Anda di halaman 1dari 14

PAJAK BUMI DAN BANGUNAN (PBB), BEA PEROLEHAN HAK ATAS

TANAH DAN BANGUNAN (BPHTB), DAN BEA MATERAI BESERTA


PROSEDUR PERHITUNGAN DAN PELAPORANNYA

NAMA KELOMPOK 7 :
1. Ananda Fitria Rahmadani_2101036257
2. Desliana Hertanti_2101036285
3. Naadiyah Atikah Putri_2101036053
4. Muhammad Irsan Hermawan_2101036100
5. Eru Rizkiawan_2101036190

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA
2023
A. Pajak Bumi dan Bangunan
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah Pajak Negara yang dikenakan terhadap
bumi dan atau bangunan berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 tahun 1985 tentang
Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana dirubah dengan Undang-Undang No 12 tahun
1994. Menurut Mardiasmo Bumi adalah suatu permukaan yang ada dibumi bumi dan
memiliki tubuh bumi yang ada di bawahnya. Permukaan bumi yang ada meliputi tanah
dan perairan pedalaman (termasuk rawa-rawa tambak perairan) serta laut wilayah
Republik Indonesia. Bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan
secara tetap pada tanah dan/atau perairan untuk tempat tinggal, tempat usaha, dan
tempat yang diusahakan. Penerima Pembayaran Tanah dan Bangunan (PBB) adalah
orang atau badan yang mempunyai hak atas tanah dan/atau bangunan. Wajib Pajak
wajib membayar pajak setiap tahun. Pajak bumi dan bangunan harus dibayar selambat-
lambatnya enam bulan setelah Surat Pemberitahuan Pajak terutang (SPPT). Pajak Bumi
dan Bangunan (PBB) merupakan salah satu pajak yang cukup besar cakupannya
dikarenakan banyak melibatkan masyarakat yang terkena pajak.

Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) pada awalnya merupakan pajak pusat, namun
kemudian dialihkan ke daerah, diurus oleh masing-masing daerah. Administrasi pajak
bumi dan bangunan (PBB) dialihkan ke Badan Keuangan dan Aset Daerah (BKAD)
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) merupakan jenis pajak yang sepenuhnya diatur oleh
pemerintah dalam menentukan besar pajaknya (menganut sistem pemungutan official
assessmen system). Pajak ini bersifat kebendaan dalam arti besarnya pajak terutang
ditentukan oleh keadaan objek yaitu bumi/tanah dan/atau bangunan. Di sini keadaan
subyek (siapa yang membayar) tidak ikut menentukan besarnya pajak. Dari pendapat
para ahli tersebut, dapat di tarik kesimpulan bahwa Pajak Bumi dan Bangunan adalah
pajak yang dikenakan atas bumi dan bangunan, besarnya pajak ditentukan oleh keadaan
objek yaitu bumi/tanah/bangunan.

Subjek Pajak PBB adalah Orang Pribadi atau Badan yang secara nyata
mempunyai hak atas bumi, dan/atau memperoleh manfaat atas bumi, dan/atau
memiliki, menguasai, dan/atau memperoleh manfaat atas bangunan. Jadi subjek pajak
ini adalah orang atau badan yang memiliki wewenang terhadap objek pajak yang
dimilikinya seperti Memperoleh manfaat atas bumi,Memiliki bangunan,Menguasai
bangunan,Memperoleh manfaat atas bangunan.

Yang menjadi Objek pajak PBB adalah "Bumi dan Bangunan". Seperti
yang telah dijelaskan diawal Pengertian Bumi adalah permukaan bumi yang meliputi
tanah dan perairan pedalaman serta laut wilayah Indonesia, dan tubuh bumi yang ada
dibawahnya. Contohnya pekarangan, sawah, ladang, kebun, rawa-rawa, tambak, dan
lainnya. Sedangkan pengertian Bangunan adalah kontruksi teknik yang di lekatkan
secara tetap pada tanah atau perairan. Contohnya yaitu rumah tempat tinggal,
bangunan tempat usaha, gedung bertingkat, pusat perbelanjaan, jalan tol, kolam renang,
pagar mewah, tempat olah raga, anjungan minyak lepas pantai, dan fasilitas lain yang
memberikan manfaat.

1
Ada juga objek pajak yang tidak dapat dikenakan PBB. Namun, objek pajak
tersebut harus memiliki kriteria tertentu yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor
12 Tahun 1994 tentang Pajak Bumi dan Bangunan yaitu :
1. Objek pajak tersebut digunakan semata-mata untuk kepentingan umum
dibidang ibadah, sosial, kesehatan, pendidikan, dan kebudayaan nasional, yang
tidak dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan.
2. Digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala, atau yang sejenis dengan hal
tersebut.
3. Objek pajak merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, taman
nasional, tanah penggemkbalaan yang dikuasai suatu desa, dan tanah negara
yang belum dibebani suatu hak.
4. Objek pajak digunakan oleh perwakilan diplomatik, konsultan berdasarkan asas
perlakuan timbal balik.
5. Objek pajak digunakan oleh badan atau perwakilan organisasi internasional
yang ditentukan oleh menteri keuangan.

NJOP (Nilai Jual Objek Pajak)


NJOP(Nilai Jual Objek Pajak) merupakan harga pasar pada transaksi jual beli
tanah. Setiap tahun, nantinya Menteri Keuangan akan mendengarkan
pertimbangan dari bupati/walikota untuk menetapkan NJOP.
Dasar penetapan NJOP bumi:
a) Letak.
b) Pemanfaatan.
c) Peruntukan.
d) Kondisi Lingkungan.
Dasar penetapan NJOP bangunan:
a) Bahan yang digunakan dalam bangunan.
b) Rekayasa.
c) Letak.
d) Kondisi lingkungan.

NJOPTKP (Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak)


NJOPTKP merupakan batas Nilai Jual Objek Pajak atas bumi dan bangunan
yang tidak kena pajak. Besarnya NJOPTKP di masing-masing wilayah memang
berbeda-beda. Namun, berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor
201/KMK.04/2000 ditetapkan, NJOPTKP untuk setiap daerah di
kabupaten/kota setinggi-tingginya senilai Rp12.000.000 dengan
memperhatikan ketentuan sebagai berikut:
1. Setiap wajib pajak memperoleh pengurangan NJOPTKP sebanyak 1 kali
dalam 1 Tahun Pajak.
2. Jika wajib pajak memiliki lebih dari 1 objek pajak, maka yang bisa atau
mendapat pengurangan NJOPTKP hanya 1 objek pajak yang nilainya
paling besar dan tidak bisa digabungkan dengan objek pajak lainnya
yang wajib pajak miliki.

2
Tarif Perhitungan PBB
Besarnya tarif Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah 0,5%.
Rumus perhitungan besarnya PBB = Tarif x Nilai Jual Kena Pajak (NJKP)
NJKP = NJOP-NJOPTKP

a) Jika NJKP dibawah 1 milyar = tarif x 20% x NJKP


PBB = 0,5% x 20% x (NJOP-NJOPTKP) = 0,1% x NJKP

b) Jika NJKP diatas 1 milyar = 40% x (NJOP - NJOPTKP)


PBB = 0,5% x 40% x (NJOP-NJOPTKP) = 0,2% x NJKP
Saat terutang pajak PBB menurut Pasal 8 ayat 2 UU PBB adalah
keadaan Objek Pajak pada tanggal 1 Januari. Dengan demikian segala mutasi
atau perubahan atas Objek Pajak yang terjadi setelah tanggal 1 Januari akan
dikenakan pajak pada tahun berikutnya. Contoh Tuan A menjual tanah kepada
B pada tanggal 10 Januari 2012. Kewajiban PBB Tahun 2012 masih menjadi
tanggung jawab A. Sejak Tahun Pajak 2013 kewajiban PBB menjadi tanggung
jawab Tuan B.
Wajib Pajak PBB yang telah menerima Surat Pemberitahuan Pajak
Terutang (SPPT), Surat Ketetapan Pajak (SKP) dan Surat Tagihan Pajak (STP)
dari Kantor Pelayanan PBB atau disampaikan melalui Pemerintah Daerah
harus melunasinya tepat waktu pada tempat pembayaran yang telah ditunjuk
dalam SPPT yaitu Bank Persepsi atau Kantor Pos dan Giro.

Contoh Perhitungan

WP mempunyai dua objek Pajak Bumi dan Bangunan yang terletak dilokasi
yang berbeda dengan rincian sebagai berikut :

Objek pajak 1
Luas Tanah = 300 m per segi dengan NJOP bumi Rp. 802.000,- per meter
segiLuaas Bagunan = 200 meter persegi dengan NJOP Bangunan Rp.
505.000,- per meter segi

Objek pajak 2
Luas Tanah 150 m persegi dengan NJOP bumi Rp. 1.147.000,- per meter
persegiLuas Bangunan = 200m persegi dengan NJOP Bangunan Rp.700.000,-
per meterper segi.
Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP)untuk kabupaten letak
objek Pajak ditetapkan sebesar Rp. 10.000.000,-
Diminta :

3
Hitunglah besarnya Pajak Bumi dan Bangunan yang harus dibayarkan ?

Jawab :

Menghitung Pajak Bumi dan Bangunan


Objek Pajak I

NJOP Tanah 300m persegi × Rp. 802.000,- = Rp 240.600.000,-


Bangunan 200m persegi × Rp. 505.000,- = Rp 101.000.000,-
NJOP Rp 341.600.000,-
Diketahui NJOPTKP (Rp. 10.000.000,-)
NJKP Rp 331.600.000
NJKP = 20% × Rp 331.600.000,-
= Rp 66.320.000,-
Tarif Pajak = 0,5%
PBB Terutang = Tarif Pajak × NJKP
= 0,5% × Rp 66.320.000
= Rp331.600

Objek Pajak II
NJOP Tanah 150m persegi × Rp. 1.147.000,- = Rp 172.050.000,-
Bangunan 200m persegi × Rp. 700.000,- = Rp 140.000.000,-
NJOP
R312.050.0
00,-NJOPTKP 0

NJKP = 20% × Rp
312.050.000
= Rp 62.410.000
Tarif Pajak
=0,5%
PBB Terutang = Tarif Pajak × NJKP
= 0,5% × Rp 62.410.000
= Rp312.050
Total PBB Terutang = PBB Terutang Objek Pajak 1 + PBB Terutang Objek
Pajak 2
= Rp 331.600 + Rp 312.050
=Rp643.650

4
B. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)
BPHTB sendiri merupakan pertimbangan untuk perolehan hak atas tanah
dan/atau bangunan. Biaya ini dibayar oleh pembeli dan hampir seperti pajak
penghasilan bagi penjual. Sehingga timbul kewajiban membayar pajak baik pada
penjual maupun pembeli. Sebelumnya, BPHTB dipungut oleh pemerintah pusat, namun
berdasarkan UU No. Pasal 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Pembayaran
Daerah mengatur jika BPHTB dialihkan ke salah satu jenis pajak yang ditetapkan oleh
pemerintah kabupaten/kota. Adanya BPTHB dikenakan kepada orang pribadi atau
badan karena perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan merupakan perbuatan hukum
atau peristiwa yang mengakibatkan orang atau badan memperoleh hak dan/atau
bangunan. Tarif BPHTB sendiri sebesar 5% dari harga jual, yang telah dikurangi
dengan Biaya Perolehan Barang Kena Pajak (NPOPTKP).

Objek yang dikenakan Tarif BPHTB


Pasal 85 ayat (1) UU 28/2009 menyebut objek BPHTB adalah perolehan hak atas tanah
atau bangunan. Perolehan tersebut diantaranya dapat berasal dari pemindahan hak
karena terjadi jual-beli, penunjukan pembeli dalam lelang, peleburan usaha, pemekaran
usaha, dan hadiah. Lebih rinci apa saja yang dikenakan tarif BPHTB sebagai berikut:

1. Jual beli
2. Pertukaran
3. Hibah
4. Waris
5. Hibah wasiat
6. Pemasukan dalam perseroan maupun badan hukum lain
7. Penunjukan pembeli saat lelang
8. Pemisahan hak yang menyebabkan peralihan
9. Terkait pelaksanaan putusan hakim dengan kekuatan hukum tetap
10. Peleburan usaha atau merger
11. Penggabungan usaha
12. Pemekaran usaha
13. Hasil lelang dengan non-eksekusi
14. Hadiah
Adapun jenis hak dasar yang menjadi objek BPHTB meliputi hak milik, hak guna
usaha, hak guna bangunan, hak pakai, hak milik atas satuan rumah susun, dan hak
pengelolaan. Meski memiliki cakupan objek pajak luas, tidak semua perolehan hak atas
tanah dan/atas bangunan dikenai BPHTB.

Objek yang Tidak Dikenakan BPHTB

Ada 6 pihak yang atas perolehan hak tanah atau bangunannya tidak dikenakan
BPHTB. Keenam pihak yang tidak dikenakan BPHTP tersebut adalah:

1. Perwakilan diplomatik, konsulat berdasar perlakuan timbal balik.

5
2. Negara untuk penyelenggaraan pemerintah atau pelaksanaan pembangunan
guna kepentingan umum.
3. Badan atau perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan Menteri
Keuangan.
4. Seorang individu atau badan karena konversi hak dan perbuatan hukum lain
dengan tidak adanya perubahan nama.
5. Wakaf atau warisan.
6. Digunakan kepentingan ibadah

Subjek Pajak
No. Jenis Perolehan Hak Subjek Pajak
1 Jual Beli Pembeli
2 Tukar menukar Pihak yang menerima tanah/bangunan yang
ditukar
3 Hibah Penerima Hibah
4 Hibah Wasiat Penerima Hibah Wasiat
5 Waris Ahli Waris (Penerima Waris)
6 Pemasukan dalam perseroan Perseroan/badan hukum lain yang
memperoleh hak atas atau badan hukum
7 Pemisahan hak yang Orang atau badan yang ditetapkan sebagai
mengakibatkan peralihan hak
8 Penunjukan pembeli dalam lelang Orang/badan yang ditetapkan sebagai
pemenang lelang
9 Pelaksanaan dari putusan hakim yang Pihak yang memperoleh hak atas tanah dan
mempunyai kekuatan hukum tetap bangunan dalam putusan hakim yang telah
memiliki kekuatan hukum tetap.
10 Penggabungan usaha Badan usaha yang menjadi tempat bergabung
satu atau lebih badan usaha lain
11 Peleburan usaha Badan usaha yang didirikan sebagai hasil
peleburan usaha
12 Pemekaran usaha Badan usaha yg baru didirikan sebagai hasil
pemekaran usaha
13 Hadiah Orang atau badan memperoleh hadiah
14 Perolehan hak baru sebagai Orang atau suatu badan yang memperoleh hak
atas kelanjutan pelepasan hak
15 Perolehan hak baru di luar Orang atau suatu badan yang memperoleh hak
atas

Nilai Perolehan Objek Pajak dan Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak
 Dasar pengenaan BPHTB adalah Nilai Perolehan Objek Pajak. Nilai Perolehan Objek
Pajak (NPOP) tersebut ialah:
 Jual Beli adalah harga transaksi
 Tukar Menukar adalah nilai pasar
 Hibah adalah nilai pasar
 Hibah Wasiat adalah nilai pasar

6
 Waris adalah nilai pasar
 Pemasukan dalam perseroan atau Badan Hukum lainnya adalah nilai pasar
 Pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan adalah nilai pasar
 Peralihan hak karena pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan
hukum tetap adalah nilai pasar
 Pemberian hak baru atas tanah sebagai kelanjutan dari pelepasan hak adalah
nilai pasar
 Pemberian hak baru atas tanah di luar pelepasan hak adalah nilai pasar
 Penggabungan Usaha adalah nilai pasar
 Peleburan Usaha adalah nilai pasar
 Pemekaran Usaha adalah nilai pasar
 Hadiah adalah nilai pasar
 Penunjukan pembeli dalam lelang adalah harga transaksi yang tercantum dalam
Risalah Lelang
Dalam hal NPOP tidak diketahui atau lebih rendah daripada Nilai Jual Objek Pajak
(NJOP) PBB pada tahun terjadinya perolehan, dasar pengenaan BPHTB yang dipakai
adalah NJOP PBB.

 Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP)


NPOPTKP ditetapkan paling rendah Rp60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah) untuk
setiap wajib pajak, kecuali dalam hal perolehan hak karena waris, atau hibah wasiat
yang diterima orang pribadi yang masih dalam hubungan keluarga sedarah dalam garis
keturunan lurus satu derajat ke atas atau satu derajat ke bawah dengan pemberi hibah
wasiat, termasuk suami/istri, ditetapkan paling rendah Rp300.000.000,00 (tiga ratus
juta rupiah). NPOPTKP tersebut ditetapkan dengan peraturan daerah. Setiap daerah
dapat menetapkan NPOPTKP yang berbeda sepanjang tidak lebih rendah dari jumlah
tersebut di atas.

Tarif BPHTB

Berdasarkan Pasal 88 UU PDRD, tarif Bea Perolehan Hak atas Tanah dan
Bangunan ditetapkan paling tinggi sebesar 5%. Penentuan tarif juga ditetapkan dengan
peraturan daerah. Jadi besaran pokok BPHTB terutang dihitung dengan cara
mengalikan tarif.
BPHTB terutang = 5% (maksimal) X (NPOP-NPOPTKP)
Saat terutangnya pajak atas bea perolehan hak atas tanah dan atau bangunan ditetapkan
untuk:
 Jual beli adalah sejak tanggal di buat dan ditandatanganinya akta;
 Tukar-menukar adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta;
 Hibah adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta;
 Hibah wasiat adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta;

7
 Waris adalah sejak tanggal yang bersangkutan mendaftarkan peralihan haknya
ke Kantor Bidang Pertanahan;
 Pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainya adalah sejak tanggal
dibuat dan ditandatanganinya akta;
 Pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan adalah sejak tanggal dibuat dan
ditandatanganinya akta;
 Putusan hakim adalah sejak tanggal putusan pengadilan yang mempunyai
kekuatan hukum yang tetap;
 Pemberian hak baru atas tanah sebagai kelanjutan dari pelepasan hak adalah
sejak tanggal diterbitkannya surat keputusan pemberian hak;
 Pemberian hak baru di luar pelepasan hak adalah sejak tanggal diterbitkannya
surat keputusan pemberian hak;
 Penggabungan usaha adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta;
 Peleburan usaha adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta;
 Pemekaran usaha adalah sejak tanggal dibuat dan dtandatanganinya akta;
 Hadiah adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta;
 Lelang adalah sejak tanggal penunjukan pemenang lelang. BPHTB terutang ini
harus dilunasi pada saat terjadinya perolehan hak.
Berdasarkan Pasal 91 UU PDRD, terdapat beberapa hal yang baru dapat dilakukan
setelah Wajib Pajak menyerahkan bukti pembayaran pajak, yaitu:
1. Penandatanganan akta pemindahan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan oleh
Pejabat Pembuat Akta Tanah/Notaris;
2. Penandatanganan risalah lelang Perolehan Hak atas Tanah/atau Bangunan oleh
Kepala Kantor yang membidangi pelayanan lelang Negara;
3. Pendaftaran Hak atas Tanah atau pendaftaran peralihan Hak atas Tanah oleh
Kepala Kantor Bidang Pertanahan.
Pejabat Pembuat Akta Tanah/Notaris dan Kepala Kantor yang membidangi
pelayanan lelang negara melaporkan pembuatan akta atau risalah lelang Perolehan Hak
atas Tanah dan/atau Bangunan kepada Kepala Daerah paling lambat pada tanggal 10
(sepuluh) bulan berikutnya. Tata cara pelaporan ini diatur dengan Peraturan Kepala
Daerah
Pemungutan BPHTB dilakukan berdasarkan self-assessment system, yakni wajib pajak
menghitung, membayar, dan melaporkan sendiri jumlah BPHTB yang terutang. Dalam
sistem seperti ini, pembayaran BPHTB yang dilakukan oleh wajib pajak perlu
divalidasi oleh petugas pajak untuk mengetahui kebenaran pembayaran yang telah
dilakukan. Salah satu elemen yang perlu divalidasi adalah kebenaran dasar pengenaan
BPHTB, yaitu Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP) yakni nilai terbesar antara nilai
transaksi dan NJOP untuk penghitungan PBB.Berhubung data NJOP terdapat pada
database Direktorat Jenderal Pajak, maka untuk memudahkan pemerintah daerah
mengakses informasi mengenai NJOP, Direktorat Jenderal Pajak membangun suatu
program aplikasi komputer yang dapat digunakan oleh pemerintah kabupaten/kota
mengakses data NJOP dari database Kantor Pelayanan Pajak Pratama. Program aplikasi
tersebut didistribusikan kepada seluruh pemerintah daerah melalui Kantor Pelayanan
Pajak Pratama yang ada di masing- masing daerah.

8
Contoh Perhitungan
PT. Bank A memperoleh hak pengelolaan sebidang tanah seluas 15.000 m2 dari
pemerintah atas suatu lahan di daerah Malang dengan harga pasar Tanah Tersebut Rp
12.000.000, per m2. Hitung BPHTB terhutang jika NJOPTKP Malang ditetapkan Rp
50.000.000, NPOP = Rp 180.000.000.000,-
BPHTB terhutang = 5% x (180.000.000.000 – 50.000.000)
BPHTB terhutang = 5% x 179.950.000.000 = 8.997.500.000
BPHTB yang harus dibayar = 8.997.500.000.
C. Bea Materai

Peraturan pajak yang mengatur tentang bea meterai yaitu


1. UU RI Nomor 10 Tahun 2020 (Tentang Bea Materai yang mengacu adanya
perubahan nominal pada Bea Materai yang lama, yaitu Bea Materai dengan
nominal Rp 6.000 (enam ribu rupiah) menjadi Bea Materai dengan nominal
tetap Rp 10.000 (sepuluh ribu rupiah) yang terbaru saat ini.)
2. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2020 tentang Bea Meterai (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 240
Bea Meterai adalah pajak atas dokumen yang terutang sejak saat dokumen tersebut
ditanda tangani oleh pihak-pihak yang berkepentingan, atau dokumen tersebut selesai
dibuat atau diserahkan kepada pihak lain bila dokumen tersebut hanya dibuat oleh satu
pihak.
Subjek dan Objek Bea Materai
 Subjek
Subjek Bea meterai atau disebut dengan pihak-pihak yang terutang Bea Meterai
adalah pihak yang menerima atau mendapat manfaat dari dokumen, kecuali pihak atau
pihak-pihak yang bersangkutan menentukan lain.
 Objek
a) Surat perjanjian dan surat-surat lainnya yang dibuat dengan tujuan untuk digunakan
sebagai alat pembuktian mengenai perbuatan, kenyataan atau keadaan yang bersifat
perdata.
b) Akta-akta notaris termasuk salinannya
c) Akta-akta yang dibuat PPAT beserta rangkapnya
d) Surat berharga seperti wesel, promes, cek dengan nominal diatas Rp 1 juta
e) Efek dengan nama dan dalam bentuk apapun dengan nominal di atas Rp 1 juta
f) Surat yang memuat jumlah uang lebih dari Rp 1 juta
o Yang menyebutkan penerimaan uang
o Yang menyatakan pembukuan uang atau penyimpanan uang dalam rekening di
bank
o Yang berisi pemberitahuan saldo rekening di bank
o Yang berisi pengakuan pengakuan hutang

9
Yang bukan subjek dan objek yang dikecualikan dari pengenaan bea materai :
Bukan Objek Bea Meterai

1. Surat penyimpanan barang


2. Konosemen
3. Surat angkutan penumpang dan barang
4. Bukti untuk pengiriman dan penerimaan barang
5. Surat pengiriman barang untuk dijual atas tanggungan pengirim;
6. Segala bentuk ijazah;
7. Tanda terima pembayaran gaji, uang tunggu, pensiun, uang tunjangan, dan pembayaran
lainnya yang berkaitan dengan hubungan kerja, serta surat yang diserahkan untuk
mendapatkan pembayaran
8. Tanda bukti penerimaan uang negara dari kas negara, kas pemerintah daerah, bank, dan
Lembaga lainnya yang ditunjuk oleh negara berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan;
9. Kuitansi untuk semua jenis pajak dan untuk penerimaan lainnya yang dapat
dipersamakan dengan itu yang berasal dari kas negara, kas pemerintahan daerah, bank,
dan Lembaga lainnya yang ditunjuk berdasarkan ketentuan peraturan perundang-
undangan;
10. Tanda penerimaan uang yang dibuat untuk keperluan intern organisasi;
11. Surat gadai;
12. Dokumen yang menyebutkan simpanan uang atau surat berharga, pembayaran uang
simpanan kepada penyimpan oleh bank, koperasi, dan badan lainnya yang
menyelenggarakan penyimpanan uang, atau pengeluaran surat berharga oleh kustodian
kepada nasabah;
13. Tanda pembagian keuntungan, bunga, atau imbal hasil dari surat berharga, dengan
nama dan dalam bentuk apa pun; dan
14. Dokumen yang diterbitkan atau dihasilkan oleh Bank Indonesia dalam rangka
pelaksanaan kebijakan moneter.

Tarif dan Saat Terhutang Bea Materai


Nilai dengan tarif tetap Bea Meterai yang berlaku mulai 1 Januari 2021 (UU No. 10
Tahun 2020) adalah Rp. 10.000,-
 Tarif dan Cara Pelunasan :
Bea Materai sejak 2021 berlaku 1 tarif yaitu Rp10.000,00 untuk setiap
dokumen. Artinya, jika sebuah dokumen hanya menyatakan jumlah uang nominal
sebesar Rp5.000.000,00 maka atas dokumen tersebut tidak bayar Bea Materai. Tetapi
jika menyatakan uang sebesar Rp5.000.001,00 maka terutang Bea Meterai.

Cara Membayar dan Mencatat Bea Materai


Sesuai Pasal 3 PMK No. 134/2021, pembayaran Bea Meterai yang terutang pada
Dokumen dilakukan dengan menggunakan:

10
1. Meterai (Meterai Tempel, Meterai Elektronik, dan Meterai Dalam Bentuk Lain)
2. SSP atau Surat Setoran Pajak
Pembayaran Bea Materai dengan Materai temple dilakukan dengan
membubuhkan Materai yang sah dan berlaku serta belum pernah dipakai untuk
pembayaran Bea Meterai atas suatu Dokumen, dengan cara menempelkan pada
Dokumen yang terutang Bea Meterai. Dibubuhkan Tanda Tangan sebagian di atas
kertas dan sebagian di atas Meterai tempel disertai dengan pencantuman tanggal, bulan,
dan tahun dilakukannya penandatanganan.

11
KESIMPULAN

Pajak Bumi dan Bangunan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah Pajak Negara yang
dikenakan terhadap bumi dan atau bangunan berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 tahun
1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana dirubah dengan Undang-Undang No 12
tahun 1994. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) merupakan salah satu pajak yang cukup besar
cakupannya dikarenakan banyak melibatkan masyarakat yang terkena pajak.
Subjek Pajak PBB adalah Orang Pribadi atau Badan yang secara nyata mempunyai hak
atas bumi, dan/atau memperoleh manfaat atas bumi, dan/atau memiliki, menguasai, dan/atau
memperoleh manfaat atas bangunan. Jadi subjek pajak ini adalah orang atau badan yang
memiliki wewenang terhadap objek pajak yang dimilikinya seperti Memperoleh manfaat atas
bumi,Memiliki bangunan,Menguasai bangunan,Memperoleh manfaat atas bangunan.
NJOPTKP (Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak) NJOPTKP merupakan batas
Nilai Jual Objek Pajak atas bumi dan bangunan yang tidak kena pajak. Jika wajib pajak
memiliki lebih dari 1 objek pajak, maka yang bisa atau mendapat pengurangan NJOPTKP
hanya 1 objek pajak yang nilainya paling besar dan tidak bisa digabungkan dengan objek pajak
lainnya yang wajib pajak miliki.
Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) BPHTB sendiri merupakan
pertimbangan untuk perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan. Adanya BPTHB dikenakan
kepada orang pribadi atau badan karena perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan
merupakan perbuatan hukum atau peristiwa yang mengakibatkan orang atau badan
memperoleh hak dan/atau bangunan. Objek yang dikenakan Tarif BPHTB Pasal 85 ayat (1)
UU 28/2009 menyebut objek BPHTB adalah perolehan hak atas tanah atau bangunan.
UU RI Nomor 10 Tahun 2020 (Tentang Bea Materai yang mengacu adanya perubahan
nominal pada Bea Materai yang lama, yaitu Bea Materai dengan nominal Rp 6.000 (enam ribu
rupiah) menjadi Bea Materai dengan nominal tetap Rp 10.000 (sepuluh ribu rupiah) yang
terbaru saat ini.) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2020 tentang Bea Meterai (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 240 Bea Meterai adalah pajak atas dokumen
yang terutang sejak saat dokumen tersebut ditanda tangani oleh pihak-pihak yang
berkepentingan, atau dokumen tersebut selesai dibuat atau diserahkan kepada pihak lain bila
dokumen tersebut hanya dibuat oleh satu pihak.

12
DAFTAR PUSTAKA

klikpajak.(2022, Maret 22). ‘BPHTB:Pengertian, Objek, Tarif, Cara Menghitung dan Syarat Mengurus.
Retrieved from klikpajak.id : https://klikpajak.id/blog/bphtb-pengertian-objek-tarif-cara-
menghitung-dan-syarat-mengurus/ diakses pada 5 Februari 2023

djpb.kemenkeu.(2021, Agustus 12). ‘Bea Materai-Kemenkeu. Retrieved from djpb.kemenkeu.go.id :


https://djpb.kemenkeu.go.id/kppn/kotabumi/id/informasi-umum/publikasi-kemenkeu/bea-
meterai.html diakses pada 6 Februari 2023

Syarifudin Akhmad;PERPAJAKAN.STIE Putra Bangsa 2018

Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.

Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Tinjauan Pelaksanaan Pengalihan Pemungutan Bea


Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)Menjadi Pajak Daerah,Jakarta: Direktorat Jenderal
Perimbangan Keuangan, 2011.

13

Anda mungkin juga menyukai