Anda di halaman 1dari 32

 

  BAB II
 
TINJAUAN PUSTAKA
 

 
II.1 Pengendalian Intern
  Suatu perusahaan pasti memerlukan pengendalian intern dalam mengontrol
perusahaannya
  agar tidak terjadi kesalahan dan kecurangan yang dapat terjadi. Agar
pengendalian intern berjalan baik dan efektif diperlukan partisipasi dari semua unit-
 
unit kerja yang ada di organisasi termasuk pimpinan.
 
II.1.1 Pengertian Pengendalian Intern
Untuk lebih jelas dan paham mengenai pengendalian intern, berikut terdapat
pengertian tentang pengendalian intern dari beberapa ahli.

Mujilan (2015:30)[8] berpendapat bahwa “Pengendalian intern adalah suatu


proses, yang dilaksanakan oleh direktur, manajemen, dan personal lain dalam suatu
kesatuan bisnis, didesain untuk memberikan kepercayaan terkait dengan usaha
pencapaian tujuan”.

Menurut Mulyadi (2016:129)[9], “Pengendalian internal meliputi struktur


organisasi, metode dan ukuran-ukuran yang dikoordinasikan untuk menjaga aset
organisasi, mengecek ketelitian dan keandalan data akuntansi, mendorong efisiensi dan
mendorong dipatuhinya kebijakan manajemen”.

Ada juga menurut Krismiaji (2015:216)[7] “Pengendalian intern (internal


control) adalah rencana organisasi dan metoda yang digunakan untuk menjaga atau
melindungi aktiva, menghasilkan informasi yang akurat dan dapat dipercaya,
memperbaiki efisiensi, dan untuk mendorong ditaatinya kebijakan manajemen”.

II-1
 

II-2
 

 
Adapun dalam PP No. 60 tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern
 
Pemerintah[18] menyatakan bahwa,
 
“Sistem Pengendalian Intern adalah proses yang integral pada tindakan dan
  kegiatan yang dilakukan secara terus menerus oleh pimpinan dan seluruh
pegawai untuk memberikan keyakinan memadai atas tercapainya tujuan
  organisasi melalui kegiatan yang efektif dan efisien, keandalan pelaporan
keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundang-
  undangan”.
Sedangkan menurut the Committee of Sponsoring Organizations (COSO) dalam
 
Arwati (2014:93)[2] mendefinisikan,
 
“Pengendalian intern sebagai proses yang diiimplementasikan oleh dewan
  komisaris, pihak manajemen, dan mereka yang berada di bawah arahan keduanya,
untuk memberikan jaminan yang wajar bahwa tujuan pengendalian dicapai dengan
perimbangan hal-hal berikut :
1. Efektivitas dan efisiensi operasional organisasi
2. Keandalan laporan keuangan
3. Kesesuaian dengan hukum dan peraturan yang berlaku.”
COSO merupakan organisasi swasta yang beranggotakan the American
Accounting Association (AAA), American Institute of Certified Public Accountants
(AICPA), the Institute of Internal Auditor (IIA), the Institute of Management
Accountants (IMA), dan the Financial Executives Institute (FEI) (Krismiaji,
2015:220). Kerangka kerja COSO banyak digunakan secara luas di berbagai negara,
baik di sektor publik maupun sektor swasta, karenanya rumusan COSO menjadi
standarisasi internasional.

Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa pengendalian intern


yaitu suatu proses atau prosedur dalam suatu perusahaan yang bertujuan untuk
melindungi seluruh kekayaan yang dimiliki mulai dari kebijakan manajemen sampai
informasi mengenai keakuratan data keuangan perusahaan agar berjalan secara efektif
dan efisien.
 

II-3
 

 
II.1.2 Tujuan Pengendalian Intern
 
Demi terwujudnya kegiatan usaha yang efektif dan efisien dalam suatu
perusahaan
  diperlukan pengendalian intern yang memadai. Kebijakan manajemen yang
sudah diterapkan harus ditaati dan terus diperbaiki jika masih terdapat kekurangan.
 
Menurut Mulyadi (2016:129)[9], tujuan pengendalian intern yaitu :
 
1. Menjaga aset organisasi
  2. Mengecek ketelitian dan keandalan data akuntansi
3. Mendorong efisiensi, dan
 4. Mendorong dipatuhinya kebijakan manajemen.

  Adapun Hall (2007:181)[5] berpendapat bahwa tujuan pengendalian intern


adalah sebagai berikut :
 
1. Menjaga aktiva perusahaan
2. Memastikan akurasi dan keandalan catatan serta informasi akuntansi
3. Mendorong efisiensi dalam operasional perusahaan
4. Mengukur kesesuaian dengan kebijakan serta prosedur yang ditetapkan oleh pihak
manajemen.
Sedangkan menurut COSO dalam Arwati (2014:93)[2] tujuan dari pengendalian
intern ialah :

1. Efektivitas dan efisiensi operasional organisasi


2. Keandalan laporan keuangan
3. Kesesuaian dengan hukum dan peraturan yang berlaku.

II.1.3 Komponen Pengendalian Intern


Terdapat beberapa komponen atau unsur dalam mencapai tujuan pengendalian
intern agar berjalan baik. Menurut Mulyadi (2016:130)[9] terdapat unsur-unsur pokok
pengendalian intern yaitu :

1. Struktur organisasi yang memisahkan tanggung jawab fungsional secara tegas.


2. Sistem wewenang dan prosedur pencatatan yang memberikan perlindungan
yang cukup terhadap aset, utang, pendapatan, dan beban.
3. Praktik yang sehat dalam melaksanakan tugas dan fungsi setiap unit organisasi.
4. Karyawan yang mutunya sesuai dengan tanggung jawabnya.
 

II-4
 

 
Adapun menurut PP No. 60 tahun 2008 Pasal 3 tentang Unsur Sistem
 
Pengendalian Intern Pemerintah[18] terdiri dari :
 
1. Lingkungan pengendalian
  2. Penilaian risiko
3. Kegiatan pengendalian
  4. Informasi dan komunikasi, dan
5. Pemantauan pengendalian intern.
  Unsur-unsur pengendalian di atas dijelaskan lebih rinci sebagai berikut :
  1. Lingkungan Pengendalian

  Supaya lingkungan pengendalian kondusif dan menimbulkan perilaku positif


dapat dilakukan melalui :
 
a. Adanya penegakan integritas dan nilai etika. Dalam menegakan
integritas serta nilai-nilai etika dapat dilakukan dengan menetapkan dan
menyusun aturan perilaku; ditegakkannya tindakan disiplin yang tepat
terhadap pelanggaran aturan perilaku atau penyimpangan prosedur dan
kebijakan; serta menjelaskan dan mempertanggungjawabkan jika
adanya pengabaian terhadap pengendalian intern.
b. Komitmen atas kompetensi. Dalam komitmen atas kompetensi dapat
dilakukan dengan identifikasi dan menetapkan kegiatan yang
dibutuhkan dalam menyelesaikan tugas dan fungsi untuk setiap posisi
dalam Instansi Pemerintah; penyusunan standar kompetensi untuk
setiap tugas dan fungsi pada masing-masing posisi dalam Instansi
Pemerintah; mengadakan pelatihan dan bimbingan agar dapat
meningkatkan dan mempertahankan kompetensi pegawai; serta
memilih pimpinan Instansi Pemerintah yang mempunyai pengalaman
luas mengenai pengelolaan Instansi Pemerintah dan mempunyai
kemampuan manajerial.
c. Kepemimpinan yang kondusif. Kepemimpinan yang mendukung
minimal ditunjukkan dengan dilakukannya pertimbangan risiko yang
mungkin terjadi dalam pengambilan keputusan; diterapkannya
 

II-5
 

 
manajemen yang berbasis kemampuan kerja; melindungi aset serta
 
informasi yang sangat penting dari penggunaan akses illegal; adanya
  interaksi secara mendalam dengan unit kerja yang berada di bawah;
serta respon yang positif atas pelaporan yang terkait dengan keuangan,
 
anggaran, program, dan kegiatan.
 
d. Membentuk struktur organisasi sesuai kebutuhan. Dilakukannya
  pembentukan struktur organisasi agar disesuaikan dengan kebutuhan,

  dapat dilakukan dengan menyelaraskan sifat kegiatan dan ukuran yang


ada di Instansi Pemerintah; adanya kejelasan wewenang dan tanggung
 
jawab; serta disesuaikannya jumlah pegawai sesuai dengan kebutuhan.
  e. Pendelegasian wewenang dan tanggung jawab yang tepat. Dalam
melakukannya perlu diperhatikan hal-hal berikut seperti pemberian
wewenang yang tepat sesuai dengan kemampuan dan tingkat tanggung
jawab agar tercapainya tujuan; serta pegawai yang diberi wewenang
memahami akan tanggung jawab yang diberikan kepadanya dan pihak
yang terkait dengannya.
f. Pembentukan dan penerapan kebijakan yang sehat mengenai
pembinaan sumber daya manusia. Berikut yang dapat dilakukan
minimal dengan menetapkan kebijakan dan prosedur dari mulai
penerimaan pegawai baru sampai diberhentikan dari pekerjaannya;
mencari tahu latar belakang dari calon pegawai selama proses
rekrutmen; serta dilakukannya pengawasan secara berkala terhadap
pegawai.
g. Adanya peran fungsi pengawasan intern pemerintah yang efektif.
Berikut hal-hal yang harus diperhatikan seperti keyakinan yang
memadai mengenai ketaatan, efektivitas dan efisiensi dalam mencapai
tujuan tugas serta fungsi Instansi Pemerintah; serta terpeliharanya
kualitas tata kelola dalam penyelenggaraan fungsi dan tugas Instansi
Pemerintah.
 

II-6
 

 
h. Hubungan kerja yang baik dengan Instansi Pemerintah terkait. Dalam
 
menjalin hubungan kerja yang baik dengan pihak terkait dapat
  dilakukan dengan adanya prosedur saling uji antar Instansi Pemerintah
yang terkait.
 
2. Penilaian Risiko
 
Dalam penilaian risiko perlu ditetapkannya tujuan Instansi Pemerintah dan
  tujuan pada tingkatan kegiatan. Tujuan Instansi Pemerintah berisi mengenai

  pernyataan dan tujuan yang spesifik, dapat tercapai, terukur, dan terikat waktu
dengan ditetapkannya strategi operasi yang konsisten dan strategi manajemen
 
yang terintegrasi serta adanya rencana penilaian risiko. Sedangkan tujuan
  kegiatan minimal harus memperhatikan ketentuan seperti berdasar pada tujuan
dan rencana strategis Instansi Pemerintah, didukung dengan sumber daya
Instansi Pemerintah yang memadai, dan relevan dengan tujuan utama Instansi
Pemerintah. Penilaian risiko terdiri atas :
a. Identifikasi risiko. Dapat dilaksanakan dengan penggunaan metodologi
yang sesuai dengan tujuan Instansi Pemerintah dan tujuan kegiatan
secara menyeluruh; adanya mekanisme yang memadai dalam
mengetahui risiko dari faktor eksternal maupun faktor internal; dan
menilai faktor lain yang dapat meningkatkan risiko.
b. Analisis risiko. Maksud dari dilakukannya analisis risiko yaitu untuk
mengetahui akibat dari risiko yang telah diidentifikasi sehingga dapat
menetapkan prinsip kehati-hatian dalam menentukan tingkat risiko
yang dapat diterima.
3. Kegiatan Pengendalian
Kegiatan pengendalian harus disesuaikan dengan keadaan, ukuran,
kompleksitas dan sifat dari fungsi dan tugas Instansi Pemerintah yang terkait.
Dalam penyelenggaraan kegiatan pengendalian sekurang-kurangnya
mempunyai karakteristik seperti :
a. Kegiatan pengendalian diutamakan untuk kegiatan pokok Instansi
Pemerintah. Kegiatannya seperti reviu kinerja yang bersangkutan dalam
 

II-7
 

 
instansi; pembinaan sumber daya manusia; terdapat pemisahan fungsi;
 
adanya otorisasi terhadap transaksi dan kejadian yang penting; adanya
  pencatatan yang akurat dan tepat waktu atas transaksi dan kejadian;
dilakukannya pembatasan akses terhadap sumber daya dan
 
pencatatannya; serta dokumentasi yang baik terhadap sistem
 
pengendalian intern, transaksi dan kejadian yang penting.
  b. Kegiatan pengendalian harus terkait dengan proses penilaian risiko.

  c. Kegiatan pengendalian yang ditentukan sesuai dengan sifat khusus


Instansi Pemerintah.
 
d. Kebijakan dan prosedur harus ditetapkan secara tertulis.
  e. Prosedur dilakukan sesuai dengan yang ditetapkan secara tertulis.
f. Dilakukannya evaluasi kegiatan pengendalian secara teratur agar
kegiatan tersebut masih sesuai dan berfungsi seperti yang diharapkan.
4. Informasi dan Komunikasi
Dalam penyelenggaraan komunikasi atas informasi harus efektif yang dapat
dilakukan dengan :
a. Mempersiapkan dan memanfaatkan berbagai bentuk dan sarana
komunikasi.
b. Mengelola, meningkatkan, dan memperbarui sistem informasi secara
terus menerus dan berkelanjutan.
5. Pemantauan Pengendalian Intern
Dalam pemantauan sistem pengendalian intern dapat dilaksanakan melalui :
a. Pemantauan berkelanjutan. Dalam penyelenggaraannya dilakukan
melalui kegiatan pengelolaan rutin; supervisi; pembandingan;
rekonsiliasi; dan tindakan lain yang terkait dalam pelaksanaan tugas.
b. Evaluasi terpisah. Maksud dari evaluasi terpisah yaitu dapat dilakukan
melalui penilaian sendiri, reviu, dan menguji efektivitas pengendalian
intern; dapat dilakukan oleh fungsi pengawasan intern pemerintah
maupun pihak eksternal; serta dapat dilakukan dengan menggunakan
daftar uji pengendalian intern sesuai dengan Peraturan Pemerintah.
 

II-8
 

 
Sedangkan menurut COSO dalam Arwati (2014:93)[2], pengendalian intern
 
terdiri dari 5 elemen yang saling berhubungan :
 
1. Lingkungan pengendalian
  2. Penilaian risiko
3. Aktivitas pengendalian
  4. Informasi dan komunikasi
5. Pemantauan.
  Berikut dijelaskan setiap komponen dari pengendalian intern menurut COSO,
antara
  lain :

  1. Lingkungan Pengendalian
Lingkungan pengendalian sangat berpengaruh terhadap keberhasilan suatu
 
organisasi atau perusahaan. Karena orang-orang yang berada di dalam
organisasi seperti ciri dan watak perorangan, integritas, nilai-nilai etika,
kompetensi perorangan dan lingkungan sekitar serta kebijakan dan prosedur
yang ditetapkan oleh manajemen menjadi fondasi utama untuk komponen
lainnya. Arens dkk., (2006:275-276)[1] berpendapat bahwa terdapat beberapa
elemen penting dari lingkungan pengendalian seperti :
a. Integritas dan nilai-nilai etis. Merupakan bagian dari standar etika dan
perilaku entitas, tindakan manajemen untuk menghilangkan keadaan
yang memungkinkan karyawannya berbuat tidak jujur, ilegal, atau tidak
etis.
b. Komitmen terhadap kompetensi. Kompetensi merupakan keterampilan
yang diperlukan untuk menyelesaikan tugas-tugas yang mendefinisikan
pekerjaan seseorang. Komitmen terhadap kompetensi mencakup
pertimbangan manajemen terhadap tingkat kompetensi untuk pekerjaan
tertentu dan pengetahuan yang diperlukan sesuai dengan pekerjaan
tersebut.
c. Partisipasi dewan direksi atau komite audit. Dewan direksi yang aktif
dan objektif tidak menyerahkan begitu saja perusahaannya kepada
manajemen, akan tetapi harus tetap mengawasi serta memberikan
 

II-9
 

 
penilaian independen yang dibantu oleh komite audit dalam
 
pengawasan atas proses pelaporan keuangan.
  d. Filosofi manajemen dan siklus operasionalnya. Melalui kegiatannya,
manajemen memberikan pengarahan yang jelas kepada karyawannya
 
akan pentingnya pengendalian internal, seperti apakah target penjualan
 
dan penghasilan tidak realistis, dan apakah karyawannya didorong
  untuk mengambil tindakan yang agresif untuk memenuhi target

  tersebut.
e. Struktur organisasi. Struktur organisasi entitas menjelaskan garis
 
tanggung jawab dan otoritas yang ada. Dengan memahami struktur
  organisasi klien, auditor dapat mempelajari elemen manajemen,
fungsional dari bisnis dan memahami bagaimana pengendalian yang
harus diterapkan.
f. Penugasan wewenang dan tanggung jawab. Selain komunikasi secara
informal dibutuhkan juga komunikasi yang formal tentang wewenang
dan tanggung jawab seperti memorandum dari manajemen tentang
pentingnya pengendalian dan hal-hal yang berhubungan dengan
pengendalian, rencana organisasi dan operasi formal, deskripsi kerja
karyawan dan kebijakan yang terkait.
g. Kebijakan dan praktik perusahaan dalam mengelola sumber daya
manusianya. Aspek terpenting dari pengendalian internal adalah sumber
daya manusianya. Jika karyawan kompeten dan dapat dipercaya, akan
menghasilkan laporan yang dapat diandalkan. Sebaliknya jika karyawan
tidak kompeten dan tidak jujur maka sistem akan menjadi berantakan.
2. Penilaian Risiko
Merupakan suatu proses mengidentifikasi, menganalisis, dan mengatur risiko
yang mempengaruhi tujuan perusahaan. Suatu organisasi pasti akan
berhubungan dan berhadapan dengan risiko. Maka dari itu dibutuhkan penilaian
risiko yang mungkin terjadi dan berakibat terhadap tujuan organisasi yang
hendak dicapai. Penilaian risiko yang paling utama adalah mengidentifikasi
 

II-10
 

 
perubahan kondisi internal dan eksternal serta dibuatnya mekanisme dalam
 
mengelola risiko tersebut. Adapun proses penilaian risiko adalah sebagai
  berikut :
1. Identifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi risiko
 
2. Menilai signifikansi risiko dan kemungkinan terjadinya risiko
 
3. Tentukan tindakan yang diperlukan untuk mengelola risiko
 
Kemudian Romney dan Steinbart (2009:239)[13] mengatakan bahwa model manajemen
risiko
  perusahaan menunjukkan ada empat cara untuk merespons risiko:

 
a. Kurangi. Cara paling efektif untuk mengurangi kemungkinan dan
  dampak risiko adalah dengan menerapkan sistem pengendalian internal
yang efektif.
b. Terima. Maksudnya menerima kemungkinan dan dampak risiko dengan
tidak bertindak untuk mencegah atau memitigasinya.
c. Bagikan. Maksudnya membagikan beberapa risiko atau transfer ke
orang lain.
d. Hindari. Maksudnya risiko dapat dihindari dengan tidak terlibat dalam
aktivitas yang menghasilkan risiko.
3. Aktivitas Pengendalian
Merupakan kebijakan dan prosedur yang dibuat untuk membantu menjamin
bahwa kebijakan manajemen dijalankan. Suatu organisasi harus membuat
kebijakan dan prosedur pengendalian serta melaksanakannya agar
meminimalisir kemungkinan terjadinya kecurangan atau risiko yang mungkin
terjadi yang telah diidentifikasi oleh pihak manajemen. Sehingga manajemen
dapat menetapkan tindakan-tindakan yang diperlukan untuk menghadapi
ancaman-ancaman yang muncul agar tercapainya tujuan organisasi secara
efektif dan efisien. Berikut beberapa aktivitas pengendalian menurut Arens
dkk., (2006:278-281)[1] yang dapat digunakan oleh organisasi :
a. Pemisahan tugas yang memadai. Terdapat 4 prinsip yaitu, (1)
pemisahan hak pemeliharaan atau perawatan aset dari akuntansi, (2)
 

II-11
 

 
pemisahan otorisasi atas transaksi dari pemeliharaan aset yang terkait,
 
(3) pemisahan tanggung jawab operasional dari tanggung jawab
  penyimpanan catatan, dan (4) pemisahan tugas IT dari departemen
pengguna.
 
b. Otorisasi yang tepat untuk transaksi dan kegiatan. Setiap transaksi harus
 
diotorisasi dengan benar agar pengendalian berjalan dengan baik.
  c. Dokumen dan catatan yang memadai. Dokumen dan catatan merupakan

  objek fisik ketika transaksi dimasukkan dan dirangkum. Berikut


prinsip-prinsip yang harus dimiliki oleh dokumen dan catatan, yaitu :
 
1. Diberi nomor urut secara berurutan untuk pengendalian atas
  dokumen yang hilang dan memudahkan dalam menemukan
dokumen ketika diperlukan di kemudian hari.
2. Segera dilakukannya pencatatan pada saat transaksi berlangsung.
Ketika ada interval waktu yang lebih lama, catatan kurang kredibel
dan memungkinkan terjadinya salah pencatatan.
3. Cukup sederhana dan jelas agar mudah dipahami.
4. Dirancang untuk penggunaan berganda, maksudnya ketika
dokumen tersebut dibutuhkan oleh beberapa departemen agar
meminimalkan jumlah bentuk yang berbeda.
5. Dibuat dengan persiapan yang benar. Dalam formulir atau catatan
agar memudahkan dalam pemeriksaan internal dibuat ruang kosong
untuk otorisasi dan ruang kolom untuk data numerik.
d. Pengendalian fisik atas aset dan catatan. Dalam mempertahankan
pengendalian internal yang memadai, penting untuk melindungi aset
dan catatan. Jenis tindakan perlindungan yang paling penting dalam
menjaga aset dan catatan adalah membatasi akses fisik terhadap aset dan
catatan.
e. Pemeriksaan secara independen terhadap kinerja. Dilakukannya
pemeriksaan secara independen terhadap kinerja dikarenakan
pengendalian intern berubah sesuai dengan zaman. Karyawan terkadang
 

II-12
 

 
lupa atau dengan sengaja tidak mengikuti prosedur, atau mungkin
 
menjadi ceroboh kecuali seseorang mengamati dan mengevaluasi
  kinerja mereka. Maka dari itu dibutuhkan pemeriksaan secara
independen.
 
4. Informasi dan Komunikasi.
 
Dalam aktivitas pengendalian terdapat sistem informasi dan komunikasi.
  Informasi mengacu kepada sistem akuntansi organisasi, yang terdiri dari

  metode dan catatan yang dibuat untuk mengenali, menyusun, menganalisis,


menggolongkan, mencatat, dan melaporkan transaksi organisasi dan untuk
 
mempertahankan akuntabilitas untuk aktiva dan pasiva yang saling
  berhubungan. Tujuan dilakukannya audit terkait transaksi yang harus dipenuhi
meliputi :
a. Keberadaan (Existence)
b. Kelengkapan (Completeness)
c. Akurasi (Accuracy)
d. Klasifikasi (Classification)
e. Waktu (Timing)
f. Pencatatan dan peringkasan (Posting and summarization)

Sedangkan komunikasi berkaitan dengan menyediakan pemahaman yang jelas


mengenai semua kebijakan dan prosedur yang berhubungan dengan control.
Agar terhindar dari kesalahpahaman maka orang-orang dalam organisasi harus
saling bertukar informasi dan harus saling berkomunikasi untuk melaksanakan,
mengelola, dan mengendalikan operasinya. Diperlukan juga keakuratan dan
keandalan informasi. Menurut Romney dan Steinbart (2009:250)[13] mengacu
pada AICPA, bahwa sistem informasi akuntansi memiliki lima tujuan utama :

1. Mengidentifikasi dan mencatat semua transaksi yang valid


2. Mengklasifikasikan transaksi dengan benar
3. Mencatat transaksi pada nilai moneter yang tepat
4. Mencatat transaksi dalam periode akuntansi yang tepat
 

II-13
 

 
5. Menyajikan transaksi dengan benar dan pengungkapan terkait dalam
 
laporan keuangan
  5. Pemantauan
Pengawasan melibatkan proses berkelanjutan dari penilaian mutu internal atas
 
waktu dan mengambil tindakan korektif saat dibutuhkan. Seluruh proses dan
 
kegiatan yang berlangsung dalam suatu organisasi perlu adanya pengawasan
  yang memadai. Jika terjadi perubahan maka disesuaikan dengan kebutuhan

  yang ada sehingga sistem dapat beroperasi secara dinamis dan berubah sesuai
tuntutan keadaan. Pengawasan dicapai melalui aktivitas yang terus berjalan,
 
evaluasi terpisah, ataupun kombinasi keduanya.
 
Perbandingan dari ketiga ahli di atas mengenai komponen pengendalian intern
dijelaskan bahwa kutipan dari Mulyadi berasal dari rumusan menurut AICPA
(American Institute of Certified Public Accountants) tahun 1972, sedangkan rumusan
komponen pengendalian intern dalam SPIP diadopsi dari COSO yang dijelaskan lebih
rinci lagi. Setiap unsur yang disebutkan oleh Mulyadi sudah terangkum dalam
kerangka kerja COSO yang lebih ringkas. Maka dari itu, penulis mengadopsi kerangka
kerja COSO yang telah diakui sebagai standar internasional karena konsepnya lebih
luas dan sesuai dengan perkembangan dunia usaha zaman sekarang agar dapat
mencegah terjadinya penyimpangan.

II.2 Evaluasi Pengendalian Intern


Evaluasi berarti menilai, artinya evaluasi pengendalian intern menilai atau
memberikan penilaian terhadap sistem pengendalian intern yang telah diterapkan suatu
organisasi. Evaluasi pengendalian intern tidak hanya sebagai proses dalam mencapai
tujuan perusahaan akan tetapi Gelinas dkk., (2012:227)[4] dalam bukunya berpendapat
“the purpose of internal control is to provide reasonable assurance that objectives are
achieved and that risk responses are carried out”, maksudnya tujuan dari pengendalian
internal adalah untuk memberikan jaminan yang wajar bahwa tujuan tercapai dan
tanggapan atas risiko dilakukan.
 

II-14
 

 
Dalam evaluasi pengendalian intern, dokumentasi manajemen dapat membantu
 
pemahaman auditor dalam menganalisis pengendalian intern dan memudahkan dalam
mengevaluasi.
  Berikut teknik atau alat yang dapat digunakan dalam melakukan
evaluasi pengendalian intern.
 

  II.2.1 Teknik Evaluasi Pengendalian Intern


Dalam melakukan evaluasi pengendalian intern diperlukan alat bantu atau
 
kerangka kerja untuk menilai desain sistem pengendalian intern, termasuk
mendefinisikan
  tujuan kontrol dan rencana kontrol. Boynton dan Johnson (2006:429-
[3]
434)
  dalam bukunya mengatakan bahwa terdapat empat bentuk dokumentasi yang
biasa digunakan oleh auditor untuk pengendalian intern, yaitu kuesioner
 
(questionnaire), bagan alir (flowchart), tabel keputusan (decision table), dan
memorandum narasi (narrative memoranda). Selain itu menurut Gelinas dkk.,
(2012:233)[4] dalam mengevaluasi pengendalian intern dapat dilakukan dengan
menggunakan control matrix. Namun, dari sekian banyak yang sering digunakan oleh
auditor dalam mengevaluasi pengendalian intern ialah kuesioner (questionnare) dan
matriks pengendalian (control matrix).

1. Kuesioner (Questionnaire)

Menurut Arens dkk., (2006:285)[1] mengatakan bahwa kuesioner pengendalian


internal merupakan serangkaian pertanyaan yang diajukan tentang pengendalian di
setiap bagian audit sebagai sarana untuk mengungkap aspek-aspek pengendalian
internal yang mungkin tidak memadai. Akuntan publik, auditor internal dan pihak lain
yang berkepentingan terhadap reviu pengendalian intern banyak yang menggunakan
kuesioner dalam mengevaluasi pengendalian intern.

Dalam kuesioner berisi beberapa daftar pertanyaan mengenai rencana


pengendalian yang dirancang sedemikian rupa dan jawabannya antara setuju (yes),
tidak setuju (no), atau N/A (not applicable). Jawaban setuju menunjukkan bahwa
pengendalian intern sudah efektif atau cukup; jawaban tidak setuju menunjukkan
bahwa pengendalian intern masih belum efektif atau masih lemah dan perlu informasi
 

II-15
 

 
lebih lanjut; sedangkan tidak diterapkan menunjukkan bahwa belum diterapkannya
 
pengendalian intern di perusahaan tersebut. Berikut merupakan contoh bentuk dari
kuesioner
  analisis pengendalian internal.

Sumber : Arens (2006:286)


Gambar II.1 Kuesioner Pengendalian Intern

2. Matriks Pengendalian (Control Matrix)

Gelinas dkk., (2012:233)[4] mendefinisikan control matrix sebagai berikut “a


control matrix, which is a tool designed to assist you in evaluating the potential
effectiveness of controls in a business process by matching control goals with relevant
 

II-16
 

 
control plans”. Dapat diartikan bahwa matriks kontrol atau control matrix merupakan
 
alat yang dirancang untuk membantu dalam mengevaluasi efektivitas suatu
pengendalian
  dalam proses bisnis dengan mencocokkan tujuan pengendalian dengan
rencana pengendalian yang relevan.
 
Sebelum melakukan evaluasi menggunakan control matrix, berikut langkah-
 
langkah yang harus dilakukan yaitu :
  1. Analisis terlebih dahulu apa saja tujuan pengendalian terhadap proses operasi

  dan tujuan pengendalian terhadap proses informasi yang ada dan tidak ada pada
sebuah sistem yang dievaluasi tersebut.
 
2. Membuat rencana pengendalian yang dapat diterapkan pada organisasi tersebut
  berdasarkan pada komponen pengendalian intern yang ada.
3. Setelah dianalisis selanjutnya membuat control matrix dan menempatkan
tanda-tanda yang terdapat dalam control matrix yaitu P-n dan M-n sesuai
dengan tujuan yang relevan.
Di bawah ini dijelaskan lebih rinci mengenai control matrix yang disajikan
dalam tabel II.1 Matriks Pengendalian (Control Matrix).

Tabel II.1 Matriks Pengendalian (Control Matrix)


Control Goals of the (blank) Business Process
Control Goals of the Information
Control Goals of the Operations Process
Process
Ensure
Ensure Security
Ensure
Efficient of For the
Effectivene
Employment Resources (blank)
ss of
of Resources (event master
Operations
Recommended (people, data, For the (blank) data,
Control Plans computers) assets) inputs, ensure: ensure:
A IV IC IA UC UA
Present Controls
P-1: Document design P-1 P-1 P-1
P-2: Written approvals P-2 P-2
P-3: Preformatted P-3 P-3 P-3
screens
P-4: Online prompting P-4 P-4 P-4
 

II-17
 

 
P-5: Populate input P-5 P-5 P-5 P-5
  screens with master
data
P-6: Compare
  input P-6 P-6 P-6 P-6
data with master data
P-7: Procedures
  for P-7 P-7
rejected inputs
P-8: Programmed edit P-8 P-8 P-8
 
checks
P-9: Confirm input P-9
  acceptance
P-10: Automated data P-10 P-10 P-10
entry  
P-11: Enter data close P-11 P-11 P-11 P-11
 
to the originating
source
  P-12: Digital P-12 P-12 P12
signatures
Missing Controls
M-1: Key Verification M-1
Possible effectiveness goals include the following IV = input validity
A= Ensure timely, input of (blank) event data IC = input completeness
See Exhibit 9.3 on pp. 315-316 for a complete explanation IA = input accuracy
of control plans and cell entries. UC = update completeness
UA = update accuracy

Sumber : Dull, Gelinas, dan Wheeler (2012:310)


Tabel II.2 di atas mengenai control matrix dijelaskan bahwa terdapat 12 elemen
present yaitu mulai dari P-1, P-2, sampai P-12 dan 1 elemen missing yaitu M-1.
Maksud dari elemen present adalah elemen pengendalian internal yang sudah ada dan
sudah diterapkan oleh perusahaan pada suatu prosedur sistem, dan elemen missing
ialah elemen pengendalian internal yang belum ada dan belum diterapkan oleh
perusahaan. Maka dari itu fungsi dari control matrix yaitu untuk mengetahui dan
mengevaluasi prosedur suatu sistem yang telah diterapkan oleh organisasi tersebut.
II.3 Sistem Operasi dan Sistem Informasi Penjualan Kredit
Sistem penjualan termasuk sistem yang penting dalam perusahaan baik
penjualan secara kredit maupun secara tunai karena menjadi sumber utama pendapatan
perusahaan. Jika suatu perusahaan menetapkan penjualan secara kredit maka akan
muncul piutang dari konsumen. Sistem operasi dan informasi penjualan kredit
merupakan semua kegiatan yang berkaitan dengan penjualan kredit yang bukan hanya
 

II-18
 

 
mengenai informasi laporan keuangannya saja, akan tetapi sumber daya yang
 
mengelolanya juga.
 
II.3.1 Pengertian Sistem Operasi dan Sistem Informasi
  Menurut Susanto (2017:22)[16] “Sistem adalah kumpulan/ group dari sub

  sistem/ bagian/ komponen apapun baik phisik ataupun non phisik yang saling
berhubungan satu sama lain dan bekerja sama secara harmonis untuk mencapai satu
 
tujuan tertentu”.
 
Gelinas dkk., (2012:12,14)[4] mendefinisikan sistem operasi sebagai sistem
 
buatan manusia yang terdiri dari orang-orang, peralatan, organisasi, kebijakan, dan
  prosedur yang tujuannya adalah untuk menyelesaikan pekerjaan organisasi tersebut,
sedangkan sistem informasi atau sistem manajemen informasi (MIS) adalah sistem
buatan manusia yang umumnya terdiri dari seperangkat komponen berbasis komputer
yang terintegrasi dan komponen manual yang dibuat untuk mengumpulkan,
menyimpan, dan mengelola data dan untuk memberikan informasi kepada pengguna.

Jadi dapat disimpulkan bahwa suatu sistem terdiri dari sistem operasi dan
sistem informasi, dimana keduanya sangat dibutuhkan dalam sebuah organisasi. Sistem
operasi merupakan sistem yang terdiri dari berbagai elemen yang berfungsi untuk
menyelesaikan pekerjaan suatu organisasi. Sedangkan sistem informasi adalah sistem
yang terdiri dari beberapa komponen yang berfungsi untuk mengumpulkan,
menyimpan dan mengelola agar menghasilkan suatu infomasi yang dibutuhkan oleh
organisasi.

II.3.2 Pengertian Penjualan Kredit


Penjualan menjadi pemasukan dana utama dalam suatu bisnis, baik
memperjualbelikan barang ataupun jasa. Aktivitas penjualan juga dapat secara tunai
atau secara kredit. Kebanyakan penjual menerapkan penjualan kredit agar
memudahkan customer dalam bertransaksi.

Menurut Puspitawati & Anggadini (2014:141)[12] “Penjualan kredit adalah


aktivitas penjualan yang menimbulkan tagihan/ klaim/ piutang kepada pembeli
 

II-19
 

 
(customer) sehingga penjual tidak menerima uang tunai pada saat barang diserahkan
 
kepada pembeli (customer)”.
 
Adapun menurut Mursyidi (2010:138)[10] berpendapat bahwa “Penjualan kredit
(on  account) artinya pembayaran dilakukan dalam jangka waktu tertentu setelah barang

  diserahkan dari penjual kepada pembeli”.

  Sedangkan menurut Mulyadi (2016:160)[9] “Dalam transaksi penjualan kredit,


jika order dari pelanggan telah dipenuhi dengan pengiriman barang atau penyerahan
 
jasa, untuk jangka waktu tertentu perusahaan memiliki piutang kepada pelanggannya”.
 
Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa penjualan kredit adalah
 
kegiatan memperjualbelikan barang atau jasa yang pembayarannya tidak dilakukan
pada saat penyerahan barang sehingga menimbulkan tagihan atau piutang kepada
pembeli.

II.3.3 Fungsi yang Terkait dengan Penjualan Kredit


Menurut Mulyadi (2016:161)[9] dalam sistem penjualan kredit terdapat fungsi-
fungsi sebagai berikut :

1. Fungsi penjualan
Fungsi ini bertanggung jawab dalam melayani pembeli mulai dari menerima
surat order dari pembeli, mengedit order dari pelanggan untuk menambahkan
informasi yang belum ada dalam surat order tersebut seperti spesifikasi barang
dan rute pengiriman, meminta otorisasi kredit, menentukan tanggal pengiriman,
serta mengisi surat order pengiriman.
2. Fungsi kredit
Fungsi ini bertanggung jawab dalam meneliti status kredit pelanggan dan
memberikan otorisasi pemberian kredit kepada pelanggan.
3. Fungsi gudang
Fungsi gudang bertanggung jawab dalam menyimpan barang dan menyiapkan
barang sesuai dengan yang dipesan oleh pelanggan, serta menyerahkan barang
ke fungsi pengiriman.
 

II-20
 

 
4. Fungsi pengiriman
 
Fungsi ini bertanggung jawab menyerahkan barang yang kuantitas, mutu, dan
  spesifikasinya sesuai dengan yang tercantum dalam tembusan faktur penjualan
dari fungsi penjualan serta bertanggung jawab dalam menjamin tidak ada
 
barang yang keluar dari perusahaan tanpa otorisasi dari yang berwenang.
 
5. Fungsi penagihan
  Fungsi penagihan bertanggung jawab dalam membuat dan mengirimkan faktur

  penjualan kepada pelanggan, serta menyediakan copy faktur bagi kepentingan


pencatatan transaksi penjualan oleh fungsi akuntansi.
 
6. Fungsi akuntansi
  Fungsi ini bertanggung jawab untuk mencatat semua transaksi yang
berhubungan dengan penjualan kredit seperti mencatat piutang serta
mengirimkan pernyataan piutang kepada para debitur, dan membuat laporan
penjualan serta mencatat harga pokok persediaan yang dijual ke dalam kartu
persediaan.

II.3.4 Dokumen dan Catatan yang Terkait dengan Penjualan Kredit


Menurut Krismiaji (2015:297)[7] dokumen yang terkait dengan penjualan kredit
dan piutang adalah sebagai berikut :

1. Order Penjualan (Sales Order)


2. Nota Pengiriman (Shipping Notice)
3. Faktur Penjualan (Sales Invoice)
4. Bukti Kas Masuk (Remittance Advice)
5. Memo Kredit (Credit Memo)
6. Analisis Umur Piutang
7. Jurnal Voucher
Adapun menurut Mulyadi (2016:170-172)[9] dokumen yang digunakan dalam
penjualan kredit yaitu :

1. Surat order pengiriman dan tembusannya


Tembusan surat order pengiriman terdiri dari :
a. Surat order pengiriman.
b. Tembusan kredit (credit copy).
 

II-21
 

 
c. Surat pengakuan (acknowledgement copy).
 
d. Surat muat (bill of lading).
  e. Slip pembungkus (packing slip).
f. Tembusan gudang (warehouse copy).
 
g. Arsip pengendalian pengiriman (sales order follow-up copy).
 
h. Arsip index silang (cross-index file copy).
  2. Faktur dan tembusannya

  Tembusan dari faktur terdiri dari :


a. Faktur penjualan (customer’s copies).
 
b. Tembusan piutang (account receivable copy).
  c. Tembusan jurnal penjualan (sales journal copy).
d. Tembusan analisis (analysis copy).
e. Tembusan wiraniaga (salesperson copy).
3. Rekapitulasi beban pokok penjualan
4. Bukti memorial

Sedangkan menurut Krismiaji (2015:301-302)[7] untuk catatan akuntansinya


yaitu tergantung jenis alat yang digunakan untuk mengolah data transaksi. Jika secara
manual, maka catatan yang dibutuhkan yaitu :

1. Buku jurnal, yang mencakup :


a) Jurnal penjualan, yaitu jurnal yang digunakan untuk mencatat transaksi
penjualan secara kredit,
b) Jurnal memo kredit, yaitu jurnal yang digunakan untuk mencatat
transaksi pengembalian barang yang dijual atau pemberian potongan
penjualan,
c) Jurnal penerimaan kas, yaitu jurnal yang digunakan untuk mencatat
transaksi penerimaan kas, baik yang berasal dari penjualan tunai
maupun pelunasan piutang.
2. Rekening pembantu piutang dagang, yaitu rekening yang digunakan untuk
mencatat piutang kepada setiap pelanggan.
 

II-22
 

 
3. Rekening buku besar, yaitu :
 
a) Piutang dagang, yaitu rekening yang digunakan untuk mencatat
  bertambahnya piutang karena penjualan kredit, dan berkurangnya
piutang dagang karena pelunasan atau adanya retur dan potongan
 
penjualan.
 
b) Kas, yaitu rekening yang digunakan untuk mencatat bertambahnya kas
  karena adanya penjualan atau pelunasan piutang dagang.

  Jika pemrosesan data transaksi menggunakan komputer maka catatan akuntansi


yang
  digunakan berupa file-file komputer (softcopy) seperti :

  1. File induk (master file), yang terdiri atas :


a) File induk pelanggan (customer master file). File ini digunakan untuk
menyimpan data piutang setiap pelanggan beserta perubahan-perubahan
yang terjadi terhadap piutangnya. File ini sama dengan kartu piutang
dalam sistem pengolahan transaksi secara manual.
b) File induk persediaan (inventory master file). File yang digunakan
untuk menyimpan data tentang setiap jenis persediaan beserta
perubahan-perubahan yang terjadi seperti pengurangan atau
penambahan jumlah persediaan.
2. File transaksi (transaction file). File yang digunakan untuk menampung data
secara sementara. Fungsi file transaksi ini mirip dengan buku jurnal dalam
sistem manual, seperti :
a) Invoice Detail, yaitu sebuah file yang digunakan untuk menampung data
tentang faktur penjualan.
b) Sales Order Detail, yaitu sebuah file yang digunakan untuk menampung
data tentang order penjualan yang sedang diproses.
c) Cash Receipt Detail, yaitu sebuah file yang digunakan untuk
menampung data tentang transaksi penerimaan kas dari pelanggan.
 

II-23
 

 
3. Account Receivable Change Log File, merupakan file tambahan yang berisi
 
sebuah record untuk sebuah perubahan terhadap saldo sejak tanggal dibuatnya
  laporan bulanan terakhir.

  Laporan yang Dihasilkan dalam Penjualan Kredit


II.3.5

  Menurut Krismiaji (2015:298-299)[7] sistem aplikasi dalam siklus pendapatan


menghasilkan 3 jenis laporan yaitu :
 
1. Laporan Kontrol (Control Report)
 
Laporan ini berisi informasi tentang (1) transaksi yang telah diposting, atau (2)
  jumlah angka atau nomor transaksi, atau (3) daftar perubahan yang dibuat
  selama pemeliharaan file. Dalam sistem berbasis komputer, laporan ini
menyajikan record count, control total, dan hash total.
2. Register
Register merupakan daftar yang memuat seluruh transaksi (penjualan) yang
diproses selama satu periode pemrosesan. Dalam sistem manual register sama
dengan jurnal. Contohnya seperti, register penerimaan kas, register faktur
penjualan, atau register memo kredit.
3. Laporan Khusus (Special Purpose Report)
Biasanya sebuah sistem memerlukan laporan khusus dalam siklus penapatan.
Jenis laporan ini seperti :
a) Laporan Bulanan (Customer/ Monthly Statements)
Laporan ini berisi daftar transaksi dalam rekening pelanggan tertentu
selama satu periode (biasanya 1 bulan) contohnya seperti faktur
penjualan setiap customer.
b) Daftar Umur Piutang (Aged Account Receivable Trial Balance)
Laporan ini berisi rincian piutang kepada setiap pelanggan yang
dikelompokkan berdasarkan umurnya dan dokumen transaksinya.
c) Daftar Penerimaan Kas (Remittance List)
Laporan ini berisi rincian uang tunai dan check yang diterima selama
satu hari. Laporan ini bertujuan untuk pengawasan terhadap kas, yaitu
 

II-24
 

 
untuk mencegah terjadinya pencurian, dan menjamin bahwa tidak ada
 
penerimaan yang hilang sebelum dikreditkan ke rekening pelanggan.
  d) Laporan Analisis Penjualan (Sales Analysis Report)
Laporan ini berisi ringkasan penjualan, biaya, dan marjin laba untuk
 
setiap pelanggan, produk, petugas penjualan, atau wilayah penjualan,
 
yang hanya dimaksudkan untuk keperluan manajemen.
 
II.3.6 Prosedur Penjualan Kredit
  Krismiaji (2015:305)[7] berpendapat bahwa prosedur penjualan kredit (manual)
adalah
  sebagai berikut :

Sumber : Krismiaji (2015:305)


Gambar II.2 Flowchart Sistem Penjualan Kredit
 

II-25
 

 
Berikut adalah penjelasan dari flowchart diatas :
 
Bagian Penjualan menerima Surat Pesanan Pembelian dari pembeli. Atas dasar
 
surat pesanan tersebut, membuat Surat Order Penjualan sebanyak 6 lembar dan
didistribusikan,
  lembar ke-1 dan Order Pelanggan, diserahkan ke Bagian Penagihan

  untuk diarsipkan sementara, lembar ke-2 diserahkan ke Bagian Pengiriman, lembar ke-
3 dan ke-4 dimintakan persetujuan ke Bagian Kredit, lembar ke-5 dikirimkan ke
 
pelanggan, dan lembar ke-6 diarsipkan urut nomor.
 
Bagian Kredit, atas dasar Surat Order Penjualan lembar ke-3 dan ke-4 yang
 
diterima dari Bagian Penjualan, bagian ini memeriksa data kredit pelanggan, yang
  mencakup sejarah kredit dan batas kredit (credit limit) pelanggan tersebut. Selanjutnya
bagian ini memberikan persetujuan (tanda tangan) terhadap Surat Order Penjualan
tersebut dan meneruskannya ke Bagian Gudang.

Bagian Gudang, atas dasar Surat Order Penjualan lembar ke-3 dan ke-4 yang
telah diotorisasi, bagian gudang mempersiapkan barang yang akan dikirim. Selanjutnya
bagian ini mendistribusikan Surat Order Penjualan yang lembar ke-3 bersama dengan
barangnya diserahkan ke Bagian Pengiriman dan lembar ke-4 diarsipkan urut nomor.

Bagian Pengiriman setelah menerima Surat Order Penjualan (yang telah


diotorisasi) dan barang dari Bagian Gudang, bagian ini mengeluarkan Surat Order
Penjualan lembar ke-2 dari arsipnya. Atas dasar kedua dokumen tersebut, bagian ini
membuat nota pengiriman sebanyak 3 lembar dan didistribusikan, lembar ke-1 bersama-
sama dengan Surat Order Penjualan yang telah diotorisasi, diserahkan ke Bagian
Penagihan, lembar ke-2 bersama-sama dengan Surat Order Penjualan lembar ke-2
diarsipkan urut tanggal, dan lembar ke-3 bersama-sama dengan barangnya, dikirimkan
kepada pelanggan.

Bagian penagihan setelah menerima Surat Order Penjualan (yang telah


diotorisasi) dan nota pengiriman lembar ke-1 dari Bagian Pengiriman, bagian ini
mengeluarkan Surat Order Penjualan lembar ke-1 dan Surat Pesanan Pembelian
Pelanggan dari arsipnya. Atas dasar keempat dokumen ini bagian penagihan membuat
 

II-26
 

 
Faktur Penjualan sebanyak 3 lembar dan didistribusikan, lembar ke-1 dikirimkan kepada
 
pelanggan, lembar ke-2 diserahkan ke Bagian Piutang, dan lembar ke-3 diarsipkan urut
nomor
  bersama-sama dengan Surat Order Penjualan lembar ke-3 yang telah diotorisasi,
Nota pengiriman lembar ke-1, Surat Pesanan Pembelian Pelanggan, dan Surat Order
 
Penjualan lembar ke-1, setelah sebelumnya digunakan sebagai dasar untuk mencatat ke
 
Jurnal Penjualan.
 
Bagian Piutang setelah menerima Faktur Penjualan lembar ke-1 dari Bagian
Penagihan,
  bagian ini memeriksa nomor seri faktur. Selanjutnya bagian ini akan
memposting
  transaksi tersebut ke rekening pelanggan yang bersangkutan, dan
mengarsipkan penjualan tersebut urut tanggal.
 
II.4 Pengendalian Intern Sistem Operasi dan Sistem Informasi Penjualan Kredit
Pengendalian intern dalam sistem operasi dan informasi penjualan kredit sangat
penting, karena penjualan merupakan pemasukan utama dalam perusahaan manufaktur
terlebih kebanyakan perusahaan manufaktur menerapkan penjualan secara kredit.
Maka dari itu diperlukannya pengendalian intern agar kegiatan operasional perusahaan
berjalan lancar.

II.4.1 Unsur-Unsur Pengendalian Intern Penjualan Kredit


Menurut Mulyadi (2016:176-180)[9] dalam pengendalian intern sistem
penjualan kredit terdapat unsur pokok pengendalian intern seperti :

1. Organisasi
Dalam organisasi yang berkaitan dengan sistem penjualan kredit, berikut
beberapa unsur pokok pengendalian intern :
a. Fungsi penjualan harus terpisah dari fungsi kredit
b. Fungsi akuntansi harus terpisah dari fungsi penjualan dan fungsi kredit
c. Fungsi akuntansi harus terpisah dari fungsi kas
d. Transaksi penjualan kredit harus dilaksanakan oleh fungsi penjualan, fungsi
kredit, fungsi pengiriman, fungsi penagihan, dan fungsi akuntansi. Tidak
 

II-27
 

 
ada transaksi penjualan kredit yang dilaksanakan secara lengkap hanya oleh
 
satu fungsi tersebut.
  2. Sistem Otorisasi dan Prosedur Pencatatan
Dalam suatu organisasi, setiap transaksi keuangan terjadi melalui sistem
 
otorisasi tertentu. Tidak ada satu pun transaksi yang terjadi yang tidak
 
diotorisasi oleh petugas yang memiliki wewenang untuk memberikan otorisasi.
  Berikut beberapa dokumen yang memerlukan otorisasi serta prosedur

  pencatatannya :
a. Penerimaan order dari pembeli diotorisasi oleh fungsi penjualan dengan
 
menggunakan formulir surat order pengiriman.
  b. Persetujuan pemberian kredit diberikan oleh fungsi kredit dengan
membubuhkan tanda tangan pada credit copy (yang merupakan tembusan
surat order pengiriman).
c. Pengiriman barang kepada pelanggan diotorisasi oleh fungsi pengiriman
dengan cara menandatangani dan membubuhkan “sudah dikirim” pada copy
surat order pengiriman.
d. Penetapan harga jual, syarat penjualan, syarat pengangkutan barang, dan
potongan penjualan berada di tangan Direktur Pemasaran dengan
penerbitan surat keputusan mengenai hal tersebut.
e. Terjadinya piutang diotorisasi oleh fungsi penagihan dengan
membubuhkan tanda tanga pada faktur penjualan.
f. Pencatatan ke dalam kartu piutang dan ke dalam jurnal penjualan, jurnal
penerimaan kas, dan jurnal umum diotorisasi oleh fungsi akuntansi dengan
cara memberikan tanda tangan pada dokumen sumber (faktur penjualan,
bukti kas masuk, dan memo kredit).
g. Pencatatan terjadinya piutang didasarkan pada faktur penjualan yang
didukung dengan surat order pengiriman dan surat muat.
3. Praktik yang Sehat
a. Surat order pengiriman bernomor urut tercetak dan pemakaiannya
dipertanggungjawabkan oleh fungsi penjualan.
 

II-28
 

 
b. Faktur penjualan bernomor urut tercetak dan pemakaiannya
 
dipertanggungjawabkan oleh fungsi penagihan.
  c. Secara periodik fungsi akuntansi mengirim pernyataan piutang (account
receivable statement) kepada setiap debitur untuk menguji ketelitian catatan
 
piutang yang diselenggarakan oleh fungsi tersebut.
 
d. Secara periodik diadakan rekonsiliasi kartu piutang dengan akun
  pengendalian piutang dalam buku besar.

  Ancaman Pengendalian Intern Penjualan Kredit


II.4.2

  Dalam Romney dan Steinbart (2009:418-419)[13] terdapat beberapa ancaman


beserta pengendalian dalam siklus pendapatan yang mungkin terjadi, seperti yang
 
dijelaskan pada tabel di bawah.

Tabel II.2 Tabel Ancaman dan Pengendalian Intern Siklus Pendapatan

Aktivitas Ancaman Pengendalian


Masalah-masalah umum 1. Data induk yang tidak 1. Pengendalian integritas
dalam siklus pendapatan akurat atau tidak valid pemrosesan data
2. Pembatasan akses ke data
induk
3. Tinjauan atas seluruh
perubahan terhadap data
induk
2. Pengungkapan yang 1. Pengendalian akses
tidak diotorisasi atas 2. Enkirpsi
informasi sensitif

3. Kehilangan atau 1. Backup dan prosedur


penghancuran data pemulihan bencana

4. Kinerja buruk 1. Laporan manajerial

Entri pesanan penjualan 5. Pesanan yang tidak 1. Pengendalian edit entri data
lengkap/ tidak akurat (pengecekan field, tanda,
batas, jangkauan,
kelengkapan, validitas, dan
kewajaran)
 

II-29
 

 
2. Pembatasan akses ke data
  induk
6. Pesanan yang tidak 1. Tanda tangan digital atau
 
valid tanda tangan tertulis
  7. Piutang yang tidak 1. Batas kredit
tertagih 2. Otorisasi spesifik untuk
  menyetujui penjualan kepada
para pelanggan baru atau
  penjualan yang melebihi batas
  kredit seorang pelanggan
3. Penuaan piutang
  8. Kehabisan stok atau 1. Sistem pengendalian
kelebihan persediaan persediaan perpetual
  2. Penggunaan kode batang (bar
code) atau RFID
3. Pelatihan
4. Perhitungan fisik persediaan
secara periodik
5. Prediksi penjualan dan
laporan aktivitas
9. Kehilangan pelanggan 1. Sistem CRM, situs swadaya,
dan evaluasi yan tepat atas
peringkat layanan pelanggan
Pengiriman 10. Memilih barang yang 1. Teknologi kode batang dan
salah atau kuantitas RFID
yang salah 2. Rekonsiliasi daftar pemilihan
untuk detail pesanan
penjualan
11. Pencurian persediaan 1. Pembatasan akses fisik ke
persediaan
2. Dokumentasi seluruh transfer
persediaan
3. Teknologi RFID dank ode
batang
4. Perhitungan fisik persediaan
secara periodik dan
rekonsiliasi terhadap kuantitas
tercatat
 

II-30
 

 
12. Kesalahan pengiriman 1. Rekonsiliasi dokumen
  (penundaan atau pengiriman dengan pesanan
kegagalan untuk penjualan, daftar pemilihan,
 
mengirim, kuantitas dan slip pengepakan
  yang salah, barang 2. Menggunakan sistem RFID
yang salah, alamat untuk mengidentifikasi
  yang salah, duplikasi) penundaan
3. Entri data melalui pemindai
  kode batang dan RFID
4. Pengendalian edit entri data
 
(jika pengiriman dimasukkan
  ke terminal)
5. Konfigurasi sistem ERP untuk
  mencegah pengiriman
duplikasi
Penagihan 13. Kegagalan untuk 1. Pemisahan fungsi penagihan
menagih dan pengiriman
2. Rekonsiliasi secara periodik
atas faktur dengan pesanan
penjualan, kartu pengambilan,
dan dokumen pengiriman
14. Kesalahan penagihan 1. Konfigurasi sistem untuk
memasukkan data harga
secara otomatis
2. Pembatasan akses ke data
induk harga
3. Pengendalian edit entri data
4. Rekonsiliasi dokumen
pengiriman (kartu
pengambilan, bill of lading,
dan daftar pengepakan) untuk
pesanan penjualan
15. Kesalahan posting 1. Pengendalian entri data
dalam piutang 2. Rekonsiliasi total batch
3. Pengiriman laporan bulanan
kepada para pelanggan
4. Rekonsiliasi buku pembantu
piutang di buku besar umum
 

II-31
 

 
16. Memo kredit yang 1. Pemisahan tugas otorisasi
  tidak akurat atau tidak memo kredit baik dari entri
valid pesanan penjualan maupun
 
pemeliharaan rekening
  pelanggan
2. Konfigurasi sistem untuk
  memblokir memo kredit
kecuali ada dokumentasi yang
  sesuai dengan pengembalian
barang rusak atau otorisasi
 
yang spesifik oleh manajemen
Penerimaan
  kas 17. Pencurian kas 1. Pemisahan tugas, orang yang
menangani (setoran)
  pembayaran dari para
pelanggan seharusnya tidak :
- Memposting
pengiriman uang ke
rekening pelanggan
- Membuat atau
mengotorisasi memo
kredit
- Merekonsiliasi
rekening bank
2. Penggunaan EFT, FEDI, dan
peti uang (lockbox) untuk
meminimalkan penanganan
pembayaran pelanggan oleh
pegawai
3. Mendapatkan dan
menggunakan sebuah UPIC
untuk menerima pembayaran
EFT dan FEDI dari para
pelanggan
4. Segera setelah membuka
surat, membuat daftar seluruh
pembayaran pelanggan yang
diterima
 

II-32
 

 
5. Persetujuan yang segera dan
  terbatas atas seluruh
pengecekan pelanggan
 
6. Memiliki dua orang yang
  membuka seluruh surat yang
mungkin berisi pembayaran
  pelanggan
7. Penggunaan mesin kasir
  8. Setoran harian dari seluruh
penerimaan kas
 

Anda mungkin juga menyukai