a. Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 Tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa
dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah.
Tarif PPN dan PPn BM
Menurut Pasal 7 UU nomor 42 tahun 2009, tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah :
(1) Tarif Pajak Pertambahan Nilai adalah 10% (sepuluh persen).
(2) Tarif Pajak Pertambahan Nilai sebesar 0% (nol persen) diterapkan atas:
a. ekspor Barang Kena Pajak Berwujud;
b. ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud; dan
c. ekspor Jasa Kena Pajak.
(3) Tarif pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diubah menjadi paling rendah 5%
(lima persen) dan paling tinggi 15% (lima belas persen) yang perubahan tarifnya diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
Sedangkan Tarif Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPn BM), menurut Pasal 8, adalah:
(1) Tarif Pajak Penjualan Atas Barang Mewah serendah-rendahnya 10% (sepuluh persen)
dan setinggi-tingginya 200% (dua ratus persen).
(2) Ekspor barang kena pajak yang tergolong mewah dikenai pajak dengan tarif 0% (nol
persen).
(3) Ketentuan mengenai kelompok Barang Kena Pajak yang tergolong mewah yang dikenai
Pajak Penjualan atas Barang Mewah dengan tarif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur dengan Peraturan Pemerintah
(4) Ketentuan mengenai jenis barang yang dikenai Pajak Penjualan atas Barang Mewah
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan atau berdasarkan Peraturan
Menteri Keuangan.
b. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 Tentang Pajak Bumi dan Bangunan.
Pengertian
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah Pajak yang dikenakan atas kepemilikan atau
pemanfaatan tanah dan bangunan. Mulai tanggal 1 Januari 2014 PBB Pedesaan dan
Perkotaan merupakan Pajak Daerah. Untuk PBB Perkebunan, Pertambangan masih tetap
merupakan Pajak Pusat.
Objek pajak PBB adalah bumi dan bangunan menurut nilai jualnya
Objek pajak yang tidak dikenakan PBB adalah:
a. objek pajak yang digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum (masjid,
gereja, wihara, rumah sakit, pesantren/madrasah, panti asuhan, museum, candi)
b. objek pajak yang digunakan kuburan, peninggalan purbakala, hutan lindung, hutan
suaka alam, hutan wisata, taman nasional, tanah desa
c. objek pajak untuk perwakilan diplomatik, konsulat
d. objek pajak yang digunakan oleh badan perwakilan organisasi internasional (PBB,
ASEAN, dan lain-lain)
Tarif PBB
Tarif PBB yang dikenakan pada obyek pajak adalah 0,5% dari nilai jual obyek kena pajak. Dan
besarnya Nilai Jual Obyek Pajak Tidak Kena Pajak ditetapkan paling rendah sebesar Rp.
6.000.000,00 dan paling tinggi Rp 12.000.000,00 untuk setiap wajib pajak atau sesuai
dengan peraturan yang berlaku.
Sedangkan Dasar pengenaan PBB antara lain :
1. Dasarnya adalah nilai jual obyek pajak.
2. Besarnya nilai jual obyek pajak ditetapkan 3 tahun sekali oleh Menteri Keuangan, kecuali
untuk daerah tertentu ditetapkan setiap tahun sesuai dengan perkembangan
daerahnya.
3. Dasar perhitungan pajak adalah Nilai Jual Obyek Pajak Kena Pajak (NJOPKP) yang
ditetapkan serendah-rendahnya 20% dan setinggi-tingginya 100% dari Nilai Jual Obyek
Pajak (NJOP).
4. Besarnya Nilai jual kena pajak ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah dengan
memperhatikan kondisi ekonomi nasional.
5. Objek PBB yang NJOP lebih dari Rp 1 milyar, Dasar perhitungannya 40%
c. Peraturan pemerintah RI Nomor 24 tahun 2000 Tentang Bea Meterai
Bea Meterai adalah pajak yang dikenakan atas pemanfaatan dokumen, seperti surat
perjanjian, akta notaris, serta kuitansi pembayaran, surat berharga dan efek, yang memuat
jumlah uang atau nominal diatas jumlah tertentu sesuai dengan ketentuan. Berdasarkan
peraturan pemerintah tersebut, besarnya bea meterai sebagai berikut:
a. Surat perjanjian, akta notaris, akta PPAT, surat lamaran sebesar Rp 6.000,00
b. Dokumen nominal Rp 250.000,00 – Rp 1.000.000,00 sebesar Rp 3.000,00
Lebih dari Rp 1.000.000,00 sebesar Rp 6.000,00
c. Cek dan bilyet giro sebesar Rp 3.000,00
APBN/APBD
DJP
mengadministrasikan Masyarakat
Penghitungan pajak yang terutang untuk Wajib Pajak orang pribadi, Jumlah Penghasilan
Kena Pajak Rp600.000.000,00. Maka Pajak Penghasilan yang terutang:
5% x Rp 50.000.000,00 = Rp 2.500.000,00
= Rp 48.000.000,00 -
===============
5% x Rp 50.000.000,00 = Rp 2.500.000,00
= Rp 5.800.000,00
=============
a. Wajib pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap adalah : 28% (dua puluh
delapan persen) pada tahun 2009 dan 25% (dua puluh lima persen) yang mulai
berlaku sejak tahun pajak 2010 dengan diskon 50% untuk penghasilan kena pajak
kurang dari Rp 50 milyar
Contoh :
Koperasi Unit Desa “gonjang ganjing” bergerak dibidang simpan pinjam. Pada tahun
2010 memiliki penerimaan bruto dalam setahun sebesar Rp 500.000.000,- dan seluruh
biaya-biaya yang berkaitan dengan usaha (sesuai ketentuan perpajakan) sebesar Rp
425.000.000
Perhitungan pajak penghasilan sebagai berikut :
• Peredaran usaha/ penjualan : Rp 500.000.000
• Harga Pokok Penjualan : Rp 0–
• Laba usaha : Rp 500.000.000
• Beban usaha : Rp 425.000.000 –
• Penghasilan neto : Rp 75.000.000
• Penghasilan/beban luar usaha : Rp 0–
• Penghasilan Kena Pajak : Rp 75.000.000
============
Pajak Penghasilan = 25% x 50% x Rp 75.000.000 = Rp 9.375.000,00
Sehubungan dengan wajib pajak badan juga diatur oleh Pemerintah dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari
Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto
Tertentu
d. Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 Tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa
dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah.
Pengertian
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak yang dikenakan atas konsumsi barang kena
pajak atau jasa kena pajak di dalam daerah pabean (dalam wilayah Indonesia). Orang
pribadi, perusahaan, maupun pemerintah yang mengkonsumsi barang kena pajak atau jasa
kena pajak dikenakan PPN. Pada dasarnya, setiap barang dan jasa adalah barang kena pajak
atau jasa kena pajak , kecuali ditentukan lain oleh UU PPN
Tarif PPN dan PPn BM
Menurut Pasal 7 UU nomor 42 tahun 2009, tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah :
(4) Tarif Pajak Pertambahan Nilai adalah 10% (sepuluh persen).
(5) Tarif Pajak Pertambahan Nilai sebesar 0% (nol persen) diterapkan atas:
a. ekspor Barang Kena Pajak Berwujud;
b. ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud; dan
c. ekspor Jasa Kena Pajak.
(6) Tarif pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diubah menjadi paling rendah 5%
(lima persen) dan paling tinggi 15% (lima belas persen) yang perubahan tarifnya diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
Sedangkan Tarif Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPn BM), menurut Pasal 8, adalah:
(5) Tarif Pajak Penjualan Atas Barang Mewah serendah-rendahnya 10% (sepuluh persen)
dan setinggi-tingginya 200% (dua ratus persen).
(6) Ekspor barang kena pajak yang tergolong mewah dikenai pajak dengan tarif 0% (nol
persen).
(7) Ketentuan mengenai kelompok Barang Kena Pajak yang tergolong mewah yang dikenai
Pajak Penjualan atas Barang Mewah dengan tarif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur dengan Peraturan Pemerintah
(8) Ketentuan mengenai jenis barang yang dikenai Pajak Penjualan atas Barang Mewah
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan atau berdasarkan Peraturan
Menteri Keuangan.
d. Pajak Bumi dan Bangunan (UU nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah/PDRD Pasal 77 sampai dengan Pasal 81)
1. Pengertian
Pemerintah telah menerbitkan Undang-Undang Nomor 28 tahun 2009 pada bulan
September 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD). Atas dasar tersebut
pemerintah mengalihkan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dan
pengalihan Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan(PBB-P2) menjadi Pajak
Daerah.
Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan adalah pajak atas bumi dan/atau
bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau Badan,
kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan, dan
pertambangan. Mulai tanggal 1 Januari 2014 PBB Perdesaan dan Perkotaan merupakan
Pajak Daerah Kabupaten/ Kota. Sedangkan untuk PBB Perkebunan, Perhutanan,
Pertambangan masih tetap merupakan Pajak Pusat.
Contoh :
Tuan Fatah memiliki Objek pajak yang berkaitan dengan tanah dan bangunan : Tanah
seluas 400 m2 dengan Nilai Jualnya Rp 500.000,00 per m 2, Rumah seluas 300 m 2 dengan
Nilai jualnya Rp 600.000,00 per m 2. Hitunglah besarnya PBB yang terutang jika diketahui
besarnya NJOPTKP Rp 10.000.000,00 dan tarif yang dikenakan sebesar 0,1%.
Jawab :
Nilai Jual Objek Pajak (NJOP)
Tanah : 400 x Rp 500.000,00 = Rp 200.000.000,00
Bangunan : 300 x Rp 600.000,00 = Rp 180.000.000,00 +
= Rp 380.000.000,00
Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak = Rp 10.000.000,00 –
NJOP untuk Penghitungan PBB = Rp 370.000.000,00
===============
PBB Terutang = 0,1% x Rp 370.000.000,00 = Rp 370.000,00
d. Surat perjanjian, akta notaris, akta PPAT, surat lamaran sebesar Rp 6.000,00
e. Dokumen nominal Rp 250.000,00 – Rp 1.000.000,00 sebesar Rp 3.000,00
Lebih dari Rp 1.000.000,00 sebesar Rp 6.000,00