Anda di halaman 1dari 12

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1. Pengendalian Internal

Menurut Hery (2014:159) Pengendalian internal biasanya akan mutlak


diperlukan seiring dengan tumbuhnya dan berkembangnya transaksi/bisnis
perusahaan. Untuk menjalankan pengendalian internal secara baik tentu saja harus
diikuti dengan kerelaan perusahaan untuk mengeluarkan beberapa tambahan biaya.
Sistem pengendalian internal akan dijumpai dalam perusahaan yang dimana kategori
ukuran bisnisnya adalah menengah keatas.

2.1.1. Pengertian Pengendalian internal

Menurut Mardi (2011:59),sistem yang meliputi struktur organisasi beserta semua

mekanisme dan ukuran-ukuran yang dipatuhi bersama untuk menjaga seluruh

kekayaan organisasi dari berbagai arah.

Menurut Hery (2014:159) menyatakan bahwa “pengendalian internal seperangkat


kebijakan dan prosedur untuk melindungi asset atau kekayaan perusahaan dari segala
bentuk tindakan penyalahgunaan, menjamin tersedianya informasi akuntansi
perusahaan yang akurat, serta memastikan bahwa semua ketentuan (peraturan)
hukum/undang-undang serta kebijakan manajemen telah dipatuhi atau dijalankan
sebagaimana mestinya oleh seluruh karyawan perusahaan.

Sedangkan menurut COSO yang dikutip dalam Sujarweni (2015:70),

pengendalian internal merupakan rangkaian tindakan yang mencakup keseluruhan

proses dalam organisasi. Pengendalian internal berada dalam proses manajemen

dasar, yaitu perencanaan, pelaksanaan, dan pemantauan.

2.1.2. Tujuan pengendalian internal

Adapun tujuan pengendalian internal menurut Hery (2014:160), maka dapat

disimpulkan bahwa tujuan dari pengendalian internal tidak lain adalah untuk

memberikan jaminan yang memadai bahwa:

6
7

1. Aset yang dimiliki oleh perusahaan telah diamankan sebagaimana mestinya dan

hanya digunakan untuk kepentingan perusahaan semata, bukan untuk kepentingan

individu (perorangan) oknum karyawan tertentu. Dengan demikian, pengendalian

internal diterapkan agar supaya seluruh aset perusahaan dapat terlindungi dengan

baik dari tindakan penyelewengan, pencurian, dan penyalahgunaan yang tidak

sesuai dengan wewenang nya dan kepentingan perusahaan.

2. Informasi akuntansi perusahaan tersedia secara akurat dan dapat diandalkan. Ini

dilakukan dengan cara memperkecil resiko baik atas salah saji laporan keuangan

yang disengaja (kecurangan) maupun yang tidak disengaja (kelalaian).

3. Karyawan telah mentaati hukum dan peraturan.

2.1.3. Unsur-Unsur Pengendalian internal

Agar pengendalian internal dapat berjalan secara efektif seperti yang diharapkan,

maka harus memiliki unsur pokok yang dapat mendukung prosesnya. Adapun unsur

pokok pengendalian internal menurut Mardi (2011:60), sebagai berikut:

1. Struktur organisasi

merupakan suatu kerangka pemisahan tanggung jawab secara tegas berdasarkan

fungsi dan tingkatan unit yang dibentuk. Prinsip dalam menyusun struktur

organisasi, yaitu pemisahan antara setiap fungsi yang ada dan suatu fungsi jangan

diberi tanggung jawab penuh melaksanakan semua tahapan kegiatan, hal ini

bertujuan supaya tercipta mekanisme saling mengendalikan antar fungsi secara

maksimal.

2. Sistem wewenang dan prosedur pencatatan dalam organisasi.


8

Struktur organisasi harus dilengkapi dengan uraian tugas yang mengatur hak dan

wewenang masing-masing tingkatan beserta seluruh jajarannya. Uraian tugas

harus didukung petunjuk prosedur berbentuk peraturan pelaksanaan tugas disertai

penjelasan mengenai pihak-pihak yang berwenang mengesahkan kegiatan,

kemudian berhubungan dengan pencatatan harus disertai pula prosedur yang baku.

Prosedur yang baik menjamin ketelitian dan keandalan data dalam perusahaan.

Transaksi terjadi apabila telah diotorisasi oleh pejabat yang berwenang dan setiap

dokumen memiliki bukti yang sah, ada paraf dan tanda tangan penjabat yang

memberi otorisasi.

3. Pelaksanaan kerja secara sehat

Tata cara kerja secara sehat merupakan pelaksanaan yang dibuat sedemikian rupa

sehingga mendukung tercapainya tujuan pengendalian internal yang ditunjukan

dalam beberapa cara. Unsur kehati-hatian (prudent) penting dijaga agar tidak

seorang pun menangani transaksi diawal sampai akhir sendirian, harus rolling

antar pegawai, melaksanakan berbagai tugas yang telah diberikan, memeriksa

kekurangan dalam pelaksanaan, serta menghindari kecurangan.

4. Pegawai berkualitas

Salah satu unsur pokok penggerak organisasi ialah karyawan, karyawan harus

berkualitas agar organisasi memiliki citra berkualitas. Secara umum kualitas

karyawan di tentukan oleh tiga aspek yaitu, pendidikan, pengalaman, dan akhlak.

Tidak hanya berkualitas, tetapi kesesuaian tanggung jawab dan pembagian tugas

perlu diperhatikan. Pegawai yang berkualitas dapat ditentukan berdasarkan proses


9

rekruitmen yang dilakukan kepada mereka, apakah berbasis profesional atau

berdasarkan carity (kedekatan teman).

Dari ke empat unsur diatas yang paling pokok adalah kualitas seorang karyawan

apabila suatu perusahaan mempunyai karyawan yang memiliki kualitas yang

maksimal tentunya akan berjalan lancar organisasi perusahaan tersebut.

Sedangkan menurut COSO dalam buku sujarweni (2015:71), ada 5 komponen dari

pengendalian internal yaitu:

1. Lingkungan pengendalian

Lingkungan pengendalian merupakan sarana dan prasarana yang ada di dalam

organisasi atau perusahaan untuk menjalankan struktur pengendalian internal yang

baik. Beberapa komponen yang memengaruhi lingkungan pengendalian internal

adalah:

a. Komitmen manajemen terhadap intergritas dan nilai-nilai etika. Dalam

perusahaan harus selalu ditanamkan etika dimana jika etika dilanggar itu

merupakan penyimpangan.contoh: datang tepat waktu adalah suatu etika yang

baik, dan begitu sebaliknya.

b. Filosofi yang dianut oleh manajemen dan gaya operasional yang dipakai oleh

manajemen, artinya di sini bahwa manajemen akan selalu menegakkan aturan.

Jika ada yang melanggar akan dikenakan sanksi yang tegas.

c. Struktur organisasi

1) Komite audit untuk dewan direksi. Tidak hanya karyawan kecil saja yang

mendapatkan pengawasan, namun para jajaran tinggi perusahaan juga

harus diawasi oleh suatu komite audit.


10

2) Metode pembagian tugas dan tanggung jawab. Dalam perusahaan harus

jelas dan tegas melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya.

3) Kebijakan dan praktik yang menyangkut sumber daya manusia. Perusahaan

dalam memilih karyawan harus selektif dan melalui prosedur tes yang

semestinya bukan berdasarkan nepotisme dan sejenisnya.

4) Pengaruh dari luar, apabila lingkungan dalam perusahaan sudah baik, maka

pengaruh dari luar yang buruk akan mudah bersama-sama ditangkal dan

pengaruh yang baik akan lebih mudah diterima.

5) Kegiatan pengendalian.

2. Aktivitas pengendalian.

Kegiatan pengawasan merupakan berbagai proses dan upaya yang dilakukan oleh

manajemen perusahaan untuk menegakkan pengawasan atau pengendalian operasi

perusahaan. COSO mengidentifikasi setidak-tidaknya ada lima hal yang dapat

diterapkan oleh perusahaan, yaitu:

a. Pemberian otorisasi atas transaksi dan kegiatan.

b. Pembagian tugas dan tanggung jawab.

c. Rancangan dan penggunaan dokumen dan catatan yang baik.

d. Perlindungan yang cukup terhadap kekayaan dan catatan perusahaan.

e. Pemeriksaan independen terhadap kinerja perusahaan.

3. Penaksiran Risiko.

Manajemen perusahaan harus dapat mengidentifikasi berbagai risiko yang

dihadapi oleh perusahaan. Dengan memahami risiko, manajemen dapat mengambil


11

tindakan pencegahan, sehingga perusahaan dapat menghindari kerugian yang besar.

Ada tiga kelompok risiko yang dihadapi perusahaan yaitu:

a. Risiko strategis, yaitu mengerjakan sesuatu dengan cara yang salah

(misalnya: harusnya dikerjakan dengan komputer ternyata dikerjakan

secara manual).

b. Risiko financial, yaitu risiko menghadapi kerugian keuangan. Hal ini

dapat disebabkan karena uang hilang, dihambur-hamburkan, atau dicuri.

c. Risiko informasi, yaitu menghasilkan informasi yang tidak relevan, atau

informasi yang keliru, atau bahkan sistem informasinya tidak dapat

dipercaya.

4. Informasi dan Komunikasi.

Merancang sistem informasi perusahaan dan manajemen puncak harus mengetahui

hal-hal di bawah ini:

a. Bagaimana transaksi diawali.

b. Bagaimana data dicatat kedalam formulir yang siap diinput ke sistem

komputer atau lansung dikonversi ke sistem komputer.

c. Bagaimana fail data dibaca, diorganisasi dan diperbaharui isinya.

d. Bagaimana data diproses agar menjadi informasi dan informasi diproses

lagi menjadi informasi yang lebih berguna bagi pembuat keputusan.

e. Bagaimana informasi yang baik dilakukan.

f. Bagaimana transaksi berhasil.

5. Pemantauan.
12

Pemantauan adalah kegiatan untuk mengikuti jalannya sistem informasi akuntansi,

sehingga apabila ada sesuatu berjalan tidak seperti yang diharapkan, dapat segera

diambil tindakan. Berbagai bentuk pemantauan di dalam perusahaan dapat

dilaksanakan dengan salah satu atau semua proses berikut ini:

a. Supervisi yang efektif yaitu manajemen yang lebih atas mengawasi

manajemen dan karyawan dibawahnya.

b. Akuntansi pertanggungjawaban yaitu perusahaan menerapkan suatu

sistem akuntansi yang dapat digunakan untuk menilai kinerja masing-

masing manajer, masing-masing departemen, dan masing-masing proses

yang dijalankan oleh perusahaan.

c. Audit internal yaitu pengauditan yang dilakukan oleh auditor di dalam

perusahaan.

2.2. Pengertian dan Jenis-Jenis Persediaan

Satu hal yang tidak akan ditemui pada perusahaan yang menjual produk utama

jasa adalah persediaan, sementara di perusahaan dagang dan manufaktur terdapat

barang dagangan yang belum dijual atau diproses dan dianggap sebagai persediaan.

Dalam pendekatan akuntansi, persediaan juga memberikan pengaruh yang besar

terhadap neraca dan laba rugi perusahaan. Itu sebabnya persediaan harus dikontrol

sebaik mungkin.

2.2.1. Pengertian Persediaan

Pada setiap tingkatan perusahaan, baik perusahaan kecil, menengah maupun

perusahaan besar, persediaan sangat penting bagi kelangsungan hidup perusahaan,

perusahaan harus dapat memperkirakan jumlah persediaan yang dimilikinya.


13

Persediaan yang dimiliki oleh perusahaan tidak boleh terlalu banyak dan juga tidak

boleh terlalu sedikit karena akan memperngaruhi biaya yang akan dikeluarkan untuk

persediaan tersebut.

Menurut Standar Akuntansi Keuangan (SAK), dalam buku Rahman (2013:102),

persediaan masuk ke dalam kategori aktiva, yang pengertiannya secara definitive

adalah sebagai berikut:

1. Barang yang tersedia untuk dijual dalam kegiatan usaha normal.

2. Dalam proses produksi dan atau dalam perjalanan (bahan baku, setengah jadi

atau bahan yang tengah dalam proses pengiriman.

3. Berupa bahan atau perlengkapan (supplies) untuk digunakan dalam proses

produksi atau pemberian jasa.

Adapun pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa persediaan adalah

barang-barang yang dibeli perusahaan untuk dijual kembali, yang diproses ataupun

tanpa diproses terlebih dahulu.

2.2.2. Fungsi Persediaan

Persediaan memiliki berbagai fungsi yang berguna untuk mempertahankan

kualitas perusahaan dan mempertahankan kepercayaan dari konsumen.

Menurut Herjanto (2007:238) fungsi persediaan adalah sebagai berkut:

1. Menghilangkan resiko keterlambatan pengiriman bahan baku atau barang

yang dibutuhkan perusahaan.

2. Menghilangkan resiko jika material yang dipesan tidak baik sehingga harus

dikembalikan.

3. Menaikan resiko terhadap kenaikan harga barang atau inflasi.


14

4. Untuk menyimpan bahan baku yang dihasilkan secara musiman sehingga

perusahaan tidak akan kesulitan jika bahan baku tidak tersedia dipasaran.

5. Mendapatkan keuntungan dari pembeli berdasarkan diskon kuantitas.

6. Memberikan pelayanan kepada pelanggan dengan tersedianya barang yang

diperlukan.

Bedasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa fungsi diadakannya

persediaan adalah untuk mengantisipasi resiko keterlambatan datangnya barang,

sehinggga dapat memenuhi permintaan konsumen dan untuk mengantisipasi resiko

hilangnya barang, karena dengan diadakannya persediaan dapat mengecek keadaan

barang dagang yang dimiliki perusahaan.

2.2.3. Jenis-jenis Persedian

Jenis-jenis persediaan akan berbeda sesuai dengan bidang atau kegiatan normal

usaha tersebut. Berdasarkan bidang usaha perusahaan tersebut. Berdasarkan bidang

usaha perusahaan dapat terbentuk perusahaan industri (manufacture), perusahaan

dagang, ataupun perusahaan jasa. Untuk perusahaan industri maka jenis persediaan

yang dimiliki adalah persediaan bahan baku (raw material), barang dalam proses

(work in process), persedian barang jadi (finished goods), serta bahan pembantu yang

akan digunakan dalam proses produksi. Dan perusahaan dagang maka persediaannya

hanya satu yaitu barang dagang.

menurut Trisnawati (2013:54) Untuk dapat memahami perbedaan serta keberadaan

dari tiap-tiap jenis persediaan tersebut maka dapat dilihat dari penggolongan

persediaan secara garis besar yaitu:


15

1. Persediaan bahan baku (raw material), merupakan terdiri atas harga pembelian,

ongkos angkut, biaya gudang dan biaya lain-lain yang berhubungan dengan

penyimpanan sampai bahan tersebut dipakai dalam produksi.

2. Barang dalam proses (work in process) merupakan barang yang masih dalam tahap

penyelesaian. Untuk menyelesaikan produk tersebut, perusahaan masih

memerlukan tambahan pekerjaan sehingga membutuhkan biaya tenaga dan biaya

tidak lansung lainnya.

3. Barang jadi (finished goods), merupakan produk/barang yang telah selesai

diproduksi dan menjadi persediaan perusahaan untuk dijual.

Untuk persediaan barang setengah jadi atau barang jadi harus dipahami bahwa

mungkin saja barang setengah jadi bagi suatu perusahaan merupakan barang jadi bagi

perusahaan lain karena proses produksi bagi perusahaan tersebut hanya sampai disitu.

Namun dapat saja terjadi barang setengah jadi atau barang jadi bagi suatu perusahaan

merupakan bahan baku bagi perusahaan lainnya. Jadi untuk menentukan apakah

persediaan tersebut merupakan bahan baku barang setengah jadi, ataupun barang jadi

bagi perusahaan harus dilihat apakah perusahaan tersebut sebagai input ataupun

output dari perusahaan atau hasil dari bagaian yang mana dari proses perusahaan

tersebut.

2.2.4. Sistem pencatatan persediaan

Metode pencatatan persediaan ada dua yaitu, metode perpetual dan metode

periodik. Metode perpetual disebut juga metode buku, karena setiap jenis persediaan

mempunyai kartu persediaan, sedangkan metode periodik juga metode fisik,


16

dikatakan metode fisik karena pada akhir periode dihitung fisik barang untuk

mengetahui persediaan akhir yang nantinya akan dibuat jurnal penyesuaian.

Menurut Stice dan skousen (2009 : 667), “Ada beberapa macam metode penilaian

persediaan yang umum digunakan, yaitu: indentifikasi khusus, biaya rata-rata

(Average), masuk pertama, keluar pertama (FIFO), masuk terakhir, keluar pertama

(LIFO)”.

a) Identifikasi Khusus

Pada metode ini, biaya dapat dialokasikan ke barang yang terjual selama periode

berjalan dan barang yang ada ditangan pada akhir periode berdasarkan biaya

aktual dari unit tersebut. Metode ini diperlukan untuk mengidentifikasi biaya

historis dari unit persediaan. Dengan identifikasi khusus, arus biaya yang dicatat

disesuaikan dengan arus fisik barang.

b) Metode Biaya Rata-Rata (Average)

Metode ini mebebankan biaya rata-rata yang sama ke setiap unit. Metode ini

didasarkan pada asumsi bahwa barang yang terjual seharusnya dibebankan dengan

biaya rata-rata, yaitu rata-rata tertimbang dari jumlah unit yang dibeli pada tiap

harga. Metode rata-rata mengutamakan yang mudah terjangkau untuk dilayani,

tidak peduli apakah barang tersebut masuk pertama atau masuk terakhir.

c) Metode masuk pertama, keluar pertama (FIFO)

Metode ini didasarkan pada asumsi bahwa unit yang terjual adalah unit yang

terlebih dahulu masuk. FIFO yang dianggap sebagai sebuah pendekatan yang logis

dan realistis terhadap arus biaya ketika penggunaan metode indentifikasi khusus

adalah tidak memungkinkan atau tidak praktis. FIFO mengasumsikan bahwa arus
17

biaya yang mendekati pararel dengan arus fisik dari barang yang dujual. FIFO

memberikan kesempatan kecil untuk memanipulasi keuntungan karena

pembebanan biaya ditentukan oleh urutan terjadinya biaya. Selain itu, didalam

FIFO unit yang tersisa pada persediaan akhir adalah unit yang paling akhir di beli,

sehingga biaya yang dilaporkan akan mendekati atau sama dengan biaya

penggantian diakhir periode.

d) Metode masuk terakhir, keluar pertama (LIFO)

Metode ini didasarkan pada asumsi barang yang paling baru yang terjual. Metode

LIFO sering dikritik secara teoritis tetapi metode ini adalah metode yang paling

baik dalam pengaitan biaya persediaan dengan pendapatan. Apabila metode LIFO

digunakan periode inflasi atau harga naik, LIFO akan menghasilkan harga pokok

yang lebih tinggi, jumlah laba kotor yang lebih rendah dan nilai persediaan akhir

yang lebih rendah.

Dengan demikian, LIFO cenderung memberikan pengaruh yang stabil terhadap

margin laba kotor, karena pada saat terjadi kenaikan harga LIFO mengaitkan biaya

yang tinggi saat ini dalam perolehan barang-barang harga jual yang meningkat,

dengan menggunakan LIFO, persediaan dilaporkan dengan menggunakan biaya dari

pembelian awal. Jika LIFO digunakan dalam waktu yang lama, maka perbedaan

antara nilai persediaan saat ini dengan biaya LIFO akan semakin besar.

Anda mungkin juga menyukai