertimbangkan nilai NPOPTKP dan
perlu dibayarkan dari sisi pembeli. Adapun rumus cara menghitung BPHTB adalah:
BPHTB = Tarif Pajak 5% x (NPOP - NPOPTKP)
Cara Menghitung BPHTB Warisan
Pada dasar hukum BPHTB yaitu UU No. 20 Tahun 2000 tentang BPHTB dijelaskan
bahwa pemindahan hak atas tanah dan bangunan juga bisa didapatkan dari warisan. Lalu,
apakah cara menghitungnya sama dengan penghitungan BPHTB pada umumnya?
Menurut Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 2 ayat (3) PP No.34 Tahun 2016, pihak yang
mengalihkan properti mendapat pengecualian dari kewajiban pembayaran Pajak
Penghasilan (PPh). Berhubungan dengan hal tersebut, ahli waris harus menuju ke Kantor
Pelayanan Pajak (KPP) untuk mengajukan Surat Keterangan Bebas (SKB) PPh dengan
menyertakan surat pernyataan pembagian waris atas saudara kandung.
Sehingga, properti objek pajak yang diwariskan tidak akan dikenakan Pajak Penghasilan
Tanah dan Bangunan. Sedangkan, jika dilihat dari segi BPHTB harus tetap dibayarkan
oleh ahli waris. Cara menghitung BPHTB warisan yang didapat sama dengan
penghitungan pada umumnya.
Nilai perolehan objek pajak
Dasar pengenaan BPHTB adalah Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP). NPOP dapat
berupa harga transaksi atau nilai pasar atau NJOP.
1. Jual beli adalah harga transaksi;
2. tukar-menukar adalah nilai pasar;
3. hibah adalah nilai pasar;
4. hibah wasiat adalah nilai pasar;
5. waris adalah nilai pasar;
6. pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya adalah nilai pasar;
7. pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan adalah nilai pasar;
8. peralihan hak karena pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum
tetap adalah nilai pasar;
9. pemberian hak baru atas tanah sebagai kelanjutan dari pelepasan hak adalah nilai
pasar;
10. pemberian hak baru atas tanah diluar pelepasan hak adalah nilai pasar;
11. penggabungan usaha adalah nilai pasar;
12. peleburan usaha adalah nilai pasar;
13. pemekaran usaha adalah nilai pasar;
14. hadiah adalah nilai pasar;
15. penunjukan pembeli dalam lelang adalah harga transaksi yang tercantum dalam
risalah lelang.
Apabila Nilai Perolehan Objek Pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf a
sampai dengan n tidak diketahui atau lebih rendah daripada Nilai Jual Objek Pajak yang
digunakan dalam pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan pada tahun terjadinya perolehan,
dasar pengenaan pajak yang dipakai adalah Nilai Jual Objek Pajak Pajak Bumi dan
Bangunan.
Nilai perolehan objek pajak tidak kena pajak
Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang PDRD pasal 85 ayat (4), (5)
dan (6) besarnya nilai perolehan objek pajak tidak kena pajak (NPOPTKP) ditetapkan
paling rendah sebesar Rp60.000.000,00 untuk setiap WP. Kemudian untuk perolehan hak
karena waris atau hibah wasiat NPOPTKP ditetapkan paling rendah Rp300.000.000,00.
NPOPTKP menurut UU PDRD tersebut akan ditetapkan dengan Peraturan Daerah.
Tempat Terutang
Tempat pajak terutang adalah di wilayah Kabupaten, Kota, atau Provinsi yang meliputi
letak tanah dan atau bangunan
Contoh BPHTB
Agar lebih jelas, coba simak contoh menghitung BPHTB berikut ini.
Budi membeli properti rumah di Jakarta senilai Rp1 miliar. Sedangkan besar NPOPTKP
di Jakarta adalah Rp350 juta. Maka berapa jumlah contoh BPHTB yang harus dibayar
Budi?
BPHTB = 5% x (NPOP - NPOPTKP)
\= 5% x (1 miliar - 350 juta)
\= 32,5 juta
Melihat dari contoh BPHTB di atas, bisa disimpulkan bahwa contoh BPHTB yang harus
dibayarkan Budi untuk melegalkan properti yang ia ambil hak milik adalah sebesar
Rp32,5 juta.
C. Bea Materai
Bea Meterai adalah pajak atas dokumen yang terutang sejak saat dokumen tersebut ditanda
tangani oleh pihak-pihak yang berkepentingan, atau dokumen tersebut selesai dibuat atau
diserahkan kepada pihak lain bila dokumen tersebut hanya dibuat oleh satu pihak.
Dasar Hukum
1. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2020 tentang Bea Meterai
2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 4/PMK.03/2021 tentang Pembayaran Bea
Meterai, Ciri Umum dan Ciri Khusus Meterai Tempel, Meterai Dalam Bentuk Lain,
dan Penentuan Keabsahan Meterai, Serta Pemeteraian Kemudian.
Objek Bea Meterai
1. Bea Meterai dikenakan atas:
a. Dokumen yang dibuat sebagai alat untuk menerangkan mengenai suatu
kejadian yang bersifat perdata;
b. Dokumen yang digunakan sebagai alat bukti di pengadilan.
2. Dokumen yang bersifat perdata, meliputi:
a. surat perjanjian, surat keterangan, surat pernyataan, atau surat lainnya yang
sejenis, beserta rangkapnya;
b. akta notaris beserta grosse, salinan, dan kutipannya,
c. akta Pejabat Pembuat Akta Tanah beserta salinan dan kutipannya,
d. surat berharga dengan nama dan dalam bentuk apa pun,
e. Dokumen transaksi surat berharga, termasuk Dokumen transaksi kontrak
berjangka, dengan nama dan dalam bentuk apa pun.
f. Dokumen lelang yang berupa kutipan risalah lelang, minuta risalah lelang,
salinan risalah lelang, dan grosse risalah lelang,
g. Dokumen yang menyatakan jumlah uang dengan nilai nominal lebih dari
Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah) yang
menyebutkan penerimaan uang, atau
berisi pengakuan bahwa utang seluruhnya atau sebagiannya telah
dilunasi atau diperhitungkan,
h. Dokumen lain yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah
Tarif Umum
Bea Meterai yang berlaku mulai 1 Januari 2021 (UU No. 10 Tahun 2020) adalah
Rp.10.000,-
1. Meterai tempel memiliki ciri umum dan ciri khusus
a. Ciri umum paling sedikit memuat
gambar lambang negara Garuda Pancasila,
frasa "Meterai Tempel"; dan
angka yang menunjukkan nilai nominal
b. Selain memiliki ciri umum, meterai tempel juga memiliki ciri khusus sebagai
unsur pengaman yang terdapat pada desain, bahan, dan teknik cetak yang
dapat bersifat terbuka, semi tertutup, dan tertutup. Ketentuan lebih lanjut
mengenai penentuan ciri umum dan ciri khusus pada meterai tempel serta
pemberlakuannya diatur dalam Peraturan Menteri.
2. Meterai elektronik memiliki kode unik dan keterangan tertentu yang diatur dalam
Peraturan Menteri.
3. Meterai dalam bentuk lain yang ditetapkan oleh Menteri merupakan Meterai yang
dibuat dengan menggunakan mesin teraan Meterai digital, sistem komputerisasi,
teknologi percetakan, dan sistem atau teknologi lainnya. Ketentuan lebih lanjut
mengenai Meterai dalam bentuk lain diatur dalam Peraturan Menteri.
Surat Setoran Pajak
Pembayaran Bea Meterai juga dapat dilakukan dengan menggunakan surat setoran pajak
dalam hal mekanisme pembayaran Bea Meterai dengan menggunakan Meterai dianggap
tidak elisien atau bahkan tidak dimungkinkan. Misalnya, untuk Dokumen yang akan
digunakan sebagai alat bukti di pengadilan dalam jumlah besar, yang pembayarannya
melalui Pemeteraian Kemudian sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang ini.
Pemberian alternatif dalam pembayaran Bea Meterai ini dimaksudkan untuk memberikan
kemudahan dalam pembayaran Bea Meterai.
BUKAN Objek Bea Meterai
1. Dokumen yang terkait lalu lintas orang dan barang:
a. surat penyimpanan barang.
b. konosemen,
c. surat angkutan penumpang dan barang
d. bukti untuk pengiriman dan penerimaan barang.
e. surat pengiriman barang untuk dijual atas tanggungan pengirim
f. surat lainnya yang dapat dipersamakan dengan surat sebagaimana dimaksud
pada huruf a sampai dengan angka e;
2. segala bentuk Ijazah,
3. tanda terima pembayaran gaji, uang tunggu, pensiun, uang tunjangan, dan
pembayaran lainnya yang berkaitan dengan hubungan kerja, serta surat yang
diserahkan untuk mendapatkan pembayaran dimaksud,
4. tanda bukti penerimaan uang negara dari kas negara, kas pemerintah daerah, bank,
dan lembaga lainnya yang ditunjuk oleh negara berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan,
5. kuitansi untuk semua jenis pajak dan untuk penerimaan lainnya yang dapat
dipersamakan dengan itu yang berasal dari kas negara, kas pemerintahan daerah,
bank, dan lembaga lainnya yang ditunjuk berdasarkan ketentuan peraturan
perundangundangan;
6. tanda penerimaan uang yang dibuat untuk keperluan intern organisasi,
7. Dokumen yang menyebutkan simpanan uang atau surat berharga, pembayaran
uang simpanan kepada penyimpan oleh bank, koperasi, dan badan lainnya yang
menyelenggarakan penyimpanan uang, atau pengeluaran surat berharga oleh
kustodian kepada nasabah,
8. surat gadai,
9. tanda pembagian keuntungan, bunga, atau imbal hasil dari surat berharga, dengan
nama dan dalam bentuk apa pun; dan
10. Dokumen yang diterbitkan atau dihasilkan oleh Bank Indonesia dalam rangka
pelaksanaan kebijakan moneter.
Pihak Yang Terutang
Apabila dokumen dibuat sepihak, bea materai terutang oleh pihak yang menerima
dokumen.
Apabila dokumen dibuat oleh 2 (dua) pihak atau lebih, Bea Meterai terutang oleh
masing-masing pihak atas Dokumen yang diterimanya.
Dokumen yang berupa surat berharga, maka bea materai terutang oleh pihak yang
menerbitkan surat berharga.
Bea Meterai juga terutang oleh pihak yang menerima atau pihak yang mendapat
manfaat dari dokumen, kecuali pihak atau pihak-pihak yang bersangkutan
menentukan lain.
Saat Terutang Bea Meterai
1. Dokumen dibubuhi Tanda Tangan, untuk:
a. surat perjanjian beserta rangkapnya;
b. akta notaris beserta grosse, salinan, dan, dan
c. akta Pejabat Pembuat Akta Tanah beserta salinan dan kutipannya.
2. Dokumen selesai dibuat, untuk:
a. berharga dengan nama dan dalam bentuk apa pun, dan
b. transaksi surat berharga, termasuk Dokumen transaksi kontrak berjangka,
dengan nama dan dalam bentuk apa pun
3. Dokumen diserahkan kepada pihak untuk siapa Dokumen tersebut dibuat, untuk:
a. keterangan, surat pernyataan, atau surat lainnya yang sejenis, beserta
rangkapnya;
b. Dokumen lelang, dan
c. Dokumen yang menyatakan jumlah uang
4. Dokumen diajukan ke pengadilan, untuk Dokumen yang digunakan sebagai alat
bukti di pengadilan
5. Dokumen digunakan di Indonesia, untuk Dokumen yang dibuat di luar negeri.
Atau ditetapkan saat lain terutangnya Bea Meterai oleh Menteri.
Permeteraian Kemudian
Apabila terdapat dokumen yang akan digunakan:
1. Dokumen yang digunakan sebagai alat bukti di pengadilan,
2. Dokumen yang bea meterainya tidak atau kurang dilunasi sebagaimana mestinya,
dapat dilakukan Pemeteraian Kemudian
Pihak yang wajib membayar Bea Meterai melalui Pemeteraian Kemudian merupakan
Pihak Yang Terutang. Bea Meterai yang terutang atas dokumen yang tidak atau kurang
Bea Meterai yang terutang.
Masa Transisi
Selama masa transisi (s.d. 31 Des 2021) materai Rp 3.000,00 dan Rp 6.000,00 masih
berlaku. Cara penggunaan meterai Rp 3.000 dan meterai Rp 6.000 untuk dokumen
selama masa transisi sebagai pengganti materai Rp 10.000:
Menempelkan materai Rp 6.000 dan materai Rp 3.000 secara berdampingan
dalam satu dokumen yang memerlukan materai.
Menempelkan 3 materai Rp 3.000 secara berdampingan dalam satu dokumen
yang memerlukan materai.
Menempelkan 2 materai Rp 6.000 secara berdampingan dalam satu dokumen
yang memerlukan materai.