Anda di halaman 1dari 6

Rangkuman BAB 13 PAJAK BUMI DAN BANGUNAN

DASAR HUKUM

Dasar hukum Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah Undang-Undang Nomor 28
tahun 2009 tentang pajak daerah dan Retribusi Daerah (PDRD). Dasar hukum lain
adalah peraturan Bupati dan Peraturan Daerah (Kota/Kabupaten) masing-masing.
Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan (PBB P2) awalnya merupakan
pajak pusat yang kemudian dialihkan menjadi pajak daerah kabupaten/kota.

OBJEK PAJAK

Objek Pajak Bumi dan Bangunan perdesaan dan perkotaan berdasarkan Undang-
Undang Nomor 28 tahun 2009 tentang pajak daerah dan retribusi daerah adalah
bumi dan/atau bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang
pribadi atau badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha
perkebunan, perhutanan, dan pertambangan.

Item-item yang termasuk dalam pengertian bangunan adalah jalan lingkungan


yang terletak dalam satu kompleks bangunan seperti hotel, pabrik, dan
emplasemennya, yang merupakan suatu kesatuan dengan kompleks bangunan
tersebut; jalan tol; kolam renang; pagar mewah; tempat olahraga; galangan kapal;
dermaga; taman mewah dan lain sebagainya.

DIKECUALIKAN DARI OBJEK PAJAK

Berdasarkan Undang-Undang No 28 tahun 2009 tentang pajak daerah dan retribusi


daerah, objek pajak yang tidak dikenakan pajak bumi dan bangunan pedesaan dan
perkotaan adalah objek pajak yang :

1) Digunakan oleh pemerintah dan daerah untuk penyelenggaraan pemerintahan.


2) Digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum di bidang ibadah,
sosial, kesehatan, pendidikan, dan kebudayaan nasional, yang tidak
dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan.

3) Digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala, atau yang sejenis dengan itu.

4) Merupakan hutan lindung , hutan suaka alam, hutan wisata, taman nasional,
tanah penggembalaan yang dikuasai oleh desa, dan tanah negara yang belum
dibebani suatu hak.

5) Digunakan oleh perwakilan diplomatik dan konsulat berdasarkan asas perlakuan


timbal balik

6) Digunakan oleh badan dan perwakilan lembaga internasional yang ditetapkan


dengan Peraturan Menteri Keuangan

SUBJEK PAJAK

Beberapa ketentuan khusus mengenai siapa yang menjadi subjek pajak diatur
sebagai berikut :

1. Jika suatu subjek pajak memanfaatkan atau menggunakan bumi dan/atau


bangunan milik orang lain bukan karena sesuatu hak berdasarkan undang-
undang atau bukan karena perjanjian, subjek pajak yang
memanfaatkan/menggunakan bumi dan/atau bangunan ditetapkan sebagai
wajib pajak.

2. Suatu objek pajak yang masih dalam sengketa pemilikan di pengadilan, maka
orang atau badan yang memanfaatkan/menggunakan objek pajak tersebut
ditetapkan sebagai wajib pajak.

3. Subjek pajak yang dalam waktu lama berada di luar wilayah letak objek pajak,
sedangkan untuk merawat objek pajak tersebut dikuasakan kepada orang atau
badan, maka orang atau badan yang diberi kuasa dapat ditunjuk sebagai wajib
pajak.
MENGHITUNG PBB

Besarnya PBB dihitung dengan cara mengalikan tarif dan dasar pengenaan pajak
setelah dikurangi Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak sebagaimana
diformulasikan sebagai berikut :

Pajak Bumi dan Bangunan = Tarif x Dasar Pengenaan Pajak

Pajak Bumi dan Bangunan = Tarif x (NJOP-NJOPTKP)

Dasar pengenaan pajak. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menentukan dasar
pengenaan pajak adalah :

 Dasar pengenaan pajak adalah nilai jual objek pajak (NJOP) dikurangi nilai jual
objek pajak tidak kena pajak (NJOPTKP).

 NJOP ditetapkan setiap periode tertentu (misalnya, 3 tahun) kecuali untuk objek
pajak tertentu dapat ditetapkan setiap tahun sesuai dengan perkembangan
wilayahnya. NJOP PBB P2 ditetapkan oleh kepala daerah (Bupati/Walikota).

 Besarnya NJOPTKP ditetapkan paling rendah Rp.10.000.000 untuk setiap wajib


pajak (selanjutnya ditetapkan oleh masing-masing daerah berdasarkan perda).

Contoh 1 (NJOP sampai dengan Rp.500.000.000)

Wajib pajak A mempunyai tanah dan bangunan yang berlokasi di kabupaten X


berupa :

1. Tanah seluas 100 meter persegi dengan harga jual Rp. 350.000 per meter persegi

2. Bangunan seluas 80 meter persegi dengan nilai jual Rp.740.000 per meter persegi.

Besarnya NJOPTKP di kabupaten tersebut adalah Rp.12.000.000. Tarif PBB


ditetapkan sebagai berikut : 1) untuk objek pajak dengan NJOP samapai dengan
Rp.500.000.00 dikenakan tarif 0,12 persen; 2) untuk objek pajak dengan NJOP lebih
dari Rp.500.000.000 sampai dengan Rp.1.000.000.000 dikenakan tarif 0.14 persen; 3)
untuk objek pajak dengan NJOP lebih dari Rp.1.000.000.000 dikenakan tarif 0,24
persen.

Menentukan NJOP (berdasarkan lampiran II PMK Nomor 150/PMK.03/2010 :

Objek pajak Harga/Nilai jual per Pengelompokkan NJOP per m2


m2 NJOP sesuai tabel
per m2

Tanah Rp.350.000 >Rp.308.000 s.d Rp.335.000


Rp.362.000

Bangunan Rp.740.000 >Rp.656.000 s.d Rp. 700.000


Rp.744.000

Menghitung besarnya PBB yang terutang :

 NJOP Tanah : 100 x Rp. 335.000 Rp.33.500.000

 NJOP Bangunan : 80 x Rp.700.000 Rp.56.000.000 (+)

Total NJOP tanah dan bangunan Rp. 89.500.000

 NJOPTKP Rp. 12.000.000 (-)

Nilai jual objek pajak kena pajak Rp. 77.500.000

PBB yang terutang: 0,12% x Rp.77.500.000 Rp. 93.000

(Tarif yang digunakan adalah 0,12 persen sesuai dengan ketentuan : jika NJOP tidak
lebih dari Rp.500.000.000, tarifnya adalah 0,12 persen)

TAHUN, SAAT, DAN TEMPAT YANG MENENTUKAN PAJAK TERUTANG

Tahun pajak
Tahun pajak adalah jangka waktu 1 tahun takwim, yaitu dari 1 januari sampai dengan
31 desember.

Saat terutangnya pajak

Saat yang menentukan pajak yang terutang adalah menurut keadaan objek pajak
pada tanggal 1 januari

Tempat terutangnya pajak

Tempat pajak yang terutang adalah di wilayah daerah yang mencakup letak objek
pajak.

PENDAFTARAN, PENETAPAN, DAN PENAGIHAN

Beberapa hal yang perlu diketahui dalam pendaftaran/pendataan, penetapan dan


penagihan PBB adalah :

a) Subjek pajak melakukan pendaftaran objek pajak dengan cara mengisi surat
pemberitahuan objek pajak (SPOP)

b) SPOP harus diisi dengan jelas, benar, lengkap, tepat waktu, serta ditandatangani
dan disampaikan kepada kantor/Dinas yang menangani PBB di wilayah
kabupaten/kota tempat objek pajak berada, selambat-lambatnya 30 hari setelah
tanggal diterimanya SPOP oleh subjek pajak.

c) Berdasarkan SPOP, kepala daerah (Bupati/Walikota) menerbitkan surata


pemberitahuan pajak (SPPT)

d) SPPT diterbitkan atas dasar SPOP, tetapi untuk membantu wajib pajak, SPPT
dapat diterbitkan berdasarkan data objek pajak yang telah ada di kantor/dinas
yang menangani PBB di wilayah Kbupaten/Kota.

e) Bupati/Walikota dapat mengeluarkan Surat Ketetapan Pajak Daerah (SKPD)


f) Bupati/Walikota dapat menerbitkan Surat Tagihan Pajak Daerah (STPKD) apabila
surat pemberitahuan pajak terutang (SPPT) atau SKPD tidak atau kurang bayar
setelah jatuh tempo pembayaran.

g) Jumlah pajak yang terutang yang tidak atau kurang bayar dalam STPD ditambah
sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2 persen setiap bulan.

TATA CARA PEMBAYARAN DAN PENYETORAN

1. Wajib pajak melakukan pembayaran pajak yang terutang dengan menggunakan


SPPT, SKPD, atau STPD

2. Pembayarn pajaka yang terutang dilakukan dengan menggunakan surat setoran


pajak daerah (SSPD)

3. Pembayaran pajak dilakukan sekaligus atau lunas paling lambat pada saat jatuh
tempo pembayaran, yaitu :

a. Paling lambat 6 bulan sejak tanggal diterimanya SPPT

b. Paling lambat 1 bulan sejak tanggal diterbitkannya SKPD, STPD, surat


keputusan pembetulan, surat keputusan keberatan, dan putusan banding.

4. Pembayaran pajak bisa dilakukan di anjungan tunai mandiri (ATM) atau tempat
lain yang ditunjuk oleh Bupati/Walikota.

Anda mungkin juga menyukai