Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Sejalan dengan perkembangan ekonomi, teknologi informasi, sosial,
politik, disadari bahwa perlu dilakukan perubahan undang-undang tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Perubahan tersebut bertujuan
untuk lebih memberikan keadilan, meningkatkan pelayanan kepada Wajib
Pajak, meningkatkan kepastian dan penegakan hokum, serta mengantisipasi
kemajuan di bidang perpajakan. Selain itu, Perubahan tersebut juga
dimaksudkan untuk meningkatkan profesionalisme aparatur perpajakan,
meningkatkan keterbukaan administasi perpajakan dan meningkatkan
kepatuhan sukarela Wajib Pajak.
Sistem, mekanisme, dan tata cara pelaksanaan hak dan kewajiban
perpajakan yang sedehana menjadi cirri dan corak dalam perubahan
Undang-Undang ini dengan tetap menganut sistem self assessment.
Perubahan tersebut khususnya berkaitan dengan peningkatkan
keseimbangan hak dan kewajiban bagi masyarakat Wajib Pajak sehingga
masyarakat wajib Pajak dapa tmelaksanakan hak dan kewajiban
perpajaknnya dengan lebih baik.
Sistem perpajakan yang lama ternyata sudah tidak sesuai lagi dengan
tingkat kehidupan sosial ekonomi masyarakat Indonesia, baik dari segi
kegotong royongan nasional maupun dalam laju pembangunan nasional yang
telah dicapai. Disamping itu, perpajakan yang lama tersebut belum dapat
menggerakan peran dari semua lapisan subyek pajak yang besar
peranannya dalam menghasilkan penerimaan dalam negri yang sangat
diperlukan guna mewujudkan kelangsungan dan peningkatan pembangunan
nasional. Oleh karena itu pemerintah menciptakan sistem perpajakan yang
baru dengan yang lama.
B. Tujuan penulisan
1. Agar mahasiswa memahami sistem perpajakan yang baru.
2. Agar mahasiswa mnegerti Undang-Undang tentang Ketentuan
Umum dan Tata Cara Perpajakan yang dilandasi pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945, yang didalamnya tertuang ketentuan
yang menjujung tinggi hak warga Negara dan menempatkan
kewajiban perpajakan sebagai kewajiban kenegaraan.
3. Agar mengerti tujuan pokok perubahan Undang-Undang Ketentuan
Umum dan Tata. Cara Perpajakan yang menganut kebijakan
perpajakan yang telah ditentukan.









BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Perpajakan
Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH. Pajak adalah iuran
rakyat kepada kas Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat
dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang
langsung dapat ditunjukan dan yang digunakan untuk membayar
pengeluaran umum.
Dari definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa pajak memiliki
unsur-unsur:
1. Dari rakyat kepada Negara
2. Iuran Berdasarkan undang-undang
3. Tanpa jasa timbale balik atau kontraprestasi dari Negara yang secara
langsung dapat ditunjuk.
4. Digunakan untuk membiayai rumah tangga Negara, yakni
pengeluaran-pengeluaran yang bermanfaat bagi masyarakat luas.
B. fungsi Pajak
Ada dua fungsi pajak, yaitu:
1. Fungsi budgetair
Pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai
pengeluaran-pengeluaranya.
2. Fungsi mengatur(regulered)
Pajak sebagai alat untuk mengatur untuk melaksanakan kebijaksaan
pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi.
C. ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
Dengan berpegang teguh pada prinsip kepastian hukum,
keadilan, dan kesederhaan, arah dan tujuan perubahan Undang-
Undang tentang ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan ini
mengacu pada kebijakan pokok sebagai berikut:
a. Meningkatkan efesiensi pemungutan pajak dalam rangka mendukung
penerimaan Negara.
b. Menigkatakan pelayanan, kepastian hukum dan keadilan bagi
masyarakat guna meningkatkan daya saing dalam bidang penanaman
modal, dengan tetap mendukung pengembangan usaha kecil dan
menengah.
c. Menyesuaikan tuntutan perkembangan sosial ekonomi masyarakat
serta perkembangan di bidang teknologi informasi.
d. Meningkatkan keseimbangan antara hak dan kewajiban.
e. Menyederhanakan prosedur administrasi perpajakan
f. Meningkatakan penerapan prinsip self assement secara akuntabel dan
konsisten, dan.
g. Mendukung iklim usaha kea rah yang lebih kondusif dan kompetitif.

1. Dasar hokum
Dasar hukum ketentuan umum dan Tata cara Perpajakan adalah
undang-undang NO. 6 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir
dengan Undang-undang No. 28 Tahun 2007.
2. Tahun Pajak
Pada umumnya tahun pajak sama dengan tahun takwim atau tahun
kalender. Akan tetapi wajib pajak dapat menggunakan tahu pajak tidak sama
dengan tahun takwim dengan syarat konsisten selama 12 bulan, dan
melapor kepada Kantor Pelayanan Pajak Pratama setempat. Cara
menentukan suatu tahun adalah sebagai berikut:
Tahun Pajak Sama Dengan Tahun Takwim
Pembukaan dimulai 1 januari 2007 dan berakhir 31 desember 2007, disebut
tahun pajak 2007.
Tahun Pajak Tidak Sama Dengan Tahun Takwim
a. Pembukuan dimulai 1 juli 2007 dan berakhir 30 juni 2008. Disebut
tahun pajak 2007 karena 6 bulan pertama pada tahun 2007.
b. Pembukuan dimulai 1 oktober 2006 dan berakhir 30 september 2007.
Disebut tahun pajak 2007 karena lebih dari 6 bulan jatuh pada tahun 2006.
c. Pembukuan dimulai 1 april 2006 dan berakhir 31 maret 2007. Disebut
tahun pajak 2006 karena lebih dari 6 bulan jatuh pada tahun 2006.

3. C. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)
Nomor pokok wajib pajak adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak
sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai
tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan
kewajiban perpajaknnya.
Fungsi NPWP Sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dan
Untuk menjaga ketertiban dalam pembayaran pajak dan dalam pelaksaan
administrasi perpajakan.
Pencantuman NPWP. Dalam hal berhubungan dengan dokumen
perpajakan, wajib pajak diwajibkan mencantumkan Nomor Poko Wajib Pajak
yang dimilikinya.
Pendaftaran NPWP Semua Wajib Pajak yang telah memenuhi persyaratan
subyektif dan obyektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan perpajakan berdasarkan sistem assessment, wajib pajak
mendaftrkan diri pada Kantor Direktorat Jenderal Pajak untuk dicatat sebagai
Wajib Pajak dan sekaligus untuk mendapatkan Nomor pokok Wajib Pajak.
Tempat pendaftran dilakukan pada kantor Direktorat
Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal dan
kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi
tempat kegiatan usaha dilakukan bagi Wajib Pajak orang pribadi
pengusaha tertentu.
Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Nomor Pokok Wajib
Pajak secara jabatan apabila Wajib Pajak yang memenuhi
persyaratan subyektif dan obyektif tidak mendaftarkan diri untuk
mendapatkan NPWP.
Sanksi, Setiap orang dengan sengaja tidak mendaftarkan diri
untuk diberikan Nomor Pokok Wajin Pajak , atau menyalah
gunakan atau menggunakan tabpa hak NPWP sehingga dapat
menimbulkan kerugian pada pendapatan Negara dipidana penjar
apaling sedikit enam bulan dan paling lama enam tahun dan
denda paling sedikit dua kali jumlah pajak terutang yang tidak
atau tidak kurang dibayar dan paling banyak empat kali jumlah
pajak terutang yang tidak dibayar.
Penghapusan NPWP Penghapusan NPWP apabila:
1. Dilakukan permohonan pengapusan NPWP oleh Wajib Pajak dan/atau
ahli ahli waris nya apabila wajib Pajak sudah tiada memenuhi persyaratan
subyektif dan atau obyektif sesuai dengan ketentuan undang-undang
perpajakan;
2. Wajib pajak badan dilikuidasi karena penghentian atau penggabungan
usaha
3. Wajib pajak bentuk usaha tetap menghentikan kegiatan usahanya di
Indonesia

Format NPWP
NPWP terdiri dari 15 digit , yaitu Sembilan digit pertama merupakan Kode
Wajib Pajak dan enam digit berikutnya merupakan Kode Administrasi
Perpajakan.
Formatnya adalah sebagai berikut: XX. XXX. XXX. X-XXX. XXX

4. C. Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak
Pengusaha adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk apa pun yang ada
dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya mengahsilkan barang ,
menginmpor, mengekspor, melakukan usaha perdagangan , memanfaatkan
barang tidak mewujudkan dari luar daerah pabean.

Pengusaha Kena Pajak adalah pengusaha yang melakukan penyerahan
barang Kena Pajak dan atau penyerahan Jasa kena Pajak yang dikenai pajak
berdasarkan undang-undang pajak pertambahan nilai 1984 dan
perubahannya.

a. Fungsi pengukuhan PKP
1. Sebagai identitas PKP yang bersangkutan
2. Melaksanakan hak dan kewajiban di bidang Pajak pertambahan NIlai dan
Pajak atas penjuala Atas Barang Mewah.
3. Pengawasan administrasi perpajakan.

b. Sanksi
Setiap orang dengan sengaja tidak melaporkan usahanya untuk dikukuhkan
sebagai Pengusaha Kena Pajak atau menyalahgunakan atau menggunakan
tanpa hak Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak , sehingga menimbulkan
kerugian pada pendapatan Negara dipidana paling lambat enam bulan dan
paling lama enam tahun dan denda paling sedikit dua kali jumlah pajak
terutang yang atau kurang dibayar dan paling banyak empat kali jumlah pajak
terutang atau tidak dibayar.

5. C. Surat Pemberitahuan (SPT)
a. Pengertian SPT
SPT adalah surat yang oleh wajib pajak digunakan untuk melaporkan
penghitungan dan/ atau harta pembayran pajak , objek pajak dan/atau bukan
oleh objek pajak , dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang undangan perpajakan.

b. Fungsi SPT
Pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri dan/atua
melalui pemotongan atau pemungutan atau pemungutan pihak lain dalam
satu tahun pajak atau bagian tahun pajak.

c. Jenis SPT
Secara garis besar dibedakan menjadi dua,yaitu surat Pemberitahuan untuk
suatu Masa Pajak dan Surat Pemberitahuan Tahunan adalah Pemberitahuan
untuk suatu Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak.

d. Batas waktu penyampaian SPT
1. Untuk Surat Pemberitahuan Masa, paling lama 20 hari setelah akhir masa
pajak.
2. Untuk surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak
orang pribadi, paling lama 3 bulan setelah akhir Tahun Pajak.
3. Untuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghsilan Wajib Pajak
badan, paling lama 4 bulan setelah akhir tahun pajak.

e. Perpanjangan Jangka Waktu Penyampaian SPT
Wajib Pajak dapat memperpajang jangka waktu penyampaian SPT Tahunan
sebagaimana dimaksud untuk paling lama dua bulan sejak baas waktu
penyampaian SPT Tahunan dengan cara menyampaikan Pemberitahuan
Perpanjangan SPT Tahunan.
Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan wajib ditandatangani oleh Wajib
Pajak atau Kuasa Wajib Pajak. Dalam hal pemberitahuan pepanjangan SPT
Tahunan ditandatangani oleh Kuasa Wajib Pajak, Pemberitahuan
Perpanjangan SPT Tahunan harus dilampiri dengan surat kuasa khusus.

f. Sanksi terlambat atau tidak Menyampaikan SPT
Apabila surat pemberitahuan tidak disampaikan dalam jangka waktu yang
ditentukan atau batas waktu perpanjangan Surat Pemberitahuan, dikenai
sanksi administrasi berupa denda sebesar:
1. Rp 500.000 untuk Surat pemberitahuan Masa Pajak
2. Rp 100.000 untuk Surat Pemberitahuan Masa lainnya.
3. Rp 100.000 untuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib
Pajak badan.
4. Rp 100.000 untuk Surat Pemberitauan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib
Pajak orang pribadi.

6.C. Surat Setoran Pajak (SSP) dan Pembayaran Pajak

a. Pengertian
Surat setoran pajak adalah bukti pembayaran atau penyetoran pajak yang
telah dilakukan dengan menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan
cara lain ke kas Negara melalui tempat pembayararan yang ditunjuk oleh
Mentri Keuangan.

b. Fungsi SSP
SSP berfungsi sebagai bukti pembayaran pajak apabila telah disahkan oleh
pejabat kantor penerima pembayaran yang berwenang atau apabila telah
mendapatkan validasi.

c. Batas Waktu Pembayaran atau Penyetoran Pajak
Batas waktu pembayaran atau penyetoran pajak diatur sebagai berikut:
Pembayaran Masa
1. Pph pasal 4 ayat (2) yang dipotong oleh pemotong Pajak penghasilan
harus disetor paling lama tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya setelah Masa
Pajak berakhir.
2. Pph pasal 4 ayat (2) yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak harus
disetor paling lama tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya setelah Masa
Pajak berakhir kecuali ditetapkan lain oleh Mentri Keuangan.
3. Pph pasal 15 yang dipotong oleh Pemotong Pph harus disetor paling lama
tanggal 10(sepuluh) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.
Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Serta Surat
Ketetapan Pajak Kurang bayar tambahan, dan Surat Keputusan Keberatan,
Surat Keputusan Pembetulan, Putusan Banding, Serta putusan Peninjaun
Kembali, yang Menyebabkan Jumlah Pajak yang Harus di Bayar, Harus di
Lunasi dalam Jangka 1(satu) Bulan Sejak tanggal di Terbitkan.

7. C. Surat Ketetapan Pajak
Surat Ketetapan pajak adalah surat ketetapan yang meliputi Surat Ketetapan
Pajak Kurang bayar , Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat
Ketetapan Pajak Nihil, atau Surat ketetapan Pajak lebih Bayar.

Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB)
a. Pengertian
surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak ,
jumlah kredit pajak , jumlah kekeurangan pajak, besarnya sanksi administrasi
, dan jumlah pajak yang masih harus dibayar.

b. Penerbitan SKKB
SKKB Diterbitkan apabila:
1. Berdsarkan hasil pemeriksaan atau ketrangan lain pajak yang terutang
tidak atau kurang bayar.
2. Kewajiban menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan tidak dipenuhi
sehingga tidak dapat diketahui besarnya pajak yang terutang.

c. Sanksi administrasi
Apabila SKPKB dikeluarkan karena alasan pada poin 2a dan 2e, maka
jumlah kekurangan pajak terutang ditambah dengan sanksi administrasi
berupa bunga sebesar 2% perbulan paling lama 24 bulan , dihintung saat
terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun pajak , atau
Tahun Pajak sampai dengan diterbitkannya surat keterangan pajak kurang
bayar.

d. Fungsi SKPKB
1. Koreksi atas jumlah yang trutang menurut SPT-nya.
2. Sarana untuk mengenakan sanksialat untuk menagoh pajak

e. Jangka waktu Penerbitan SKPKB
Dalam jangka waktu lima tahun setelah saat terutangnya pajak atau
berakhirnya Masa Pajak , bagian Tahun Pajak , atau Tahun Pajak , Direktur
Jenderal Pajak dapat menerbitkan SKPKB.

Surat Ketatapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT)
a. Pengertian
Surat ketetapan pajak yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang
telah ditetapkan.

b. Penerbitan SKPKBT
Diterbitkan apabila ditemukan data baru yang mengakibatkan penambahan
jumlah pajak yang terutang setelah diklakukan tindakan pemeriksaan dalam
rangka penerbitan Surat Ketetapan Pajak kurang Bayar.

c. Fungsi SKPKBT
1. Koreksi atas jumlah yang terutang menurut SPT-nya.\
2. Sarana untuk mengenakan sanksi.
3. Alat untuk menagih pajak.

d. Sanksi SKPKBT
Jumlah kekurangan pajak yang teutang dalam SKPBT , ditambah dengan
sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 100 % dari jumlah kekurangan
pajak tersebut.

e. Jangka waktu penerbitan SKPKBT
Dalam jangka waktu lima tahun setelah saat terutangnya pajak atau
berakhirnya Masa pajak , bagian tahun pajak, atau Tahun Pajak apabila
ditemukan data baru yang mengakibatkan penambahan jmlah pajak yang
terutang seelah dilakukan tindakan pemeriksaan dalam rangka penerbitan
Surat Ketetapan Pajak kurang Bayar Tambahan, Direktur Jenderal Pajak
dapat memerbitkan SKPKBT.

Surat Ketetetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB)
a. Pengetian
Surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran
pajak karena jumlah kredit pajak lebih besar daripada pajak yang terutang
atau seharusnya tidak terutang.

b. Penerbitan SKPLB
SKPLB diterbitkan setelah dialkukan pemeriksaan, jumlah kredit pajak atau
jumlah pajak yang lebih besar daripada jumlah pajak yang terutang.

c. Fungsi SKPLB
Sebagai alat atau sarana untuk mengembalikan kelebihan pembayarn pajak.

Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN)
a. Pengertian
surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah pajak sama besarnya
dengan jumlah kredit pajak atau tidak terutang dan tidak ada kredit pajak.

b. Penerbitan SKPN
Diterbitkan apabila setelah dilakukan pemeriksaan jumlah kredit pajak atau
jmlah pajak yang dibayar sama dengan jumlah pajak yang terutang dan tidak
ada kredit pajak atau tidak ada kredit pajak atau tidak ada pembayaran pajak.

Surat Tagihan Pajak (STP)
a. Pengertian
Surat untuk melakukan tagihan pajak dan/atau sanksi administrasi berupa
bagian dan/atau denda.

b. Penerbitan SPT
STP diterbitkan apabila:
1. Pajak penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau kurang bayar.
2. Dari hasil penelitian terdapat kekurangan pembayaran pajak sebagai
akibat salah tulis dan/atau salah hitung.
3. Wajib pajak dikenai sanksi administrasi berupa denda dan/atau bunga.

c. Fungsi STP
1. Sebagai koreksi atas jumlah pajak yang terutang menurut SPT wajib pajak.
2. Sarana mengenakan sanksi administrasi berupa bunga atau denda.
3. Alat untuk menagih pajak.

d. Sanksi administrasi STP
Jumlah kekurangan pajak yang terutang (poin 2a dan 2b) ditambah dengan
sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% perbulan untuk paling lama 24
bulan, dihitung sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak,
bagian Tahun Pajak ,atau Tahun Pajak sampai dengan diterbitkannya Surat
Tagihan Pajak.

8. C. keberatan Dan Banding
Tata Cara Penyelesaian Keberatan
1. Wajib pajak dapat mengajukan keberatan hanya kepada Diektur Jenderal
Pajak
2. Pengajuan keberatan yang dituangkan dalam bentuk keberatan
sebagaimana dan harus memenuhi syarat.
3. Dalam hal Wajib Pajakmengajukan keberatan atas surat ketetapan pajak,
wajib Pajak wajib melunasi pajak yang masih harus dibayar paling sedikit
sejumlah yang telah disetuji Wajib Pajak dalam pembahsana akhir hasil
pemeriksaan, sebelum surat keberatan disampaikan.
4. Dalam hal surat keberatan yang disampaikan oleh Wajib Pajak belum
memenuhi persyaratan, Wajib Pajak dapat menyampaikan perbaikansurat
keberatan dengan melengkapi persyaratan yang belum dipenuhi sebelum
jangka waktu tiga bulan.
5. Surat keberatan yang tidak memenuhi persyaratan bukan merupakan surat
keberatan sehingga tidak dipertimbangkan dan tidak diterbitkan Surat
Keputusan Keberatan.
6. Pembukuan, catatan , data, informasi, atau keterangan laina yang tidak
diberikan pada saat pemeriksaan tidak dipertimbangkan dalam penyelesaian
dalam penyelesaian keberatan, kecuali pembukuan, catatan, data, informasi,
atau keterangan lain tersebut berada di pihak ketiga dan belum diperoleh
wajib pajak pada saat pemeriksaan.

Tata Cara Penyelesaian Banding
a. Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan banding hanya kepada badan
peradilan pajak atau Surat Keputusan Keberatan.
b. Putusan Pengadilan Pajak merupakan putusan pengadilan khusus di
lingkungan peradilan tata usaha Negara.
c. Permohonan banding diajukan paling lama tiga bulan sejak Surat
keputusan Keberatan diterima,dengan cara tertulis dalam bahasa Indonesia,
Mengemukakan alasan-alasan yang jelas, Melampirkan salina Surat
Keputusan Keberatan.
d. Jumlah pajak yang belum dibayar pada saat pengajuan permohonan
banding belum merupakan pajak yang terutang sampai dengan Putusan
Banding diterbitkan.
e. Apabila permohonan banding ditolak atau dikabulkan sebagian, Wajib
pajak dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 100% dari jumlah
pajak berdasarkan putusan banding dikurangi dengan pembayaran pajak
yang telah dibayar sebelum mengajukan keberatan.
f. Apabila mengajukan keberatan atau banding dikabulka sebagian atau
seluruhnya, yang menyebabkan kelebihan pembayaran pajak, kelebihan
pembayaran tersebut dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar
2% perbulan untuk paling lama 24 bulan dengan dengan ketentuan.

9. C. Pembetulan, Pengurangan, Penghapusan, atau Pembatalan
Pembetulan
Atas permohonan Wajib Pajak, atau karena jabatannya, Direktur jenderal
Pajak dapat membetulkan:
a. Surat ketetapan pajak (SKPKB, SKPKBT, SKPN, SKPLB),
b. Surat Tagihan Pajak,
c. Surat Keputusan Pembetulan,
d. Surat Keputusan Keberatan,
e. Surat Keputusan Pengurangan Sanksi Administrasi,
f. Surat Keputusan Penghapusan Sanksi Administrasi,
g. Surat Keputusan Pengurangan Ketetapan Pajak,
h. Surat Keputusan Pembatalan Ketetapan Pajak,
i. Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak, atau
j. Surat Keputusan Pemberian Imbalan Bunga.

Pengurangan, Penghapusan, atau Pembatalan
Direktur jenderal Pajak karena jabatan atau permohonan Wajib Pajak dapat:
Mengurangkan atau menghapuskan sanksi administrasi berupa bunga,
denda, dan kenaikan yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan dalam hal sanksi tersebut dikenakan
karena kekhilafan Wajib Pajak, atau bukan karena kesalahannya.
Mengurangkan atau membatalkan surat ketetapan pajak atau surat
Tagihan Pajak yang tidak benar;atau
Membatalkan hasil pemeriksaan atau surat ketetapan pajak dari hasil
pemeriksaan yang dilaksanakan tanpa:penyampaian Surat Pemberitahuan
Hasil Pemeriksaan, Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan dengan Wajib
Pajak.
Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan pengurangan atau pembatalan
surat keteapan pajak apabila:
a. Wajib pajak tidak mengajukan keberatan tas surat ketetapan pajak;atau
b. Wajib pajak mengajukan keberatan tetapi keberatannya tidak
dipertimbangkanoleh Direktur Jenderal Pajak karena tidak memenuhi
persyaratan.

c. Daluwarsa Penagihan Pajak
Daluwarsa penagihan pajak tertangguh apabila:
1. Diterbitkan surat paksa;
2. Ada pengakuan utang pajak dari Wajib Pajak baik langsung maupun tidak
langsung;
3. Diterbitkan Surat Ketetapan pajak kurang bayar atau surat ketetapan pajak
kurang bayar tambahan sebagaimana dimaksud dalam; atau
4. Dilakukan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan

d. Pemeriksaan
1. pengertian
Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan untuk
mencari,mengumpulkan,mengolah data dan atau keterangan lainnya untuk
menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan untuk tujuan lain
dalam rangka melaksakan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan.
2. Sasaran pemeriksaan
Yang menjadi sasaran pemeriksaan maupun penyelidikan adalah untuk
mencari adanya:
a. Interprestasi Undang-undang yang tidak benar.
b. Kesalahan hitung.
c. Penggelapan secara khusus dari penghasialan.
d. Pemotongan dan pengurangan tidak sesungguhnya, yang dilakukan wajib
Pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya,
3. Tujuan pemeriksaan
a. Menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dalam rangka
memberikan kepastian hukum, keadilan, dan pembinaaan kepada Wajib
Pajak,yang dapat dilakukan dalm hal:
1. Surat pemberitahuan menunjukan kelebihan pembayaran pajak, termasuk
yang telah diberikan pengembalian pendahuluan pajak.
2. Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan menunujukan rugi.
b. Tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-
undangan perpajakan, yang dapat dilakukan dalam hal:
1. Pemberian nomor pokok wajib pajak secara jabatan.
2. Pengahapusan nomor pokok wajib pajak.
4. Prosedur pemeriksaan
a. Petugas pemeriksa harus dilengkapi dengan Surat Perintah Pemeriksaan
dan harus memperlihatkan kepada wajib pajak yang diperiksa.
b. Apabila dalam mengungkapkan pembukuan, pencatatan, atau dokumen
serta keterangan yang diminta, wajib Pajak terikat oleh suatu kewajiban untuk
merahasiakan, maka kewajiban untuk merahasiakan itu ditiadakan.

9. C. Penyidikan
1. Pengertian
serangkaian tindakan yang dilakukan oleh penyidik untuk mencari serta
mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana di
bidang perpajakan yag terjadi serta menemukan tersangkanya.

2. Penyidik
Penyidik dalam tindak pidana adalah pejabat Pegawai Negri Sipil tertentu di
lingkungan Direktorat Jenderal pajak yang diberi wewenang khusus sebagai
penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan
sesuai dengan ketentuan peraturan-peraturan perundang-undangan.

3. Wewenang Penyidik
a. Menerima, mencari, mengumpulkan, dan meneliti keterangan atau laporan
berkenaan dengan tindak pidana di bidang perpajakan agar keterangan atau
Laporan tersebut menjadi lebih lengkap dan jelas;
b. Meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau badan
sehubungan dengan tindak pidana di bidang perpajakan.

10. C. Kewajiban dan Hak Wajib Pajak
1. Kewajiban Wajib Pajak
a. Mendaftarkan diri untuk mendapatkan NPWP,
b. Melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP.
c. Menghitung dan membayar sendiri pajak dengan benar.
d. Menyelenggarakan pembukuan.
2. Hak-hak Wajib Pajak
a. Mengajukan surat keberatan dan surat banding.
b. Menerima tanda bukti pemasukan SPT.

11. C. Kewajiban Pembukuan/Pencatatan
a. Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur
untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta,
kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan
penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan menyusun laporan
keuangan aberupa neraca, dan laporan laba rugi untuk periode tahun Pajak
tersebut.
b. Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan
bebas dan Wajib Pajak badan di Indonesia wajib menyelenggarakan
pembukuan.
c. Wajib Pajak yang dikecualikan dari kewajiban menyelenggarakan
pembukuan tetapi wajib melakukan pencatatan, adalah Wajib Pajak orang
pribadi orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas
yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan
diperbolehkan menghitung penghasilan neto dengan menggunakan Norma
penghitungan Penghasilan Neto dan Wajib Pajak orang pribadi yang tidak
melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.
d. Pembukuan atau Pencatatan:
1. Diselenggarakan dengan itikad baik dan mencerminkan keadaan atau
kegiatan usaha yang sebenarnya.
2. Pembukuan dengan bahasa asing dan mata uang selain rupiah dapat
diselenggarakan oleh Wajib Pajak setelah mendapat izin Mentri keuangan.
11. C. Sanksi Perpajakan
Dalam undang-undang perpajakan dikenal dua macam sanksi, yaitu sanksi
administrasi dan pidana.
a. Sanksi Pidana
Ketentuan sanksi pidana menurut undnag-undang perpajakan ada tiga
macam sanksi pidana, yaitu:denda pidana, kurungan, dan penjara. Didalam
sanksi pidana dikenal pula denda pidana. Berbeda dengan sanksi
administrasi yang hanya diancam/dikenakan kepada Wajib Pajak yang
melanggar ketentuan-ketentuan perpajakan,sanksi berupa denda pidana
selain dikenakan kepada Wajib Pajak.
Didalam sanksi pidana juga dikenal adanya pidana kurungan. Pidana
kurungan hanya diancam kepada tindak pidana yang bersifat pelanggaran.
Dapat ditujukan kepada Wajib Pajak, dan pihak ketiga. Karena pidana
kurungan diancamkan kepada si pelanggar norma itu ketentuannya sama
dengan yang diancamkan dengan denda pidana.
b. Sanksi Administrasi

1. Bunga 2% perbulan
No Masalah Cara membayar/menagih
1 Pembetulan sendiri SPT(SPT tahunan atau SPT masa tetapi belum
diperiksa) SSP/SPT
2 Dari penelitian rutin:
Pph pasal 25 tidak/kurang bayar .
Pph pasal 21,22,23 dan 26 serta PPn yang terlambat dibayar.
SKPKB, SPT, SKPKBT tidak/kurang dibayar atau terlambat bayar.
SPT salah tulis/salah hitung.
SSP/STP
SSP/STP

SSP/STP

SSP/STP
3 Dilakukan pemeriksaan, pajak kurang dibayar (maksimum 24 bulan)
SSP/STP
4 Pajak diangsur/ditunda;SKPKB, SKKPP, STP. SSP/STP
5 SPT dibayar Pph ditunda, pajak kurang dibayar. SSP/STP

2. Denda administrasi
No Masalah Cara membayar /menagih
1 Tidak/terlambat memasukan/menyampaikan SPT STP ditambah
Rp100.000 atau Rp 500.000, atau Rp1.000.000
2 Pembetulan sendiri, SPT tahunan atau SPT masa tetapi belum disidik. SSP
ditambah 150%
3 Khusus PPN:
a. tidak melaporkan usaha
b. tidak membuatmengisi faktur
c. melanggar larangna membuat faktur SSP/SPKB(ditambah 2% denda dari
dasar pengenaan)
4 Khusus PBB:
a. SPT, SKPKB tidak/kurang dibayar atau terlambat dibayar.
b. dilakukan pemeriksaan, pajak kurang dibayar.
STP+ denda 2%(maksimum 24 bulan)

SKPKB+denda admnistrasi dari selisih pajak yang terutang.




















BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Pengusaha adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk apa pun yang ada
dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya mengahsilkan barang ,
menginmpor, mengekspor, melakukan usaha perdagangan , memanfaatkan
barang tidak mewujudkan dari luar daerah pabean.
Pengusaha Kena Pajak adalah pengusaha yang melakukan penyerahan
barang Kena Pajak dan atau penyerahan Jasa kena Pajak yang dikenai pajak
berdasarkan undang-undang pajak pertambahan nilai 1984 dan
perubahannya.
Setiap orang dengan sengaja tidak melaporkan usahanya untuk dikukuhkan
sebagai Pengusaha Kena Pajak atau menyalahgunakan atau menggunakan
tanpa hak Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak , sehingga menimbulkan
kerugian pada pendapatan Negara dipidana paling lambat enam bulan dan
paling lama enam tahun dan denda paling sedikit dua kali jumlah pajak
terutang yang atau kurang dibayar dan paling banyak empat kali jumlah pajak
terutang atau tidak dibayar.
Saran
Direktur jenderal Pajak karena jabatan atau permohonan Wajib Pajak dapat:
Mengurangkan atau menghapuskan sanksi administrasi berupa bunga,
denda, dan kenaikan yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan dalam hal sanksi tersebut dikenakan
karena kekhilafan Wajib Pajak, atau bukan karena kesalahannya.
Mengurangkan atau membatalkan surat ketetapan pajak atau surat
Tagihan Pajak yang tidak benar;atau
Membatalkan hasil pemeriksaan atau surat ketetapan pajak dari hasil
pemeriksaan yang dilaksanakan tanpa:penyampaian Surat Pemberitahuan
Hasil Pemeriksaan, Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan dengan Wajib
Pajak.
Wajib pajak dapat mengajukan keberatan hanya kepada Diektur Jenderal
Pajak


















DAFTAR PUSTAKA

Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan
Umum dan Tata Cara Perpajakan.
Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Ketentuan
Umum dan Tata Cara Perpajakan.
Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak
Bumi dan Bangunan.
Kartasasmita, Husein, Penjelasan dan Komentar Pajak Penghasilan 1984,
Yayasan Bina Pajak, Jakarta,1985.
Mardiasmo, Perpajakan 2009, Penerbit Andi, Yogyakarta, 2009.




























BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Pajak Penghasilan Pasal 21
PPh Pasal 21 merupakan pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium,
tunjangan dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun
sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh
wajib pajak orang pribadi dalam negeri.
2.2. Subjek Pajak PPh Pasal 21 (Wajib Pajak PPh Pasal 21)
Wajib pajak yang dipotong PPh pasal 21 dan/atau PPh pasal 26 adalah orang
pribadi yang merupakan :
1. Pegawai.
2. Penerima uang pesangon, pensiun atau uang manfaat pensiun, tunjangan hari
tua, atau jaminan hari tua termasuk ahli warisnya.
3. Bukan pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan
dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan.
Yang tidak termasuk Wajib Pajak PPh Pasal 21 yaitu :
1. Pejabat perwakilan diplomatic dan konsulat atau pejabat lain dari Negara asing
dan orang orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan
bertempat tinggal bersama mereka, dengan syarat bukan warga Negara Indonesia
dan di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain di luar jabatan
atau pekerjaannya tersebut, serta Negara yang bersangkutan memberikan
perlakuan timbal balik.
2. Pejabat perwakilan organisasi internasional dimaksud dalam pasal 3 ayat (1)
huruf c Undang Undang Pajak Penghasilan, yang telah ditetapkan oleh Menteri
Keuangan, dengan syarat bukan warga Negara Indonesia dan tidak menjalankan
usaha atau kegiatan atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan dari
Indonesia.


2.3. Pemotong Pajak Penghasilan Pasal 21
Pemotong PPh pasal 21 adalah setiap orang pribadi atau badan yang diwajibkan
oleh UU No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah
dengan UU No. 17 tahun 2000 dan terakhir UU No 36 tahun 2008 untuk memotong
PPh Pasal 21. Termasuk pemotong PPh Pasal 21 dalam peraturan Menteri
Keuangan No. 252/KMK.03/2008 adalah :
1. Pemberi kerja yang terdiri dari orang pribadi dan badan, baik merupakan pusat
maupun cabang, perwakilan atau unit yang membayar gaji, upah, honorarium,
tunjangan dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sebagai
imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang dilakukan oleh pegawai atau
bukan pegawai.
2. Bendahara atau pemegang kas pemerintah termasuk bendahara atau
pemegang kas yang membayarkan gaji, upah, honorarium, tunjangan dan
pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan
pekerjaan atau jabatan, jasa dan kegiatan.
3. Dana pensiun, badan penyelenggara jaminan social tenaga kerja dan badan
badan lain yang membayar uang pensiun dan tunjangan hari tua atau jaminan hari
tua.
4. Orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas serta
badan yang membayar:
a. Honorarium atau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan jasa
dan atau kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi dengan status subjek pajak
dalam negeri, termasuk jasa tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas dan
bertindak untuk dan atas namanya sendiri, bukan untuk dan atas nama
persekutuannya.
b. Honorarium atau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan
kegiatan dan jasa yang dilakukan oleh orang pribadi dengan status subjek pajak luar
negeri.
c. Honorarium atau imbalan lain kepada peserta pendidikan, pelatihan dan
magang.
d. Penyelenggara kegiatan, termasuk badan pemerintah, organisasi yang bersifat
nasional dan internasional, perkumpulan, orang pribadi, serta lembaga lainnya yang
menyelenggarakan kegiatan, yang membayar honorarium, hadiah atau penghargaan
dalam bentuk apapun kepada wajib pajak orang pribadi dalam negeri berkenaan
dengan suatu kegiatan.
Tidak termasuk sebagai pemberi kerja yang mempunyai kewajiban untuk melakukan
pemotongan pajak adalah :
1. Kantor Perwakilan Negara Asing.
2. Organisasi organisasi internasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3
ayat (1) huruf c Undang Undang Pajak Penghasilan, yang telah ditetapkan oleh
Menteri Keuangan.
3. Pemberi kerja orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau
pekerjaan bebas yang semata mata mempekerjakan orang pribadi untuk
melakukan pekerjaan rumah tangga atau pekerjaan bukan dalam rangka melakukan
kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.
4. Dalam hal organisasi internasional tidak memenuhi kebutuhan
tersebut,organisasi internasional dimaksud merupakan pemberi kerja yang
berkewajiban melakukan pemotongan pajak.
2.4. Penghasilan Yang Dipotong PPh Pasal 21 (Objek Pajak PPh Pasal 21)
Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 adalah :
1. Penghasilan yang diterima atau diperoleh Pegawai tetap, baik berupa
penghasilan yang bersifat teratur maupun tidak teratur;
2. Penghasilan yang diterima atau diperoleh Penerima paensiun secara teratur
berupa uang pensiun atau penghasilan sejenisnya;
3. Penghasilan sehubungan dengan pemutusan hubungan kerja dan penghasilan
sehubungan dengan pensiun yang diterima secara sekaligus berupa uang
pesangon, uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua atau jaminan hari tua dan
pembayaran lain jenis;
4. Penghasilan pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas, berupa upah harian,
upah mingguan, upah satuan, upah borongan atau upah yang dibayarkan secara
bulanan;
5. Imbalan kepada bukan pegawai, antara lain berupa honorarium, komisi, fee, dan
imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan;
6. Imbalan kepada peserta kegiatan, antara lain berupa uang saku, uang
representasi, uang rapat, honorarium, hadiah atau penghargaan dengan nama dan
dalam bentuk apapun, dan imbalan sejenis dengan nama apapun;
7. Penerimaan dalam bentuk antara dan/atau kenikmatan lainnya dengan nama
dan dalam bentuk apapun yang diberikan oleh :
a. Bukan Wajib Pajak;
b. Wajib Pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final; atau
c. Wajib Pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan berdasarkan norma
penghitungan khusus (deemed profit)
Penghasilan yang PPh pasal 21-nya Ditanggung Pemerintah
PPh ditanggung pemerintah terdiri atas :
1. PPh yang terutang atas penghasilan teratur atau gaji yang diterima oleh
Pegawai Negeri Sipil.
2. PPh yang terutang atas penghasilan yang diterima oleh karyawan asing yang
bekerja pada kontraktor ,konsultan, dan pemasok utama atas penghasilan yang
diterima atau diperoleh karena pekerjaan yang dilakukan dalam rangka pelaksanaan
proyek pemerintah yang dibiayai dengan hibah.
3. PPh atas penghasilan pekerja pada kategori usaha tertentu.

2.5. Menghitung Pajak Penghasilan Pasal 21
PPh Pasal 21 yang dipotong oleh Pemotong Pajak secara umum diformulasikan
sebagai berikut :

Tarif PPh Pasal 21
Beberapa tarif berikut ini digunakan sebagai dasar menghitung PPh Pasal 21 :
a. Tarif Pasal 17 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana diubah
terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, dengan ketentuan sebagai
berikut :


Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak
Rp0,00 s/d Rp50.000.000,00 5%
Di atas Rp50.000.000,00 s/d Rp250.000.000,00 15%
Di atas Rp250.000.000,00 s/d Rp500.000.000,00 25%
Di atas Rp500.000.000,00 30%

b. Tarif 5% (lima persen)
c. Tarif 15% (lima belas persen)
d. Tarif khusus
Tarif Pajak Penghasilan Pasal 21 yang diterapkan terhadap Wajib Pajak yang
tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) menjadi lebih tinggi 20% (dua
puluh persen) daripada tariff yang ditetapkan terhadap wajib Pajak yang dapat
menunjukkan NPWP.
Contoh :
Penghasilan Kena Pajak sebesar Rp75.000.000,00
Pajak Penghasilan yang harus dipotong bagi Wajib Pajak yang memiliki NPWP
adalah :
5% x Rp50.000.000,00 Rp 2.500.000,00
15% x Rp25.000.000,00 Rp 3.750.000,00 (+)
Jumlah Rp 6.250.000,00
Pajak Penghasilan yang harus dipotong jika Wajib Pajak tidak memiliki NPWP
adalah :
5% x 120% x Rp50.000.000,00 Rp 3.000.000,00
15% x 120% x Rp25.000.000,00 Rp 4.500.000,00 (+)
Jumlah Rp 7.500.000,00


Dasar Pengenaan dan Pemotongan PPh Pasal 21
Dasar pengenaan dan pemotongan PPh Pasal 21 ditentukan sebagai berikut :
1. Penghasilan Kena Pajak, yang berlaku bagi :
a. Pegawai Tetap,
b. Penerima pensiun berskala,
c. Pegawai tidak tetap yang penghasilannya dibayar secara bulanan atau jumlah
kumulatif penghasilan yang diterima dalam 1 (satu) bulan kalender telah melebihi
Rp1.320.000,00 (satu juta tiga ratus dua puluh ribu rupiah)
d. Bukan pegawai selain tenaga ahli, yang menerima imbalan yang bersifat
berkesinambungan
2. Jumlah penghasilan yang melebihi Rp150.000,00 (seratus lima puluh ribu
rupiah) sehari, yang berlaku bagi pegawai tidak tetap yang menerima upah harian,
upah mingguan, upah satuan atau upah borongan, sepanjang penghasilan kumulatif
yang diterima dalam 1 (satu) bulan kalender belum melebihi Rp1.320.000,00 (satu
juta tiga ratus dua puluh ribu rupiah)
3. 50% (lima puluh persen) dari jumlah penghasilan bruto, yang berlaku bagi
tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas
4. Jumlah penghasilan bruto, yang berlaku bagi penerima penghasilan selain
penerima peghasilan nomor 1, 2, dan 3.

Anda mungkin juga menyukai