BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Pengendalian Intern
Suatu perusahaan pasti memerlukan pengendalian intern dalam mengontrol
perusahaannya
agar tidak terjadi kesalahan dan kecurangan yang dapat terjadi. Agar
pengendalian intern berjalan baik dan efektif diperlukan partisipasi dari semua unit-
unit kerja yang ada di organisasi termasuk pimpinan.
II.1.1 Pengertian Pengendalian Intern
Untuk lebih jelas dan paham mengenai pengendalian intern, berikut terdapat
pengertian tentang pengendalian intern dari beberapa ahli.
II-1
II-2
Adapun dalam PP No. 60 tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern
Pemerintah[18] menyatakan bahwa,
“Sistem Pengendalian Intern adalah proses yang integral pada tindakan dan
kegiatan yang dilakukan secara terus menerus oleh pimpinan dan seluruh
pegawai untuk memberikan keyakinan memadai atas tercapainya tujuan
organisasi melalui kegiatan yang efektif dan efisien, keandalan pelaporan
keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundang-
undangan”.
Sedangkan menurut the Committee of Sponsoring Organizations (COSO) dalam
Arwati (2014:93)[2] mendefinisikan,
“Pengendalian intern sebagai proses yang diiimplementasikan oleh dewan
komisaris, pihak manajemen, dan mereka yang berada di bawah arahan keduanya,
untuk memberikan jaminan yang wajar bahwa tujuan pengendalian dicapai dengan
perimbangan hal-hal berikut :
1. Efektivitas dan efisiensi operasional organisasi
2. Keandalan laporan keuangan
3. Kesesuaian dengan hukum dan peraturan yang berlaku.”
COSO merupakan organisasi swasta yang beranggotakan the American
Accounting Association (AAA), American Institute of Certified Public Accountants
(AICPA), the Institute of Internal Auditor (IIA), the Institute of Management
Accountants (IMA), dan the Financial Executives Institute (FEI) (Krismiaji,
2015:220). Kerangka kerja COSO banyak digunakan secara luas di berbagai negara,
baik di sektor publik maupun sektor swasta, karenanya rumusan COSO menjadi
standarisasi internasional.
II-3
II.1.2 Tujuan Pengendalian Intern
Demi terwujudnya kegiatan usaha yang efektif dan efisien dalam suatu
perusahaan
diperlukan pengendalian intern yang memadai. Kebijakan manajemen yang
sudah diterapkan harus ditaati dan terus diperbaiki jika masih terdapat kekurangan.
Menurut Mulyadi (2016:129)[9], tujuan pengendalian intern yaitu :
1. Menjaga aset organisasi
2. Mengecek ketelitian dan keandalan data akuntansi
3. Mendorong efisiensi, dan
4. Mendorong dipatuhinya kebijakan manajemen.
II-4
Adapun menurut PP No. 60 tahun 2008 Pasal 3 tentang Unsur Sistem
Pengendalian Intern Pemerintah[18] terdiri dari :
1. Lingkungan pengendalian
2. Penilaian risiko
3. Kegiatan pengendalian
4. Informasi dan komunikasi, dan
5. Pemantauan pengendalian intern.
Unsur-unsur pengendalian di atas dijelaskan lebih rinci sebagai berikut :
1. Lingkungan Pengendalian
II-5
manajemen yang berbasis kemampuan kerja; melindungi aset serta
informasi yang sangat penting dari penggunaan akses illegal; adanya
interaksi secara mendalam dengan unit kerja yang berada di bawah;
serta respon yang positif atas pelaporan yang terkait dengan keuangan,
anggaran, program, dan kegiatan.
d. Membentuk struktur organisasi sesuai kebutuhan. Dilakukannya
pembentukan struktur organisasi agar disesuaikan dengan kebutuhan,
II-6
h. Hubungan kerja yang baik dengan Instansi Pemerintah terkait. Dalam
menjalin hubungan kerja yang baik dengan pihak terkait dapat
dilakukan dengan adanya prosedur saling uji antar Instansi Pemerintah
yang terkait.
2. Penilaian Risiko
Dalam penilaian risiko perlu ditetapkannya tujuan Instansi Pemerintah dan
tujuan pada tingkatan kegiatan. Tujuan Instansi Pemerintah berisi mengenai
pernyataan dan tujuan yang spesifik, dapat tercapai, terukur, dan terikat waktu
dengan ditetapkannya strategi operasi yang konsisten dan strategi manajemen
yang terintegrasi serta adanya rencana penilaian risiko. Sedangkan tujuan
kegiatan minimal harus memperhatikan ketentuan seperti berdasar pada tujuan
dan rencana strategis Instansi Pemerintah, didukung dengan sumber daya
Instansi Pemerintah yang memadai, dan relevan dengan tujuan utama Instansi
Pemerintah. Penilaian risiko terdiri atas :
a. Identifikasi risiko. Dapat dilaksanakan dengan penggunaan metodologi
yang sesuai dengan tujuan Instansi Pemerintah dan tujuan kegiatan
secara menyeluruh; adanya mekanisme yang memadai dalam
mengetahui risiko dari faktor eksternal maupun faktor internal; dan
menilai faktor lain yang dapat meningkatkan risiko.
b. Analisis risiko. Maksud dari dilakukannya analisis risiko yaitu untuk
mengetahui akibat dari risiko yang telah diidentifikasi sehingga dapat
menetapkan prinsip kehati-hatian dalam menentukan tingkat risiko
yang dapat diterima.
3. Kegiatan Pengendalian
Kegiatan pengendalian harus disesuaikan dengan keadaan, ukuran,
kompleksitas dan sifat dari fungsi dan tugas Instansi Pemerintah yang terkait.
Dalam penyelenggaraan kegiatan pengendalian sekurang-kurangnya
mempunyai karakteristik seperti :
a. Kegiatan pengendalian diutamakan untuk kegiatan pokok Instansi
Pemerintah. Kegiatannya seperti reviu kinerja yang bersangkutan dalam
II-7
instansi; pembinaan sumber daya manusia; terdapat pemisahan fungsi;
adanya otorisasi terhadap transaksi dan kejadian yang penting; adanya
pencatatan yang akurat dan tepat waktu atas transaksi dan kejadian;
dilakukannya pembatasan akses terhadap sumber daya dan
pencatatannya; serta dokumentasi yang baik terhadap sistem
pengendalian intern, transaksi dan kejadian yang penting.
b. Kegiatan pengendalian harus terkait dengan proses penilaian risiko.
II-8
Sedangkan menurut COSO dalam Arwati (2014:93)[2], pengendalian intern
terdiri dari 5 elemen yang saling berhubungan :
1. Lingkungan pengendalian
2. Penilaian risiko
3. Aktivitas pengendalian
4. Informasi dan komunikasi
5. Pemantauan.
Berikut dijelaskan setiap komponen dari pengendalian intern menurut COSO,
antara
lain :
1. Lingkungan Pengendalian
Lingkungan pengendalian sangat berpengaruh terhadap keberhasilan suatu
organisasi atau perusahaan. Karena orang-orang yang berada di dalam
organisasi seperti ciri dan watak perorangan, integritas, nilai-nilai etika,
kompetensi perorangan dan lingkungan sekitar serta kebijakan dan prosedur
yang ditetapkan oleh manajemen menjadi fondasi utama untuk komponen
lainnya. Arens dkk., (2006:275-276)[1] berpendapat bahwa terdapat beberapa
elemen penting dari lingkungan pengendalian seperti :
a. Integritas dan nilai-nilai etis. Merupakan bagian dari standar etika dan
perilaku entitas, tindakan manajemen untuk menghilangkan keadaan
yang memungkinkan karyawannya berbuat tidak jujur, ilegal, atau tidak
etis.
b. Komitmen terhadap kompetensi. Kompetensi merupakan keterampilan
yang diperlukan untuk menyelesaikan tugas-tugas yang mendefinisikan
pekerjaan seseorang. Komitmen terhadap kompetensi mencakup
pertimbangan manajemen terhadap tingkat kompetensi untuk pekerjaan
tertentu dan pengetahuan yang diperlukan sesuai dengan pekerjaan
tersebut.
c. Partisipasi dewan direksi atau komite audit. Dewan direksi yang aktif
dan objektif tidak menyerahkan begitu saja perusahaannya kepada
manajemen, akan tetapi harus tetap mengawasi serta memberikan
II-9
penilaian independen yang dibantu oleh komite audit dalam
pengawasan atas proses pelaporan keuangan.
d. Filosofi manajemen dan siklus operasionalnya. Melalui kegiatannya,
manajemen memberikan pengarahan yang jelas kepada karyawannya
akan pentingnya pengendalian internal, seperti apakah target penjualan
dan penghasilan tidak realistis, dan apakah karyawannya didorong
untuk mengambil tindakan yang agresif untuk memenuhi target
tersebut.
e. Struktur organisasi. Struktur organisasi entitas menjelaskan garis
tanggung jawab dan otoritas yang ada. Dengan memahami struktur
organisasi klien, auditor dapat mempelajari elemen manajemen,
fungsional dari bisnis dan memahami bagaimana pengendalian yang
harus diterapkan.
f. Penugasan wewenang dan tanggung jawab. Selain komunikasi secara
informal dibutuhkan juga komunikasi yang formal tentang wewenang
dan tanggung jawab seperti memorandum dari manajemen tentang
pentingnya pengendalian dan hal-hal yang berhubungan dengan
pengendalian, rencana organisasi dan operasi formal, deskripsi kerja
karyawan dan kebijakan yang terkait.
g. Kebijakan dan praktik perusahaan dalam mengelola sumber daya
manusianya. Aspek terpenting dari pengendalian internal adalah sumber
daya manusianya. Jika karyawan kompeten dan dapat dipercaya, akan
menghasilkan laporan yang dapat diandalkan. Sebaliknya jika karyawan
tidak kompeten dan tidak jujur maka sistem akan menjadi berantakan.
2. Penilaian Risiko
Merupakan suatu proses mengidentifikasi, menganalisis, dan mengatur risiko
yang mempengaruhi tujuan perusahaan. Suatu organisasi pasti akan
berhubungan dan berhadapan dengan risiko. Maka dari itu dibutuhkan penilaian
risiko yang mungkin terjadi dan berakibat terhadap tujuan organisasi yang
hendak dicapai. Penilaian risiko yang paling utama adalah mengidentifikasi
II-10
perubahan kondisi internal dan eksternal serta dibuatnya mekanisme dalam
mengelola risiko tersebut. Adapun proses penilaian risiko adalah sebagai
berikut :
1. Identifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi risiko
2. Menilai signifikansi risiko dan kemungkinan terjadinya risiko
3. Tentukan tindakan yang diperlukan untuk mengelola risiko
Kemudian Romney dan Steinbart (2009:239)[13] mengatakan bahwa model manajemen
risiko
perusahaan menunjukkan ada empat cara untuk merespons risiko:
a. Kurangi. Cara paling efektif untuk mengurangi kemungkinan dan
dampak risiko adalah dengan menerapkan sistem pengendalian internal
yang efektif.
b. Terima. Maksudnya menerima kemungkinan dan dampak risiko dengan
tidak bertindak untuk mencegah atau memitigasinya.
c. Bagikan. Maksudnya membagikan beberapa risiko atau transfer ke
orang lain.
d. Hindari. Maksudnya risiko dapat dihindari dengan tidak terlibat dalam
aktivitas yang menghasilkan risiko.
3. Aktivitas Pengendalian
Merupakan kebijakan dan prosedur yang dibuat untuk membantu menjamin
bahwa kebijakan manajemen dijalankan. Suatu organisasi harus membuat
kebijakan dan prosedur pengendalian serta melaksanakannya agar
meminimalisir kemungkinan terjadinya kecurangan atau risiko yang mungkin
terjadi yang telah diidentifikasi oleh pihak manajemen. Sehingga manajemen
dapat menetapkan tindakan-tindakan yang diperlukan untuk menghadapi
ancaman-ancaman yang muncul agar tercapainya tujuan organisasi secara
efektif dan efisien. Berikut beberapa aktivitas pengendalian menurut Arens
dkk., (2006:278-281)[1] yang dapat digunakan oleh organisasi :
a. Pemisahan tugas yang memadai. Terdapat 4 prinsip yaitu, (1)
pemisahan hak pemeliharaan atau perawatan aset dari akuntansi, (2)
II-11
pemisahan otorisasi atas transaksi dari pemeliharaan aset yang terkait,
(3) pemisahan tanggung jawab operasional dari tanggung jawab
penyimpanan catatan, dan (4) pemisahan tugas IT dari departemen
pengguna.
b. Otorisasi yang tepat untuk transaksi dan kegiatan. Setiap transaksi harus
diotorisasi dengan benar agar pengendalian berjalan dengan baik.
c. Dokumen dan catatan yang memadai. Dokumen dan catatan merupakan
II-12
lupa atau dengan sengaja tidak mengikuti prosedur, atau mungkin
menjadi ceroboh kecuali seseorang mengamati dan mengevaluasi
kinerja mereka. Maka dari itu dibutuhkan pemeriksaan secara
independen.
4. Informasi dan Komunikasi.
Dalam aktivitas pengendalian terdapat sistem informasi dan komunikasi.
Informasi mengacu kepada sistem akuntansi organisasi, yang terdiri dari
II-13
5. Menyajikan transaksi dengan benar dan pengungkapan terkait dalam
laporan keuangan
5. Pemantauan
Pengawasan melibatkan proses berkelanjutan dari penilaian mutu internal atas
waktu dan mengambil tindakan korektif saat dibutuhkan. Seluruh proses dan
kegiatan yang berlangsung dalam suatu organisasi perlu adanya pengawasan
yang memadai. Jika terjadi perubahan maka disesuaikan dengan kebutuhan
yang ada sehingga sistem dapat beroperasi secara dinamis dan berubah sesuai
tuntutan keadaan. Pengawasan dicapai melalui aktivitas yang terus berjalan,
evaluasi terpisah, ataupun kombinasi keduanya.
Perbandingan dari ketiga ahli di atas mengenai komponen pengendalian intern
dijelaskan bahwa kutipan dari Mulyadi berasal dari rumusan menurut AICPA
(American Institute of Certified Public Accountants) tahun 1972, sedangkan rumusan
komponen pengendalian intern dalam SPIP diadopsi dari COSO yang dijelaskan lebih
rinci lagi. Setiap unsur yang disebutkan oleh Mulyadi sudah terangkum dalam
kerangka kerja COSO yang lebih ringkas. Maka dari itu, penulis mengadopsi kerangka
kerja COSO yang telah diakui sebagai standar internasional karena konsepnya lebih
luas dan sesuai dengan perkembangan dunia usaha zaman sekarang agar dapat
mencegah terjadinya penyimpangan.
II-14
Dalam evaluasi pengendalian intern, dokumentasi manajemen dapat membantu
pemahaman auditor dalam menganalisis pengendalian intern dan memudahkan dalam
mengevaluasi.
Berikut teknik atau alat yang dapat digunakan dalam melakukan
evaluasi pengendalian intern.
1. Kuesioner (Questionnaire)
II-15
lebih lanjut; sedangkan tidak diterapkan menunjukkan bahwa belum diterapkannya
pengendalian intern di perusahaan tersebut. Berikut merupakan contoh bentuk dari
kuesioner
analisis pengendalian internal.
II-16
control plans”. Dapat diartikan bahwa matriks kontrol atau control matrix merupakan
alat yang dirancang untuk membantu dalam mengevaluasi efektivitas suatu
pengendalian
dalam proses bisnis dengan mencocokkan tujuan pengendalian dengan
rencana pengendalian yang relevan.
Sebelum melakukan evaluasi menggunakan control matrix, berikut langkah-
langkah yang harus dilakukan yaitu :
1. Analisis terlebih dahulu apa saja tujuan pengendalian terhadap proses operasi
dan tujuan pengendalian terhadap proses informasi yang ada dan tidak ada pada
sebuah sistem yang dievaluasi tersebut.
2. Membuat rencana pengendalian yang dapat diterapkan pada organisasi tersebut
berdasarkan pada komponen pengendalian intern yang ada.
3. Setelah dianalisis selanjutnya membuat control matrix dan menempatkan
tanda-tanda yang terdapat dalam control matrix yaitu P-n dan M-n sesuai
dengan tujuan yang relevan.
Di bawah ini dijelaskan lebih rinci mengenai control matrix yang disajikan
dalam tabel II.1 Matriks Pengendalian (Control Matrix).
II-17
P-5: Populate input P-5 P-5 P-5 P-5
screens with master
data
P-6: Compare
input P-6 P-6 P-6 P-6
data with master data
P-7: Procedures
for P-7 P-7
rejected inputs
P-8: Programmed edit P-8 P-8 P-8
checks
P-9: Confirm input P-9
acceptance
P-10: Automated data P-10 P-10 P-10
entry
P-11: Enter data close P-11 P-11 P-11 P-11
to the originating
source
P-12: Digital P-12 P-12 P12
signatures
Missing Controls
M-1: Key Verification M-1
Possible effectiveness goals include the following IV = input validity
A= Ensure timely, input of (blank) event data IC = input completeness
See Exhibit 9.3 on pp. 315-316 for a complete explanation IA = input accuracy
of control plans and cell entries. UC = update completeness
UA = update accuracy
II-18
mengenai informasi laporan keuangannya saja, akan tetapi sumber daya yang
mengelolanya juga.
II.3.1 Pengertian Sistem Operasi dan Sistem Informasi
Menurut Susanto (2017:22)[16] “Sistem adalah kumpulan/ group dari sub
sistem/ bagian/ komponen apapun baik phisik ataupun non phisik yang saling
berhubungan satu sama lain dan bekerja sama secara harmonis untuk mencapai satu
tujuan tertentu”.
Gelinas dkk., (2012:12,14)[4] mendefinisikan sistem operasi sebagai sistem
buatan manusia yang terdiri dari orang-orang, peralatan, organisasi, kebijakan, dan
prosedur yang tujuannya adalah untuk menyelesaikan pekerjaan organisasi tersebut,
sedangkan sistem informasi atau sistem manajemen informasi (MIS) adalah sistem
buatan manusia yang umumnya terdiri dari seperangkat komponen berbasis komputer
yang terintegrasi dan komponen manual yang dibuat untuk mengumpulkan,
menyimpan, dan mengelola data dan untuk memberikan informasi kepada pengguna.
Jadi dapat disimpulkan bahwa suatu sistem terdiri dari sistem operasi dan
sistem informasi, dimana keduanya sangat dibutuhkan dalam sebuah organisasi. Sistem
operasi merupakan sistem yang terdiri dari berbagai elemen yang berfungsi untuk
menyelesaikan pekerjaan suatu organisasi. Sedangkan sistem informasi adalah sistem
yang terdiri dari beberapa komponen yang berfungsi untuk mengumpulkan,
menyimpan dan mengelola agar menghasilkan suatu infomasi yang dibutuhkan oleh
organisasi.
II-19
(customer) sehingga penjual tidak menerima uang tunai pada saat barang diserahkan
kepada pembeli (customer)”.
Adapun menurut Mursyidi (2010:138)[10] berpendapat bahwa “Penjualan kredit
(on account) artinya pembayaran dilakukan dalam jangka waktu tertentu setelah barang
1. Fungsi penjualan
Fungsi ini bertanggung jawab dalam melayani pembeli mulai dari menerima
surat order dari pembeli, mengedit order dari pelanggan untuk menambahkan
informasi yang belum ada dalam surat order tersebut seperti spesifikasi barang
dan rute pengiriman, meminta otorisasi kredit, menentukan tanggal pengiriman,
serta mengisi surat order pengiriman.
2. Fungsi kredit
Fungsi ini bertanggung jawab dalam meneliti status kredit pelanggan dan
memberikan otorisasi pemberian kredit kepada pelanggan.
3. Fungsi gudang
Fungsi gudang bertanggung jawab dalam menyimpan barang dan menyiapkan
barang sesuai dengan yang dipesan oleh pelanggan, serta menyerahkan barang
ke fungsi pengiriman.
II-20
4. Fungsi pengiriman
Fungsi ini bertanggung jawab menyerahkan barang yang kuantitas, mutu, dan
spesifikasinya sesuai dengan yang tercantum dalam tembusan faktur penjualan
dari fungsi penjualan serta bertanggung jawab dalam menjamin tidak ada
barang yang keluar dari perusahaan tanpa otorisasi dari yang berwenang.
5. Fungsi penagihan
Fungsi penagihan bertanggung jawab dalam membuat dan mengirimkan faktur
II-21
c. Surat pengakuan (acknowledgement copy).
d. Surat muat (bill of lading).
e. Slip pembungkus (packing slip).
f. Tembusan gudang (warehouse copy).
g. Arsip pengendalian pengiriman (sales order follow-up copy).
h. Arsip index silang (cross-index file copy).
2. Faktur dan tembusannya
II-22
3. Rekening buku besar, yaitu :
a) Piutang dagang, yaitu rekening yang digunakan untuk mencatat
bertambahnya piutang karena penjualan kredit, dan berkurangnya
piutang dagang karena pelunasan atau adanya retur dan potongan
penjualan.
b) Kas, yaitu rekening yang digunakan untuk mencatat bertambahnya kas
karena adanya penjualan atau pelunasan piutang dagang.
II-23
3. Account Receivable Change Log File, merupakan file tambahan yang berisi
sebuah record untuk sebuah perubahan terhadap saldo sejak tanggal dibuatnya
laporan bulanan terakhir.
II-24
untuk mencegah terjadinya pencurian, dan menjamin bahwa tidak ada
penerimaan yang hilang sebelum dikreditkan ke rekening pelanggan.
d) Laporan Analisis Penjualan (Sales Analysis Report)
Laporan ini berisi ringkasan penjualan, biaya, dan marjin laba untuk
setiap pelanggan, produk, petugas penjualan, atau wilayah penjualan,
yang hanya dimaksudkan untuk keperluan manajemen.
II.3.6 Prosedur Penjualan Kredit
Krismiaji (2015:305)[7] berpendapat bahwa prosedur penjualan kredit (manual)
adalah
sebagai berikut :
II-25
Berikut adalah penjelasan dari flowchart diatas :
Bagian Penjualan menerima Surat Pesanan Pembelian dari pembeli. Atas dasar
surat pesanan tersebut, membuat Surat Order Penjualan sebanyak 6 lembar dan
didistribusikan,
lembar ke-1 dan Order Pelanggan, diserahkan ke Bagian Penagihan
untuk diarsipkan sementara, lembar ke-2 diserahkan ke Bagian Pengiriman, lembar ke-
3 dan ke-4 dimintakan persetujuan ke Bagian Kredit, lembar ke-5 dikirimkan ke
pelanggan, dan lembar ke-6 diarsipkan urut nomor.
Bagian Kredit, atas dasar Surat Order Penjualan lembar ke-3 dan ke-4 yang
diterima dari Bagian Penjualan, bagian ini memeriksa data kredit pelanggan, yang
mencakup sejarah kredit dan batas kredit (credit limit) pelanggan tersebut. Selanjutnya
bagian ini memberikan persetujuan (tanda tangan) terhadap Surat Order Penjualan
tersebut dan meneruskannya ke Bagian Gudang.
Bagian Gudang, atas dasar Surat Order Penjualan lembar ke-3 dan ke-4 yang
telah diotorisasi, bagian gudang mempersiapkan barang yang akan dikirim. Selanjutnya
bagian ini mendistribusikan Surat Order Penjualan yang lembar ke-3 bersama dengan
barangnya diserahkan ke Bagian Pengiriman dan lembar ke-4 diarsipkan urut nomor.
II-26
Faktur Penjualan sebanyak 3 lembar dan didistribusikan, lembar ke-1 dikirimkan kepada
pelanggan, lembar ke-2 diserahkan ke Bagian Piutang, dan lembar ke-3 diarsipkan urut
nomor
bersama-sama dengan Surat Order Penjualan lembar ke-3 yang telah diotorisasi,
Nota pengiriman lembar ke-1, Surat Pesanan Pembelian Pelanggan, dan Surat Order
Penjualan lembar ke-1, setelah sebelumnya digunakan sebagai dasar untuk mencatat ke
Jurnal Penjualan.
Bagian Piutang setelah menerima Faktur Penjualan lembar ke-1 dari Bagian
Penagihan,
bagian ini memeriksa nomor seri faktur. Selanjutnya bagian ini akan
memposting
transaksi tersebut ke rekening pelanggan yang bersangkutan, dan
mengarsipkan penjualan tersebut urut tanggal.
II.4 Pengendalian Intern Sistem Operasi dan Sistem Informasi Penjualan Kredit
Pengendalian intern dalam sistem operasi dan informasi penjualan kredit sangat
penting, karena penjualan merupakan pemasukan utama dalam perusahaan manufaktur
terlebih kebanyakan perusahaan manufaktur menerapkan penjualan secara kredit.
Maka dari itu diperlukannya pengendalian intern agar kegiatan operasional perusahaan
berjalan lancar.
1. Organisasi
Dalam organisasi yang berkaitan dengan sistem penjualan kredit, berikut
beberapa unsur pokok pengendalian intern :
a. Fungsi penjualan harus terpisah dari fungsi kredit
b. Fungsi akuntansi harus terpisah dari fungsi penjualan dan fungsi kredit
c. Fungsi akuntansi harus terpisah dari fungsi kas
d. Transaksi penjualan kredit harus dilaksanakan oleh fungsi penjualan, fungsi
kredit, fungsi pengiriman, fungsi penagihan, dan fungsi akuntansi. Tidak
II-27
ada transaksi penjualan kredit yang dilaksanakan secara lengkap hanya oleh
satu fungsi tersebut.
2. Sistem Otorisasi dan Prosedur Pencatatan
Dalam suatu organisasi, setiap transaksi keuangan terjadi melalui sistem
otorisasi tertentu. Tidak ada satu pun transaksi yang terjadi yang tidak
diotorisasi oleh petugas yang memiliki wewenang untuk memberikan otorisasi.
Berikut beberapa dokumen yang memerlukan otorisasi serta prosedur
pencatatannya :
a. Penerimaan order dari pembeli diotorisasi oleh fungsi penjualan dengan
menggunakan formulir surat order pengiriman.
b. Persetujuan pemberian kredit diberikan oleh fungsi kredit dengan
membubuhkan tanda tangan pada credit copy (yang merupakan tembusan
surat order pengiriman).
c. Pengiriman barang kepada pelanggan diotorisasi oleh fungsi pengiriman
dengan cara menandatangani dan membubuhkan “sudah dikirim” pada copy
surat order pengiriman.
d. Penetapan harga jual, syarat penjualan, syarat pengangkutan barang, dan
potongan penjualan berada di tangan Direktur Pemasaran dengan
penerbitan surat keputusan mengenai hal tersebut.
e. Terjadinya piutang diotorisasi oleh fungsi penagihan dengan
membubuhkan tanda tanga pada faktur penjualan.
f. Pencatatan ke dalam kartu piutang dan ke dalam jurnal penjualan, jurnal
penerimaan kas, dan jurnal umum diotorisasi oleh fungsi akuntansi dengan
cara memberikan tanda tangan pada dokumen sumber (faktur penjualan,
bukti kas masuk, dan memo kredit).
g. Pencatatan terjadinya piutang didasarkan pada faktur penjualan yang
didukung dengan surat order pengiriman dan surat muat.
3. Praktik yang Sehat
a. Surat order pengiriman bernomor urut tercetak dan pemakaiannya
dipertanggungjawabkan oleh fungsi penjualan.
II-28
b. Faktur penjualan bernomor urut tercetak dan pemakaiannya
dipertanggungjawabkan oleh fungsi penagihan.
c. Secara periodik fungsi akuntansi mengirim pernyataan piutang (account
receivable statement) kepada setiap debitur untuk menguji ketelitian catatan
piutang yang diselenggarakan oleh fungsi tersebut.
d. Secara periodik diadakan rekonsiliasi kartu piutang dengan akun
pengendalian piutang dalam buku besar.
Entri pesanan penjualan 5. Pesanan yang tidak 1. Pengendalian edit entri data
lengkap/ tidak akurat (pengecekan field, tanda,
batas, jangkauan,
kelengkapan, validitas, dan
kewajaran)
II-29
2. Pembatasan akses ke data
induk
6. Pesanan yang tidak 1. Tanda tangan digital atau
valid tanda tangan tertulis
7. Piutang yang tidak 1. Batas kredit
tertagih 2. Otorisasi spesifik untuk
menyetujui penjualan kepada
para pelanggan baru atau
penjualan yang melebihi batas
kredit seorang pelanggan
3. Penuaan piutang
8. Kehabisan stok atau 1. Sistem pengendalian
kelebihan persediaan persediaan perpetual
2. Penggunaan kode batang (bar
code) atau RFID
3. Pelatihan
4. Perhitungan fisik persediaan
secara periodik
5. Prediksi penjualan dan
laporan aktivitas
9. Kehilangan pelanggan 1. Sistem CRM, situs swadaya,
dan evaluasi yan tepat atas
peringkat layanan pelanggan
Pengiriman 10. Memilih barang yang 1. Teknologi kode batang dan
salah atau kuantitas RFID
yang salah 2. Rekonsiliasi daftar pemilihan
untuk detail pesanan
penjualan
11. Pencurian persediaan 1. Pembatasan akses fisik ke
persediaan
2. Dokumentasi seluruh transfer
persediaan
3. Teknologi RFID dank ode
batang
4. Perhitungan fisik persediaan
secara periodik dan
rekonsiliasi terhadap kuantitas
tercatat
II-30
12. Kesalahan pengiriman 1. Rekonsiliasi dokumen
(penundaan atau pengiriman dengan pesanan
kegagalan untuk penjualan, daftar pemilihan,
mengirim, kuantitas dan slip pengepakan
yang salah, barang 2. Menggunakan sistem RFID
yang salah, alamat untuk mengidentifikasi
yang salah, duplikasi) penundaan
3. Entri data melalui pemindai
kode batang dan RFID
4. Pengendalian edit entri data
(jika pengiriman dimasukkan
ke terminal)
5. Konfigurasi sistem ERP untuk
mencegah pengiriman
duplikasi
Penagihan 13. Kegagalan untuk 1. Pemisahan fungsi penagihan
menagih dan pengiriman
2. Rekonsiliasi secara periodik
atas faktur dengan pesanan
penjualan, kartu pengambilan,
dan dokumen pengiriman
14. Kesalahan penagihan 1. Konfigurasi sistem untuk
memasukkan data harga
secara otomatis
2. Pembatasan akses ke data
induk harga
3. Pengendalian edit entri data
4. Rekonsiliasi dokumen
pengiriman (kartu
pengambilan, bill of lading,
dan daftar pengepakan) untuk
pesanan penjualan
15. Kesalahan posting 1. Pengendalian entri data
dalam piutang 2. Rekonsiliasi total batch
3. Pengiriman laporan bulanan
kepada para pelanggan
4. Rekonsiliasi buku pembantu
piutang di buku besar umum
II-31
16. Memo kredit yang 1. Pemisahan tugas otorisasi
tidak akurat atau tidak memo kredit baik dari entri
valid pesanan penjualan maupun
pemeliharaan rekening
pelanggan
2. Konfigurasi sistem untuk
memblokir memo kredit
kecuali ada dokumentasi yang
sesuai dengan pengembalian
barang rusak atau otorisasi
yang spesifik oleh manajemen
Penerimaan
kas 17. Pencurian kas 1. Pemisahan tugas, orang yang
menangani (setoran)
pembayaran dari para
pelanggan seharusnya tidak :
- Memposting
pengiriman uang ke
rekening pelanggan
- Membuat atau
mengotorisasi memo
kredit
- Merekonsiliasi
rekening bank
2. Penggunaan EFT, FEDI, dan
peti uang (lockbox) untuk
meminimalkan penanganan
pembayaran pelanggan oleh
pegawai
3. Mendapatkan dan
menggunakan sebuah UPIC
untuk menerima pembayaran
EFT dan FEDI dari para
pelanggan
4. Segera setelah membuka
surat, membuat daftar seluruh
pembayaran pelanggan yang
diterima
II-32
5. Persetujuan yang segera dan
terbatas atas seluruh
pengecekan pelanggan
6. Memiliki dua orang yang
membuka seluruh surat yang
mungkin berisi pembayaran
pelanggan
7. Penggunaan mesin kasir
8. Setoran harian dari seluruh
penerimaan kas