Disusun Oleh :
UNIVERSITAS PADJAJARAN
Bandung, 2018
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
waktu, kesehatan, dan pemikiran yang baik sehingga kami dapat menyelesaikan Makalah Ijarah
ini sesuai dengan waktu yang kami rencanakan. Makalah ini membahas tentang Sistem Ijarah.
Tujuan kami dalam penyusunan makalah ini tidak bermaksud untuk mengubah materi
yang sudah tersusun. Namun, hanya lebih pendekatan pada studi banding atau membandingkan
beberapa materi yang sama dari berbagai referensi. Semoga makalah ini dapat memberi
tambahan pada hal yang terkait dengan kepentingan masyarakat dalam perkembangan
Akuntansi Syariah di Indonesia.
Kami sebagai penyusun pastinya tidak pernah lepas dari kesalahan. Begitu pula dalam
penyusunan makalah ini yang mungkin memiliki banyak kekurangan. Oleh karena itu, kami
mohon maaf atas segala kekurangannya dan mengharapkan kritik dan saran yang membangun.
Kami ucapkan terima kasih kepada Ibu Dr. Hj. Tettet Fitrijanti, S.E., M.Si.,Ak. sebagai
Dosen mata kuliah Akuntansi Syariah yang telah memberi arahan kami dalam penyusunan
makalah ini, tidak lupa pula kepada rekan – rekan yang telah ikut berpartisipasi. Sehingga
makalah ini selesai tepat pada waktunya.
Penulis
1
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI.............................................................................................................................. 2
PENDAHULUAN ..................................................................................................................... 3
2
BAB 1
PENDAHULUAN
Salah satu bentuk kegiatan manusia dalam lapangan muamalah adalah Ijarah.
Ijarah sering disebut dengan “upah” atau “imbalan”. Kalau sekiranya kitab-kitab fiqh
sering mmenerjemahkan kata Ijarah dengan “sewa-menyewa”, maka hal tersebut
janganlah diartikan menyewa sesuatu barang untuk diambil manfaatnya saja, tetapi
harus dipahami dalam arti yang luas.
Manusia merupakan makhluk social yang tak dapat hidup tanpa bantuan orang
lain. Dalam hidupnya, manusia bersosialisi dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya, yang termasuk di dalamnya merupakan kegiatan ekonomi. Segala bentuk
interaksi social guna memenuhi kebutuhan hidup manusia memerlukan ketentuan-
ketentuan yang membatasi dan mengatur kegiatan tersebut.
Selain dipandang dari sudut ekonomi, sebagai umat muslim, kita juga perlu
memandang kegiatan ekonomi dari sudut pandang islam. Ketentuan-ketentuan yang
harus ada dalam kegiatan ekonomi sebaiknya juga harus didasarkan pada ssumber-
sumber hokum islam, yaitu Al’Qur’an dan Al-Hadits.
Konsep Islam mengenai muamalah amatlah baik. Karena menguntungkan
semua pihak yang ada di dalamnya. Namun jika moral manusia tidak baik maka pasti
ada pihak yang dirugikan. Akhlakul Karimah secara menyeluruh harus menjadi rambu-
rambu kita dalam ber-muamalah dan harus dipatuhi sepenuhnya.
Dan di sini kami membahas lebih lengkap dan jelas mengenai salah satu dari
bentuk interaksi sosial manusia dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya (kegiatan
ekonomi), yaitu Ijarah.
1.2. Rumusan Masalah
3
6. Bagaimana Pembatalan dan Berakhirnya Ijarah?
7. Bagaimana pengembalian Barang Sewaan?
4
BAB 2
PEMBAHASAN
Dasar-dasar hukum atau rujukan iajarah adalah al-qur’an, al-sunnah dan al-
ijma’ Dasar hukum ijarah dalam alqur’an adalah
)فان ا رضعن لكم فا تو هن اجورهن (الطالق
Artinya: “Jika mereka telah menyusukan anakmu, maka berikanlah upah
mereka” (Al-Thalaq: 6).
Dasar hukum ijarah dari al-hadits adalah
اعطو ااالجيرا جره قبل ا ن يجف عر قه
“Berikanlah olehmu upah orang sewaan sebelum krtingatnya kering.” (Riwayat
Ibnu Majah)
6
Landasan Ijma’nya ialah semua umat sepakat, tidak ada seorang ulama pun
yang membantah kesepakatan (ijma’) ini, sekalipun ada beberapa orang diantara
mereka yang berbeda pendapat, tetapi hal itu tidak dianggap.
7
hukumnya mengambil upah dari pekerjaan tersebut berdasarkan sabda Rasulullah
SAW:
اقرؤالقران والتاؤكلوابه
“bacalah olehmu alqur’an dan janganlah kamu cari makan dengan jalan itu”.
Perbuatan seperti adzan, shalat, haji, puasa, membaca alqur’an dan dzikir adalah
tergolong perbuatan untuk taqarrub kepada Allah, karenanya tidak boleh mengambil
upah untuk pekerjaan itu selain dari Allah.
Menurut madzhab Hambali, boleh mengambil upah dari pekerjaan-pekerjaan
mengajar alqur’an dan sejenisnya, jika tujuannya termasuk untuk mewujudkan
kemaslahatan. Tetapi haram hukumnya mengambil upah jika tujuannya termasuk
kepada taqqrrub kepada Allah.
Madzhab maliki, Syafi’I dan ibnu Hazm, membolehkan mengambil upah
sebagai iambalan mengajar aklqur’an dan kegiatan-kegiatan sejenis, karena hal ini
termasuk jenis imbalan dari perbuatan yang diketahui (terukur) dan dari tenaga yang
diketahui pula. Ibnu Hazm mengatakan bahwa mengambil upah sebagai imbalan
mengajar alqur’an dan kegiatan sejenis, baik secara bulanan atau secara sekaligus
dibolehkan dengan alasan tidak ada nash yang melarangnya.
8
Adapun jumhur ulama dalam hal ini mengatakan bahwa akad ijaraj itu seperti
mengikat kecuali ada cacat atau barang itu tidak boleh dimanfaatkan. Akibat berbeda
pendapat ini dapat diamati dalam kasus apabila seorang meninggal dunia. Menurut
ulama Hanafiah, apabila salah seorang meninggal dunia maka akad ijarah batal karena
manfaat tidak boleh diwariskan. Akan tetapi jumhur ulama mengatakan, bahwa manfaat
itu boleh diwariskan karena termasuk harta (al-mal). Oleh sebab itu kematian salah satu
pihak yang berakad tidak membatalkan akad ijarah.[8]
Selanjutnya sampai kapankah akad ijarah itu berakhir?. Menurut al-kasani
dalam kitab al-Bada’iu ash-shanaa’iu, menyatakan bahwa akad ijarah berakhir bila ada
hal-hal sebagai berikut:
1. Objek ijarah hilang atau musnah
2. Tenggang waktu yang disepakati dala akad ijarah telah berakhir
3. Wafatnya salah seorang yamh berakad
4. Apabila ada udzur dari salah satu pihak
Sementara itu, menurut Sayyid sabiq, ijarah akan menjadi batal dan berakhir bila
ada hal-hal sebagai berikut:
1. Terjadinya cacat pada barang sewaan ketika ditangan penyewa
2. Rusaknya barang yang disewakan
3. Rusaknya barang yang diupahkan
4. Telah terpenuhinya manfaat yang diakadkan sesuai dengan masa yang telah
ditentukan dan selesainya pekerjaan
5. Menurut Hanafi salah satu pihak dari yang berakad boleh membatalkanijarah
jika ada kejadian-kejafian yang luar biasa.
9
untuk menyerahterimakannya, seperti barang titipan. Selanjutnya mereka juga
berpendapat bahwa setelah berakhirnya masa akad ijarah dan tidak terjadi kerusakan
yang tanpa disengaja, maka tidak ada kewajiban menanggung bagi penyewa.
10
BAB 3
PENUTUPAN
3.1 Kesimpulan
11
Para ulama berbeda sudut pandang dalam hal upah atau imbalan terhadap
pekerjaan-pekerjaan yang sifatnya ibadah atau perwujudan ketaatan kepada Allah.
Menurut Sayyid sabiq, penyewa dibolehkan menyewakan lagi barang sewaan
tersebut pada orang lain, dengan syarat penggunaan barang itu sesuai dengan
penggunaan yang dijanjikan ketika akad awal.
Para ulama fiqih berbeda pendapat tentang sifat akad ijarah, apakah bersifat
mengikat kedua belah pihak atau tidak. Menurut Sayyid sabiq, ijarah akan menjadi
batal dan berakhir bila ada hal-hal sebagai berikut:
1. Terjadinya cacat pada barang sewaan ketika ditangan penyewa
2. Rusaknya barang yang disewakan
3. Rusaknya barang yang diupahkan
4. Telah terpenuhinya manfaat yang diakadkan sesuai dengan masa yang telah
ditentukan dan selesainya pekerjaan
5. Menurut Hanafi salah satu pihak dari yang berakad boleh membatalkanijarah
jika ada kejadian-kejafian yang luar biasa.
Menurut Sayyid Sabiq jika akad ijarah telah berakhir, penyewa berkewajiban
mengembalikan barang sewaan.
12
DAFTAR PUSTAKA
Huda,Qomarul.Fiqh muamalah.Yogyakarta:teras.2011
PERSADA.2002
13