Anda di halaman 1dari 22

BAB II

KERANGKA TEORITIS

A. LANDASAN TEORI
1. SISTEM PENGENDALIAN INTERNAL
1.1 Pengertian pengendalian internal
Pengendalian internal mempunyai peranan yang sangat penting dalam perusahaan
yaitu sebagai alat yang dapat membantu pimpinan dalam melakukan tugasnya. Pimpinan
dapat menilai struktur organisasi yang ada serta kegiatan yang dilakukan dalam organisasi,
hal ini bertujuan untuk mencegah dan menghindarkan dari kecurangan dan penyelewengan.
Berikut ini adalah beberapap definisi pengendalian internal dari berbagai sumber
menurut para ahli:
1) COSO (Committee of Sponsoring Organization)
COSO merupakan komite yang membuat kerangka konsep pegendalian internal yang
banyak digunakan oleh perusahaan nasional maupun multinasional saat ini. COSO
mendefinisikan pengendalian internal sebagai suatu proses yng dipengaruhi oleh
dewan direksi, manajemen, dan karyawan yang drancang dalam rangka memberikan
jaminan bahwa organisasi dapat mencapai tujuan melalu efisiensi dan efektivitas
produksi, penyajian laporan keuangan yang dapat dipertanggungjawabkan serta
ketaatan terhadap peraturan dan undang-undang yang berlaku.
2) IFAC (International Federation of Accountants)
IFAC mendefinisikan pengendalian internal sebagai sistem yang dimiliki organisasi
untuk mengelola risiko yang dilaksanakan, dipahami, dan diawasi oleh tingkat
pimpinan, manajemen, hingga karyawan untuk mendapatkan keuntungan dan
mencegah kerugian guna mencapai tujuan organisasi.
3) OJK (Otoritas Jasa Keuangan)
Menurut OJK, pengendalian internal merupakan sistem yang dirancang oleh
perusahaan untuk meningkatkan efisinsi, mengamankan harta, menjaga ketelitian data
perakunan, menegakkan disiplin, dan meningkatkan ketaatan karyawan terhadap
kebijakan perusahaan.
Selanjutnya menurut Wakhyudi (2018:18) Pengendalian Internal adalah proses yang
dipengaruhi oleh dewan komisaris, manajemen dan personal lain dalam organisasi untuk
memberikan keyakinan yang memadai terkait percapaian tujuan.

Menurut Mulyadi (2017:129) sistem pengendalian internal meliputi struktur


organisasi, metode dan ukuran-ukuran yang dikoordinasikan untuk menjaga aset organisasi,
mengecek ketelitian dan keandalan data akuntansi, mendorong efisiensi dan mendorong
dipatuhinya kebijakan manajemen.

Dari berbagai definisi tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa pengendalian


internal adalah sebuah sistem yang dibuat oleh perusahaan atau organisasi dalam mengatur
segala aktivitas didalamnya untuk mencapai tujuan perusahaan atau organisasi. Yang
bertanggung jawab dalam pelaksanaan pengendalian internal bukan hanya pemilik atau
pemimpin organisasi, namun seluruh anggota organisasi di dalamnya.

1.2 Tujuan Pengendalian Internal

Tujuan utama pengendalian internal adalah agar perusahaan bisa mencapai tujuannya
dengan cara mendapatkan kesempatan dan keuntungan serta mencegah adanya resiko
kerugian, termasuk mencegah adanya tindak kecurangan karywan seperti administration
fraud atau financial fraud. Sedangkan tujuan lainnya dari pengendalian internal adalah

1. Menghasilkan informasi seperti laporan keuangan yang bisa dipercaya dan


dipertanggungjawabkan.
2. Memastikan segala aktivitas perusahaan sesuai dengan hukum dan peraturan yang
berlaku.
3. Meningkatkan efisiensi dan mencegah adanya pemborosan pengelolaan sumber aya
perusahaan.
4. Memastikan segala anggota perusahaan atau organisasi mengetahui dan mematuhi
kebijakan yang telah dibuat.
5. Menjaga aset perusahaan.
6. Menjamin keamanan operasional perusahaan.

Berdasarkan tujuannya, pengendalian internal dapat dikelompokkan ke dalam dua jenis,


Menurut Harahap (2001:119):
a. Pengendalian internal akuntansi
Meliputi struktur organisasi prosedur dan catatan yang berhubungan dengan usaha
untuk menjamin keamanan aktiva dan dipercayai catatan keuangan perusahaan, oleh
karenanya sistem kontrol ini disusun sehingga memberi keyakinan bahwa:
1) Transaksi dilaksanakan sesuai dengan peraturan dan otorisasi manajemen.
2) Transaksi dicatat untuk dapat memenuhi tujuan:
a) Dapat menyusun laporaan keuangan sesuai dengan prinsip akuntansi yang
lazim.
b) Dapat mengontrol pertanggungjawaban atas aktiva.
c) Penjamahan/pemakaian aktiva hanya dibenarkan dengan persetujuan/otorisasi
manajemen.
d) Catatan mengenai aktiva tadi dapat dibandingkan dengan aktiva itu secara
fisik dalam waktu-waktu tertentu.
b. Pengendalian internal administrasi
Pengendalian internal administrasi tidak hanya terbatas pada struktur organisasi,
prosedur, pencatatan yang berhubungan dengan proses pengambilan keputusan untuk
melakukan transaksi yang diotorisasi manajemen. Otorisasi ini merupakan fungsi
manajemen yang langsung menyangkut tanggung jawab untuk mencapai tujuan
perusahaan dan hal ini merupakan awla dalam melaksanakan accounting control atas
transaksi perusahaan.

1.3 Karakterisitik pengendalian internal

Kehandalan dalam sistem pengendalian internal harus dilandasi dengan karakteristik


dari sistem tersebut. Karakteristik yang baik akan mendukung terciptanya sistem
pengendalian intern yang efektif. Rencana organisasi, sistem otoritas dan prosedur pencatatan
yang tepat, praktek yang sehat serta kualitas pengamat yang cocok harus terintegrasi dengan
baik dalam pelaksanaan tugasnya. Kelancaran pekerjaan akan memudahkan sistem
pengendalian intern dalam mencapai tujuan. Sistem pengendalian intern yang baik memiliki
karakteristik yang commit to user meliputi hal – hal berikut:

1) Suatu rencana organisasi yang memungkinkan adanya pemisahan


pertanggungjawaban fungsi secara tepat untuk memungkinkan accounting control.
Ada tiga jenis tanggung jawab fungsi yang dilaksanakan oleh departemen/bagian yang
berlainan, antara lain:
a) Otorisasi untuk melaksanakan transaksi. Menunjukan orang yang mempunyai
wewenang dan tanggung jawab untuk memulai suatu transaksi.
b) Pencatatan transaksi. Menunjukan fungsi dan tugas dari pencatatan dan akuntansi.
c) Menyimpan aktiva. Menunjukan penyimpanan fisik atau pengendalian fisik yang
efektif

Tujuan dari pemisahan tersebut adalah agar tidak ada yang harus mengendalikan dua
sampai tiga tanggung jawab atau pekerjaan. Jika departemen atau orang yang berbeda
melaksanakan suau transaksi maka bisa mendapatkan keuntungan yaitu tidak terjadi
kecuranggan kecuali kerja sama (collusion) dan dengan adanya koordinasi yang tepat
maka suatu transaksi dapat terselenggara secara efisien serta terhindar dari kesalahan
karena bisa saling cek (cross-check).

2) Sistem pemberian wewenang, tujuan dan pengendalian. Setiap manajemen memiliki


tanggung jawab dalam menentukan, melaksanakan, meningkatkan dan memelihara
sistem pengendaliannya. Manajemen harus menentukan ukuran untuk mangakui
transaksi dalam sistem akuntansinya dan untuk pengendalian persetujuan transaksi.
Suatu sistem pemberian wewenang dapat bersifat umum dan dapat didelegasikan ke
tingkat manajemen yang lebih rendah. Tujuan dan teknik paling tidak harus memiliki
bagan rekening (chart of accounts) dan dengan penjelasan dan instruksi tertulis
tentang klasifikasi transaksi. Perusahaan yang lebih besar akan didapat sistem
dokumentasi EDP, dokumentasi program komputer, buku pegangan sistem dan
prosedur, kerangka pengolahan transaksi dan berbagai formulir lainnya. Akuntan
Intern (Internal auditor) mempunyai tugas untuk menciptakan, menilai dan menjaga
sistem dokumentasi diatas. Pengendalian adalah suatu alat untuk memonitor dan
menjaga sistem agar berjalan dengan baik. Dengan adanya pengendalian maka
kesalahan-kesalahan dapat berkkurang. Pengendalian daat dilakukan secara langsung
dan tidak langsung. Jika secara langsung maka pengendalian dilakukan terhadap suatu
sistem yang sedang berjalan. Sedangkan pengendalian tidak langsung dilakukan
melalui laporan-laporan yang telah dibuat.
3) Kualitas karyawan sesuai dengan tanggung jawabnya. Faktor yang paling penting dan
sulit dalam pengendalian adalah personil/pegawai yang dapat menunjang suatu sistem
agar bisa berjalan dengan baik. Pandangan Akuntan Publik mempunyai penilaian
bahwa karyawan akan dikatakan ideal apabila tingkat kualitas yang dimiliki sesuai
dengan tanggung jawabnya. Kualitas karyawan juga dapat menimbulkan masalah
dalam pengendalian internal. Ada tiga hal yang perlu diperhatikan sehubungan
dengan kualitas karyawan yaitu:
a) Penarikan tenaga kerja; dalam penarikan tenaga kerja, manajemen harus
mengusahakan seluas mungkin sumber tenaga kerja dalam hal tenaga kerja tidak
dapat ditarik dari dalam perusahaan. Makin luas sumber tenaga kerja akan lebih
besar kemungkinannya mendapat calon tenaga kerja yang dikehendaki.
b) Pengembangan mutu karyawan; halini menyangkut usaha-usaha meningkatkan
pengetahuan karyawan bekerja lebih keras dan baik, berusaha memiliki tingkat
moral yang tinggi dan karenanya akan menghasilkan tugas-tugas yang dikerjakan
secara efisien.
c) Pengukuran prestasi kerja; yaitu untuk menilai pelaksanaan tugas-tugas yang
menjadi tanggung jawab masing-masing karyawan.
4) Pengendalian terhadap aktiva dan dokumen serta formulir. Pengendalian fisik atau
aktiva, catatan dan dokumen lainnya harus dibatasi kepada orang-orang tertentu saja
(yang diberi wewenang). Aktiva seperti persediaan dan surat berharga harus disimpan
secara baik dan dihindarkan dari orang yang tidak berwenang menanganinya.
Demikian juga untuk catatan-catatan biaya dan piutang harus dihindarkan dari orang
yang mempunyai tanggung jawab pada catatan di atas. Formulir-formulir yang sangat
penting untuk pekerjaan akuntansi dan pengendalian harus disimpan secara baik pula.
Tujuan fisik mempunyai tujuan menghindari dari kesalahan dan ketidakberesan dari
orang-orang yang tidak bertanggung jawab.
5) Perbandingan secara periodik. Perbandingan adalah suatu alat untuk pengendalian.
Manajemen harus mengadakan perbandingan secara periodik dengan bukti yang harus
tentang adanya penilaian bahwa transaksi telah dicatat. Akuntansi intern dapat
melaksanakan pekerjaan ini. Perbandingan secara periodik dapat meliputi
perbandingan fisik saldo kas, dan Rekonsiliasi Bank, perhitungan fisik berharga,
konfirmasi saldo piutang dan hutang dan teknik-teknik lainnya yang dilakukan untuk
menentukan apakah catatan akuntansi sesuai dengan keadaan sebenarnya.

1.4 Unsur-Unsur Pengendalian Internal


Terdapat beberapa unsur yang dalam pengendalian internal, Unsur struktur pengendalian
internal pada dasarnya adalah bagian-bagian yang dibentuk untuk mencapai tujuan
pengawasan internal yaitu untuk menjaga kekayaan, menjamin ketelitian keandalan data
akuntansi, mendorong efisiensi serta dipatuhinya kebijakan manajemen.

Menurut Mulyadi (2017:130) ada 4 unsur pokok pengendalian internal yaitu:

1. Struktur organisasi yang memisahkan tanggung jawab dan wewenang secara tegas.
Struktur organisasi merupakan rerangka pembagian tanggung jawab fungsional
kepada unit-unit organisasi yang dibntuk untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan
pokok perusahaan.
2. Sistem otorisasi dan prosedur pencatatan. Dalam organisasi, setiap transaksi hanya
terjadi atas dasar otorisasi dari pejabat yang memiliki wewenang untuk menyetujui
terjadinya transaksi tersebut. Oleh karena itu, dalam organisasi harus dibuat sistem
yang mengatur pembagian wewenang untuk otorisasi atas terlaksananya setiap
transaksi.
3. Praktik yang sehat. Pembagian tanggung jawab fungsional dan sistem wewenang dan
prosedur pencatatan yang telah diterapkan tidak akan terlaksana dengan baik jika
tidak diciptakan cara-cara untuk menjamin praktik yang sehat dalam pelaksanaannya.
4. Karyawan yang mutunya sesuai degan tanggung jawabnya. Unsur mutu karyawan
merupakan unsur sistem pengendalian internal yang sangat penting. Jika perusahaan
memiliki karyawan yang kompeten dan jujur, unsur pengendalian yang lain dapat
dikurangi sampai batas yang minimum dan perusahaan tetap mampu menghasilkan
pertanggungjawaban keuangan yang dapat diandalkan.

1.5 Komponen pengendalian internal

Struktur pengendalian internal COSO dikenal sebagai kerangka kerja pengendalian


internal yang terintegrasi terdiri dari 5 komponen yang saling berhubungan. Komponen ini
didapat dari proses manajemen untuk memberikan kepastian yang layak bahwa tujuan
pengendaliannya dapa tercapai. Komponen pengendalian COSO meliputi:

1. Lingkungan Pengendalian
Lingkungan pengendalian merupakan semua aspek yang membentuk struktur, standar,
perilaku, dan pedoman yang menjalankan operasional perusahaan. Lingkungan
pengendalian merupakan suatu fondasi untuk membentuk unsur-unsur pengendalian
internal lain yang baik. Sebagai contoh adalah kebijakan operasional terkait
pengembangan sumber daya manusia (SDM) yang kaitannya dengan pengembangan,
tata kelola, pelatihan, atau evaluasi jabatan. Tanpa didukung dengan kebijakan yang
baik, sulit bagi perusahaaan untuk memiliki SDM unggul yang memiliki kompeten
sesuai dengan tujuan perusahaan.
Terhadap beberapa hal yang memengaruhi lingkungan pengendalian internal yaitu:
a) Filosofi dan gaya operasional manajemen
b) Integritas, nilai-niai dan kode etik perusahaan
c) Komitmen pada kompetensi
d) Struktur organisasi
e) Praktik administrasi dan personalia
f) Kebijakan operasional
2. Penilaian Resiko
Setiap aktivitas memiliki resiko termasuk aktivitas operasional maupun produksi
perusahaan. Baik risiko yang berkaitan dengan bisnis secara langsung maupun tidak.
Dimana pada tahap awal, perusahaan menilai risiko yang akan dihadapi dengan
melakukan manajemen risiko yang terdiri dari analisis, tindakan dan evaluasi.
Penilaian resiko berkaitan dengan proses pencapaian tujuan perusahaan. Dengan
memitigasi risiko, perusahaan dapat lebih mudah mencapai tujuan yaitu mendapatkan
keuntungan yang maksimal dan mengurangi kerugian. Beberapa risiko yang harus
dihadapi perusahaan adalah risiko perubahan hukum, situasi politik dan ekonomi,
internal fraud, ancaman pesaing, hinggan anomali permintaan pasar.
3. Prosedur pengendalian
Dalam pelaksanaan pengendalian harus berpedoman pada prosedur atau pedoman
yang telah ditetapkan supaya proses pelaksanaan pengendalian dapat sesuai untuk
mencapai tujuan perusahaan. Prosedur atau pedoman dalam pelaksanaan
pengendalian juga harus bisa mendeteksi kemungkinan adanya tindak kecurangan
dalam perusahaan. Prisedur pengendalian internal meliputi karyawan yang
berkompetensi, rotasi kerja dan kewajiban cuti, pemisahan fungsi dan tanggung
jawab, ulasan kinerja, serta perlindungan aset dan data akuntansi.
4. Pengawasan
Fungsi pengawasan dalam pengendalian internal adalah untuk memastikan bahwa
setiap aktivitas pengendalian berjalan sesuai dengan pedoman atau prosedur yang
telah ditetapkan. Dengan adanya pengawasan, manajemen perusahaan juga bisa
melakukan identifikasi langkah-langkah dan proses mana yang dinilai lebih efektif
dalam mencapai tujuan. Pengawasan dapat dilakukan dengan dua cara yaitu penilaian
khusus atau audit internal keuangan dan mengidentifikasi adanya sinyal peringatan
yang berhubungan dengan perilaku karyawan dan/atau sistem akuntansi.
5. Informasi dan Komunikasi
Komponen Informasi dan komunikasi juga memiliki peranan penting sebagaimana
elemen-elemen lain. Tanpa adanya informasi yang memadai, proses pengendalian
yang dimulai dari pembentukan kebijakan, analisis risiko, hingga pengawasan cukup
sulit untuk bisa dilakukan dengan baik. Informasi dan komunikasi juga bisa
digunakan untuk menilai suatu kejadian atau kondisi yang berpengaruh dalam
pengambilann keputusan pelaporan.

1.6 Keterbatasan Sistem Pengendalian Internal


Terlepas dari bagaimana bagusnya desain dan operasinya, pengendalian intern
hanya dapat memberikan keyakinan memadai bagi manajemen dan dewan komisaris
berkaitan dengan pencapaian tujuan pengendalian perusahaan. Kemungkinan pencapaian
tersebut dipengaruhi oleh keterbatasan bawaan yang melekat dalam pengendalian intern.
Hal ini mencakup:
1. Kenyataan bahwa pertimbangan manusia dalam pengambilan keputusan dapat salah
dan bahwa pengendalian intern dapat rusak karena kegagalan yang bersifat manusiawi
tersebut, seperti kekeliruan atau kesalahn yang sifatnya sederhana.
2. Adanya kolusi diantara dua orang atau lebih atau manajemen mengesampingkan
pengendalian intern.
3. Biaya pengendalian intern perusahaan tidak boleh melebihi manfaat yang diharapkan
dari pengendalian tersebut.

Pengendalian internal yang bersifat terbatas merupakan salah satu kekurangan tersendiri
dalam pengendalian. Efektivitas sistem pengendalian sangat bergantung pada sifat dan
dukungan manajemen serta faktor-faktor lainnya. Artinya dengan keberadaan dan peran
pengendalian internal tidak secara ajaib mampu mengubah sistem manajemen atau
keberhasilan perusahaan Keterbatasan lainnya yang sulit dikendalikan oleh sistem
pengandalian internal antara lain:

1. Hubungan Nepotisme dalam membangun sistem pengendalian yang sering kali


menimbulkan ketidakadilan pada karyawan perusahaan.
2. Praktik Kolusi yang dilakukan oleh sekelompok orang baik konsumen, sesama
karyawan maupun vendor yang bekerja sama untuk melakukan kecurangan.
3. Anomali kebijakan pemerintah dan kondisi sosial-politik-budaya di wilayah atau
negara tempat perusahaan berada.
4. Tindakan pesaing yang di luar kontrol perusahaan.
5. Perubahan perilaku konsumen, contohnya konsumen tidka mau lagi membeli produk
perusahaan karena nilai manfaatnya yang berkurang.
6. Dan hal-hal lain yang berada di luar kontrol perusahaan

2. KAS DAN SETARA KAS


2.1 Pengertian Kas dan Setara Kas
Menurut Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI) dalam Pernyataan Standar Akuntansi
Keuangan (PSAK) No.2, kas adalah alat pembayaran yang siap dan bebas dipergunakan
untuk membiayai kegiatan umum perusahaan. Berdasarkan SAK ETAP (2009:28) setara kas
adalah investasi jangka pendek dan sangat likuid yang dimiliki untuk memenuhi komitmen
kas jangka pendek, bukan untuk tujuan investasi atau lainnya. Kas terdiri dari saldo kas (cash
on hand) dan rekening giro. Kas adalah aktiva lancar yang digunakan sebagai media
pembayaran, sebagai dasar pengukuran akuntansi, dan sebagai laporan bagi seluruh pos
lainnya.
Keberadaaan kas dalam perusahaan merupakan modal yang sangat dibutuhkan agar
bisa mendapatkan banyak laba. Semakin besar kas yang ada dalam perusahaan maka semakin
besar pula peluang perusahaan tersebut untuk memperoleh banyak laba. Sebaliknya, jika
semakin kecil kas yang ada di dalam perusahaan maka semakin kecil juga peluang bagi
perusahaan untuk meraih banyak laba. Tetapi, hal ini bukan berarti perusahaan harus
mempertahankan persediaan kas dalam jumlah besar karena semakin besar kas berarti
semakin banyak yang menganggur sehingga nantinya tidak dapat dimanfaatkan untuk
kegiatan operasional yang bisa menghasilkan uang.
Menurut Rudianto (2018:83) kas dalam pengertian akuntansi adalah alat penukaran
yang dapat diterima untuk membeli berbagai barang dan jasa, dapat digunakan untuk
pelunasan utang, dan dapat diterima sebagai setoran ke bank dalam jumlah besar nilai
nominalnya.
Menurut Purwadji Dkk (2017:8) kas merupakan alat pembayaran yang siap dipakai
dan bebas dipergunakan untuk membiayai kegiatan-kegiatan umum yang ada di perusahaan.
Sedangkan menurut Diana Dkk (2017:101) kas merupakan asset keuangan. Aset keuangan
merupakan aset yang berbentuk kas, instrumen ekuitas yang duterbitkan oleh entitas lain, hak
kontraktual untuk menerima kas dari entitas lain, atau juga kontrak yang akan diselesaikan
dengan menggunakan instrumen ekuitas yang diterbitkan oleh entitas.
Dari beberapa penjelasan menurut para ahli, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa
kas merupakan aset yang berbentuk uang tunai yang dapat digunakan untuk membayar
kewajiban perusahaan serta merupakan aset yang paling likuid dan yang paling lancar.
Sedangkan Setara kas adalah investasi yang bersifat sangat likuid, berjangka pendek, dan
dengan cepat dapat dijadikan kas dalam jumlah tertentu tanpa menghadapi risiko perubahan
nilai yang berarti; setara kas dimiliki untuk memenuhi komitmen kas jangka pendek, bukan
untuk investasi atau tujuan lain.

2.2 Karakteristik Kas dan Setara Kas


Pada umumnya di dalam perusahaan telah membagi kas menjadi dua kelompok yaitu
uang yang tersedia di kasir perusahaan (cash on hand) dan uang tunai yang tersimpan di
dalam bank (cash in bank).
1. Kas di perusahaan (cash on hand)
Kas yang ada dalam perusahaan dapat meliputi dana kas kecil (petty cash), dan
penukaran (change funds), dan dana lain yang digunakan dan tak segera dibelanjakan
secara teratur, serta pos-pos seperti cek-cek pribadi, cek perjalanan, cek kasir, wesel
bank, dan pos wesel. Dapat diterimanya sebagai setoran dengan nilai yang tercantum
merupakan suatu pengujian yang memuaskan dalam pengklasifikasian pos-pos yang
ditemukan dilaci kas sebagai kas, misalnya:
a) Uang tunai, yang meliputi uang logam dan uang kertas termasuk didalamnya uang
tunai yang ada pada pemegang dana kas kecil.
b) Cek yang diterima sebagai alat pembayaran dari pihak lain tapi oleh perusahaan
belum diuangkan atau disetor sebagai rekening giro di bank.
2. Kas di bank (cash in bank)
Kas dibank adalah semua saldo rekening koran/rekening giro bank yang dimiliki oleh
perusahaan dan dapat digunakan setiap saat sebagai alat pembayaran dengan
menggunakan cek. Kas yang terikat dapat dilaporkan sebagi pos lancar atau tidak
lancar. Beberapa elemen yang dapat disetarakan dengan kas, yaitu:
a) Pos wesel
b) Bukti kiriman uang
c) Bank draft
d) Deposito berjangka
Kas dan setara kas merupakan akun yang dikategorikan dalam kelompok aset yaitu
aset lancar. Dalam PSAK No.66 (IAI:2017)
Entitas mengklasifikasikan aset sebagai aset lancar, jika:
1. Entitas memperkirakan akan merealisasikan aset, atau memiliki intensi untuk menjual
atau menggunakannya, dalam siklus operasi normal
2. Entitas memiliki aset untuk tujuan diperdagangkan
3. Entitas diperkirakan akan merealisasi aset dalam jangka waktu dua belas bulan setelah
periode pelaporan; atau
4. Aset merupakan kas atau setara kas (Sebagaimana didefinisikan dalam PSAK 2:
Laporan Arus Kas), kecuali aset tersebut dibatasi pertukaran atau penggunaannya
untuk menyelesaikan liabiitas sekurang-kurangnya dua belas bulan setelah periode
pelaporan.
Aset yang tidak termasuk dalam kriteria aset lancar di atas akan diklasifikasikan sebagai aset
tidak lancar. Dalam PSAK No. 07 (IAI:2017) setara kas dimiliki utuk memenuhi komitmen
kas jangka pendek, bukan untuk investasi ataupun tujuan lain. Suatu investasi harus bisa
segera dikonversikan menjadi kas dalam jumlah yang dapat ditentukan dan tidak memiliki
risiko perubahan nilai yang signifikan untuk memenuhi kualifikasi sebagai setara kas. Maka
dari itu, investasi yang memenuhi kualifikasi sebagai setara kas adalah investasi yang akan
segera jatuh tempo dalam waktu tiga bulan atau kurang sejak tanggal perolehannya.
Berikut ini adalah contoh yang bisa digolongkan sebagai kas dan setara kas:
1. Uang tunai dalam bentuk kertas/logam
2. Uang perusahaan yang disimpan di bank yang sewaktu-sewaktu dapat diambil seperti
deposito dengan jangka waktu 1-3 bulan
3. Saldo rekening giro di Bank dalam rupiah atau mata uang asing
4. Cek yang diterima sebagai pembayaran dari pihak lain
5. Travellers check. Ini adalah cek yang dikeluarkan oleh bank umum dimana bisa
digunakan untuk melayani pihak nasabah yang ingin melakukan perjalanan atau
traveling dalam waktu tertentu dengan jarak yang jauh.
6. Kasir cek adalah cek yang dibuat dan ditanda tangani oleh suatu bank, ditarik oleh
bank itu sendiri untuk melakukan pembayaran ke pihak lain
7. Bon kas kecil
8. Wesel post: dapat dijadikan uang tunai pada saat diperlukan
Yang tidak dapat digolongkan sebagai kas dan setara kas pada neraca adalah
1. Deposito berjangka (time deposite) yaitu simpanan di bank yang hanya dapat diambil
setelah jangka waktu tertentu berakhir. Contohnya deposito yang berjangka waktu
lebih dari 3 bulan.
2. Uang yang disediakan untuk tujuan-tujuan tertentu sehingga terikat penggunaannya.
Contohnya dana pensiun.
3. Cek mundur (post date check) karena tidak dapat digolongkan ke dalam kas sebelum
jangka waktunya

3.PENGENDALIAN INTERNAL KAS DAN SETARA KAS


Kas yang dimiliki perusahaan sangatlah penting. Dilihat dari sifatnya yang mudah
dipindah tangankan dan tidak dapat dibuktikan pemiliknya, maka tentu saja kas sangat mudah
untuk digelapkan. Pengendalian yang tidak memadai dapat mengakibatkan pencurian,
penyalahgunaan dana, atau menyebabkan keadaan yang memalukan.
Keadaan ini terjadi karena mudahnya mentransfer uang. Oleh karenanya kas dan
setara kas cenderung diselewengkan oleh karyawan. Disamping itu banyak transaksi yang
secara langsung atau tidak menggunakan penerimaan dan pengeluaran kas. Karena itu perlu
diadakan pengendalian yang ketat terhadap kas dan setara kas. Disinilah akan diperlukan
suatu sistem pengendalian internal (internal control) terhadap kas dan setara kas dengan
memisahkan fungsi-fungsi penyimpanan, pelaksana dan pencatatan. Dengan adanya
pemisahan fungsi maka akan sulit menggelapkan kas.
Sistem pengendalian internal kas adalah semua sarana, alat dan mekanisme yang
digunakan untuk mengamankan, mencegah pemborosan dan penyalahgunaan kas, menjamin
ketelitian, serta mendorong dipatuhinya kebijakan manajemen kas. Sistem pengendalian kas
diharapkan dapat melindungi kas yang dimiliki perusahaan/instansi dari pencurian,
penggelapan keuangan, dan kecurangan yang dilakukan oleh pegawai maupun orang yang
tidak bertanggung jawab.
Pengendalian internal kas meliputi 3 hal, yaitu:
1. Pengendalian akuntansi
Pengendalian akuntansi meliputi rencana organisasi dan prosedur-prosedur serta
catatan-catatan yang berhubungan dengan pengamanan harta kekayaan perusahaan
dari catatan-catatan keuangan yang dapat dipercaya, oleh karena itu disusun
sedemikian rupa untuk meyakinkan bahwa:
a) Transaksi-transaksi dilaksanakan sesuai dengan persetujuan atau wewenang
pimpinan, baik yang bersifat umum maupun khusus.
b) Transaksi-transaksi dicatat sedemikian rupa sehingga memungkinkan ikhtisar-
ikhtisar keuangan yang sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi atau kriteria lain
sesuai dengan tujuan ikhtisar tersebut dan menekankan pertanggungjawaban atas
harta kekayaan perusahan / instansi.
c) Penguasaan atas harta perusahaan / instansi diberikan hanya dengan persetujuan
atau wewenang pimpinan.
d) Jumlah aktiva / harta kekayaan perusahaan / instansi seperti yang tercantum
dalam catatan perusahaan dicocokkan dengan aktiva / harta yang ada pada waktu
yang tepat dengan tindakan yang sewajarnya diambil jika terjadi perbedaan.
2. Pengendalian administratif
Pengendalian administratif meliputi (tetapi tidak terbatas pada) rencana serta prosedur
dan pencatatan yang berhubungan dengan proses pembuatan keputusan yang
membuat pimpinan perusahaan untuk menyetujui atau memberi wewenang atas
terjadinya transaksi-transaksi. Pemberian wewenang tersebut merupakan fungsi
pimpinan perusahaan yang langsung berhubungan dengan tanggungjawab untuk
mencapai titik
tolak serta menciptakan pengendalian akuntansi atau transaksi.
3. Pengendalian operasi
Tujuan dari pengendalian ini adalah untuk mengetahui apakah suatu barang atau
inventaris sudah benar penggunaannya. Penggunaan ini penting artinya guna
menentukan nilai ekonomis aktiva tetap seperti keamanan atau keutuhan, keawetan,
maupun pendayagunaan barang-barang yang ada.
Dilihat dari segi operasi dan administratif, pemimpin perusahaaan atau instansi tidak
mungkin dapat mengawasi dan mengendalikan perusahaan secara langsung. Jika dari segi
akuntansi pun, pemimpin perusahaan atau instansi juga tidak mungkin selalu memeriksa,
mengawasi, dan meneliti setiap proses dari pembuatan bukti transaksi sampai pengolahan
data dan menjadi laporan keuangan. Maka dari itu dibutuhkan sistem yang dapat mengganti
fungsi pengendalian langsung.
Adapun beberapa prinsip pengendalian internal kas yang baik dalam sistem
pengendalian kas yang bisa digunakan oleh perusahaan, yaitu:
1. Fungsi penyimpanan kas harus terpisah dari fungsi akuntansi.
2. Transaksi penerimaan dan pengeluaran kas tidak boleh dilaksanakan sendiri oleh
bagian kasir sejak awal hingga akhir.
3. Pengeluaran kas harus mendapat otorisasi dari pejabat yang berwenang.
4. Pencatatan dalam jurnal pengeluaran kas harus didasarkan bukti kas keluar yang telah
mendapat otorisasi dari pejabat yang berwenang.
5. Saldo kas yang ada di tangan harus dilindungi dari kemungkinan pencurian.
6. Secara periodik diadakan pencocokan jumlah fisik kas yang ada di tangan dengan
jumlah kas menurut catatan akuntansi.
7. Kasir dilengkapi dengan alat – alat yang mencegah terjadinya pencurian terhadap kas
yang ada di tangan.
Dari beberapa pernyataan diatas dapat disimpulkan agar pengendalian intern kas di
perusahaan dapat berjalan dengan baik dan sesuai tujuan perusahaan maka diperlukan adanya
prinsip-prinsip pengendalian intern kas yang baik, baik dari segi penerimaan kas dan
pengeluaran kas. Pengendalian intern kas mengharuskan Fungsi penyimpanan kas harus
terpisah dari fungsi akuntansi agar data akuntansi dapat diandalkan, transaksi penerimaan dan
pengeluaran kas tidak boleh dilaksanakan sendiri oleh bagian kasir sejak awal hingga akhir
agar kas terjamin keamanannya serta ketelitiannya,pengeluara kas harus selalu diotorisasi
pihak berwenang, saldo kas yang ada di tangan harus dilindungi dari kemungkinan pencurian
dengan menggunakan alat pencegah pencurian dan secara periodik diadakan pencocokan
jumlah fisik kas yang ada di tangan dengan jumlah kas menurut catatan akuntansi agar
mencegah karyawan menggunakan kesempatan mencuri kas.
Ada beberapa cara pengendalian terhadap kas, antara lain adalah:
1. Dana kas kecil (Petty cash funds)
Dana kas kecil adalah uang kas yang disediakan untuk membayar pengeluaran-
pengeluaran yang jumlahnya relatif kecil dan juga tidak ekonomis bila dibayar dengan
cek. Ada 2 metode yang dapat digunakan, yaitu:
a) Sistem imperest (jumlah dana dalam rekening kas kecil selalu tetap)
Metode ini melakukan pencatatan pada saat pengisian dana kas kecil atau tiap
pegeluaran tidak perlu dicatat tetapi petugas kas kecil cukup menyimpan dan
mengumpulkan bukti-bukti pengeluaran saja. Lalu pengisian dana kas kecil
jumlahnya sebesar pengeluaran yang telah ada dengan pada akhir periode.
b) Sistem fluktuasi (jumlah dana dalam rekening kas kecil berubah-ubah sesuai
kebutuhan)
Metode ini mencatat setiap pengeluaran ke dalam perkiraan dana kas kecil sebagai
jurnal khusus, sehingga dana kas kecil senantiasa berfluktuasi atau berubah-ubah
sesuai dengan transaksi yang terjadi. Kemudian pada saat penutupan buku tidak
perlu mengadakan penyesuaian, karena semua pengeluaran telah dicatat langsung
dalam perkiraan dana kas kecil.
Dilihat dari segi pengendalian intern, imprest fund method lebih baik digunakan
dengan alasan sebagai berikut:
a. Adanya pemeriksaan atas bukti-bukti pengeluaran kas kecil oleh pejabat yang
berwenang sebelum kas kecil itu diisi kembali. Ini berarti bahwa kas kecil
paling tidak diperiksa setiap kali kas tersebut diisi kembali.
b. Jumlah uang tunai ditambah dengan bukti-bukti kas kecil harus sama dengan
jumlah dana kas kecil menurut buku besar. Sifat ini memungkinkan
dilakukannya perhitungan kas kecil dengan mudah setiap saat.
c. Pemeriksaan oleh internal auditor. Pemeriksaan oleh internal auditor secara
kontinue dan mendadak merupakan suatu bagian dari sistem pengendalian
intern kas. Internal auditor memeriksa pembukuan yang dilakukan dan
meneliti kegiatan-kegiatan pekerjaan yang menangani kas perusahaan.
2. Rekonsiliasi bank (Bank reconciliation)
Rekonsiliasi bank (Bank reconciliation) merupakan suatu laporan yang berisi saldo
kas menurut perusahaan dengan saldo kas menurut bank disertai dengan penyebab
perbedaan keduanya. Laporan rekonsiliasi bank harus disusun oleh seseorang yang
tidak melaksanakan pencatatan penerimaan dan pengeluaran kas. Adapun faktor-
faktor yang menyebabkan terjadinya perbedaan antara saldo kas dibank dengan saldo
kas diperusahaan adalah sebagai berikut:
a) Cek masih beredar (outstanding check)
b) Cek tidak cukup dana (not sufficient check)
c) Penagihan oleh bank (collection by bank)
d) Setoran dalam perjalanan (deposit in transit)
e) Biaya-biaya bank (bank service charges)
f) Jasa giro (interest income)
g) Kesalahan (errors)

3.1 Pengendalian Internal Penerimaan Kas


“Penerimaan kas adalah kas yang diterima oleh perusahaan baik berupa uang tunai
maupun surat-surat berharga yang mempunyai sifat dapat segera digunakan, yang berasal dari
transaksi perusahaan maupun penjualan tunai, pelunasan piutang atau transaksi lainnya yang
dapat menambah kas perusahaan.” Mulyadi (2016:443) sumber penerimaan kas terbesar
suatu perusahaan dagang adalah berasal dari penjualan tunai.
Sedangkan menurut Mulyadi (2016:455) Penerimaan kas perusahaan berasal dari dua
sumber utama penerimaan kas yaitu dari penjualan tunai dan penerimaan kas dari piutang.
Menurut Mulyadi (2016) dalam bukunya Sistem Akuntansi menerangkan bahwa
pengendalian intern dalam penerimaan kas adalah sebagai berikut:
1. Pengendalian intern penerimaan kas dari penjualan tunai.
1) Organisasi
a) Fungsi penjualan harus terpisah dari fungsi kas. Pemisahan ini mengakibatkan
setiap penerimaan kas dari penjualan tunai dilaksanakan oleh dua fungsi yang
saling mengecek yaitu fungsi penjualan sebagai fungsi oprasi dan fungsi kas
sebagai fungsi penyimpanan.
b) Fungsi kas harus terpisah dari fungsi akuntansi. Hal ini dimaksudkan untuk
menjaga aset perusahaan dan menjamin ketelitian dan keandalan data akuntansi.
Dengan kata lain, suatu sistem yang menggabungkan fungsi akuntansi dengan
kedua fungsi pokok yang lain fungsi operasi dan fungsi penyimpanan akan
membuka kesempatan bagi karyawan perusahaan untuk melakukan kecurangan
dengan mengubah catatan untuk menutupi kecurangan yang dilakukannya.
c) Transaksi penjualan tunai harus dilaksanakan oleh fungsi penjualan, fungsi kas,
fungsi pengiriman, dan fungsi akuntansi. Tidak ada transaksi penjualan tunai
yang dilaksanakan secara lengkap hanya oleh satu fungsi tersebut. Dengan
dilaksanakannya setiap transaksi penjualan tunai oleh berbagai fungsi tersebut
akan tercipta adanya pengecekan intern pekerjaan setiap fungsi tersebut oleh
fungsi lainnya.
2) Sistem otorisasi dan prosedur pencatatan
a) Penerimaan order dari pembeli diotorisasi oleh fungsi penjualan dengan
menggunakan formulir faktur penjualan tunai.
b) Penerimaan kas di otorisasi oleh fungsi penerimaan kas dengan cara
membubuhkan cap “Lunas” pada faktur penjualan tunai dan penempelan pita
register kas pada faktur tersebut.
c) Penjualan dengan kartu kredit bank didahului dengan permintaan otorisasi dari
bank penerbit kartu kredit.
d) Penyerahaan barang diotorisasikan oleh fungsi pengiriman dengan cara
membubuhkan cap “Sudah Diserahkan” pada faktur penjualan tunai.
e) Pencatatan ke dalam catatan akuntansi harus didasarkan atas dokumen sumber
yang dilampiri dengan dokumen pendukung yang lengkap.
f) Pencatatan ke dalam catatan akuntansi harus dilakukan oleh karyawan yang
diberi wewenang untuk melaksanakannya.
3) Praktik yang sehat
a) Faktur penjualan tunai bernomor urut tercetak dan pemakaiannya dipertanggung
jawabkan oleh fungsi penjualan.
b) Jumlah kas yang diterima dari penjualan tunai disetor seluruhnya ke bank pada
hari yang sama dengan traksaksi penjualan tunai atau hari kerja berikutnya.
c) Perhitungan saldo kas yang ada di tangan fungsi kas secara periodik dan secara
mendadak oleh fungsi pemeriksa intern.
2. Pengendalian internal penerimaan kas dari piutang
1) Organisasi
a) Fungsi akuntansi harus terpisah dari fungsi penagihan dan fungsi penerimaan
kas. Untuk menciptakan internak check fungsi penagihan yang bertanggung
jawab untuk menagih dan menerima cek atau uang tunai dari debitur harus
dipisahkan dari fungsi penerimaan kas yang bertanggung jawab untuk
melakukan endorsment cek dan menyetorkan cek dan uang tunai hasil penagihan
ke rekening giro perusahaan di bank.
b) Fungsi penerimaan kas harus terpisah dari fungsi akuntansi. Fungsi akuntansi
tidak boleh digabungkan dengan fungsi penyimpanan, untuk menghindari
kemungkinan penggunaan catatan akuntansi untuk menutupi kecurangan yang
dilakukan karyawan. Jika fungsi akuntansi digabungkan dengan fungsi
penerimaan kas, timbul kemungkinan fungsi menggunakan kas yang diterima
dari debitur untuk kepentingannya sendiri dan menutupi kecurangan tersebut
dengan manipulasi catatan piutang kepada debitur. Kecurangan semacam ini
disebut lapping.
2) Sistem otorisasi dan prosedur pencatatan
a) Debitur diminta untuk melakukan pembayaran dalam bentuk cek atas nama atau
dengan cara pemindah bukuan (bilyet giro).
b) Fungsi penagihan melakukan penagihan hanya atas dasar daftar piutang yang
harus ditagih yang dibuat oleh fungsi akuntansi.
c) Pengkreditan akun pembantu piutang oleh fungsi akuntansi (bagian piutang)
harus didasarkan atas surat pemberitahuan yang berasal dari debitur.
3) Praktik yang sehat
a) Hasil perhitungan kas direkam dalam berita acara perhitungan kas dan disetor
penuh ke Bank dengan segera.
b) Para penagih dan kasir harus diasuransikan (fidelity bond insurance).
c) Kas dalam perjalanan (baik yang ada di tangan bagian kas maupun di tangan
penagih perusahaan) harus diasuransikan (case-in-safe dan case-in-transit
insurance).
Suatu teknik akuntansi untuk menghindari terjadinya perbuatan curang yang biasanya
terjadi karena kelalaian atau persekongkolan dengan melakukan internal chek yaitu suatu
teknik akuntansi untuk membuktikan keselamatan data akuntansi melalui perbandingan
antara hasil kerja dua orang atau lebih mengenai suatu transaksi yang sama namun tidak
mempengaruhi karena mereka bekerja secara bebas satu sama lain.
Menurut Mulyadi (2016: 380), sistem penerimaan kas dari penjualan tunai dibagi
menjadi tiga prosedur yaitu:
1) Penerimaan kas dari over the counter sale, yaitu pembeli datang sendiri ke
perusahaan, melakukan pemilihan barang atau produk yang akan di beli dan perusahaan
menerima uang tunai, cek pribadi atau pembayaran langsung dari pembeli dengan credit card,
sebelum barang diserahkan kepada pembeli.
2) Penerimaan kas dari cash-on delivery sale (COD sales) yaitu transaksi penjualan
yang melibatkan kantor pos, perusahaan angkutan umum, atau angkutan sendiri dalam
penyerahan dan penerimaan kas dari hasil penjualan.
3) Penerimaan kas dari credit card sale yaitu salah satu cara pembayaran bagi
pembeli dan sarana penagihan bagi penjual, yang memberikan kemudahan baik bagi pembeli
maupun penjual.

3.2 Pengendalian Internal Pengeluaran Kas


Penerapan pengendalian internal pengeluaran kas merupakan suatu upaya
berkesinambungan yang dilakukan oleh manajemen perusahaan dalam meningkatkan
efektivitas pengeluaran kas perusahaan. Pengendalian internal yang baik menghindari
terjadinya penyelewengan seperti melakukan perubahan laporan atau perhitungannya. Untuk
pengeluaran kas, selalu terbuka kesempatan untuk berbuat curang yaitu dengan cara
menggunakan dan secara tidak wajar atau tidak benar. Berikut ini adalah beberapa bentuk
kecurangan yang bisa terjadi dalam pengeluaran kas:
1. Menyiapkan bukti voucher palsu atau mengajukan voucher untuk mendapatkan
pembayaran dua kali.
2. Chek kitting dilakukan untuk menutupi pemakaian kas perusahaan dengan cara
melakukan transfer rekening dari bank satu ke rekening bank yang dananya
digelapkan pada saat bank-bank menyiapkan pembuatan rekening koran bank.
3. Mencantumkan jumlah total yang tidak benar dalam buku kas.
4. Menaikan jumlah cek setelah ditanda tangani
5. Mencantumkan potongan harga dengan jumlah yang lebih rendah dari pada yang
sebenarnya.
6. Menguangkan cek gaji dan upah yang belum ditagih oleh yang berhak.
7. Mengubah bentuk atau voucher pengeluaran kas kecil.
8. Memalsukan cek dan memusnahkannya pada saat telah diterima dari bank,
menggantikannya dengan cek lain yang dibatalkan atau dengan nota pembebanan.
Berdasarkan hal di atas maka sebaiknya pengeluaran kas dilakukan menggunakan sistem
voucher, kas kecil untuk pembayaran yang jumlahnya relatif kecil, adanya pemisahan tugas
dalam penyetujuan pembayaran faktur, pencatatan utang dagang, penyiapan cek dan
pengendalian cek.
Sistem akuntansi pengeluaran kas adalah suatu proses, cara, perbuatan mengeluarkan alat
pertukaran yang diterima untuk pelunasan utang dan dapat diterima sebagai suatu setoran ke
bank dengan jumlah sebesar nominalnya, juga simpanan dalam bank atau tempat lainnya
yang dapat diambil sewaktu – waktu.
Menurut Mulyadi (2016: 447) jaringan prosedur yang membentuk sistem akuntansi
pengeluaran kas secara tunai melalui kas kecil adalah:
1. Prosedur Pembentukan Dana Kas Kecil.
Bagian utang mencatat pembentukan dana kas kecil di dalam register bukti kas keluar.
Bukti kas keluar dilampiri dengan surat keputusan pembentukan dana kas kecil
diserahkan oleh bagian utang ke bagian kas. Berdasarkan bukti kas keluar tersebut,
bagian kasa membuat cek atas nama dan memintakan tanda tangan otorisasi atas cek.
Cek diserahkan kepada pemegang dana kas kecil dan bukti kas keluar diserahkan
kepada bagian jurnal setelah dibubuhi cap lunas oleh bagian kas. Bagian jurnal
mencatat pengeluaran kas dalam register cek.
2. Prosedur Permintaan dan Pertanggungjawaban Pengeluaran Dana Kas Kecil.
Dalam imprest system atau sistem dana tetap, pengeluaran dana kas kecil tidak dicatat
dalam catatan akuntansi. Pemegang dana kas kecil hanya mengarsipkan dokumen
permintaan pengeluaran kas kecil menurut huruf abjad nama pemakai dana kas kecil.
Jika pengeluaran dana kas kecil telah dipertanggungjawabkan oleh pemakai dana kas
kecil, pemegang dana kas kecil mengarsipkan bukti pengeluaran kas kecil yang
dilampiri dengan permintaan pengeluaran kas kecil dan dokumen pendukungnya.
Dokumen-dokumen ini dikumpulkan untuk dipakai sebagai dasar permintaan
pengisian kembali dana kas kecil sebesar jumlah dana yang telah dikeluarkan.
3. Prosedur Pengisian Kembali Dana Kas Kecil.
Permintaan pengisian kembali dana kas kecil dilakukan oleh pemegang dana kas kecil
dengan menggunakan formulir permintaan pengisian kembali kas kecil. Dokumen ini
dilampiri dengan bukti pengeluaran kas kecil dan dokumen pendukungnya diserahkan
oleh pemegang dana kas kecil kepada bagian utang. Kemudian bagian utang membuat
bukti kas keluar sebesar jumlah rupiah yang dicantumkan dalam permintaan kembali
kas kecil. Bukti kas keluar lembar ke-2 diserahkan oleh bagian utang ke bagian kartu
beban untuk kepentingan pencatatan rincian biaya
Dokumen yang digunakan dalam sistem akuntansi pengeluaran kas secara tunai
melalui kas kecil adalah: (Mulyadi, 2016: 443)
1) Bukti Kas Keluar
Dokumen ini berfungsi sebagai perintah pengeluaran kas dari fungsi akuntansi
kepada fungsi kas sebesar yang tercantum pada dokumen tersebut.
2) Permintaan Pengeluaran Kas Kecil
Dokumen ini digunakan oleh pemakai dana kas kecil untuk meminta uang ke
pemegang dana kas kecil. Bagi pemegang dana kas kecil, dokumen ini berfungsi
sebagai bukti telah dikeluarkannya kas kecil. Dokumen ini diarsipkan oleh
pemegang dana kas kecil menurut nama pemakai dana kas kecil.
3) Bukti Pengeluaran Kas Kecil
Dokumen ini dibuat oleh pemakai dana kas kecil untuk mempertanggungjawabkan
pemakaian dana kas kecil. Dokumen ini dilampiri dengan bukti – bukti pengeluaran
kas kecil dan diserahkan oleh pemakai dana kas kecil kepada pemegang dana kas
kecil.
4) Permintaan Pengisian Kembali Kas Kecil
Dokumen ini dibuat oleh pemegang dana kas kecil untuk meminta kepada bagian
utang agar dibuatkan bukti kas keluar guna pengisian kembali dana kas kecil.
Unsur pengendalian intern yang terdapat dalam sistem akuntansi pengeluaran kas
secara tunai melalui kas kecil adalah sebagai berikut:
1. Organisasi
a. Fungsi penyimpan kas harus terpisah dari fungsi akuntansi.
b. Transaksi penerimaan dan pengeluaran kas tidak boleh dilaksanakan sendiri oleh
bagian kasa sejak awal sampai akhir, tanpa campur tangan dari fungsi yang lain.
2. Sistem otorisasi dan prosedur pencatatan
a. Pengeluaran kas harus mendapat otorisasi dari pejabat yang berwenang.
b. Pembukaan dan penutupan rekening bank harus mendapatkan persetujuan dari
pejabat yang berwenang.
c. Pencatatan dalam jurnal pengeluaran kas harus didasarkan pada bukti kas keluar
yang telah mendapat otorisasi dari pejabat yang berwenang dan dilampiri dengan
dokumen pendukung yang lengkap.
3. Praktik yang sehat
a. Saldo kas yang ada ditangan harus dilindungi dari kemungkinan pencurian atau
penggunaan yang tidak semestinya.
b. Dokumen dasar dan dokumen pendukung transaksi pengeluaran kas harus
dibubuhi cap “lunas” oleh bagian kasa setelah transaksi pengeluaran kas
dilakukan.
c. Penggunaan rekening koran bank yang merupakan informasi dari pihak ketiga,
untuk mengecek ketelitian catatan kas oleh fungsi pemeriksaan intern yang
merupakan fungsi yang tidak terlibat dalam pencatatan dan penyimpanan kas.
d. Semua pengeluaran kas harus dilakukan dengan cek atas nama perusahaan
penerima pembayaran.
e. Jika pengeluaran kas hanya menyangkut jumlah yang kecil, dilakukan melalui
dana kas kecil, yang diselenggarakan dengan imprest system.
f. Secara periodik diadakan pencocokkan jumlah fisik kas yang ada di tangan
dengan jumlah kas menurut catatan akuntansi.
g. Kas yang ada ditangan dan kas yang ada di perjalanan diasuransikan dari
kerugian.
h. Kas diasuransikan (Fidelity Bond Insurance).
i. Kasir dilengkapi dengan alat – alat yang mencegah terjadinya pencurian terhadap
kas yang ada di tangan. Misalnya mesin register kas, almari besi dan strong room.
j. Semua nomor cek harus dipertanggungjawabkan oleh bagian kasa.

B. KERANGKA PEMIKIRAN
Pada tugas akhir ini penulis ingin membahas tentang bagaimana proses pengendalian
internal terhadap kas dan setara kas pada PT ABC. Tentu saja pengendalian internal
merupakan hal yang sangat penting dalam perusahaan agar tidak terjadinya penggelapan dana
yang dapat menyebabkan kerugian. Kas dan setara kas merupakan pos yang paling mudah
bagi karyawan untuk berbuat curang, dengan sifat yang sangat likuid dan akan digunakan
dalam hampir setiap transaksi dalam perusahaan membuat aliran kas dan setara kas harus
memiliki pengendalian internal yang jelas dan baik. Permasalahan yang akan dibahas penulis
adalah mengenai proses pengendalian internal terhadap kas dan setara kas pada PT. ABC dan
melihat apakah pengendalian internal yang diterapkan sudah berjalan dengan baik ataukah
ada kekurangan dan kendala dalam pengendalian internal tersebut.

Gambar 1.1
Kerangka Pemikiran

PT ABC

SISTEM PENGENDALIAN
INTERNAL

KAS DAN SETARA KAS

SISTEM PENGENDALIAN
SISTEM PENGENDALIAN INTERNAL KAS DAN
INTERNAL KAS DAN SETARA SETARA KAS PADA PT
KAS BERDASARKAN TEORI ABC

KESIMPULAN DAN
SARAN

Anda mungkin juga menyukai