Anda di halaman 1dari 67

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

1. Sistem Pengendalian Internal

a. Pengertian Sistem Pengendalian Internal

Berkaitan dengan pengertian sistem pengendalian internal,

menurut Sujarweni (2015: 69) sistem pengendalian internal adalah suatu

sistem yang dibuat untuk memberi jaminan keamanan bagi unsur-unsur

yang ada dalam perusahaan. Pengendalian internal diharapkan dapat

melindungi kekayaan perusahaan yang diakibatkan dari pencurian,

penggelapan keuangan oleh karyawan, penyalahgunaan, atau penempatan

aktiva pada lokasi yang tidak tepat, dan lain sebagainya.

Menurut Mulyadi (2016: 163) bahwa sistem pengendalian

internal meliputi struktur organisasi, metode dan ukuran-ukuran yang

dikoordinasikan untuk menjaga kekayaan organisasi, mengecek ketelitian

yang keandalan data akuntansi, mendorong efisiensi dan mendorong

dipatuhinya kebijaksanaan manajemen.

Definisi sistem pengendalian internal tersebut menekankan tujuan

yang hendak dicapai, dan bukan pada unsur-unsur yang membentuk

sistem tersebut. Dengan demikian, pengertian sistem pengendalian

internal tersebut di atas berlaku baik dalam perusahaan yang mengolah

informasinya secara manual, dengan mesin pembukuan, maupun dengan

komputer.

18
19

Menurut Hery (2017: 159), disampaikan bahwa pengertian

pengendalian internal adalah seperangkat kebijakan dan prosedur untuk

melindungi aset atau kekayaan perusahaan dari segala bentuk tindakan

penyalahgunaan, menjamin tersedianya informasi akuntansi perusahaan

yang akurat, serta memastikan bahwa semua ketentuan (peraturan)

hukum/undang-undang serta kebijakan manajemen telah dipatuhi atau

dijalankan sebagaimana mestinya oleh seluruh karyawan perusahaan.

Ketentuan yang dimaksudkan meliputi peraturan di bidang perpajakan,

pasar modal, hukum bisnis, undang-undang anti korupsi dan sebagainya.

Demikian juga pengendalian internal dilakukan untuk memantau apakah

kegiatan operasional maupun finansial perusahaan telah berjalan sesuai

prosedur dan kebijakan yang telah ditetapkan manajemen.

Berdasarkan beberapa uraian para ahli di atas, dapat disimpulkan

bahwa sistem pengendalian internal merupakan seperangkat kebijakan

dan prosedur yang saling berhubungan dan terkoordinasi untuk

melindungi aset perusahaan dari segala bentuk tindakan penyalahgunaan,

menjamin tersedianya informasi akuntansi perusahaan yang akurat, serta

memastikan bahwa semua ketentuan (peraturan) hukum atau undang-

undang serta kebijakan manajemen telah dipatuhi atau dijalankan

sebagaimana mestinya oleh seluruh karyawan.

b. Unsur-Unsur Sistem Pengendalian Internal

Mulyadi (2016: 164) mengungkapkan bahwa unsur pokok dalam

sistem pengendalian internal adalah sebagai berikut ini:


20

1) Struktur organisasi yang memisahkan tanggung jawab fungsional

secara tegas

Struktur organisasi merupakan rerangka (framework) pembagian

tanggung jawab fungsional kepada unit-unit organisasi yang dibentuk

untuk melaksanakan kegiatankegiatan pokok perusahaan. Pembagian

tanggung jawab fungsional dalam organisasi ini didasarkan pada

prinsip-prinsip berikut ini.

a) Harus dipisahkan fungsi-fungsi operasi dan penyimpanan dari

fungsi akuntansi.

b) Suatu fungsi tidak boleh diberi tanggung jawab penuh untuk

melaksanakan semua tahap suatu transaksi.

2) Sistem wewenang dan prosedur pencatatan yang memberikan

perlindungan yang cukup terhadap kekayaan, utang, pendapatan dan

biaya

Setiap transaksi hanya terjadi atas dasar otorisasi dari pejabat yang

memiliki wewenang untuk menyetujui terjadinya transaksi tersebut.

Oleh karena itu, dalam organisasi harus dibuat sistem yang mengatur

pembagian wewenang untuk otorisasi atas terlaksananya setiap

transaksi.

3) Praktik yang sehat dalam melaksanakan tugas dan fungsi setiap unit

organisasi

Pembagian tanggung jawab fungsional dan sistem wewenang dan

prosedur pencatatan yang telah ditetapkan tidak akan terlaksana


21

dengan baik jika tidak diciptakan cara-cara untuk menjamin praktek

yang sehat dalam pelaksanaannya. Adapun cara-cara yang umumnya

ditempuh oleh perusahaan dalam menciptakan praktek yang sehat

adalah sebagai berikut ini:

a) Penggunaan formulir bernomor urut tercetak yang pemakaiannya

harus dipertanggungjawabkan oleh yang berwenang.

b) Pemeriksaan mendadak (surprised audit).

c) Setiap transaksi tidak boleh dilaksanakan dari awal sampai akhir

oleh satu orang atau satu unit organisasi, tanpa campur tangan dari

orang atau unit organisasi lain.

d) Perputaran jabatan (job rotation).

e) Keharusan pengambilan cuti bagi karyawan yang berhak.

f) Secara periodik diadakan pencocokan fisik kekayaan dengan

catatannya.

g) Pembentukan unit organisasi yang bertugas untuk mengecek

efektifitas unsur-unsur sistem pengendalian internal yang lain.

4) Karyawan yang mutunya sesuai dengan tanggung jawabnya.

Karyawan yang kompeten dan jujur dalam bidang yang menjadi

tanggung jawabnya dapat melaksanakan pekerjaannya dengan efektif

dan efisien.

Menurut Hery (2017: 162-169) untuk mengamankan asset dan

meningkatkan keakuratan serta keandalan catatan (informasi) akuntansi

biasanya perusahaan menerapkan 5 prinsip pengendalian internal, yaitu


22

penetapan tanggung jawab, pemisahan tugas, dokumentasi, pengendalian

fisik, mekanik, dan elektronik, serta pengecekan independen atau

verifikasi internal. Adapun prinsip-prinsip tersebut dapat dijabarkan

sebagai berikut:

1) Penetapan tanggung jawab

Penetapan tanggung jawab disini agar masing-masing karyawan dapat

bekerja sesuai dengan tugas-tugas tertentu (secara spesifik) yang telah

dipercayakan kepadanya. Pengendalian atas pekerjaan tertentu akan

menjadi lebih efektif jika hanya ada satu orang saja yang bertanggung

jawab atas sebuah tugas/pekerjaan tertentu tersebut.

2) Pemisahan tugas

Pemisahan tugas disini maksudnya adalah pemisahan fungsi atau

pembagian kerja. Ada 2 bentuk yang paling umum dari penerapan

prinsip pemisahan tugas ini, yaitu: pekerjaan yang berbeda seharusnya

dikerjakan oleh karyawan yang berbeda pula, harus adanya pemisahan

tugas antara karyawan yang menangani pekerjaan pencatatan aktiva

dengan karyawan yang menangani langsung aktiva secara fisik

(operasional).

3) Dokumentasi

Dokumen dan catatan merupakan objek fisik dimana transaksi akan

dicantumkan serta diikhtisarkan. Dokumen yang memadai sangat

penting untuk mencatat transaksi dan mengendalikan aktiva.

Dokumen memberikan bukti bahwa transaksi bisnis atau peristiwa


23

ekonomi telah terjadi. Dengan membubuhkan dan memberikan tanda

tangan ke dalam dokumen, orang yang bertanggung jawab atas

terjadinya sebuah transaksi atau peristiwa dapat diidentifikasi dengan

mudah. Dokumentasi atas transaksi seharusnya dibuat ketika transaksi

terjadi.

4) Pengendalian fisik, mekanik, dan elektronik

Untuk menyelengarakan pengendalian internal yang memadai, aktiva

dan catatan harus dilindungi. Jika tidak diamankan sebagaimana

mestinya, aktiva akan dicuri, diselewengkan, atau disalahgunakan.

5) Pengecekan independen atau verifikasi internal

Kebanyakan sistem pengendalian internal memberikan pengecekan

independen. Kebutuhan akan pengecekan independen muncul karena

pengendalian internal cenderung berubah sepanjang waktu, kecuali

sering dilakukan penelaahan. Personel sangat mungkin lupa atau tidak

sengaja tidak mengikuti prosedur, atau mereka menjadi sembrono

kecuali jika ada seseorang yang mengawasi dan mengevaluasi

pekerjaan mereka. Tanpa mempertimbangkan kualitas pengendalian,

para personel dapat melakukan kesalahan atau melakukan kecurangan.

Mengacu pada kedua pendapat di atas, unsur-unsur dari

pengendalian internal pada penelitian ini meliputi: penetapan tanggung

jawab, pemisahan tugas, praktik yang sehat dalam melaksanakan tugas

dan fungsi setiap unit organisasi, dokumentasi, pengendalian fisik,


24

mekanik, dan elektronik, serta pengecekan independen atau verifikasi

internal.

c. Prinsip-Prinsip Sistem Pengendalian Internal

Romney dan Steinbart (2015: 242-249) mengemukakan bahwa

pada dasarnya pengendalian dilakukan dalam kategori-kategori prosedur

sebagai berikut:

1) Otorisasi transaksi dan aktivitas yang tepat

Para pegawai yang memproses transaksi harus memverifikasi adanya

otorisasi yang sesuai. Pada auditor meninjau transaksi untuk

memverifikasi otorisasi yang tepat, seperti ketiadaan transaksi-

transaksi yang mengindikasikan sebuah masalah pengendalian yang

mungkin terjadi.

2) Pemisahan tugas

Pengendalian internal yang baik mensyaratkan tidak ada satu pegawai

pun yang diberi terlalu banyak tanggung jawab atas transaksi atau

proses bisnis. Seorang pegawai tidak boleh berada di sebuah posisi

untuk melakukan dan menyamarkan penipuan. Pemisahan tugas

dibahas dalam dua sesi terpisah, yaitu pemisahan tugas akuntansi dan

pemisahan tugas sistem.

3) Pengembangan proyek dan pengendalian akuisisi (perolehan)

Perusahaan-perusahaan yang menggunakan sistem integrator untuk

mengelola sebuah upaya pengembangan sistem sebaiknya

menggunakan proses dan pengendalian manajemen proyek yang sama


25

dengan proyek internal. Selain itu, perusahaan harus melakukan hal

sebagai berikut: mengembangkan spesifikasi yang jelas dan

mengawasi proyek.

4) Mengubah pengendalian manajemen

Organisasi memodifikasi sistem yang berjalan untuk merefleksikan

praktik-praktik bisnis baru dan untuk memanfaatkan penguasaan

teknologi informasi. Mereka yang bertugas untuk perubahan harus

memastikan bahwa mereka tidak memperkenalkan kesalahan sehingga

memfasilitasi penipuan.

5) Mendesain dan menggunakan dokumen dan catatan

Desain dan penggunaan dokumen elektronik dan kertas yang sesuai

dapat membantu memastikan pencatatan yang akurat serta lengkap

dari seluruh data transaksi yang relevan. Bentuk dan isinya harus

sesederhana mungkin, meminimalkan kesalahan, dan memfasilitasi

tinjauan serta verifikasi. Dokumen yang mengawali sebuah transaksi

harus menyediakan sebuah ruang untuk otorisasi. Dikumen harus

dinomori secara urut, sehingga masing-masing dapat dibukukan.

6) Pengamanan aset, catatan, dan data

Para pegawai merupakan risiko keamanan yang lebih besar

dibandingkan orang luar. Sebuah perusahaan harus melindungi kas

dan set fisik beserta informasinya.


26

7) Pengecekan kinerja yang independen

Pengecekan kinerja yang independen dilakukan oleh seseorang, tetapi

bukan merupakan orang yang melakukan operasi aslinya, membantu

memastikan bahwa transaksi diproses dengan tepat.

Sujarweni (2015: 74-75) menguraikan kegiatan-kegiatan

pengendalian internal yang efektif dan efisien sebagai berikut:

1) Pemberian otorisasi dan atas transaksi dan kegiatan

Otorisasi adalah pemberian sebagian kekuasaan manajemen kepada

karyawan untuk melakukan kegiatan dan mengambil keputusan. Hal

ini dapat dilakukan karena manajemen tidak akan mampu membuat

semua keputusan dan menjalankan semua kegiatan dalam perusahaan.

2) Pembagian tugas dan tanggung jawab

Salah satu prinsip pengendalian internal yang harus diperhatikan

manajemen adalah pembagian tugas dan tanggung jawab. Tidak ada

satu karyawan atau satu bagian pun yang dapat menyelesaikan suatu

transaksi tanpa campur tanggan pihak lain.

3) Dokumen yang akan digunakan sebaiknya dirancang terlebih dahulu

Perancangan dan penggunaan dokumen dan catatan yang baik

Transaksi yang terjadi didalam perusahaan jumlahnya sangat banyak

dan semuanya dicatat melalui dokumen (baik dokumen yang

berbentuk fisik maupun berbentuk non fisik).


27

4) Perlindungan yang cukup ketat terhadap kekayaan dan catatan

perusahaan

Kekayaan dan catatan perusahaan harus dilindungi dengan baik

perlindungan yang dapat dilakukan oleh perusahaan, agar tidak terjadi

pencurian, penggunaan otorisasi dan perusakan yang ada

diperusahaan.

5) Pemeriksaan terhadap kinerja perusahaan

Pemeriksaan kinerja ini dapat dilakukan dengan salah satu langkah

sebagai berikut: (1) membuat rekonsiliasi/pencocokan antara vatatan

perusahaan dengan bank maupun membuat rekonsiliasi antara dua

catatan yang terpisah atau berbeda mengenai suatu rekening, (2)

melakukan stok opname, yaitu mencocokkan jumlah unit persediaan

di gudang dengan catatan persediaan, (3) menyelenggarakan double

entry bookkeeping, yaitu metode pencatatan yang selalu melibatkan

setidak-tidaknya dua rekening untuk mencatat satu transaksi, dan (4)

menjumlahkan berbahai hitungan dengan cara batch totals, yaitu

penjumlahan dari atas ke bawah.

Menurut Hery (2017: 162-169) untuk mengamankan asset dan

meningkatkan keakuratan serta keandalan catatan (informasi) akuntansi

biasanya perusahaan menerapkan 5 prinsip pengendalian internal, yaitu

penetapan tanggung jawab, pemisahan tugas, dokumentasi, pengendalian

fisik, mekanik, dan elektronik, serta pengecekan independen atau


28

verifikasi internal. Adapun prinsip-prinsip tersebut dapat dijabarkan

sebagai berikut:

1) Penetapan tanggung jawab

Penetapan tanggung jawab disini agar masing-masing karyawan dapat

bekerja sesuai dengan tugas-tugas tertentu (secara spesifik) yang telah

dipercayakan kepadanya. Pengendalian atas pekerjaan tertentu akan

menjadi lebih efektif jika hanya ada satu orang saja yang bertanggung

jawab atas sebuah tugas/pekerjaan tertentu tersebut.

2) Pemisahan tugas

Pemisahan tugas disini maksudnya adalah pemisahan fungsi atau

pembagian kerja. Ada 2 bentuk yang paling umum dari penerapan

prinsip pemisahan tugas ini, yaitu: pekerjaan yang berbeda seharusnya

dikerjakan oleh karyawan yang berbeda pula, harus adanya pemisahan

tugas antara karyawan yang menangani pekerjaan pencatatan aktiva

dengan karyawan yang menangani langsung aktiva secara fisik

(operasional).

3) Dokumentasi

Dokumen dan catatan merupakan objek fisik dimana transaksi akan

dicantumkan serta diikhtisarkan. Dokumen yang memadai sangat

penting untuk mencatat transaksi dan mengendalikan aktiva.

Dokumen memberikan bukti bahwa transaksi bisnis atau peristiwa

ekonomi telah terjadi. Dengan membubuhkan dan memberikan tanda

tangan ke dalam dokumen, orang yang bertanggung jawab atas


29

terjadinya sebuah transaksi atau peristiwa dapat diidentifikasi dengan

mudah. Dokumentasi atas transaksi seharusnya dibuat ketika transaksi

terjadi.

4) Pengendalian fisik, mekanik, dan elektronik

Untuk menyelengarakan pengendalian internal yang memadai, aktiva

dan catatan harus dilindungi. Jika tidak diamankan sebagaimana

mestinya, aktiva akan dicuri, diselewengkan, atau disalahgunakan.

5) Pengecekan independen atau verifikasi internal

Kebanyakan sistem pengendalian internal memberikan pengecekan

independen. Kebutuhan akan pengecekan independen muncul karena

pengendalian internal cenderung berubah sepanjang waktu, kecuali

sering dilakukan penelaahan. Personel sangat mungkin lupa atau tidak

sengaja tidak mengikuti prosedur, atau mereka menjadi sembrono

kecuali jika ada seseorang yang mengawasi dan mengevaluasi

pekerjaan mereka. Tanpa mempertimbangkan kualitas pengendalian,

para personel dapat melakukan kesalahan atau melakukan kecurangan.

Berkaitan dengan prinsip-prinsip di atas, maka dapat

dikemukakan bahwa pada dasarnya sistem pengendalian internal

memfokuskan pada upaya-upaya pemberian otorisasi dan atas transaksi

dan kegiatan, pembagian tugas dan tanggung jawab pihak pelaksana,

dokumen yang akan digunakan sebaiknya dirancang terlebih dahulu,

perlindungan yang cukup ketat terhadap kekayaan dan catatan

perusahaan, serta adanya emeriksaan terhadap kinerja perusahaan.


30

d. Tujuan Sistem Pengendalian Internal

Menurut Sujarweni (2015: 69) tujuan perusahaan membuat sistem

pengendalian internal adalah:

1) Untuk menjaga kekayaan organisasi

2) Untuk menjaga keakuratan laporan keuangan perusahaan

3) Untuk menjaga kelancaran operasi perusahaan

4) Untuk menjaga kedisiplinan dipatuhinya kebijakan manajemen

5) Agar semua lapisan yang ada di perusahaan tunduk pada hukum dan

aturan yang sudah ditetapkan di perusahaan.

Sistem pengendalian internal dibuat untuk memberi jaminan kemanan

bagi unsur-unsur yang ada dalam perusahaan. Tujuan pengendalian

internal diharapkan dapat melindungi kekayaan perusahaan dari

pencurian, penggelapan keuangan oleh karyawan, penyalahgunaan, atau

penempatan aktiva pada lokasi yang tidak tepat. Untuk mencapai tujuan-

tujuan tersebut, manajemen harus membentuk organisasi yang tetap,

sistem otorisasi dan prosedur serta praktek-praktek yang sehat dan

penempatan personil atau pegawai yang tepat sesuai dengan jabatannya.

Mulyadi (2016: 163) menyatakan bahwa tujuan pengendalian

internal adalah sebagai berikut:

1) Menjaga kekayaan organisasi

Struktur pengendalian internal yang baik akan mampu mengurangi

kemungkinan penyalahgunaan, pencurian dan kecurangan-kecurangan

lain yang dapat timbul terhadap aktivitas perusahaan.


31

2) Mengecek ketelitian dan keandalan data akuntansi

Manajemen mempunyai kepentingan terhadap informasi keuangan

yang teliti dan dapat diandalkan. Informasi akuntansi digunakan oleh

manajemen sebagai dasar pengambilan keputusan, karena data

akuntansi mencerminkan perubahan kekayaan perusahaan, maka

ketelitian dan keandalan data akuntansi merefleksikan

pertanggungjawaban penggunaan kekayaan perusahaan.

3) Mendorong efisiensi

Pengendalian dalam sebuah organisasi adalah alat untuk mencegah

kegiatan pemborosan yang tidak perlu dalam segala aspek usaha untuk

mengurangi penggunaan sumber data yang tidak efisien.

4) Mendorong dipatuhinya kebijakan manajemen

Untuk mencapai tujuan perusahaan, manajemen menetapkan

kebijakan-kebijakan dan prosedur-prosedur. Struktur pengendalian

internal dirancang untuk memberikan keyakinan yang memadai

bahwa kebijakan serta prosedur yang ditetapkan perusahaan akan

dipatuhi oleh seluruh karyawan.

Point 1) dan 2) dari tujuan di atas merupakan pengendalian

internal akuntansi yang dapat dipandang sebagai sistem pengendalian

internal. Sedangkan point 3) dan 4)merupakan pengendalian internal

administratif yang diimplementasikan melalui pengendalian operasional

dan sistem pengendalian manajemen.


32

Tujuan dari pengendalian internal tidak lain adalah untuk

memberikan jaminan yang memadai bahwa (Hery, 2017: 160):

1) Aset yang dimiliki oleh perusahaan telah diamankan sebagaimana

mestinya dan hanya digunakan untuk kepentingan perusahaan semata,

bukan untuk kepentingan individu (perorangan) oknum karyawan

tertentu. Dengan demikian, pengendalian internal diterapkan agar

supaya seluruh aset perusahaan dapat terlindungi dengan baik dari

tindakan penyelewengan, pencurian, dan penyalahgunaan, yang tidak

sesuai dengan wewenangnya dan kepentingan perusahaan.

2) Informasi akuntansi perusahaan tersedia secara akurat dan dapat

diandalkan. Ini dilakukan dengan cara memperkecil resiko baik atas

salah saji laporan keuangan yang disengaja (kecurangan) maupun

yang tidak disengaja (kelalaian).

3) Karyawan telah mentaati hukum dan peraturan.

Berdasarkan dari tujuan struktur pengendalian internal tersebut

diharapkan bahwa struktur pengendalian internal dapat memberikan

keyakinan mengenai pelaporan keuangan baik segala pihak yang

menggunakannya, selain itu juga pengendalian internal diharapkan dapat

meyakinkan dan menjamin atas terlaksananya kegiatan perusahaan akan

semakin kecil dan aktivitas perusahaan berjalan dengan baik, sehingga

tujuan perusahaan dapat tercapai, selain itu tujuan pengendalian internal

diharapkan dapat memberikan keyakinan kepada seluruh pihak bahwa


33

perusahaan telah melakukan aktivitasnya sesuai dengan hukum yang

berlaku di Indonesia.

5) Fungsi Sistem Pengendalian Internal

Pengendalian internal sebagai bentuk pengawasan berdasarkan

kegiatannya dibagi menjadi tiga, yaitu (Sujarweni, 2015: 77):

1) Pengawasan preventif

Pengawasan yang dilakukan untuk mencegah terjadinya kesalahan dan

penyelewengan. Misalnya menggunakan password dan software

akuntansi dan memasang CCTV.

2) Pengawasan detektif

Jika sudah menemukan adanya kesalahan dan penyelewengan maka

pengawasan detektif perlu dilakukan. Contoh: jika ditemukan

kejanggalan pada laporan keuangan segera melakukan pengawasan

detektif.

3) Pengawasan korektif

Pengawasan yang dilakukan untuk mengoreksi kesalahan. Contoh:

mengadakan pengawasan pada catatan penggolongan rekening-

rekening, apakah sudah tepat atau belum menggolongkannya, kalau

belum tepat perlu dikoreksi.

Menurut Romney dan Steinbart (2015: 226-227) pengendalian

internal melaksanakan tiga fungsi penting, yaitu pengendalian preventif

(preventive control), pengendalian detektif (detective control), dan


34

pengendalian korektif (corrective control). Masing-masing fungsi dapat

diuraikan sebagai berikut:

1) Pengendalian preventif (preventive control) mencegah timbulnya

suatu masalah sebelum masalah muncul. Contohnya seperti

mempekerjakan personil akuntansi yang ebrkualitas tinggi, pemisahan

tugas pegawai yang memadai, dan secara efektif mengendalikan akses

fisik atas aset, fasilitas, dan informasi.

2) Pengendalian detektif (detective control) dibutuhkan untuk

mengungkap masalah, begitu masalah tersebut muncul. Contohnya

seperti pemeriksaan salinan atas perhitungan, mempersiapkan

rekonsiliasi bank, dan neraca saldo setiap bulan.

3) Pengendalian korektif (corrective control) memecahkan masalah yang

ditemukan oleh pengendalian untuk pemeriksaan. Contohnya

pemeliharaan cadangan salinan (backup copies) atas transaksi dari file

utama, dan mengikuti prosedur untuk memperbaiki kesalahan

memasukkan data.

Menurut Hery (2017: 160-162) berikut ini contoh utama yang

memerlukan pengendalian internal secara baik di suatu perusahaan:

1) Pengupahan dan penggajian: pengendalian internal dijalankan dengan

tujuan untuk memastikan bahwa uang kas perusahaan dikeluarkan

memang untuk membayar karyawan yang sah, yang sesuai tarif

upah/gaji yang berlaku dan jumlah jam kerja aktual karyawan.


35

Pengendalian internal disini juga diperlukan untuk menghindari

terjadinya karyawan fiktif.

2) Pemesanan dan pembelian barang: pengendalian internal dijalankan

dengan tujuan untuk memastikan bahwa pemesanan dan pembelian

barang memang telah dilakukan sesuai degan prosedur. Barang yang

dipesan dan yang dibeli sesuai dengan spesifikasi kebutuhan

perusahaan serta telah mendapatkan otorisasi (persetujuan) yang layak

dari pejabat yang berwenang, termasuk tersedianya secara lengkap

dokumen pendukung transaksi. Pengendalian internal disini juga

dibutuhkan untuk menghindari terjadinya penggelapan/

penyelewengan oleh oknum karyawan tertentu atas besarnya potongan

pembelian yang diperoleh dari supplier.

3) Pengiriman dan penjualan barang dagangan: pengendalian internal

dijalankan dengan tujuan untuk memastikan bahwa pengiriman dan

penjualan barang dagangan memang telah dilakukan sesuai dengan

prosedur.Barang yang dikirim dan yang dijual sesuai dengan

spesifikasi pesanan pelanggan serta telah mendapatkan otorisasi dari

pejabat yang berwenang, termasuk tersedianya dokumen pendukung

transaksi. Pengendalian internal disini juga dibutuhkan untuk

menghindari penjualan fiktif.

4) Penerimaan dan pembayaran kas: pengendalian internal dijalankan

dengan tujuan untuk memastikan bahwa kas telah diterima dengan

baik/semestinya oleh perusahaan, serta memastikan bahwa


36

pengeluaran kas hanya dilakukan untuk membayar beban perusahaan

yang telah diotorisasi oleh pejabat yang berwenang, serta menghindari

terjadinya pembayaran berganda.

5) Penyimpanan barang di gudang: pengendalian internal dijalankan

dengan tujuan untuk memastikan bahwa barang telah aman tersimpan

di gudang.

6) Penanganan atas aset tetap: pengendalian internal dijalankan dengan

tujuan untuk memastikan bahwa aset tetap yang dimiliki oleh

perusahaan telah digunakan sebagaimana mestinya dan hanya untuk

menunjang kegiatan operasional perusahaan sehari-hari. Dalam hal

ini, inventarisasi atas aset tetap perlu dilakukan agar supaya

keberadaan aset tetap ini secara fisik dapat diawasi dengan mudah dan

seksama.

7) dan lain-lain.

Berdasarkan uraian tentang fungsi-fungsi sistem pengendalian

internal di atas, maka dalam penelitian ini dapat dinyatakan bahwa sistem

pengendalian internal dapat digunakan untuk melakukan pengawasan

pada pemesanan dan pembelian barang. Pengendalian internal dijalankan

dengan tujuan untuk memastikan bahwa pemesanan dan pembelian

barang memang telah dilakukan sesuai degan prosedur. Selain itu, sistem

pengendalian internal juga dapat digungsikan untuk mengawasi bagian

penyimpanan barang di gudang. Pengendalian internal dijalankan dengan

tujuan untuk memastikan bahwa barang telah aman tersimpan di gudang.


37

2. Bahan Baku

Evaluasi pada penelitian ini difokuskan terhadap sistem

pengendalian internal bahan baku pada perusahaan. Berkaitan dengan sistem

pengendalian internal bahan baku, maka terdapat beberapa fungsi akuntansi

yang berkaitan dengan bahan baku, yaitu pembelian dan persediaan bahan

baku.

a. Pengertian Bahan Baku

Menurut Daljono (2011: 15) menyatakan bahwa: bahan baku

(direct material) adalah bahan mentah yang digunankan untuk

memproduksi barang jadi yang secara fisik dapat diidentifikasikan pada

barang jadi. Menurut Martani, dkk. (2012: 246) menyatakan bahwa:

persediaan bahan baku (raw material inventory) yang merupakan bahan

ataupun perlengkapan yang akan digunakan dalam proses produksi.

Menurut Nafarin (2015:202) bahwa: bahan baku adalah bahan

utama atau bahan pokok dan merupakan komponen utama dari suatu

produk. Mulyadi (2016: 275) menyatakan bahwa bahan baku merupakan

bahan yang membentuk bagian menyeluruh produk jadi.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka dapat disimpulkan

bahwa bahan baku merupakan bahan yang utama didalam melakukan

proses produksi sampai menjadi barang jadi. Bahan baku meliputi semua

barang dan bahan yang dimiliki perusahaan dan digunakan untuk proses

produksi.
38

b. Pembelian Bahan Baku

1) Deskripsi Kegiatan Pembelian Bahan Baku

Menurut Romney dan Steinbart (2015: 413) sistem pembelian

ialah permintaan untuk membeli barang yang dipicu oleh fungsi

pengendalian persediaan atau karyawan yang memberitahukan

kekurangan jumlah bahan baku. Kebutuhan membeli barang sering

mengakibatkan timbulnya permintaan pembelian. Tiga aktivitas dasar

bisnis dalam sistem pembelian, yaitu: 1) Memesan barang,

2) Menerima dan menyimpan barang, 3) Membayar barang.

Sistem pembelian digunakan dalam perusahaan untuk

pengadaan barang yang diperlukan oleh perusahaan. Transaksi

pembelian dapat digolongkan menjadi dua, yaitu pembelian lokal dan

impor (Mulyadi, 2016: 243). Pembelian lokal adalah pembelian dari

pemasok dalam negeri, sedangkan impor adalah pembelian dari

pemasok luar negeri.

Pembelian dalam penelitian ini merupakan pembelian bahan

baku yang digunakan untuk setiap produksi yang dijalankan

perusahaan. Pembelian bahan baku dilakukan perusahaan karena

perusahaan tidak memiliki sumber bahan baku sendiri, sehingga harus

membeli atau mendatangkan dari pihak lain.


39

2) Fungsi yang Terkait dengan Pembelian

Fungsi yang terkait dalam sistem pembelian menurut Mulyadi

(2016: 244) adalah:

a) Fungsi Gudang

Dalam sistem akuntansi pembelian, fungsi gudang bertanggung

jawab untuk mengajukan permintaan pembelian sesuai dengan

posisi persediaan yang ada di gudang dan untuk menyimpan barang

yang telah diterima oleh fungsi penerimaan.

b) Fungsi Pembelian

Fungsi pembelian bertanggung jawab untuk memperoleh informasi

mengenai harga barang, menentukan pemasok yang dipilih dalam

pengadaan barang dan mengeluarkan order pembelian barang.

c) Fungsi Penerimaan

Dalam sistem akuntansi pembelian, fungsi ini bertanggung jawab

untuk melakukan pemeriksaan terhadap jenis, mutu, dan kuantitas

barang yang diterima dari pemasok guna menentukan dapat atau

tidaknya barang tersebut diterima oleh perusahaan.

d) Fungsi Akuntansi

Fungsi akuntansi yang terkait dalam transaksi pembelian adalah

fungsi pencatat utang yang bertanggung jawab untuk mencatat

transaksi pembelian ke dalam register bukti kas keluar dan untuk

menyelenggarakan arsip dokumen sumber yang berfungsi sebagai

catatan utang, atau menyelenggarakan kartu utang sebagai buku


40

pembantu utang serta fungsi pencatat persediaan yang bertanggung

jawab untuk mencatat harga pokok persediaan barang yang dibeli

ke dalam kartu persediaan.

3) Prosedur yang Membentuk Sistem Akuntansi Pembelian

Menurut Mulyadi (2016: 304), terdapat enam prosedur dalam

sistem akuntansi pembelian, sebagai berikut:

a) Prosedur Permintaan Barang

Dalam prosedur ini fungsi gudang mengajukan permintaan

pembelian dalam formulir surat permintaan pembelian kepada

fungsi pembelian. Jika barang tidak disimpan di gudang, misalnya

untuk barang-barang yang langsung pakai, fungsi yang memakai

barang mengajukan permintaan pembelian langsung ke fungsi

pembelian dengan menggunakan surat permintaan pembelian.

b) Prosedur Permintaan Penawaran Harga dan Pemilihan Pemasok

Dalam prosedur ini, pembelian mengirimkan surat permintaan

penawaran harga kepada para pemasok untuk memperoleh

informasi mengenai harga barang dan berbagai syarat pembelian

yang lain, untuk memungkinkan pemilihan pemasok yang akan

ditunjuk sebagai pemasok barang yang diperlukan oleh perusahaan.

c) Prosedur Order Pembelian

Dalam prosedur ini fungsi pembelian mengirim surat order

pembelian kepada pemasok yang dipilih dan memberitahukan

kepada unit-unit organisasi lain dalam perusahaan (misalnya fungsi


41

penerimaan, fungsi yang meminta barang, dan fungsi pencatat

utang) mengenai order pembelian yang sudah dikeluarkan oleh

perusahaan.

d) Prosedur Penerimaan Barang

Dalam prosedur ini fungsi penerimaan melakukan pemeriksaan

mengenai jenis, kuantitas, dan mutu barang yang diterima dari

pemasok, dan kemudian membuat laporan penerimaan barang

untuk menyatakan penerimaan barang dari pemasok tersebut.

e) Prosedur Pencatatan Utang

Dalam prosedur ini fungsi akuntansi memeriksa dokumen-

dokumen yang berhubungan dengan pembelian (surat order

pembelian, laporan penerimaan barang, dan faktur dari pemasok)

dan menyelenggarakan pencatatan utang atau mengarsipkan

dokumen sumber sebagai catatan utang.

f) Prosedur Distribusi Pembelian

Prosedur ini meliputi distribusi rekening yang didebit dari transaksi

pembelian untuk kepentingan pembuatan laporan manajemen.

4) Dokumen yang Digunakan

Menurut Mulyadi (2016: 303), dokumen yang digunakan

dalam sistem akuntansi pembelian adalah:

a) Surat Permintaan Pembelian

Dokumen ini merupakan formulir yang diisi oleh fungsi gudang

atau fungsi pemakaian barang untuk meminta fungsi pembelian


42

melakukan pembelian barang dengan jumlah, jenis, mutu seperti

yang tersebut dalam surat permintaan pembelian. Surat ini biasanya

dibuat dua lembar untuk setiap permintaan, satu lembar untuk

fungsi pembelian dan tembusannya untuk arsip fungsi yang

meminta barang.

b) Surat Permintaan Penawaran Harga

Dokumen ini digunakan untuk meminta penawaran harga bagi

barang yang pengadaannya tidak bersifat berulang kali terjadi

(tidak repetitive) yang menyangkut jumlah Rupiah pembelian yang

besar.

c) Surat Order Pembelian

Dokumen ini digunakan untuk memesan barang kepada pemasok

yang dipilih.

d) Laporan Penerimaan Barang

Dokumen ini dibuat oleh fungsi penerimaan untuk

menunjukanbahwa barang yang diterima dari pemasok telah

memenuhi jenis, spesifikasi, mutu, dan kuantitas seperti yang

tercantum dalam surat order pembelian.

e) Surat Perubahan Order Pembelian

Kadangkala diperlukan perubahan terhadap isi surat order

pembelian yang sebelumnya telah diterbitkan. Perubahan tersebut

dapat berupa perubahan kuantitas, jadwal penyerahan barang,


43

spesifikasi, penggantian (substitusi) atau hal lain yang

bersangkutan dengan perubahan desain atau bisnis.

5) Catatan Akuntansi yang Digunakan

Catatan akuntansi yang digunakan untuk mencatat transaksi

pembelian menurut Mulyadi (2016: 308) adalah:

a) Register Bukti Kas Keluar (voucher register)

Jika dalam pencatatan utang perusahaan menggunakan voucher

payable procedure, jurnal yang digunakan untuk mencatat transaksi

pembelian adalah register bukti kas keluar.

b) Jurnal Pembelian

Jika dalam pencatatan utang perusahaan menggunakan account

payable procedure, jurnal yang digunakan untuk mencatat transaksi

pembelian adalah jurnal pembelian

c) Kartu Hutang

Jika dalam pencatatan hutang, perusahaan menggunakan account

payable procedure, buku pembantu yang digunakan untuk

mencatat utang kepada pemasok adalah kartu hutang.

d) Kartu Persediaan

Dalam sistem akuntansi pembelian, kartu persediaan ini digunakan

untuk mencatat harga pokok persediaan yang dibeli.


44

6) Proses dalam Sistem Akuntansi Pembelian

Jaringan atau bagan prosedur yang membentuk sistem

akuntansi pembelian bahan baku menurut Mulyadi (2016: 311) dapat

digambarkan ke dalam flowchart sebagai berikut:

Bagian Gudang Bagian Pembelian Bagian Penerimaan

Mulai 6 1 5 Dari Pemasok 2

Membuat Laporan 3 Laporan 1 Laporan 1 Surat 2


Surat Penerimaan Penerimaan Penerimaan FAKTUR Order
Permintaan Barang Barang Barang Pembelian
Pembelian

Membuat Menerima
Surat 1 2
Surat Memban- barang
Permintaan Kartu
T Order dingkan dari
Pembelian Gudang
Pembelian pemasok

Membuat
1 Mengirim Laporan
T 4
3 Faktur Penerimaan
Surat 1 2 Barang
Order
Pembelian
LPB SOP 2

FAKTUR 4
3
2
1 1 Laporan 1
Dikirim ke pemasok Penerimaan
Barang
T
7
T

4 5 6

Gambar 2.1
Flowchart Sistem Akuntansi Pembelian

Beberapa prosedur dalam pembelian bahan baku meliputi

beberapa hal sebagai berikut:

a) Prosedur permintaan pembelian

Dalam prosedur ini fungsi gudang mengajukan permintaan

pembelian dalam formulir surat permintaan pembelian kepada

fungsi pembelian. Jika barang tidak disimpang di gudang, misalnya

untuk barang-barang yang langsung pakai, fungsi yang memakai


45

batang mengajukan permintaan pembelian langsung ke fungsi

pembelian dengan menggunakan surat permintaan pembelian.

b) Prosedur permintaan penawaran harga dan pemilihan pemasok

Dalam prosedur ini, fungsi pembelian mengirimpkan surat

permintaan penawaran harga kepada para pemasok untuk

memperoleh informasimengnai harga barang dan berbagai syarat

pembelian yang lain, untuk memungkinkan pemilihan pemasok

yang akan ditunjuk sebagai pemasok barang yang diperlukan oleh

perusahaan.

c) Prosedur order pembelian

Dalam prosedur ini fungsi pembelian mengirim surat order

pembelian kepada pemasok yang akan dipilih dan memberitahukan

kepada unitunit organisasi lain dalam perusahaan (misalnya fungsi

penerimaan, fungsi yang meminta barang, dan fungsi pencatat

utang) mengenai order pembelian yang sudah dikeluarkan oleh

perusahaan.

d) Prosedur penerimaan barang

Dalam prosedur ini fungsi penerimaan melakukan pemeriksaan

mengenai jenis, kuantitas, dan mutu barang yang diterima dari

pemasok, dan kemudian membuat laporan penerimaan barang

untuk menyatakan penerimaan barang dari pemasok tersebut.


46

e) Prosedur pencatatan utang

Dalam prosedur ini fungsi akuntansi memeriksa dokumen-

dokumen yang terkait dengan pembelian (surat order pembelian,

laporan penerimaan barang, dan faktur dari pemasok) dan

menyeleggarakan pencatatan utang atau mengarsipkan dokumen

sumber sebagai catatan utang.

f) Prosedur distribusi pembelian

Prosedur ini meliputi distribusi akun yang didebit dari transaksi

pembelian untuk kepentingan pembuatan laporan manajemen.

7) Unsur Sistem Pengendalian Internal Pembelian

Menurut Mulyadi (2016: 312), unsur pokok pengendalian

internal dalam sistem akuntansi pembelian dirancang untuk mencapai

tujuan pokok pengendalian internal akuntansi. Unsur pokok sistem

pengendalian internal terdiri dari:

a) Organisasi, meliputi:

(1) Fungsi pembelian harus terpisah dari fungsi penerimaan.

(2) Fungsi pembelian harus terpisah dari fungsi akuntansi.

(3) Fungsi penerimaan harus terpisah dari fungsi penyimpanan

barang.

(4) Transaksi pembelian harus dilaksanakan oleh fungsi gudang,

fungsi pembelian, fungsi penerimaan, dan fungsi akuntansi.

Tidak ada transaksi pembelian yang dilaksanakan secara

lengkap oleh hanya satu fungsi tersebut.


47

b) Sistem Otorisasi dan Prosedur Pencatatan

(1) Surat permintaan pembelian diotorisasi oleh fungsi gudang,

untuk barang yang disimpan dalam gudang, atau oleh fungsi

pemakai barang, untuk barang yang langsung pakai.

(2) Surat order pembelian diotorisasi oleh fungsi pembelian atau

pejabat yang lebih tinggi.

(3) Laporan penerimaan barang diotorisasi oleh fungsi

penerimanaan barang.

(4) Bukti kas keluar diotorisasi oleh fungsi akuntansi atau pejabat

yang lebih tinggi.

(5) Pencatatan terjadinya utang didasarkan pada bukti kas keluar

yang didukung dengan surat order pembelian, laporan

penerimaan barang, dan faktur dari pemasok.

(6) Pencatatan ke dalam kartu utang dan register bukti kas keluar

(voucher register) diotorisasi oleh fungsi akuntansi.

c) Praktik yang Sehat

(1) Surat permintaan pembelian bernomor urut tercetak dan

pemakaiannya dipertanggungjawabkan oleh fungsi gudang.

(2) Surat order pembelian bernomor urut tercetak dan

pemakaiannya dipertanggungjawabkan oleh fungsi pembelian.

(3) Laporan penerimaan barang bernomor urut tercetak dan

pemakaiannya dipertanggungjawabkan oleh fungsi

penerimaan.
48

(4) Pemasok dipilih berdasarkan jawaban penawaran harga

bersaing dari berbagai pemasok.

(5) Barang hanya diperiksa dan diterima oleh fungsi penerimaan

jika fungsi ini telah menerima tembuasan surat order

pembelian dari fungsi pembelian.

(6) Fungsi penerimaan melakukan pemeriksaan barang yang

diterima dari pemasok dengan cara menghitung dan

menginspeksi barang tersebut dan membandingkannya dengan

tembusan surat order pembelian.

(7) Terdapat pengeecekan terhadap harga, syarat pembelian, dan

ketelitian perkalian dalam faktur dari pemasok sebelum faktur

tersebut diproses untuk dibayar.

(8) Catatan yang berfungsi sebagai buku pembantu utang secara

periodik direkonsiliasi dengan rekening kontrol utang dalam

buku besar.

(9) Pembayaran faktur dari pemasok dilakukan sesuai dengan

syarat pembayaran guna mencegah hilangnya kesempatan

untuk memperoleh potongan tunai.

(10) Bukti kas keluar beserta dokumen pendukungnya dicap

“LUNAS” oleh fungsi pengeluaran kas setelah cek dikirimkan

kepada pemasok.
49

c. Persediaan Bahan Baku

1) Pengertian Persediaan

Terdapat beberapa pengertian yang telah dikemukakan oleh

para ahli mengenai persediaan. Menurut Giri (2014: 172) bahwa:

persediaan adalah aset yang dimiliki suatu entitas untuk dijual kembali

atau dikonsumsi selama periode tertentu. PSAK No.14

mendefinisikan persediaan sebagai aset yang (a) tersedia untuk dijual

dalam kegiatan usaha biasa; (b) dalam proses produksi untuk

penjualan tersebut; atau (c) dalam bentuk bahan atau perlengkapan

untuk digunakan dalam proses produksi atau pemberian jasa.

Menurut Rudianto dalam Muchson (2017: 47), persediaan

adalah sejumlah barang jadi, bahan baku dan bahan dalam proses yang

dimiliki perusahaan dengan tujuan untuk dijual atau diproses lebih

lanjut. Perusahaan manufaktur yang harus memproses bahan baku

hingga menjadi barang jadi, memiliki tiga jenis persediaan, yaitu

persediaan bahan baku, persediaan barang dalam proses, dan

persediaan barang jadi.

Pengertian persediaan menurut Sugeng (2019: 87) adalah

sejumlah barang seperti dalam bentuk barang dagangan, barang jadi,

barang dalam proses, bahan baku, bahan pembantu, alat tulis kantor,

perlengkapan, dan sejenisnya yang sengaja disediakan di perusahaan

untuk digunakan sewaktu-waktu sesuai kebutuhan dalam rangka

menjaga kelancaran dan keberlanjutan operasional perusahaan.


50

Menurut Mulyadi (2016: 463), dalam perusahaan manufaktur

persediaan terdiri dari: 1) persediaan produk jadi, merupakan produk

yang sudah selesai dikerjakan dalam proses produksi dan menunggu

saat penjualan, 2) persediaan produk dalam proses, merupakan produk

yang sedang dikerjakan (diproses) tetapi pada tanggal neraca produk-

produk tersebut belum selesai dikerjakan untuk dapat dijual (masih

diperlukan pengerjaan lebih lanjut), 3) persediaan bahan baku dan

persediaan bahan penolong, barang yang akan menjadi bagian dari

produk jadi yang dengan mudah dapat diikuti biayanya. Sedangkan

bahan penolong merupakan barang-barang yang juga menjadi bagian

dari produk jadi tetapi jumlahnya relatif kecil atau sulit diikuti

biayanya, 4) persediaan perlengkapan pabrik, dan persediaan suku

cadang, merupakan barang-barang yang mempunyai fungsi

melancarkan proses produksi.

Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan

bahwa persediaan dalam penelitian ini merupakan aset lancar yang

harus tersedia di perusahaan yang akan digunakan dalam proses bisnis

perusahaan sebagai bahan baku, dalam proses produksi maupun

barang jadi.

2) Permasalahan dalam Persediaan

Menurut Eunike, dkk. (2018: 178-181), beberapa

permasalahan yang berkaitan dengan persediaan pada perusahaan

adalah:
51

a) Keputusan jumlah persediaan

Secara mendasar hanya dua keputusan yang dibutuhkan dalam

pengelolaan permintaan independen adalah berapa banyak jumlah

pemesanan dan kapan melakukan pemesanan.

b) Penentuan sistem kinerja persediaan

Kunci dari pengelolaan persediaan adalah penentuan standar

kinerja dari sistem pengendalian persediaan. Pergantian atau

perputaran barang di gudang sering digunakan untuk

membandingkan kinerja perusahaan dalam hal kebijakan

persediaan yang digunakan oleh masing-masing perusahaan.

c) Biaya penyimpanan

Pengelolaan penyimpanan atas persediaan akan berhubungan

dengan biaya yang dikeluarkan untuk jumlah barang, lama

penyimpanan, dan nilai dari barang yang disimpan.

d) Biaya ketika terjadi kekurangan

Biaya ini muncul ketika permintaan lebih banyak dari ketersediaan

produk yang disimpan. Biaya ini lebih sulit untuk diukur daripada

biaya pesan dan biaya penyimpanan.

3) Sistem Informasi Akuntansi Persediaan

Sistem akuntansi persediaan berutujuan untuk mencatat

perubahan tiap jenis persediaan yang di simpang di gudang. Sistem ini

berakaitan dengan sistem penjualan, sistem retur penjualan, sistem


52

pembelian, dan sistem retur pembelian (Mulyadi, 2016: 463).

Terdapat dua macam metode pencatatan persediaan:

a) Metode mutasi persediaan (perpetual inventory method)

Dalam metoder mutasi persediaan stiap mutasi persediaan dicatat

dalam kartu persediaan. Metode mutasi persediaan adalah cocok

digunakan dalam penentuan biaya bahan baku dalam perusahaan

yang harga produknya dikumpulan dengan metode harga pokok

pesanan.

b) Metode persediaan fisik (physical inventory method)

Dalam metode persediaan fisik, hanya tambahan persediaan dari

pembelian saja yang dicatat, sedangkan mutasi berkurangnya

persediaan karena pemkaian tdak dicatat dalam kartu persediaan.

Untuk mengetahui harga pokok persediaan yang dipakai atau

dijual, harus dilakukan penghitungan fisik sisa persediaan yang

masih ada di gudang pada akhir periode akuntansi. Harga pokok

persediaan awal periode ditambah dengan harga pokok persediaan

yang dibeli selama periode dikurangi dengan harga pokok

persediaan pada akhir periode merupakan harga pokok persediaan

yang dipakai selama periode akuntansi yang bersangkutan. Metode

persediaan fisik adalah cocok digunakan dalam penentuan biaya

bahan baku dalam perusahaan yang harga pokok produknya

dikumpulkan dengan metode harga pokok proses.


53

4) Fungsi yang terkait dalam sistem informasi akuntansi persediaan

Menurut Mulyadi (2016: 487) fungsi yang terkait dalam sistem

akuntansi persediaan adalah:

a) Panitia penghitungan fisik persediaan

Berfungsi untuk melaksanakan penghitungan fisik persediaan dan

menyerahkan hasil penghitungan tersebut kepada Bagian Kartu

persediaan untuk digunakan sebagai dasar penyesuaian terhadap

catatan persediaan dalam kartu persediaan. Panitia penghitungan

fisik persediaan terdiri dari pemegang kartu penghitungan fisik,

penghitung, dan pengecek. Pemegang kartu penghitungan fisik

bertugas untuk menyimpan dan mendistribusikan kartu

penghitungan fisik kepada para penghitung, melakukan

pembandingan hasil penghitungan fisik persediaan dalam daftar

hasil penghitungan fisik. Penghitungan bertugas melakukan

penghitungan pertama terhadap persediaan, dan mencatat hasil

penghitungan tersebut ke dalam bagian ke-3 kartu penghitungan

fisik, serta menyobek bagian kartu tersebut untuk diserahkan

kepada pemegang karu penghitungan fisik. Pengecek bertugas

melakukan penghitungan kedua terhadap persediaan, yang telah

dihitung oleh penghitung dan mencatat hasil penghitungannya ke

dalam bagian bagian ke-2 kartu penghitungan fisik.


54

b) Fungsi akuntansi

Fungsi ini bertanggung jawab untuk: (a) mencantumkan harga

pokok satuan persediaan yang dihitung ke dalam daftar hasil

penghitungan fisik, (b) mengkalikan kuantitas dan harga pokok per

satuan yang tercantum dalam daftar hasil penghitungan fisik,

(c) mencantumkan harga pokok total dalam dafatar hasil

penghitungan fisik, (d) melakukan penyesuaian terhadap kartu

persediaan berdasar data hasil penghitungan fisk persediaan, (e)

membuat bukti memorial untuk mencatat penyesuaian data

persediaan dalam jurnal umum berdarkan hasil penghitungan fisik

persediaan.

c) Fungsi gudang

Fungsi gudang bertanggung jawab untuk melakukan penyesuaian

data kuantitas persediaan yang dicatat dalam kartu gudang

berdasarkan hasil penghitungan fisik persediaan. Dokumen sumber

yang digunakan dalam prosedur pencatatan harga pokok persediaan

yang dibeli adalah: laporan penerimaan barang dan bukti kas

keluar. Laporan penerimaan barang digunakan oleh Bagian Gudang

sebagai dasar pencatatan tambahan kuantitas barang dari pembelian

ke dalam kartu gudang. Bukti kas keluar yang dilampiri dengan

laporan penerimaan barang, surat order pembelian, dan faktur dari

pemasok dipakai dalam register bukti kas keluar atau voucher

rester. Bukti kas keluar juga dipakai sebagi dasar pencatatan


55

tambahan kuantitas dan harga pokok persediaan ke dalam kartu

persediaan.

5) Proses dalam Sistem Akuntansi Persediaan

Sistem dan prosedur yang terkait dengan sistem akuntansi

persediaan adalah (Mulyadi, 2016: 488):

a) Prosedur pencatatan produk jadi.

b) Prosedur pencatatan harga okok produk jadi yang dijual.

c) Prosedur pencatatan harga pokok produk jadi yang diterima

kembali dari pembeli.

d) Prosedur pencatan bahan dan penyesuain kembali harga pokok

persediaan produk dalam proses.

e) Prosedur pencatatan harga pokok persediaan yang dibeli.

f) Prosedur pencatan harga pokok persedian yang dikembalikan

kepada pemasok.

g) Prosedur permintaan dan pengeluaran barang gudang.

h) Prosedur pencatatan tambahan harga pokok persediaan karena

pengembalian barang gudang.

i) Sistem penghitungan fisik persediaan.

Prosedur ini merupakan salah satu prosedur yang membentuk

sistem pembelian dalam prosedur ini dicatat harga pokok persediaan

yang dibeli. Berikut ilustrasi bagan alir:


56

Dari Pemasok 2
Dari Bagian 1 via Bagian 3
Mulai Dari Pemasok
Pembelian Pembelian
Dari Bagian Menerima barang dari
Pembelian pemasok yang disertai
dengan surat pengantar SOP LPB FAKTUR Bukti Kas Keluar Laporan
Penerimaan
Barang

SOP Surat
Pengantar
Membanding
kan Faktur Kartu Kartu
dari Pemasok Gudang Persediaan
Memeriksa dengan SOP
Barang & LPB
yang
Diterima
Membuat N N
Membuat Bukti Kas
Laporan Keluar
Penerimaan Selesai
Barang
FAKTUR
LPB 1
SP SOP 4
SOP 3 3
3 LPB = Laporan Penerimaan Barang
2
2 Bukti 1
Laporan 1 Kas
Penerimaan Keluar
Barang N

Arsip Bukti Kas


Dikirim ke Bagian Keluar yang belum
3 T
Gudang bersamaan Register dibayar
dengan barang Bukti Kas
Keluar
1 2

Gambar 2.2
Flowchart Prosedur Pencatatan Persediaan

Gambar ini menjelaskan bagan alir dokumen pencatatan harga

pokok persediaan yang dibeli. Pada gambar tersebut terlihat Bagian

Utang membuat bukti kas keluar sebagai dokumen sumber pencatatan

harga pokok persediaan yang dibeli berdasarkan dokumen pendukung:

surat order pembelian yang diterima dari Bagian Pembelian, laporan

penerimaan barang yang diterima dari Bagian Penerimaan, dan faktur

dari pemasok yang diterimas dari pemasok melalui Bagian Pembelian.

Oleh Bagian Utang, bukti kas keluar dicatat dalam register bukti kas

keluar dengan jurnal:

Persediaan xx
Bukti Kas Keluar yang akan Dibayar xx
57

Berdasarkan bukti Kas Keluar, Bagian Kartu Persediaan

mencatat rincian persediaan yang dibeli di dalam kartu persediaan

yang bersangkutan. Bagian Gudang mencatat tambahan kuantitas

persediaan yang dibeli di dalam kartu gudang berdasarkan laporan

penerimaan barang yang diterima oleh Bagian Gudang dari Bagian

Pengiriman.

Jaringan prosedur yang membentuk sistem penghitungan fisik

persediaan adalah:

a) Prosedur perhitungan fisik

Dalam prosedur ini setiap jenis persdiaan di gungan dihitung oleh

penghitungan dan pengecek secara independen yang hasilnya

dicatat dalam kartu penghitungan fisik.

b) Prosedur kompilasi

Dalam prosedur ini pemegang kartu penghitungan fisik melakukan

perbandingan data yang dicatat dalam bagian ke-3 dan bagian ke-2

kartu penghitungan fisik serta melakukan pencatatan, data yang

tercantum dalam bagian ke-2 kartu penghitungan fisik ke dalam

daftar penghitungan fisik.

c) Prosedur penentuan harga pokok persediaan

Dalam prosedur ini Bagian Kartu Persediaan mengisi harga pokok

per satuan tiap jenis persediaan yang tercantum dalam daftar

penghitungan fisik berdasarkan informasi dalam kartu persediaan

yang bersangkutan serta mengkalikan harga pokok per satuan


58

tersebut dengan kuantitas hasil penghitngan fisik untuk

mendapatkan total harga pokok persediaan yang dihitung.

d) Prosedur penyesuaian

Dalam prosedur ini Bagian Kartu Persediaan melakukan

penyesuaian terhadap data persediaan yang tercantum dalam kartu

persediaan berdasarkan data hasil penghitungan fisik persdiaan

yang tercantum dalam daftar hasil penghitungan fisik persediaan.

Dalam prosedur ini pula bagian Gudang melakukan penyesuaian

terhadap data kuantitas yang tercatat dalam kartu gudang.

6) Pengendalian Internal Sistem Informasi Akuntansi Persediaan

Pengendalian internal dalam sistem informasi akuntansi

persediaan sangat penting untuk diterapkan karena persediaan

merupakan salah satu aset yang mudah terkena risiko, seperti risiko

kehilangan, pencurian dan kerusakan. Oleh karena itu dibutuhkan

engendalian intern yang efektif untuk mengontrol jalannya persediaan

di perusahaan.

a) Tujuan Pengendalian internal Sistem Informasi Akuntansi

Persediaan

Menurut Hery (2017: 301) terdapat 2 tujuan utama

diterapkannya pengendalian internal dalam SIA persediaan.

Pertama untuk mengamankan atau mencegah aktiva perusahaan

(persediaan) dari tindakan pencurian, penyelewengan, dan


59

kerusakan. Kedua menjamin keakuratan penyajian persediaan

dalam laporan keuangan.

b) Penerapan Pengendalian Internal dalam Sistem Informasi

Akuntansi

Persediaan

Pengendalian internal atas persediaan dimulai pada saat

barang diterima dari pemasok. Laporan penerimaan barang yang

bernomor urut tercetak seharusnya disiapkan oleh bagian

penerimaan untuk menetapkan tanggung jawab awal atas

persediaan. Untuk memastikan bahwa barang yang diterima sesuai

dengan apa yang dipesan, maka setiap laporan setiap laporan

penerimaan harus dicocokkan dengan formulir pesanan pembelian

yang asli. Harga barang pada formulir pesanan dicocokkan dengan

harga di atur pembelian, lalu persediaan dicatat pada catatan

akuntansi. Selain dalam bentuk dokumen, pengendalian internal

persediaan dapat berupa bantuan alat pengaman seperti kaca dua

arah, kamera CCTV, sensor magnetik, kartu akses gudang,

pengaturan suhu ruangan termasuk petugas keamanan. Hal seperti

itu dapat membantu perusahaan untuk menjaga persediaan agar

terkendali dengan baik (Hery, 2017: 303).


60

3. Metode Persediaan Bahan Baku

Secara umum, menurut Siswanto (2007: 122) model persediaan

dapat dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu:

a. Model Deterministik, yaitu model yang menganggap bahwa semua

parameter telah diketahui dengan pasti. Model ini dibagi lagi menjadi dua

yaitu deterministic static dan deterministic dynamic. Contoh model yang

dipakai adalah model Economic Order Quantity (EOQ) dan pemesanan

barang multi item dengan Metode Lagrange Multiplier.

b. Model Stokastik (Probabilistik), yaitu model yang menganggap bahwa

semua parameter mempunyai nilai-nilai yang tidak pasti dan satu atau

lebih parameter tersebut merupakan variabel-variabel acak. Contoh dari

model ini antara lain adalah model pengendalian persediaan Sistem P dan

Sistem Q. Model ini dibagi lagi menjadi dua yaitu probabilistic static dan

probabilistic dynamic.

Berdasarkan permasalahan yang terjadi dpada CV. Berdikari, metode

persediaan bahan baku yang diterapkan menggunakan metode persediaan

deterministik atau metode yang menganggap semua parameter telah

diketahui pasti. Metode yang dapat digunakan untuk pengendalian

persediaan deterministik antara lain: Just In Time (JIT), Economic Order

Quantity (EOQ), dan Material Requirement Planning (MRP).


61

a. Metode Just In Time (JIT)

Metode Just In Time (JIT) dikembangkan oleh Taichi Ohno dkk.

di Toyota Motor Company Jepang, dan mulai dikenal secara meluas pada

tahun 1978. Sisitem ini menekankan, semua material harus menjadi

bagian aktif dalam sistem produksi dan tidak boleh menimbulkan

masalah yang pada akhirnya dapat mengakibatkan timbulnya biaya

persediaan. Menurut Jatmiko (2017:122) sesuai dengan namanya, ide

utama dari metode ini adalah dengan memanfaatkan persediaan yang

diperoleh kemudian dimasukkan dalam produksi pada saat yang tepat

ketika dibutuhkan. Filosofi manajemen JIT berfokus pada proses menarik

persediaan melalui proses produksi berdasarkan ‘seperti yang

dibutuhkan’ daripada mendorong persediaan melalui proses berdasarkan

‘seperti yang saat ini diproduksi’. Hal ini memerlukan sistem informasi

produksi dan persediaan yang sangat akurat, pembelian yang sangat

efisien, pemasokan yang sangat standar dan sistem penanganan

persediaan yang harus efisien. Meskipun persediaan bahan baku dan

persediaan transit tidak dapat dikurangi menjadi nol, gagasan just in time

adalah salah satu kontrol yang sangat ketat sehingga mengurangi jumlah

persediaan. Tujuan dari sistem JIT, di sisi lain tidak hanya untuk

mengurangi persediaan tetapi juga untuk terus meningkatkan

produktivitas, kualitas produk, dan fleksibilitas manufaktur.


62

b. Metode Economic Order Quantity (EOQ)

Metode Economic Order Quantity (EOQ) menurut Ingga (2017:

130) adalah metode pembelian yang jumlahnya paling ekonomi karena

terdapat keseimbangan antara kuantitas yang diorder dengan biaya

pesanan. EOQ merupakan volume atau jumlah pembelian yang paling

ekonomis untuk dilaksanakan pada setiap kali pembelian. Sedangkan

yang dimaksud dengan pesanan yang paling ekonomis di sini yaitu

bahwa jumlah atau besarnya pesanan diadakan hendaknya menghasilkan

biaya-biaya yang timbul dalam penyediaan adalah minimal data dengan

kata lain jumlah pesanan yang di sertai dengan jumlah biaya yang paling

rendah atau murah.

Syarat yang perlu diperhatikan dalam Economic Order Quantity

(EOQ) menurut Heizer dan Render dalam Wijaya, dkk. (2020:130)

adalah sebagai berikut:

1) Jumlah permintaan diketahui, konstan, dan independen.

2) Waktu tunggu yakni waktu antara pemesanan dan penerimaan pesanan

diketahui dan konstan.

3) Penerimaan persediaan bersifat instan dan selesai seluruhnya. Dengan

kata lain, persediaan dari sebuah pesanan datang dalam satu kelompok

pada suatu waktu.

4) Tidak tersedia diskon kuantitas.


63

5) Biaya variabel hanya biaya untuk menyiapkan atau melakukan

pemesanan (biaya penyetelan) dan biaya menyimpan persediaan

dalam waktu tertentu (biaya penyimpanan atau membawa).

6) Kehabisan persediaan (kekurangan persediaan) dapat sepenuhnya

dihindari jika pemesanan dilakukan pada waktu yang tepat.

Disamping itu, menurut Heizer dan Render dalam Wijaya, dkk.

(2020:130) sebelum bahan dasar habis terpakai harus sudah dilakukan

pesanan kembali. Titik dimana harus dilakukan kembali pesanan disebut

Reorder Point (ROP). Terdapat beberapa yang perlu diperhatikan dalam

menentukan titik pemesanan kembali, yakni sebagai berikut:

1) Sebuah perusahaan akan menempatkan sebuah pesanan ketika tingkat

persediaannya untuk barang tertentu tersebut mencapai nol dan

2) Perusahaan akan menerima barang yang dipesan secara langsung,

disebut waktu tunggu (lead time) atau waktu pengantaran, bisa jadi

hanya beberapa jam atau bisa juga mencapai beberapa bulan.

Oleh karena itu menurut Heizer dan Render dalam Wijaya, dkk.

(2020:131) dalam menghitung biaya Economic Order Quantity (EOQ)

haruslah diperhitungkan biaya sebagai berikut:

1) Biaya Pemesanan

Adalah biaya yang dikeluarkan tiap kali pesan. Biaya pemesanan akan

semakin kecil bila bahan yang dipesan semakin banyak jumlahnya.

Sebaliknya biaya, pemesanan per unit akan makin besar bila jumlah

pesananya makin kecil. Biaya pesanan atau ordering cost sebagai


64

berikut: biaya yang dikeluarkan untuk memesan bahan tersebut, biaya

pengiriman barang pesanan, biaya penerimaan bahan yang di pesan.

2) Biaya Penyimpanan

Adalah biaya yang dikeluarkan akibat perusahaan menyimpan bahan

di gudang. Biaya penyimpanan biasa dinyatakan dalam persentase

tertentu dari nilai persediaan. Total biaya penyimpanan persediaan

dalam satu tahun merupakan persentase biaya penyimpanan

persediaan dikali harga beli persediaan dikali rata-rata jumlah

persediaan. Dengan demikian semakin banyak jumlah persediaan,

semakin besar biaya penyimpanan dan sebaliknya.

3) Biaya lead time

Yaitu waktu yang dibutuhkan sejak memesan barang yang dipesan

tersebut datang. Sedangkan dapat ditentukan dengan cara menentukan

jumlah penggunaan selama lead time dan di tambah dengan besarnya

safety stock.

Menurut Silaban dan Siahaan dalam Wijaya, dkk. (2020:130)

EOQ merupakan jumlah unit suatu barang yang akan dipesan setiap kali

diadakannya pemesanan agar biaya yang dikaitkan dengan pengadaan

persediaan minimal. Jenis biaya yang digunakan dalam menghitung EOQ

yaitu biaya pemesanan (Total Ordering Cost) dan biaya penyimpanan

(Total Carrying Cost). Oleh karena itu, total biaya persediaan (Total

Inventory Cost) dapat dihitung menggunakan formula:


65

TIC = TCC + TOC

TIC = (C x P x A) + (O x N)

TIC = [C x P x (Q/2)] + [O x (S/Q)]

Dimana,

C = persentase biaya penyimpanan

P = harga beli per unit

A = persediaan rata-rata

O = biaya pemesanan

N = frekuensi pemesanan

Q = kuantitas pemesanan

S = jumlah unit yang dijual/produksi.

Dengan asumsi jika biaya pemesanan sama besar dengan biaya

penyimpanan maka akan diperoleh total biaya yang paling minimum. Hal

ini dapat dilihat pada gambar berikut (Wijaya, dkk., 2020:131):

Gambar 2.3
Optimal Order Quantity
66

Kurva biaya pesanan menunjukkan garis lengkung menurun

mendekati nol apabila jumlah persediaan bertambah. Kurva biaya

persediaan total (TC) merupakan penjumlahan dua kurva biaya tersebut,

dimana kurva tersebut akan menurun dan mencapai titik minimum pada

jumlah persediaan tertentu dan kemudian naik lagi. Dalam hal ini Q =

EOQ akan tercapai pada perpotongan antara kedua kurva tersebut.

Berdasarkan gambar dan rumusan di atas, dapat diturunkan rumus untuk

meminimumkan total biaya persediaan atau yang dikenal dengan sebutan

EOQ sebagai berikut (Wijaya, dkk., 2020:132):

2DS
EOQ = √ H
(Wijaya, dkk., 2020:132)
Dimana,

D = penggunaan atau permintaan yang diperkirakan per periode waktu

S = biaya pemesanan (per pesanan dan penyiapan mesin) per pesanan

H = biaya penyimpanan per unit per periode waktu.

c. Metode Material Requirement Planning (MRP)

Menurut Herjanto (2008:275) mendefinisikan Material

Requirement Planning-MRP System merupakan suatu konsep dalam

menejemen produksi yang membahas cara tepat dalam perencanaan

kebutuhan barang dalam proses produksi. Sedangkan menurut Rangkuti

(2007:144) Material Requirement Planning adalah suatu sistem

perencanaan dan penjadwalan kebutuhan material untuk produksi yang

memerlukan beberapa tahap atau fase, dengan kata lain adalah suatu
67

rencana produksi untuk sejumlah produk jadi yang diterjemahkan ke

bahan mentah (komponen) yang dibutuhkan dengan menggunakan waktu

tenggang, sehingga dapat ditentukan kapan dan berapa banyak yang

dipesan untuk masing-masing komponen suatu produk yag akan dibuat.

Sistem MRP mengendalikan agar komponen-komponen yang

diperlukan untuk kelancaran produksi dapat tersedia sesuai dengan

kebutuhan. Menurut Herjanto (2008:276-277), sistem MRP dimaksudkan

untuk mencapai tujuan, diantaranya:

1) Meminimalkan persediaan

MRP menentukan berapa banyak dan kapan suatu komponen

diperlukan disesuaikan dengan jadwal induk produksi (master

production schedule).

2) Mengurangi resiko karena keterlambatan produksi atau pengiriman

MRP mengidentifikasi banyaknya bahan dan komponen yang

diperlukan baik dari segi jumlah dan waktunya dengan

memperhatikan waktu tenggang produksi maupun pengadaan

komponen, sehingga dapat memperkecil resiko tidak tersedianya

bahan yang akan diproses yang dapat mengakibatkan terganggunya

rencana produksi.

3) Komitmen yang realistis

Dengan MRP, jadwal produksi diharapkan dapat dipenuhi sesuai

dengan rencana, sehingga komitmen terhadap pengiriman barang

dapat dilakukan secara lebih realistis.


68

4) Meningkatkan efisiensi

MRP mendorong peningkatan efisiensi karena jumlah persediaan,

waktu produksi dan waktu pengiriman barang dapat direncanakan

lebih baik sesuai dengan jadwal produksi induk.

Menurut Herjanto (2008:278-281), penggunaan sistem MRP

berkaitan dengan beberapa komponen, diantaranya adalah sebagai

berikut:

1) Data persediaan (inventory record file)

Data ini menjadi landasan untuk membuat sistem MRP karena

memberikan informasi tentang jumlah persediaan bahan baku dan

barang jadi yang aman, jumlah barang yang terdapat digudang, jumlah

barang yang telah dialokasikan, komponen yang sedang dipesan dan

waktu kedatangannya serta waktu tenggang bagi setiap komponen.

2) Jadwal induk produksi (master production schedule)

Jadwal induk produksi merupakan gambaran atas periode perencanaan

dari suatu permintaan, termasuk peramalan, backlog, rencana supplai

atau penawaran, persediaan akhir serta kualitas yang dijanjikan

tersediaan. Jadwal induk produksi berkaitan denagn pemasaran,

rencana distribusi, perencanaan produksi dan perencanaan kapasitas.

3) Spesifikasi produk (bill of material file)

Aplikasi MRP dimulai dengan mengetahui komponen-komponen dari

produk yang akan diproses atau dirakit. Bill of material file dibuat

sebagai bagian dari proses desain dan kemudian digunakan untuk


69

menentukan barang apa yang harus dibeli dan barang apa yang harus

dibuat.

Berdasarkan informasi dari jadwal induk produksi dapat diketahui

permintaan dari suatu produk akhir, yang selanjutnya dengan mengetahui

komponen yang membentuk produk akhir itu, status persediaan dan

waktu tenggang yang diperlukan untuk memesan bahan atu merakit

kebutuhan komponen yang diperlukan. Sistem MRP merencanakan

ukuran lot sehingga barang-barang tersebut tersedia pada saat

dibutuhkan. Menurut Taryana (2008:31), ukuran lot adalah kuantitas

yang akan dipesan untuk memenuhi kebutuhan bahan baku perusahaan

dengan kuantitas yang dapat meminimalkan biaya persediaan sehingga

perusahaan akan memperoleh keuntungan. Menurut Herjanto (2008:282)

metode MRP dapat dilakukan dengan menggunakan teknik LFL, EOQ,

POQ dan PPB.

1) MRP Teknik Lot For Lot (LFL)

Menurut Munawar (2008:48), metode LFL atau sering dikenal

sebagai metode persediaan minimal, berdasarkan pada ide

menyediakan persediaan sesuai dengan yang diperlukan saja, jumlah

persediaan diusahakan seminimal mungkin. Dalam kebijakan ini,

ukuran lot untuk satu batch dipilih untuk memenuhi kebutuhan bersih

satu periode tunggal.

Menurut Hartiasih (2007:18), pemesanan yang dilakukan tepat

sebesar kebutuhan yang akan dipakai. Berdasarkan hal tersebut perlu


70

diketahui dalam menjalankan teknik lot for lot adalah besar dan waktu

pemakaian bahan baku secara akurat yang didasarkan pada jadwal

induk produksi dan waktu tenggang bahan baku.

2) MRP Teknik Economic Order Quantity (EOQ)

Menurut Assauri (2004:182) EOQ adalah jumlah atau besarnya

pesanan yang dimiliki jumlah biaya pemesanan dan biaya

penyimpanan per tahun yang paling minimal. Menurut Munawar

(2008:49) teknik EOQ yang digunakan dalam persediaan barang-

barang bebas dapat juga digunakan dalam teknik penentuan ukuran lot

sistem MRP. Setelah diperoleh nilai kuantitas pesanan optimal dengan

metode EOQ, maka dilakukan metode MRP seperti yang dilakukan

dengan teknik Lot For Lot, besar pesanan adalah sebesar kelipatan

EOQ yang lebih besar dan terdekat dengan kebutuhan bersih.

3) MRP Teknik Period Order Quantity (POQ)

Menurut Herjanto (2008:292), teknik POQ sering disebut juga

sebagai teknik Uniform Order Cycle, merupakan pengembangan dari

teknik EOQ untuk jumlah permintaan yang tidak sama dalam

beberapa periode. Menurut Hartiasih (2008:46) menjelaskan bahwa

dalam teknik POQ, ukuran lot ditetapkan sama dengan kebutuhan

aktual dalam jumlah periode yang telah ditetapkan sebelumnya,

sehingga jumlah persediaan yang mungkin timbul dalam kebijakan

EOQ.
71

Menurut Kurniawan (2008:54), keunggulan kebijakan POQ

dibandingkan dengan kebijakan EOQ adalah dalam mengurangi biaya

penyimpanan persediaan bila kebutuhan tidak uniform (seragam)

karena persediaan berlebih dapat dihindarkan. Untuk menghitung

jumlah periode kebutuhannya harus dipenuhi oleh satu lot tunggal,

digunakan perhitungan sebagai berikut (Kurniawan, 2008:54):

EOQ
Jumlah pesanan = Permintaan rata−rata

4) MRP Teknik Part Period Balancing (PPB)

Menurut Herjanto (2008:290), PPB merupakan salah satu

pendekatan dalam menentukan ukuran lot untuk suatu kebutuhan

material yang tidak seragam, yang bertujuan memperkecil biaya total

persediaan. Menurut Munawar (2008:52) menegaskan bahwa metode

ini dapat menggunakan jumlah pesanan yang berbeda untuk setiap

pesanan, dikarenakan jumlah permintaan setiap periode tidak sama.

Menurut Hartiasih (2008:47) untuk mencari ukuran lot

dilakukan dengan menggunakan pendekatan sebagian periode

ekonomis (Economic Part Period – EPP) yaitu dengan membagi biaya

pemesanan dengan biaya penyimpanan per unit per periode. Rumus

mencari besarnya EEP adalah sebagai berikut (Hartiasih, 2008:47):

Biaya Pemesanan
EEP = Biaya Penyimpanan per Periode
72

Berkaitan dengan adanya sejumlah metode persediaan bahan baku,

maka pada penelitian ini dilakukan analisis terhadap metode persediaan

bahan baku yang paling tepat untuk diterapkan di perusahaan.

4. Analisis Pengendalian Internal Persediaan Bahan Baku

Berkaitan dengan sistem pengendalian internal, maka menurut

Zamzami, Faiz dan Mukhlis (2018: 97) menjelaskan bahwa sistem

pengendalian internal harus memberikan jaminan yang masuk akal, bukan

absolut, bahwa elemen-elemen pokok dalam sistem pengendalian internal

layak untuk mencapai tujuan. Peninjauan sistem pengendalian internal

dilakukan dengan mendiskusikan prosedur pengendalian, metode, dan

rencana organisasi dengan pegawai yang berperan sebagai auditee.

Tidak ada satu sistem pun yang dapat mencegah secara sempurna

semua pemborosan dan penyelewengan yang terjadi dalam suatu

perusahaan, karena pengendalian internal setiap perusahaan memiliki

keterbatasan bawaan. Keterbatasan bawaan menurut Mulyadi (2016: 181)

sebagai berikut:

a. Kesalahan dalam pertimbangan

Seringkali, manajemen dan personil lain dapat salah dalam

mempertimbangkan keputusan bisnis yang diambil karena tidak

memadainya informasi, keterbatasan waktu, dan tekanan lain.


73

b. Gangguan

Gangguan dalam pengendalian yang telah ditetapkan dapat terjadi karena

personil secara keliru memahami perintah atau membuat kesalahan

karena kelalaian, tidak adanya perhatian, atau kelelahan.

c. Kolusi

Tindakan bersama beberapa individu untuk tujuan kejahatan disebut

kolusi. Kolusi mengakibatkan bobolnya pengendalian internal untuk

melindungi kekayaan dan tidak terungkapnya ketidakberesan kecurangan

oleh struktur pengendalian internal yang sudah dirancang.

d. Pengabaian oleh manajemen

Manajemen dapat mengabaikan kebijakan atau prosedur yang ditetapkan

untuk tujuan yang tidak sah. Seperti keuntungan pribadi manajer,

penyajian kondisi keuangan yang berlebihan atau kepatuhan semu.

e. Biaya lawan manfaat

Biaya yang diperlukan untuk mengoperasikan struktur pengendalian

internal tidak boleh melebihi manfaat yang diharapkan dari pengendalian

internal tersebut, biaya maupun manfaat haruslah sesuai. Manajemen

harus mempertimbangkan secara kuantitatif dan kualitatif untuk

mengevaluasi biaya dan manfaat suatu struktur pengendalian internal.

Menurut Willson dan Campbell (1986:123) terdapat 3 (tiga) langkah

pengendalian internal, yaitu:

a. Mengidentifikasikan kegiatan pokok, resiko dan kemungkinan adanya

kebobolan pada setiap komponen operasi perusahaan dan merumuskan


74

sasaran-sasaran pengendalian dalam hubungannya dengan kegiatan

tersebut.

b. Menguraikan dengan flowchart dan memahami berbagi sistem yang

dipergunakan dalam mengolah transaksi-transaksi, melindungi harta

perusahaan dan menyiapkan laporan akuntansi keuangan.

c. Terakhir, mengevaluasi sistem, dengan perhatian khusus terhadap

kelemahan-kelemahan penting yang mungkin ditemukan.

Menurut Zamzami, Faiz dan Mukhlis (2018: 97-98), untuk

membantu evaluasi sistem pengendalian internal, auditor harus

mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:

a. Jenis-jenis kesalahan dan ketidakteraturan yang timbul.

b. Prosedur pengendalian untuk mencegah atau mendeteksi kesalahan dan

ketidakteraturan.

c. Apakah prosedur telah digunakan dan diikuti dengan memuaskan.

d. Kelemahan-kelemahan yang dapat menimbulkan kesalahan dan

ketidakteraturan bisa melewati prosedur yang ada.

e. Sifat, waktu, dan luasnya prosedur audit yang digunakan sebagai akibat

dari kelemahan-kelemahan tersebut.

f. Metode-metode audit digunakan untuk mempelajari dan mengevaluasi

pengendalian internal yang ada, termasuk:

1) Kuesioner pengendalian internal, yang menuntut auditor untuk

bertanya mengenai pengendalian internal, baik yang khusus maupun

yang umum kepada pengelola yang bertanggung jawab. Kuesioner


75

didesain sehingga respon negatif akan mengindikasikan kelemahan

potensial pengendalian internal.

2) Naratif, menjelaskan sistem pengendalian internal.

3) Bagan alir atau flowchart, bermanfaat karena menggambarkan secara

visual proses yang didesain atau dimaksudkan untuk tujuan

pengendalian. Pembuatan bagan alir membantu auditor untuk

memperoleh pemahaman yang baik mengenai proses yang dievaluasi.

4) Dokumentasi mendukung pemahaman auditor mengenai pengendalian

internal. Kertas kerja audit menyediakan dukungan atas kesimpulan

yang diperoleh auditor tentang studi dan evaluasi pengendalian

internal.

5) Uji kepatuhan dilakukan untuk memperoleh bukti yang memadai

bahwa sistem beroperasi sesuai dengan pemahaman yang diperoleh

auditor dalam peninjauan.

6) Sifat, waktu dan luas uji kepatuhan berhubungan erat dengan prosedur

pengendalian dan metode yang dipelajari oleh auditor. Sebagai

tambahan, auditor harus mempertimbangkan ketersediaan bukti dan

kerja audit yang diperlukan untuk uji kepatuhan.

Berdasarkan uraian di atas, maka dalam penelitian ini analisis sistem

pengendalian internal persediaan bahan baku menggunakan langkah-

langkah untuk menemukan jenis-jenis kesalahan dan ketidakteraturan yang

timbul dalam menentukan metode persediaan bahan baku, prosedur

pengendalian untuk mencegah atau mendeteksi kesalahan dan


76

ketidakteraturan dalam kegiatan persediaan bahan baku, dan kelemahan-

kelemahan yang dapat menimbulkan kesalahan dan ketidakteraturan bisa

melewati prosedur yang ada. Metode audit digunakan untuk mempelajari

dan mengevaluasi sistem pengendalian internal pada penelitian ini adalah

menggunakan bagan alir atau flowchart dengan menganalisis dokumen-

dokumen yang tersedia, dan menjelaskan sistem pengendalian internal

dengan menarasikannya.

B. Kajian Penelitian yang Relevan

Penelitian tentang analisis evaluasi sistem pengendalian internal telah

dilakukan beberapa penelitian terdahulu. Beberapa penelitian yang relevan

dengan penelitian ini diantaranya adalah:

Seredei dan Runtu (2015) dalam penelitiannya yang berjudul “Evaluasi

Penerapan Pengendalian internal Atas Persediaan Barang Dagangan Pada

PT. Suramando (Distributor Farmasi Dan General Supplier) di Manado.”

Persediaan merupakan aktiva lancar perusahaan yang jumlahnya cukup

material dan merupakan salah satu faktor penting dalam kegiatan operasional

perusahaan. Karena itu harus dilakukan pengendalian internal yang baik untuk

mengamankan persediaan dari tindakan pencurian, penyelewengan, dan

kerusakan. Tujuan penelitian ini untuk mengevaluasi pengendalian internal atas

persediaan barang dagangan pada PT. Suramando apakah sudah berjalan

dengan baik. Metode yang digunakan adalah metode kualitatif melalui analisis

deskriptif. Hasil penelitian disimpulkan bahwa berdasarkan unsur-unsur

pengendalian internal mulai dari lingkungan pengendalian, penilaian resiko,


77

aktivitas pengendalian, informasi dan komunikasi, serta pengawasan

persediaan barang dagangan pada PT. Suramando sudah efektif, dimana

adanya pemisahan diantara fungsi-fungsi terkait dengan penerimaan dan

pengeluaran barang. Pemantauan terhadap persediaan juga dilakukan tiap hari.

Selain itu, adanya petugas keamanan dan kamera CCTV membuat persediaan

lebih aman. Manajemen PT. Suramando sebaiknya meningkatkan aktivitas

pengendalian penilaian resiko dan pengawasan agar keamanan persediaan

barang dagangan semakin terjamin.

Penelitian yang dilakukan Suryani, Isharijadi, dan Astuti (2017) dengan

judul Evaluasi Sistem Akuntansi Persediaan Guna Meningkatkan Efektifitas

Pengendalian Internal pada PT Agrofarm Nusa Raya di Ponorogo.” Jenis

penelitian ini adalah penelitian kualitatif menggunakan pendekatan deskriptif.

Pengumpulan data dilakukan dengan teknik wawancara dan observasi. PT.

Agrofarm Nusa Raya merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang

industri pupuk sawit micro ZN Cub dengan merek lebah madu. Kantor pusat

dan pabrik terletak di Babadan Ponorogo sedangkan kantor representatif di

Sidoarjo. Pangsa pasar dari perusahaan adalah 80 persen untuk kebutuhan

domestik, salah satunya daerah Kalimantan dan 20 persen untuk luar negeri.

Pada penelitian tersebut ditemukan bahwa pengendalian yang dijalankan

perusahaan sudah cukup efektif, dilihat dari adanya struktur organisasi yang

jelas, dengan tanggungjawab serta solidaritas tinggi yang mengutamakan

kesepakatan bersama. Meskipun setiap bagian memiliki tanggungjawab

masing-masing untuk menjalankan, tetapi setiap kesepakatan baik pembelian


78

bahan baku maupun penjualan setiap bagian melakukan koordinasi untuk dapat

mencapai tujuan yang direncanakan. Untuk dokumen maupun catatan yang

digunakan dalam kegiatan transaksi meliputi formulir purchasing, BASTB,

invoice, faktur pajak dan surat jalan yang digunakan sudah cukup efektif dilihat

dari adanya wewenang dan pihak yang bertanggung jawab. Pembuatan

dokumen secara rangkap juga dapat menjadi pengawasan antar bagian,

meskipun masih ada beberapa dokumen pendukung lainnya yang belum ada.

Untuk catatan PPIC juga sudah efektif, hal ini karena setiap kegiatan maupun

transaksi yang terjadi dibuat kedalam laporan harian oleh timnya kemudian

oleh manajer PPIC di-input komputer untuk diarsip. Pelaporan harian ini akan

menjadi pengawasan sendiri oleh perusahaan. Namun kartu stock yang

digunakan gudang kurang memadai, karena tidak terlampir secara jelas

mengenai keterangan mutasi persediaan dan bagian penanggungjawab

sehingga adanya tindakan kecurangan dapat terjadi.

Akbar dan Saifi (2018) dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis

Sistem Akuntansi Persediaan Bahan Baku dalam Upaya Mendukung

Pengendalian Intern (Studi kasus Pada PT. Semen Bosowa Banyuwangi).”

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif dengan metode

pengumpulan data dengan cara wawancara dan dokumentasi. Objek penelitian

yaitu PT Semen Bosowa Banyuwangi, merupakan salah satu perusahaan yang

menyediakan jasa produksi semen yang sedang berkembang di Kabupaten

Banyuwangi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa prosedur-prosedur pada

sistem akuntansi persediaan bahan baku yang dilakukan oleh manajemen


79

PT Semen Bosowa Banyuwangi masih terdapat kelemahan. Hal ini dibuktikan

karena masih terdapat perangkapan fungsi dan tanggung jawab yang dilakukan

bagain werehouse dan kartu bagian persediaan. Pada perhitungan fisik yang

dilakukan PT. Semen Bosowa Banyuwangi hanya melakukan pengecekan

secara manual, sehingga hasil perhitungan kurang bisa dipertanggung

jawabkan. Selain itu sistem perhitungan fisik karyawan dari bagian gudang,

padahal bagian tersebut yang akan dievaluasi.

Penelitian yang dilakukan Laraswati dan Nurussama (2018) dengan

judul “Evaluasi Sistem Pengendalian Persediaan Material pada PT Buluh

Cawang Plantations Suka Mulya”. Penelitian ini menggunakan metode

kualitatif dengan jenis penelitian analisis deskriptif. Pengumpulan data

dilakukan dengan teknik observasi, wawancara, dan dokumentasi. Objek

penelitian adalah PT Buluh Cawang Plantations Suka Mulya yang merupakan

anak perusahaan dari Wilmar Internasional. PT Buluh Cawang Plantations

hanya mengelola dari tahap penanaman sampai pemanenan kemudian dari hasil

panen tersebut di berikan kepada PKS untuk di produksi lebih lanjut.

Persediaan material yang cukup menjadi penunjang dalam kegiatan

perkebunan. Perusahaan ini mengelola sendiri persediaan material yang

dibutuhkan dan melakukan pembelian atau pengadaan material pendukung

produksi perusahaan. Hasil penelitian menemukan bahwa prosedur permintaan

dan pengeluaran persediaan material di gudang masih belum efektif dan efisien

karena adanya perangkapan fungsi tugas dan kurangnya otorisasi dari pihak

yang berwenang. Untuk menghasilkan sistem pengendalian yang baik maka


80

perlu dibuat suatu struktur organisasi yang di dalamnya bukan hanya terdapat

wewenang dan tanggung jawab yang jelas tetapi juga harus terdapat pemisahan

fungsi kerja yang sesuai dengan prinsip-prinsip sistem pengendalian internal.

Dokumen-dokumen yang digunakan untuk transaksi telah bernomor urut cetak

sehingga memudahkan pengendalian terhadap persediaan.

Penelitian yang dilakukan Firdaus, Yuliarti, dan Syahfrudin (2019)

dengan judul “Evaluasi Sistem Pengendalian Internal Persediaan Bahan Baku”.

Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi sistem pengendalian internal

persediaan bahan baku yang telah diterapkan UD Makmur Jaya. Jenis

penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian deskriptif kualitatif dengan

pendekatan studi kasus yang menggambarkan dan menjelaskan suatu masalah

secara sistematis dan faktual sehingga dengan mengumpulkan informasi yang

berkaitan dengan objek yang diteliti. Sumber data digunakan dalam sumber

data primer dan sekunder. Teknis pengumpulan data yang digunakan adalah

obervasi, wawancara dan dokumentasi. Hasil penelitian ditemukan adanya

permasalahan di UD Makmur Jaya mengenai adanya rangkap fungsi yang

dimana seorang pembeli, penyimpanan barang merangkap dengan pengawasan

sehingga pernah terjadi masalah ketidaksinkronan antara catatan pembelian

dengan bahan baku. Pada lingkungan pengendalian, aktivitas pengendalian,

penaksiran resiko, informasi dan komunikasi dinyatakan kurang baik. Adanya

rangkap fungsi di UD Makmur Jaya menunjukkan lemahnya sistem

pengendalian internal tersebut UD Makmur Jaya, yang berdampak pada sering

adanya masalah salah catat dan kehilangan barang.


81

Penelitian yang dilakukan Hernawaty dan Karlinda (2019) dengan judul

“Sistem Pengendalian Internal dalam Meningkatkan Efisiensi Persediaan

Barang Dagang PT. FORBES Indonesia Cabang Medan.” Penelitian dilakukan

dengan metode deskriptif kualitatif yaitu dengan mengumpulkan data,

mengamati aktivitas (perlakuan perusahaan), serta menjelaskan tentang cara-

cara perusahaan PT. FORBES Indonesia Cabang Medan dalam melakukan

pengendalian internal persediaan barang dagang, serta menganalisis setiap

laporan hasil penjualan maupun pembelian barang dagang, hingga sampai

pencatatan, penilaian dan penyimpanan, kemudian menyimpulkan kelemahan

dan keunggulan perusahaan/unit usaha ini dalam mengendalikan persediaan

barang dagang. Pada analisis dan evaluasi sistem pengendalian internal atas

persediaan barang dagang pada PT. FORBES Indonesia Cabang Medan,

disimpulkan bahwa struktur sudah sesuai dengan prinsip fungsinya dengan

baik yaitu adanya pemisahan fungsi sesuai dengan peraturan perusahaan,

penilaian resiko yang dilakukan oleh PT. FORBES atas persediaan barang

dagang sudah cukup baik, pelaksanaan informasi dan komunikasi yang

dilakukan oleh PT. FORBES Indonesia Cabang Medan cukup memadai,

aktivitas pengendalian yang dilakukan oleh PT. FORBES sudah cukup baik,

aktivitas pemantauan ataupun pengawasan persediaan barang dagang pada PT.

FORBES berjalan dengan sistematis dengan adanya pembagian tugas yang

jelas. Untuk unsur audit internal dari PT. FORBES masih memiliki kelemahan

yaitu tidak terdapatnya internal auditor independen di dalam perusahaan. Audit

tiap bulannya dilakukan oleh BBM itu sendiri. Usaha yang dilakukan oleh
82

perusahaan terhadap persediaan barang sudah efisien. Hal ini dapat diketahui

dari jumlah persediaan barang dagang yang tidak terlalu banyak dan tidak

terlalu sedikit, tetapi optimal.

C. Kerangka Berpikir

Pada umumnya perusahaan bertujuan untuk menghasilkan laba agar

dapat mempertahankan kelangsungan hidup dan pertumbuhan perusahaan.

Oleh karena itu, perusahaan dipacu untuk dapat mengendalikan jalannya

aktivitas perusahaan dan melindungi harta perusahaan dari faktor-faktor

penyelewengan, penyimpangan, dan hal-hal lain yang dapat merugikan

perusahaan. Sistem pengendalian internal hanya merupakan alat bantu untuk

manajemen dalam mengendalikan perusahaan yang dipimpinnya. Setiap

perusahaan harus mempunyai suatu pengendalian internal yang memadai.

Tujuan pengendalian internal hanya dapat tercapai apabila semua prosedur,

metode dan cara yang menjadi unsur dari pengendalian internal tersebut benar-

benar berjalan. Untuk mencapai tujuan tersebut dibutuhkan suatu pengawasan

serta pengendalian yang terus menerus dimulai dari tahap perencanaan,

pelaksanaan, dan evaluasi. Dengan adanya pengendalian internal diharapkan

dapat memperkecil bahkan mencegah kemungkinan terjadinya penyelewengan

dan penyimpanganpenyimpangan sehingga hal-hal yang tidak diinginkan dapat

teratasi dan terantisipasi dengan baik.

Persediaan bahan baku pada perusahan pengolahan atau manufaktur

merupakan pos yang kompleks dan memerlukan pengendalian yang kuat

dengan beberapa alasan. Pertama, persediaan adalah salah satu bagian utama
83

dalam neraca dan seringkali merupakan perkiraan yang terbesar yang

melibatkan modal kerja. Kedua, persediaan seringkali pula tersebar di beberapa

lokasi yang menyulitkan penghitungan dan pengendaliaan fisik. Penilaian pun

dipersulit oleh faktor keusangan dan perlunya mengalokasikan biaya

manufaktur ke dalam persediaan. Persediaan bagi perusahaan manufaktur

merupakan item yang sangat materiil karena sebagian besar modal kerjanya

digunakan untuk memenuhi persediaan, sehingga pada akun persediaan

memerlukan pengendalian internal yang baik. Ketepatan pengantisipasian atas

kerugian material yang mungkin ditimbulkan yang bisa diprediksi

memungkinkan perusahaan untuk tidak mengalami kerugian yang sangat besar.

Di setiap perusahaan persediaan bahan baku merupakan modal kerja

atau investasi yang sangat penting, karena secara langsung akan berpengaruh

terhadap hasil yang akan dicapai perusahaan. Adanya investasi yang terlalu

besar dalam persediaan, bila dibandingkan dengan kemampuan menjual yang

rendah dari perusahaan akan mengakibatkan penumpukan persediaan, sehingga

akan memperbesar biaya penyimpanan dan pemeliharaan, dan kemungkinan

kerugian karena kerusakan sehingga memperkecil keuntungan perusahaan.

CV. Berdikari yang memproduksi beberapa komponen mobil, yaitu:

karet kopling, butterfly valve, rubber sheet, rubber buffer, rubber stopper, dan

glove valvemenggunakan karet sebagai bahan baku produksi. Perusahaan ini

sebenarnya bukan hanya memproduksi secara rutin produk-produk yang

disebutkan di atas, namun juga membuat produk berdasarkan pesanan. Jadi,

selain membuat produk secara restock, perusahaan juga melayani penjualan


84

produk dalam bentuk pemesanan terlebih dahulu yang tidak pasti waktu serta

jumlahnya. Untuk produksi selain restock, perusahaan hanya membuat produk

berdasarkan pemesanan.

Berdasarkan uraian diatas penulis dapat menyajikan skema kerangka

pemikiran yang berkaitan dengan penelitian ini sebagai berikut:

Permasalahan yang dihadapi:

1. Selama ini, perusahaan memproduksi produk-produk beberapa komponen mobil, yaitu: karet kopling,
butterfly valve, rubber sheet, rubber buffer, rubber stopper, dan glove valve dengan sistem produksi
tetap atau secara rutin (restock) maupun berdasarkan pesanan. Untuk produksi selain restock,
perusahaan hanya membuat produk berdasarkan pemesanan. Perusahan dalam membuat produk
berdasarkan pesanan adalah menggunakan bahan baku karet sisa untuk produksi restock, sehingga
jumlah bahan baku yang tersedia juga terbatas. Hal ini menimbulkan permasalahan berkaitan dengan
ketersediaan bahan baku.
2. Adanya keterlambatan persediaan bahan baku karena kurangnya pengawasan pengendalian internal
persediaan bahan baku.
3. Banyak persediaan bahan baku yang tidak terpantau keberadaannya karena kurang menerapkan fungsi
pembelian dan persediaan bahan baku sebagaimana mestinya.

Tujuan Perusahaan

Aktivitas Pembelian dan Persediaan


Bahan Baku

Pengendalian Pembelian dan


Internal Persediaan Bahan Baku

Metode Persediaan Bahan Baku

Sistem Pengendalian Internal Bahan Baku


Pada CV. Berdikari
Gambar 2.4.
Bagan Kerangka Berpikir Penelitian

Anda mungkin juga menyukai