Anda di halaman 1dari 6

PAJAK BUMI DAN BANGUNAN (PBB)

KONSEP DASAR PBB


Pajak bumi dan bangunan (PBB) adalah pajak negara yang dikenakan terhadap bumi
dan atau bangunan berdasarkan UU nomor 12 Tahun 1985 tentang pajak bumi dan bangunan
sebagaimana telah diubah dengan UU nomor 12 Tahun 1994. PBB adalah pajak yang bersifat
kebendaan dalam arti besarnya pajak terutang ditentukan oleh keadaan objek yaitu bumi/tanah
dan atau bangunan. Keadaan subjek (siapa yang membayar) tidak ikut menentukan besarnya
pajak.
Asas pajak bumi dan bangunan:
a) Memberikan kemudahan dan kesederhanaan
b) Adanya kepastian hukum
c) Mudah dimengerti dan adil
d) Menghindari pajak berganda
OBJEK PBB
Objek PBB adalah bumi dan atau bangunan.
Bumi adalah Permukaan bumi (tanah dan perairan) dan tubuh bumi yang ada di
pedalaman serta laut wilayah Indonesia. Contoh: sawah, ladang, kebun, tanah, perkarangan,
tambang, rawa-rawa, dan lain-lain.
Bangunan adalah kontruksi teknik yang ditaman atau diletakan secara tetap pada tanah
dan atau perairan. Contoh: rumah tempat tinggal, bangunan tempat usaha, gedung bertingkat,
pusat perbelanjaan, emplasemen, pagar mewah, galangan kapal, dermaga, taman mewah, jalan
tol, kolam renang, anjungan minyak lepas pantai, tempat penampungan/kilang minyak, air dan
gas, pipa minyak, tempat olahraga, jalan lingkungan dalam satu kesatuan dengan kompleks
bangunan, fasilitas lain yang memberi manfaat, dan lain-lain.
Dalam menentukan klasifikasi bumi/tanah diperhatikan faktor-faktor sebagai berikut:
a) Letak
b) Peruntukan
c) Pemanfaatan
d) Kondisi lingkungan dan lain-lain
Dalam menentukan klasifikasi bangunan diperhatikan faktor-faktor sebagai berikut:
a) Bahan yang digunakan
b) Rekayasa
c) Letak
d) Kondisi lingkungan dan lain-lain
PENGECUALIAN OBJEK PAJAK PBB
Objek pajak yang tidak dikenakan PBB adalah objek yang:
a) Digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum di bidang ibadah, sosial,
kesehatan, pendidikan dan kebudayaan nasional yang tidak dimaksudkan untuk
memperoleh keuntungan, seperti mesjid, gerja, rumah sakit pemerintah, sekolah, panti
asuhan, candi, dan lain-lain.
b) Digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala atau yang sejenis dengan itu.
c) Merupakan hutan lindung, suaka alam, hutan wisata, taman nasional, tanah
penggembalaan yang disukai oleh desa, dan tanah negara yang belum dibebani suatu
hak.
d) Digunakan oleh perwakilan diplomatik berdasarkan asas perlakuan timbal balik.
e) Digunakan oleh badan dan perwakilan organisasi internasional yang ditentukan oleh
Menteri Keuangan.
Catatan:
Yang dimaksud dengan tidak dimaksudkan untuk memperoeh keuntungan adalah bahwa objek
pajak itu diusahakan untuk melayani kepentingan umum, dan nyata-nyata tidak ditujukan untuk
mencari keuntungan. Hal ini dapat dilihat dari anggaran dasar dan anggaran rumah tangga dari
yayasan/badan yang bergerak di bidang sosial, ibadah, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan
nasional tersebut. Termasuk pengertian ini adalah hutan wisata milik negara sesuai pasal 2 UU
nomor 5 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentutan Pokok Kehutanan.
SUBJEK PAJAK DAN WAJIB PAJAK
Subjek pajak adalah orang pribadi atau badan yang secara nyata:
mempunyai suatu hak atas bumi dan atau,
memperoleh manfaat atas bumi dan atau,
memiliki bangunan dan atau,
menguasai bangunan dan atau,
memperoleh atas bangunan.
Wajib pajak adalah subjek pajak yang dikenakan kewajiban membayar pajak.
DASAR PENGHITUNGAN DAN CARA MENGHITUNG PBB
Dasar penghitungn PBB adalah Nilai Jual Kena Pajak (NJKP). Besarnya NJKP adalah sebagai
berikut:
objek pajak perkebunan adalah 40%
objek pajak kehutanan adalah 40%
objek pajak pertambangan adalah 20%
objek pajak lainnya (pedesaan dan perkantoran): apabila NJOPnya > Rp 1.000.000.000
adalah 40% dan apabila NJOPnya < Rp 1.000.000.000 adalah 20%.
Untuk menghitung besarnya PBB yang harus dibayar maka harus diketahui lebih
dahulu kelas dari tanah (bumi) dan atau bangunan yang menjadi objek PBB sehingga bisa
dihitung NJOP PBB. Penentuan klasifikasi dari bumi dan bangunan didasarkan pada
Keputusan Menteri Keuangan, dan untuk peraturan yang terbaru adalah Peraturan Menteri
Keungan Nomor 150/PMK.03/2010 tentang Klasifikasi dan Penetapan NJOB sebagai dasar
pengenaan PBB yang menggantikan Keputusan Menteri Keuangan Nomorn
523/KMK.04/1998.
DASAR PENGENAAN PBB
Dasar pengenaan PBB adalah Nilai Jual Objek Pajak (NJOP). NJOP ditetapkan per
wilayah berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan dengan mendengar pertimbangan gubernur
serta memperhatikan:
harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara wajar,
perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis yang letaknya berdekatan dan
fungsinya sama dan telah diketahui harga jualnya,
nilai perolehan baru,
penentuan Nilai Jula Objek Pajak pengganti.
NILAI JUAL OBJEK PAJAK TIDAK KENA PAJAK (NJOPTKP)
NJOPTKP adalah batas NJOP atas bumi dan atau bangunan yang tidak kena pajak.
Mulai 1 Januari 2010, pemerintah menetapkan aturan baru tentang Nilai Jual Kena Pajak
(NJKP) dan NJOPTKP yang diatur dalam UU No 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah (PDRD) yang selesai diamandeman pada 15 September 2009. Besaran
NJOPTKP diubah dari sebelumnya ditetapkan setinggi-tingginya Rp 12.000.000 kini paling
rendah Rp 10.000.000 per objek pajak berdasarkan UU NO 28 Tahun 2009 tentang PDRD.
Pada tahun 2011 seiiring dengan perkembangan ekonomi, moneter, dan harga umum
objek pajak, Menteri Keuangan telah melakukan penyesuaian terhadap besarnya NJOPTKP
PBB. Besarnya NJOPTKP PBB untuk tahu 2012 ditetapkan maksimal sebesar Rp 24.000.000.
NJOPTKP merupakan pengurangan besarya NJOP sebelum dikalikan tarif PBB sehingga
NJOPTKP akan mengurangi besarnya PBB yang terutang.
Untuk menentukan besarnya NJOPTKP PBB untuk tahun 2012 ditetapkan oleh Kepala
Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak setempat atas nama Menteri Keuangan untuk
masing-masing kabupaten/kota dengan mempertimbangkan pendapat Pemerintah Daerah
setempat. Ketentuan tersebut diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor
67/PMK.03/2011 tanggal 4 April 2011.
Artinya pemerintah kabupaten dan kota diberi kewenangan untuk menetapkan tarif
NJOPTKP tanpa batasan. Semakin tinggi NJOPTKP akan semakin ringan pembayaran PBB
yang harus ditanggung masyarakat. Dengan demikian, semakin tinggi NJOPTKP akan semakin
tinggi insentif yang diberikan pemerintah kabupaten dan kota kepada dunia usaha.
TARIF PBB
Tarif PBB untuk perdesaan dan perkotaan diturunkan dari 0,5% terhadap NJOP menjadi paling
tinggi 0,3% dari NJOP.
Perubahan tarif PBB perdesaan dan perkotaan itu ditetapkan dalam UU No 28 tahun 2009
tentang PDRD yang selesai diamandemen pada 15 September 2009.
Langkah ini diharapkan dapat memperluas basis pemungutan PBB. Kewenangan penetapan
tarif PBB akan dialihkan dari pemerintah pusat kepada pemerintah kabupaten/kota setelah 31
Desember 2013.
RUMUS PERHITUNGAN PBB
PBB = Tarif x [(NJOP-NJOPTKP) x 40% atau 20%]
PBB = tarif x NJKP

CONTOH PERHITUNGAN PBB


Contoh 1:
Rumah susun memiliki bangunan hunian dengan karakteristik:
Tipe flamboyan : 30 unit @ 75 m2
Tipe kenanga : 45 unit @ 50 m2
Tipe anggrek : 25 unit @ 80 m2
Sedangkan bangunan milik bersama dengan luas 1.000 m2 terdiri dari:
Bangunan koridor tangga seluas 750 m2
Lift dan bangunan bersama lainnya 250 m2
Rumah susun ini memiliki luas tanah 2.500 m2. Apabila diketahui NJOP atas rumah susun
tersebut seperti di bawah ini, berapakah PPB yang terutang untuk masing-masing unit rumah
tersebut dengan asumsi bahwa setiap unit dimiliki satu orang!
(PERDA PBB Kota Bandung : NJOPTKP Rp 25.000.000, tarif 0,1% untuk NJOP <= 1 Miliyar
dan tarif 0,2% untuk NJOP > 1 Miliyar)
Uraian Kelas NJOP/m2
Bangunan hunian 021 Rp 1.200.000
Bangunan bersama 022 Rp 968.000
Tanah 066 Rp 916.000
Jawab:
NJOP tanah: 2.500 m2 x Rp 916.000 Rp 2.290.000.000
NJOP bangunan:
Bangunan hunian 6.500 m2 x Rp 1.200.000 Rp 7.800.000.000
Bangunan bersama 1.000 m2 x Rp 968.000 Rp 968.000.000(+)
NJOP bangunan Rp 8.768.000.000
PBB tipe Flamboyan
NJOP tanah ( 75 m2 / 6.500 m2) Rp 2.290.000.000 Rp 26.423.076
NJOP bangunan ( 75 m2 / 6.500 m2) RP 8.768.000.000 Rp 101.169.230(+)
NJOP tanah dan bangunan Rp 127.592.307
NJOPTKP Rp 25.000.000(-)
NJOP untuk perhitungan PBB Rp 102.592.307
PBB terutang :
0,1% x Rp 102.592.307 = Rp 102.592
PBB tipe Kenanga
NJOP tanah ( 50 m2 / 6.500 m2) Rp 2.290.000.000 Rp 17.615.384
NJOP bangunan ( 50 m2 / 6.500 m2) RP 8.768.000.000 Rp 67.446.153(+)
NJOP tanah dan bangunan Rp 85.061.538
NJOPTKP Rp 25.000.000(-)
NJOP untuk perhitungan PBB Rp 60.061.538
PBB terutang :
0,1% x Rp 60.061.538 = Rp 60.061
PBB tipe Anggrek
NJOP tanah ( 80 m2 / 6.500 m2) Rp 2.290.000.000 Rp 28.184.615
NJOP bangunan ( 80 m2 / 6.500 m2) RP 8.768.000.000 Rp 107.913.846(+)
NJOP tanah dan bangunan Rp 136.098.461
NJOPTKP Rp 25.000.000(-)
NJOP untuk perhitungan PBB Rp 111.098.461
PBB terutang :
0,1% x Rp 111.098.461 = Rp 111.098

Contoh 2:
PPB atas rumah mewah dengan data sebagai berikut:
Luas tanah 850 m2 kelas B46
Bangunan rmah 250 m2 kelas B11
Taman 150 m2 kelas A10
Kolam renang 250 m2 kelas B20
Pagar mewah 180 m2 kelas B20
NJOPTKP sebesar Rp 12.000.000,00. Hitunglah PBB terutang!
Jawab:
NJOP tanah 850 m2 x Rp 5.095.000 Rp 4.330.750.000
NJOP bangungan:
Rumah 250 m2 x Rp 6.225.000 Rp 1.556.250.000
Taman 150 m2 x Rp 264.000 Rp 39.600.000
Kolam renang 250 m2 x Rp 1.516.000 Rp 379.000.000
Pagar mewah 180 m2 x Rp 1.516.000 Rp 272.880.000(+)
NJOP bangunan Rp 2.247.730.000(+)
NJOP tanah dan bangunan Rp 6.578.480.000
NJOPTKP Rp 12.000.000(-)
NJOP untuk perhitungan PBB Rp 6.566.480.000
PBB terutang = 0,5% x 40% x Rp 6.566.480.000 = Rp 13.132.960.000

Anda mungkin juga menyukai