Anda di halaman 1dari 17

Sistem Keuangan Syariah

Ditulis sebagai syarat tugas mata kuliah Akuntansi Syariah

Disusun Oleh :

Rasyid Abdul Majid (120110150028)

Saoqi Kamil Abrar (120110150109)

PROGRAM STUDI S1 AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS PADJAJARAN

Bandung, 2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
waktu, kesehatan, dan pemikiran yang baik sehingga kami dapat menyelesaikan Makalah
Akuntansi Syariah ini sesuai dengan waktu yang kami rencanakan. Makalah ini membahas
tentang Sistem Keuangan Syariah.

Tujuan kami dalam penyusunan makalah ini tidak bermaksud untuk mengubah materi
yang sudah tersusun. Namun, hanya lebih pendekatan pada studi banding atau
membandingkan beberapa materi yang sama dari berbagai referensi. Semoga makalah ini
dapat memberi tambahan pada hal yang terkait dengan kepentingan masyarakat dalam
perkembangan Akuntansi Syariah di Indonesia.

Kami sebagai penyusun pastinya tidak pernah lepas dari kesalahan. Begitu pula dalam
penyusunan makalah ini yang mungkin memiliki banyak kekurangan. Oleh karena itu, kami
mohon maaf atas segala kekurangannya dan mengharapkan kritik dan saran yang
membangun.

Kami ucapkan terima kasih kepada Ibu Dr. Hj. Tettet Fitrijanti, S.E., M.Si.,Ak.
sebagai Dosen mata kuliah Akuntansi Syariah yang telah memberi arahan kami dalam
penyusunan makalah ini, tidak lupa pula kepada rekan – rekan yang telah ikut berpartisipasi.
Sehingga makalah ini selesai tepat pada waktunya.

Bandung, 21 September 2018

Penulis

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................... 1

DAFTAR ISI.............................................................................................................................. 2

BAB 1 PENDAHULUAN ......................................................................................................... 3

1.1. Latar Belakang ...................................................................................................................... 3


1.2. Rumusan Masalah ................................................................................................................ 3
1.3. Kegunaan Penulisan Makalah ............................................................................................. 3
1.4. Metode Penulisan .................................................................................................................. 4
BAB 2 PEMBAHASAN ............................................................................................................ 5

2.1 Konsep Memelihara Harta Kekayaan ................................................................................ 5


2.2 Penggunaan dan Perindustrian Harta ................................................................................ 6
2.3 Akad atau Kontrak ............................................................................................................... 8
2.4 Transaksi Yang Dilarang ..................................................................................................... 9
2.5 Prinsip Keuangan Syariah ................................................................................................. 12
BAB 3 PENUTUPAN.............................................................................................................. 15

3.1 Kesimpulan .......................................................................................................................... 15


DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 16

2
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sistim keuangan syariah adalah merupakan bagian dari konsep yang lebih luas
tentang ekonomi Islam, yang tujuannya, sebagaimana dianjurkan oleh para ulama,
adalah memperkenalkan sistim nilai dan etika Islam ke dalam lingkungan ekonomi.
Karena dasar etika ini maka keuangan dan perbankan Islam bagi kebanyakan muslim
adalah bukan sekedar sistem transaksi komersial. Persepsi Islam dalam transaksi
finansial itu dipandang oleh banyak kalangan muslim sebagai kewajiban agamis.
Kemampuan lembaga keuangan Islam menarik investor dengan sukses bukan hanya
tergantung pada tingkat kemampuan lembaga itu menghasilkan keuntungan, tetapi
juga pada persepsi bahwa lembaga tersebut secara sungguh-sungguh memperhatikan
restriksi-restriksi agamis yang digariskan oleh Islam

Seiring dengan terjadinya krisis global dalam sistem keuangan kapitalis, kini
para ekonom Barat mulai mengadopsi sistem keuangan syariah. Banyak dari mereka
yang melakukan kajian mendalam terhadap perekonomian yang berlandaskan prinsip-
prinsip Syariat Islam. Sistem yang bersumber dari ajaran Allah Swt ini terbukti tetap
tangguh menghadapi hempasan serangan krisis bertubi-tubi, baik yang terjadi tahun
1998 maupun 2008 dan hingga kini, insya Allah sampai dunia kiamat.

1.2. Rumusan Masalah

1. Bagaimana Konsep Memelihara Harga Kekayaan ?


2. Bagaimana Pengunaan dan Perindustrian Harta ?
3. Bagaimana Akad atau Kontrak ?
4. Apa Saja Transaksi yang Dilarang ?
5. Apa Saja Prinsip Keuangan Syariah ?

1.3. Kegunaan Penulisan Makalah

1. Untuk memenuhi tugas mata kuliah Akuntansi Syariah.

3
2. Untuk menambah referensi pengetahuan tentang Sistem Keuangan
Syariah.
1.4. Metode Penulisan

Dalam pembuatan makalah ini kami menggunakan metode studi pustaka,


mencari semua informasi dari internet tentang Sistem Keuangan Syariah.

4
BAB 2

PEMBAHASAN

2.1 Konsep Memelihara Harta Kekayaan

Memelihara harta, bertujuan agar harta yang dimiliki oleh manusia diperoleh
dan digunakan sesuai dengan syariah sehingga harta yang dimiliki halal dan sesuai
dengan keinginan pemilik mutlak dari harta kekayaan tersebut yaitu Allah SWT.
Islam menganjurkan manusia untuk bekerja atau berniaga, dan menghindari
kegiatan meminta-minta dalam mencari harta kekayaan. Manusia memerlukan harta
kekayaan sebagai alat untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari termasuk
memenuhi sebagian perintah Allah seperti infak, zakat, pergi haji, perang (jihad), dan
sebagainya.
“Apabila telah ditunaikan shalat, Maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan
carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung”.
(QS 62:10)1
“Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-
orang miskin, pengurus-pengurus zakat, Para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk
(memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk
mereka yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan
Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana”.2
Harta yang paling baik menurut Rasulullah, adalah yang diperoleh dari hasil
kerja atau perniagaan, sebagaimana diriwayatkan oleh hadis-hadis berikut:
“Harta yang paling baik adalah harta yang diperoleh oleh tangannya sendiri...”
(HR. Bazzar At Thabrani)3
“Barang siapa membuka bagi dirinya satu pintu meminta-minta (yakni
membiasakan diri meminta-minta meski belum benar-benar terpaksa) niscaya Allah
akan membukakan baginya tujuh puluh pintu kemiskinan”. (HR. Bukhari dan Muslim
dari Abu Hurairah)4
Harta yang baik harus memenuhi dua kriteria, yaitu diperoleh dengan cara
yang sah dan benar (legal and fair), serta dipergunakan dengan dan untuk hal-hal yang
baik di jalan Allah SWT.

5
Menurut Islam, kepemilikan harta kekayaan pada manusia terbatas pada
kepemilikan kemanfaatannya selama masih hidup di dunia, dan bukan kepemilikan
secara mutlak.

2.2 Penggunaan dan Perindustrian Harta

Islam mengatur setiap aspek kehidupan ekonomi penuh dengan pertimbangan


moral, sebagaimana firman Allah sebagai berikut:

“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu


(kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari
(kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah
telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan”. (QS
28:77)

Dari ayat di atas dapat kita simpulkan, dalam pengunaan harta, manusia tidak
boleh mengabaikan kebutuhannya di dunia, namun disis lain juga harus cerdas dalam
mengunakan hartanya untuk mencari pahala akhirat.6

Ketentuan syariah berkaitan dengan penggunaan harta, antara lain:

1. Tidak boros dan tidak kikir

“Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di Setiap (memasuki)


mesjid, Makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah
tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan”.(QS 7:31)

2. Memberikan infak dan shadaqah

"Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang


menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang
menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan
(ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi
Maha mengetahui”. (QS 2:261)

6
3. Membayar zakat sesuai ketentuan

“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu
membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya
doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar
lagi Maha mengetahui”. (QS 9:103)

4. Memberi pinjaman tanpa bunga (qardhul hasan)

“ Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan Riba dengan


berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat
keberuntungan”.

5. Meringankan kesulitan orang berutang

“Dan jika (orang yang berhutang itu) dalam kesukaran, Maka berilah tangguh
sampai Dia berkelapangan. dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu,
lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui”. (QS 2:280)7

Memperoleh harta adalah aktivitas ekonomi yang masuk dalam kategori


ibadah muamalah. Kaidah fiqih dari muamalah adalah semua halal dan boleh
dilakukan kecuali yang haram/dilarang dalam Al-Qur’an dan As-Sunah.

”Dan Dia menundukkan untukmu apa yang ada di langit dan apa yang ada di
bumi untukmu semua (sebagai rahmat) dari-Nya. Sesungguhnya, dalam hal yang
demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang-orang
yang berfikir.” (QS 45:13)

”Yang halal ialah apa yang dihalalkan oleh Allah di dalam kitabNya, dan apa
yang haram ialah apa yang diharamkan Allah di dalam kitabNya; sedangkan apa yang
didiamkan oleh Nya berarti dimaafkan (diperkenakan) untukmu.” (HR. At-Tirmidzi
dan Ibnu Majab)

Dapat disimpulkan bahwa hukum dasar muamalah adalah boleh, karena tidak
mungkin Allah menciptakan segala sesuatu dan menundukkannya bagi manusia kalau
akhirnya semua itu diharamkan atau dilarang.

7
2.3 Akad atau Kontrak
Karim mengelompokkan akad menjadi dua yaitu sebagai berikut:

1. Akat tabarru’ (grotuitus contract), yaitu segala macam perjanjian yang


menyangjut transaksi nibala (not for profit transaction). Akad tabarru’
dilakukan dengan tujuan tolong menolong dalam rangka berbuat kebaikan
2. Akat tijarah/muawalah (compensantional contract) adalah segala macam
perjanjian yang menyangkut transaksi untuk laba (for profit transaction).
Berdasarkan tingkat kepastian dari hasil yang diperoleh, akat tijarah dapat
dibagi menjadi dua kelompok yaitu:
a. Natural uncertainty contract, adalah satu jenis kontrak transaksi yang
secara alamiah mengandung ketidakpastian dalam memperoleh
keuntungan. Contoh akad dalam kelompok ini adalah musyarakah,
mudharabah, muzara’ah, musaqamah, dan mukhabarah.
b. Natural certainty contract, adalah satu jenis kontrak transaksi dalam bisnis
yang memiliki kepastian keuntungan dan pendapatnya, baik dari segi
jumlah dan waktu penyerahannya. Contohnya adalah murabahah, salam,
istishna’, dan ijarah.

Dalam akad harus memenuhi ketentuan rukun dan syarat sahnya suatu akad
ada tiga yaitu:

1. Pelaku yaitu para pihak yang melakukan akad. Pihak yang melakukan akad
harus memenuhi syarat yaitu orang yang merdeka, mukalaf dan orang yang
sehat akalnya.
2. Objek akad merupakan sebuah konsekuensi yang harus ada dengan
dilakukannya suatu transaksi tertentu. Objek jual beli adalah barang dagangan,
objek mudharabah dan musyarakah adalah mudal dan kejasama, objek sewa
menyewa adalah manfaat atas barang yang disewakan dan seterusnya.
3. Ijab kabul merupakan kesepakatan dari para pelaku dan menunjukkan mereka
saling rida.

8
2.4 Transaksi Yang Dilarang
Transaksi yang dilarang adalah sebagai berikut:

1. Semua aktivitas bisnis terkait dengan barang dan jasa yang diharamkan Allah

Aktivitas investasi dan perdagangan atau semua transaksi yang melibatkan


barang dan jasa yang diharamkan Allah seperti babi, khamar atau minuman yang
memabukkan, narkoba, dan sebagainya.

”Sesungguhnya Allah mengharamkan atasmu bangkai, darah, daging babi, dan


(hewan) yang disembelih dengan (menyebut nama) selain Allah, tetapi barang siapa
terpaksa (memakannya) bukan karena menginginkannya dan tidak pula melampaui
batas, maka Allah sungguh Maha Pengampun, dan Maha Penyayang.” (QS Al
baqarah : 173)

”Sesungguhnya Allah apabila mengharamkan sesuatu juga mengharamkan


harganya.” (HR. Ahmad dan Abu Dawud)

2. Riba

Dalam Al Qur’an secara bertahap namun jelas dan tegas memperingatkan kita
tentang riba. Hal ini dapat dilihat dari turunnya ayat-ayat Al Qur’an secara berturut-
turut dari QS 3:130

Larangan riba sebenarnya tidak hanya berlaku untuk agama Islam, melainkan
juga diharamkan oleh seluruh agama samawi selain Islam. Yahudi melarang
pengambilan bunga (riba). Baik dalam Old Testament (Perjanjian Lama) maupun
undand-undang Talmud. Dan dalam kalangan Kristiani dalam Kitab Perjanjian Baru
dalam ayat Lukas 6:34-35 merupakan ayat yang mengecam praktik pengambilan
bunga (riba).

3. Penipuan

Penipuan terjadi apabila salah satu pihak tidak mengetahui pihak lain dan
dapat terjadi di dalam empat hal, yakni dalam kuantitas, kualitas, harga dan waktu
penyerahan.

”Dan janganlah kamu campur adukan kebenaran dan kebathilan, dan


(janganlah) kamu sembunyikan kebenaran, sedang kamu mengetahui.” (QS 2:42)
9
4. Perjudian

Transaksi penjudian adalah teransaksi yang melibatkan dua pihak atau lebih,
di mana mereka menyerahkan uang/harta kekayaan lainnya, kemudian mengadakan
permainan tertentu, baik dengan kartu, adu ketangkasan, atau media lainnya.

”Wahai orang-orang yang beriman, sesunguhnya minuman keras, berjudi,


berkorban (untuk berhala) dan mengundi nasib dengan anak panah, adalah perbuatan
keji dan termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu
beruntung. (QS 5:90)

5. Gharar/transaksi yang mengandung ketidakpastian

Gharar terjadi terdapat incomplete information, sehingga ada ketidak pastian


antara duabelah pihak yang bertransaksi.

”Bagaimana pendapatmu jika Allah mencegah biji untuk menjadi buah,


sedang salah seorang dari kamu menghalalkan (mengambil) harta saudarannya?”
(HR. Bukhari)

6. Ikhtikar/penimbunan barang

Ikhtikar dilarang karena dapat merugikan orang lain dengan


melangkannya/sulit didapat dan harganya yang tinggi. Dengan ikhtikar orang dapat
memperoleh keuntungan yang besar dibawah penderitaan orang lain.

”Tidak menimbun barang kecuali orang yang berdosa”. (HR. Muslim,


Turmudzi dan Abu Dawud)

7. Monopoli

Alasan larangan monopoli sama dengan larangan penimbunan barang


(ihtikar), walaupun seorang monopolis tidak selalu melakukan penimbunan barang.
Monopoli biasanya dilakukan dengan membuat entry barrier, untuk menghambat
produsen atau penjual masuk ke pasar agar ia menjadi pemain tunggal di pasar dan
dapat menghasilkan keuntungan yang tinggi.

”Wahai Rasulullah saw, harga-harga naik, tentukanlah harga untuk kami.


Rasulullah lalu menjawab: Allah yang sesungguhnya penentu harga, penahan,

10
pembentang dan pemberi rizeki. Aku berharap agar bertemu dengan Allah, tak ada
seorangpun yang meminta padaku tentang adanya kezaliman dalam urusan darah dan
harta.” (HR. Ashabus sunan)

8. Bai’an najsy/rekayasa permintaan

An-Najsy termasuk dalam kategori penipuan (tadlis), karena merekayasa


permintaan, di mana satu pihak berpura-pura mengajukan penawaran dengan harga
yang tinggi, agar calon pembeli tertari dan membeli barang tersebut dengan harga
yang tinggi.

”Janganlah kamu sekalian melakukan penawaran barang tanpa maksud untuk


membeli.” (HR. Tirmidzi)

9. Suap

Suap dilarang karena suap dapat merusak sistem yang ada dalam masyarakat,
sehingga menimbulkan ketidak adilan sosial dan permasalahan perlakuan. Pihak
yang membayar suap pasti akan diuntungkan dibandingkan yang tidak membayar.

”... dan janganlah kamu menyuap dengan harta itu kepada para hakim ...” (QS
2:188)

10. Ta’alluq/penjual bersyarat

Ta’alluq terjadi apabila ada dua akad saling dikaidkan di mana berlakunya
akad pertama tergantung pada akad kedua, sehingga dapat mengakibatkan tidak
terpenuhinya rukun (suatu yang harus ada dalam akad) yaitu objek akad.

11. Bai al inah/pembelian kembali oleh penjual dari pihak pembeli

Misalnya, A menjual secara kredit pada B kemudian A membeli kembali


barang yang sama dari B secara tunai. Dari contoh ini, kita lihat ada dua pihak yang
seolah-olah melakukan jual beli, namun tujuannya bukan untuk mendapatkan barang
melainkan A mengharapkan untuk mendapatkan uang tunai sedangkan B
mengharapkan kelebihan pembayaran.

11
12. Jual beli dengan cara talaqqi al- rukban

Jual beli dengan cara mencegat atau menjumpai pihak penghasil atau
pembawa barang perniagaan dan membelinya, di mana pihak penjual tidak
mengetahui harga pasar atas barang yang dibawanya sementara pihak pembeli
mengharapkan keuntungan yang berlipat dengan memanfaatkan ketidak tahuan
mereka.

"Janganlah kamu mencegat kafilah/rombongan yang membawa dagangan di


jalan, siapa yang melakukan itu dan membeli darinya, maka jika pemilik barang
tersebut tiba di pasar (mengetahui harga), ia boleh berkhiar.” (HR. Muslim)

2.5 Prinsip Keuangan Syariah


Prinsip-prinsip sistem keunagan Islam sebagaimana diatur melalui Al-Qur’an
dan As-Sunah adalah sebagai berikut:
1. Pelarangan riba. Riba hanya menguntungkan para pemberi pinjaman/pemilik
harta, sedangkan yang merugikan peminjam bahkan mempersulit si
peminjam.
2. Pemberian risiko. Hal ini konsekuensi logis dari pelanggaran riba yang
menetapkan hasil bagi pemberi modal di muka. Sedang melalui pembagian
risiko maka pembagian hasil akan dilakukan di belakang yang besarnya
tergantung dari hasil yang diperoleh. Hal ini juga membuat kedua belah
pihak akan saling membantu untuk bersama-samamemperoleh laba, selain
lebih mencerminkan keadilan.
3. Tidak menganggap uang sebagai modal pontensial. Sistem keungan Islam
memandang uang boleh dianggap sebagai modal kalau digunakan bersamaan
dengan sumber daya yang lain untuk memperoleh laba.
4. Larangan melakukan kegiatan spekulatif. Hal ini sama dengan pelangaran
untuk transaksi yang memiliki tingkat ketidak pastian yang sangat tinggi, judi
dan transaksi yang memiliki resiko yang sangat besar.
5. Kesucian kontrak. Islam menilai perjanjian sebagai suatu yang tinggi nilainya
sehingga seluruh kewajiban dan pengungkapan yang terkait dengan kontrak
harus dilakukan.
6. Aktivitas usaha harus sesuai syariah. Seluruh kegiatan usaha tersebut
haruslah merupakan kegiatan yang diperbolehkan menurut syariah.

12
Jadi, prinsip keuangan syariah mengacu kepada prinsip rela sama rela
(antaraddim munkum), tidak ada pihak yang menzalimi dan dizalimi (la tazhlimuna
wa la tuzhlamun), hasil usaha muncul bersama biaya (al kharaj bi al dhaman), dan
untung bersama risiko (al ghunmu bi al ghurni).15
Instrumen Keungan Syariah
Instrumen keuangan syariah dapat dikelompokkan sebagai berikut:
1. Akad investasi yang merupakan jenis akad tijarah dengan bentuk uncertainty
contract. Kelompok akad ini adalah sebagai berikut:
- Mudharabah, yaitu bentuk kerja sama antara dua pihak atau lebih, di mana
pihak pemilik modal (shahibul maal) mempercayakan sejumlah modal
kepada pengelola (mudharib) untuk melakukan kegiatan usaha dengan
nisbah bagi hasil atas keuntungan yang diperoleh menurut kesepakatan di
muka, sedang apabila terjadi kerugian hanya ditanggung pemilik dana
sepanjang tidak ada unsur kesengajaan atau kelalain oleh mudharib.
- Musyarakah adalah akad kerja sama yang terjadi antara pemilik modal
untuk mengabungkan modal dan melakukan usaha secara bersama dalam
suatu kemitraan, dengan nisbah bagi hasil sesuai dengan kesepakatan,
sedang kerugian ditanggung secara proporsional sesuai dengan kontribusi
modal.
- Sukuk (obligasi syariah), merupakan surat utang yang sesuai dengan
prinsip syariah.
- Saham syariah produknya harus sesuai dengan syariah.
2. Akad jual beli/sewa menyewa yang merupakan jenis akat tijarah dengan
bentuk certainty contract. Kelompok akad ini adalah sebagai berikut:
- Murabahah adalah transaksi penjualan barang dengan biaya perolehan dan
keuntungan (margin) yang disepakati oleh penjual dan pembeli.
- Salam adalah transaksi jual beli di mana barang yang dijual belikan belum
ada.
- Istishna’ memiliki sistem yang mirip dengan salam, namun dalam istishna’
pembayaran dapat dolakukan di muka cicilan dalam beberapa kali (termin)
atau ditangguhkan dalam jangka waktu tertentu.
- Ijarah adalah akad sewa menyewa antara pemilik objek sewa dan penyewa
untuk mendapakan manfaat atas objek sewa yang disewakan.
3. Akad lainnya meliputi:
13
- Sharf adalah perjanjian jual beli suatu valuta dengan valuta lainnya.
- Wadiah adalah akad penitipan dari pihak yang mempunyai uang/barang
kepada pihak yang menima titipan dengan catatan kapan pun titipan
diambil pihak penerima titipan wajib menyerahkan kembali uang/barang
titipan tersebut.
- Qardhul Hasan adalah pinjaman yang mempersyaratkan adanya imbalan,
waktu pengambilan pinjaman ditetapkan bersama antara pemberi dan
penerima pinjaman.
- Al-Wakalah adalah jangka pemberian kuasa dari satu pihak kepihak yang
lain.
- Kaflah adalah perjanjian pemberian jaminan atau penanggungan atas
pembayaran utang atas suatu pihak atau pihak lain.
- Hiwalah adalah pengalian utang atau piutang dari pihak pertama (al-muhil)
kepada pihak lain (al-muhal ’alaih) atas dasar saling mempercayai.
- Rahn merupakan sebuah perjanjian pinjaman dengan pinjaman aset.

14
BAB 3

PENUTUPAN

3.1 Kesimpulan

Sistem keuangan Islam diperlukan untuk menjadi alternatif sistem


keuangan baru yang tahan terhadap krisis keuangan global. Sistem
keuangan Islam melarang adanya praktik bunga (riba), larangan mengenai
time value of money, dan larangan perilaku spekulatif (ketidakpastian)
dalam transaksi yang merupakan penyebab terjadinya krisis keuangan.
Bank harus menghindari praktik-praktik keuangan yang tidak sehat dengan
memperbaiki sistem yang dimiliki. Salah satunya dengan menghindari
praktik derivatif yang berlebihan sehingga menimbulkan spekulatif-
spekulatif yang tinggi. Ini dapat dilakukan dengan melihat transparasi aset
yang akan dijual atau disewakan harus benar-benar ada dan bukan
khayalan. Prinsip dasar dalam sistem keuangan Islam adalah bagi hasil
(profit-loss sharing) yang dilakukan melalui pola pembiayaan mudharabah
dan musyarakah. Ini adalah pola pembagian risiko yang dibebankan pada
kedua pihak yaitu pemberi pinjaman dan peminjam melalui sebuah akad
yang dibuat keduanya.

Jadi pemerintah Indonesia harusnya berkomitmen untuk menjadikan


keuangan Islam sebagai area strategisnya. Bisa dikatakan, tetap
mempertahankan posisi sekulernya, karena ini bukan soal mempromosikan
agama, tetapi bisnis. Dan, kita gunakan bentuk bisnis ini untuk menarik
foreign direct investment (FDI). Jika saja, pemerintah RI mau memakai
kebijakan ini dan menyatakannya di pasar, banyak institusi akan datang ke
Indonesia, karena Indonesia pasar yang besar.

15
DAFTAR PUSTAKA

Sri Nurhayati dan Wasilah. Akuntansi Syariah di Indonesia Edisi 2. (Jakarta: Salemba Empat.
2008). hal. 66

Ismail Nawawi. Ekonomi Islam. (Surabaya: CV. Putra Media Nusantara. 2009). hal. 108

Sri Nurhayati dan Wasilah. Akuntansi Syariah di Indonesia Edisi 2. (Jakarta: Salemba Empat.
2008). hal. 66

Ismail Nawawi. Ekonomi Islam. (Surabaya: CV. Putra Media Nusantara. 2009). hal. 122

Sri Nurhayati dan Wasilah. Akuntansi Syariah di Indonesia Edisi 2. (Jakarta: Salemba Empat.
2008). hal. 67

Sri Nurhayati dan Wasilah .Akuntansi Syariah di Indonesia Edisi 2. (Jakarta: Salemba Empat.
2008). hal.. 79-83

Ibid, hal. 67-69

Ibid, hal. 69

Ibid, hal. 70-71

Ibid, hal. 71-72

Ibid, hal. 72-73

Ibid, hal. 83-85

Ibid, hal. 85-87

Sofian Syafri Harahap. Akuntansi Islam. (Jakarta: Bumi Aksara. 2001), hal. 121

Muhammad Syafi’i Antonio. Bank Syariah dari Teori ke Praktek. (Jakarta: Gemi Insani.
2001), hal. 43-45

16

Anda mungkin juga menyukai