Anda di halaman 1dari 8

Modul Praktikum Perpajakan

PERTEMUAN XV (1)

PAJAK BUMI DAN BANGUNAN


(PBB)

Pajak bumi dan bangunan (PBB) adalah pajak yang dikenakan kepada orang pribadi atau badan
yang mendapatkan keuntungan atau kedudukan sosial ekonomi yang lebih baik, karena hak atas tanah dan
bangunannya. 

Objek PBB untuk bumi dapat berupa sawah, ladang, kebun, tanah, serta tambang. Sedangkan,
objek PBB untuk bangunan dapat berupa rumah tinggal, bangunan usaha, gedung bertingkat, pusat
perbelanjaan, dan kolam renang. 

Adapun, subjek pajak bumi dan bangunan adalah orang pribadi atau badan yang memiliki,
menguasai, atau memperoleh manfaat atas bangunan ataupun objek bumi yang telah disebutkan
sebelumnya. 

Dengan kata lain, individu atau badan yang memperoleh manfaat dari kepemilikannya atas tanah
dan bangunan, wajib membayar PBB. Misalnya, pemilik rumah kontrakan, kios, ruko, kantor, hotel, serta
rumah tinggal. Subjek PBB wajib membayar pajak maksimal enam bulan setelah menerima surat
pemberitahuan pajak terutang (SPPT). 

SPPT bisa didapatkan di kantor kelurahan, kepala desa, tempat objek pajak terdaftar, atau di
kantor pelayanan pajak (KPP) Pratama. Nantinya, SPPT akan diantar oleh aparat kelurahan atau desa,
ataupun dikirim melalui pos. 

Wajib pajak juga dapat menghubungi fasilitas Kring Pajak di 500200 untuk mendapatkan informasi yang
lebih lengkap terkait hal ini.

Komponen Pajak Bumi Dan Bangunan (PBB)

Sebelum menghitung PBB yang harus dibayar, penting untuk memahami nilai jual objek pajak (NJOP),
nilai jual kena pajak (NJKP), dan nilai jual objek pajak tidak kena pajak (NJOPTKP) terlebih dulu.
Sebab, ketiganya merupakan komponen dasar perhitungan PBB. 

1. NJOP

NJOP merupakan harga pasar atau harga rata-rata objek pajak pada transaksi jual beli bumi dan
bangunan. Pada umumnya, nilai NJOP telah ditentukan dari Kemenkeu. Misalnya, untuk mengetahui
NJOP provinsi DKI Jakarta, kamu dapat melihatnya di  Pergub Provinsi DKI Jakarta Nomor 24 tahun
2018.

Besaran NJOP berbeda tiap daerah, tergantung kepada faktor-faktor yang mempengaruhinya. 

Faktor-faktor yang menentukan besaran NJOP antara lain, sebagai berikut:

1. Faktor NJOP bumi: lokasi, fungsi, dan kondisi lingkungan.

142
Modul Praktikum Perpajakan

2. Faktor NJOP bangunan: material bangunan, lokasi, dan kondisi lingkungan.

Namun, jika bumi atau bangunan yang dimiliki tidak didapatkan dari transaksi jual beli, melainkan
dari hasil hibah, warisan, dan sejenisnya, maka nilai NJOP akan ditentukan melalui beberapa cara di
bawah ini:

1. Membandingkan dengan objek lain sejenis di lokasi yang berdekatan.


2. Menghitung seluruh biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh objek pajak, dikurangi dengan
nilai penyusutan harga objek pajak tersebut.
3. Menetapkan nilai NJOP berdasarkan nilai produk yang dihasilkan dari objek pajak.

Makin tinggi nilai NJOP, tentu makin tinggi pula PBB yang harus dibayar. Nah, setelah tahu NJOP,
selanjutnya kamu juga perlu memahami mengenai nilai jual kena pajak (NJKP). 

2. NJKP

Secara sederhana, NJKP adalah nilai NJOP yang akan disertakan dalam perhitungan pajak terutang.
Dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 201/KMK.04/2000 , persentase NJKP ditetapkan oleh
pemerintah, sebagai berikut:

 Objek pajak perkebunan sebesar 40 persen.


 Objek pajak pertambangan sebesar 40 persen.
 Objek pajak kehutanan sebesar 40 persen.
 Objek pajak lainnya, seperti perdesaan dan perkotaan, ditentukan berdasarkan nilai NJOP, sebagai
berikut:
a. NJOP lebih dari Rp 1 miliar, persentase NJKP sebesar 40 persen.
b. NJOP kurang dari Rp 1 miliar, persentase NJKP sebesar 20 persen.

3. NJOPTKP

Yaitu, berupa batas NJOP yang tidak dikenakan pajak.  ada nilai objek pajak tidak kena pajak
alias NJOPTKP. Konsepnya, kurang lebih sama dengan PTKP atau penghasilan tidak kena pajak.
Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak atau NJOPTKP adalah batas Nilai Jual Objek Pajak
yang tidak terkena pajak, besaran nilai NJOPTKP ini berbeda-beda tergantung dari wilayah.
Namun, berdasarkan peraturan Menteri Keuangan Nomor 201/KMK.04/2000, nilai NJOPTKP tertinggi
senilai Rp12 juta.
Mengacu pada Keputusan Menteri Keuangan 201/KMK.04/2000, besaran NJOPTKP paling
tinggi adalah senilai Rp 12 juta per wajib pajak. Namun, jika wajib pajak memiliki lebih dari satu
objek pajak, pengurangan NJOPTKP hanya berlaku pada satu objek pajak dengan nilai tertinggi . 
NJOPTKP adalah batas NJOP atas bumi dan/atau bangunan yang tidak kena pajak. Besarnya
NJOPTKP untuk setiap daerah Kabupaten/Kota setinggi-tingginya Rp 12.000.000,- dengan ketentuan
sebagai berikut :

1. Setiap Wajib Pajak memperoleh pengurangan NJOPTKP sebanyak satu kali dalam satu Tahun
Pajak.
143
Modul Praktikum Perpajakan

2. Apabila Wajib Pajak mempunyai beberapa Objek Pajak, maka yang mendapatkan pengurangan
NJOPTKP hanya satu Objek Pajak yang nilainya terbesar dan tidak bisa digabungkan dengan
Objek Pajak lainnya.

Dengan demikian, perhitungan PBB bisa didapatkan melalui rumus, sebagai berikut:

PBB = 0,5 persen  x NJKP

NJKP = (NJOP-NJOPTKP) x persentase NJKP

Ilustrasi Perhitungan PBB

a. Pak Andi mempunyai rumah tinggal dengan NJOP senilai Rp 2 miliar dengan NJOPTKP Rp 12 juta.
Berapakah PBB yang harus dibayar Pak Andi? 

Berikut perhitungannya:

NJOP = Rp 2 miliar

NJOP untuk penghitungan PBB = (NJOP – NJOPTKP)

= Rp 2.000.000.000 – Rp 12.000.000

= Rp 1.988.000.000

NJKP = ( NJOP-NJOPTKP) x persentase NJKP


NJKP = (Rp 2 miliar - Rp 12 juta) x 40%
  = Rp 1,988 miliar x 40%
(Karena NJOP lebih dari Rp 1 miliar maka NJKP = 40% dari NJOP)
NJKP = 40 % x Rp 1,988 miliar = Rp 795,2 juta
Maka,
PBB = 0,5 persen  x NJKP
PBB = 0,5 persen x Rp 795,2 juta = Rp 3.976.000
Artinya, tiap tahun Pak Andi wajib membayar PBB sebesar Rp 3.976.000. Angka ini bisa berubah jika
terdapat perubahan ketetapan nilai NJOP. 

b. Seseorang memiliki rumah dengan luas tanah sebesar 90 meter persegi dan luas bangunan 36 meter
persegi. Diketahui harga tanah adalah Rp 702 ribu/ meter persegi serta harga bangunan Rp 595
ribu/meter persegi. Nilai NJOPTKP ditetapkan Rp 8 juta.
Berapa PBB yang harus dibayar?
Cara menghitung NJOP penghitungan PBB nya sebagai berikut:
Tanah = 90 meter persegi x Rp 702.000 = Rp 63.180.000
Bangunan = 36 x Rp 595.000 = Rp 21. 420.000
Nilai NJOP = Rp 63.180.000 + Rp 21.420.000 = Rp 84.600.000
NJOP untuk penghitungan PBB = Rp 84.600.000 – Rp 8.000.000

144
Modul Praktikum Perpajakan

= Rp 76.600.000
 
Setelah mengetahui nilai NJOP untuk penghitungan PBB, kita bisa langsung menghitung PBB
terutang dengan cara sebagai berikut :
NJKP = 20% x Rp 76.600.000 = Rp 15.320.000
(Karena NJOP < Rp 1 miliar maka NJKP = 20% dari NJOP)
PBB yang terutang = 0,5% x Rp 15.320.000 = Rp 76.600.

PERTEMUAN XV (2)

145
Modul Praktikum Perpajakan

BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN


(BPHTB)

Kegiatan transaksi jual beli tanah dan rumah semakin sering dilakukan saat ini. Ada komponen
pajak dalam kegiatan transaksi tersebut. Salah satu yang sering ditanyakan adalah tentang bagaimana
caranya menghitung tarif BPHTB atau Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.
BPHTB sendiri merupakan pungutan atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan. Pungutan ini
ditanggung oleh pembeli dan hampir mirip dengan PPh bagi penjual. Sehingga pihak penjual dan pembeli
sama-sama memiliki tanggung jawab untuk membayar pajak.
Sebelumnya BPHTB dipungut oleh pemerintah pusat, namun keberadaan Undang-Undang No. 28
Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah menyatakan jika BPHTB dialihkan menjadi salah
satu jenis pajak yang dipungut oleh pemerintah kabupaten/kota.
Keberadaan BPTHB dikenakan kepada pribadi atau badan karena perolehan hak atas tanah dan/atau
bangunan merupakan perbuatan atau peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya hak atas dan
atau bangunan oleh pribadi atau badan.
Tarif BPHTB sendiri mencapai 5% dari harga jual yang dikurangi dengan Nilai Perolehan
Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP). Lalu, bagaimana cara menghitungnya? Simak bahasan
lengkapnya di bawah ini!

Perbedaan Bea dan Pajak pada BPHTB


Dalam hal pungutan, BPHTB termasuk bea bukan pajak. Ada beberapa hal yang melatar belakangi
hal ini:
1. Pembayaran pajak terjadi lebih dulu daripada saat terutang. Ketika pembeli membeli tanah
bersertifikat, mereka diharuskan membayar BPHTB terlebih dahulu sebelum terjadinya transaksi
atau sebelum akta dibuat dan ditandatangani.
2. Frekuensi pembayaran bea terutang dapat dilakukan secara insidensial atau berkali-kali dan tidak
terikat waktu.

Persyaratan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan


Jika kita melakukan jual beli, maka persyaratan BPHTB yang harus dipenuhi adalah:
1. SSPD BPHTB.
2. Fotokopi SPPT PBB untuk tahun yang bersangkutan.
3. Fotokopi KTP wajib pajak.
4. Fotokopi STTS/struk ATM bukti pembayaran PBB untuk 5 tahun terakhir.
5. Fotokopi Bukti Kepemilikan Tanah seperti sertifikat, akta jual beli, letter C atau girik.
Jika kita mendapatkan tanah atau rumah untuk hibah, waris, atau jual beli waris, maka syarat BPHTB
yang diperlukan sebagai berikut:
1. SSPD BPHTB.
2. Fotokopi SPPT PBB untuk tahun yang bersangkutan.
3. Fotokopi KTP wajib pajak.
4. Fotokopi STTS/struk ATM bukti pembayaran PBB untuk 5 tahun terakhir.
5. Fotokopi Bukti Kepemilikan Tanah, seperti sertifikat, akta jual beli, letter C, atau girik.
146
Modul Praktikum Perpajakan

6. Fotokopi Surat Keterangan Waris atau Akta Hibah.


7. Fotokopi KK.

Perhitungan Tarif Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan


Berikut adalah rumus dasar perhitungan tarif BPHTB :
Tarif Pajak 5% x Dasar Pengenaan Pajak (NPOP – NPOPTKP)
Seperti diketahui, besarnya NPOPTKP di masing-masing wilayah berbeda-beda, namun berdasarkan
Undang-Undang No. 28 tahun 2009 pasal 87 ayat 4 ditetapkan besaran paling rendah sebesar Rp
60.000.000 untuk setiap wajib pajak.

Contoh kasus:
Budi membeli tanah seharga Rp 200.000.000 di Jakarta dengan NPOPTKP Rp 80.000.000.
Perhitungan tarif BPHTB-nya adalah :
NPOP = Rp 200.000.000
NPOPTKP = Rp 80.000.000
5% x (Rp200.000.000 – Rp 80.000.000)
5% x Rp120.000.000 = Rp 6.000.000
Maka, BPHTB yang harus dibayar Budi adalah sebesar Rp 6.000.000.

147
Modul Praktikum Perpajakan

LEMBAR KERJA
PRAKTIK MAHASISWA

Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)

a. Ahmad mempunyai rumah tinggal dengan NJOP senilai Rp 1,5 miliar dengan NJOPTKP Rp 12 juta.
Tugas mahasiswa :
Hitung Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang harus dibayar Ahmad!
b. Rifki memiliki rumah dengan luas tanah sebesar 120 meter persegi dan luas bangunan 90 meter
persegi. Diketahui harga tanah Rp 900 ribu/meter persegi serta harga bangunan Rp 650 ribu/meter
persegi. Nilai NJOPTKP ditetapkan Rp 9 juta.
Tugas mahasiswa :
Hitung Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang harus dibayar Rifki?

Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)


1. Budi membeli tanah seharga Rp 300.000.000 di Jakarta.
Diketahui :
NPOPTKP : Rp 80.000.000
Tugas mahasiswa :
Hitung berapa BPHTB yang harus dibayar Budi!

148
Modul Praktikum Perpajakan

DAFTAR PUSTAKA
1. Mardiasmo, Perpajakan, Andi Offset, 2018.
2. UU no. 28 Tahun 2007 sebagai hasil penyempurnaan UU no 6 tahun 1983 tentang Ketentuan
Umum dan Tata Cara Perpajakan.
3. UU no 42 tahun 2009 sebagai hasil penyempurnaan UU no 8 tahun 1983 tentang Pajak
Pertambahan Nilai.
4. Waluyo, Perpajakan Indonesia, Buku 1, Edisi Revisi, Salemba Empat, Jakarta, 2014.
5. Waluyo, Perpajakan Indonesia, Buku 2, Edisi Revisi, Salemba Empat, Jakarta, 2014.

149

Anda mungkin juga menyukai