Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
AKUNTANSI SYARIAH
Disusun Oleh:
KELOMPOK IV
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
selesainya penyusunan makalah Akuntansi Syariah yang berfokus pada Sistem
Keuangan Syariah . Makalah ini merupakan tugas dari mata kuliah Akuntansi
Syariah yang membahas mengenai Konsep Harta dalam Islam yang diperoleh
dari berbagai literatur.
Adapun makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Akuntansi
Syariah. Semoga dengan penyusunan makalah ini dapat menambah pengetahuan
dan pemahaman diri penyusun tentang mata kuliah ini. Demi kesempurnaannya,
penyusun selalu mengharapkan adanya saran dan masukan dari berbagai pihak
Tidak lupa penyusun mengucapkan terima kasih kepada dosen mata kuliah
Akuntansi Syariah, Dr. Tenriwaru, SE., MSi., Ak., CA. dan kepada semua pihak
yang telah mendukung hingga terselesaikannya makalah ini.
Penyusun
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL....................................................................... i
KATA PENGANTAR........................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN................................................................... 1
A. Kesimpulan............................................................................... 21
B. Saran......................................................................................... 21
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
PEMBAHASAN
Dalam Al-Qur’an surah An-Nisa ayat 29, Allah SWT berfirman yang artinya :
“ Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu
dengan jalan yang bathil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan
suka sama suka diantara kamu dan janganlah membunuh dirimu. Sesungguhnya
Allah adalah Maha Penyayang kepadamu”.
Harta yang dimiliki oleh setiap orang merupakan titipan dari Allah SWT
syariah bertujuan agar tercapai kemaslahatan bagi setiap orang. Akan tetapi. Allah
sistem keuangan syariah tersebut digantikan oleh sistem perbankan barat. Sistem
tersebut mendapat kritikan dari para ahli fiqh bahwa sistem tersebut menyalahi
aturan syariah mengenai riba dan berujung pada keruntuhan kekhalifan Islam.
2) Pembagian Risiko
4) Larangan Spekulatif
5) Kontrak/Perjanjian
Dari prinsip sistem keuangan tersebut, maka muncul dan berkembang instrumen-
instrumen keuangan syariah terkait dengan kegiatan investasi maupun jual-beli sesuai
dengan ketentuan syariah. Hal ini membantu pelaku ekonomi dalam memahami berbagai
produk keuangan syariah dan ketentuan-ketentuan syariah dari setiap produk keuangan
tersebut
Harta dalam bahasa arab disebut al-mal, yang merupakan akar kata dari
lafadz ل – ميالKK مال – يميyang berarti condong, cenderung, dan miring. Dalam al-
Muhith 1) dan Lisan Arab 2), menjelaskan bahwa harta merupakan segala sesuatu
yang sangat diinginkan oleh manusia untuk menyimpan dan memilikinya. Dengan
demikian unta, sapi, kambing, tanah, emas, perak dan segala sesuatu yang disukai
oleh manusia dan memiliki nilai (qimah), ialah harta kekayaan. -Ibnu Asyr-
mengatakan bahwa ; “kekayaan pada mulanya berarti emas dan perak, tetapi
kemudian berubah pengertiannya menjadi segala barang yang disimpan dan
dimiliki.
Sedangkan harta (al-mal), menurut Hanafiyah ialah
Maksud pendapat di atas defenisi harta pada dasarnya merupakan sesuatu yang
bernilai dan dapat disimpan. Sehingga bagi sesuatu yang tidak dapat disimpan,
tidak dapat dikatagorikan sebagai harta. Adapun manfaat termasuk dalam
katagori sesuatu yang dapat dimiliki, ia tidak termasuk harta. Sebaliknya
tidaklah termasuk harta kekayaan sesuatu yang tidak mungkin dipunyai tetapi
dapat diambil manfaatnya, seperti cahaya dan panas matahari, Begitu juga
tidaklah termasuk harta kekayaan sesuatu yang pada gahlibnya tidak dapat
diambil manfaatnya, tetapi dapat dipunyai secara kongkrit dimiliki, seperti
segenggam tanah, setetes air, seekor lebah, sebutir beras dan sebagainya.
Dengan demikian, konsep harta menurut -Imam Hanafi- yaitu segala sesuatu
yang memenuhi dua keriteria:
1. Sesuatu yang dipunyai dan bisa di ambil manfaatnya menurut ghalib.
2. Sesuatu yang dipunyai dan dan bisa diambil manfaatnya secara kongkrit
(a’yan), seperti tanah, barang-barang perlengkapan, ternak dan uang.
Menurut -Imam as-Suyuthi- harta ialah segala sesuatu yang dapat dimiliki
dan mempunyai nilai jual yang akan terus ada, kecuali bila semua orang telah
meninggalkannya. Kalau baru sebagian orang saja yang meninggalkannya, barang
itu mungkin masih bermanfaat bagi orang lain dan masih mempunyai nilai bagi
mereka.
Menurut -ahli hukum positif- dengan berpegang pada konsep harta yang
disampaikan Jumhur ulama’ selain Hanafiyyah. Mereka mendefenisikan bahwa
benda dan manfaat-manfaat itu adalah merupakan bisa dicampuri oleh orang lain.
kesatuan dalam katagori harta kekayaan, begitu juga hak-hak, seperti hak
mengarang, hak paten, hak cipta dan sejenisnya. Oleh karena itu kekayaan
menurut mereka lebih luas dari pada konsep harta kekayaan menurut ahli-ahli
fiqh.
1. Nama selain manusia yang diciptakan Allah untuk mencukupi kebutuhan hidup
manusia, dapat dipelihara pada suatu tempat dan dapat dikelola (tasarruf)
dengan jalan ikhtiar.
2. Sesuatu yang dapat dimiliki oleh setiap manusia,baik oleh seluruh manusia
maupun sebagian manusia.
4. Sesuatu yang dapat dimiliki dan mempunyai nilai (harga), dapat diambil
manfaatnya dan dapat disimpan.
5. Sesuatu yang berwujud, sesuatu yang tidak berwujud meskipun dapat diambil
manfaatnya tidak termasuk harta. Semisal manfaat, karena manfaat tidak
berwujud,maka tidak termasuk harta.
6. Sesuatu yang dapat disimpan dalam waktu yang lama atau sebentar dan dapat
diambil manfaatnya ketika dibutuhkan.
Ibnu Najm mengatakan, bahwa harta kekayaan, sesuai dengan apa yang
ditegaskan oleh ulama’-ulama’ Ushul Fiqh, adalah sesuatu yang dapat dimiliki
dan disimpan untuk keperluan tertentu dan hal itu terutama menyangkut yang
kongkrit. Dengan demikian tidak termasuk di dalamnya pemilikan semata-mata
atas manfaat-manfaat saja. Dalam hal ini, beliau menganalogikan konsep harta
dalam persoalan waris dan wakaf, sebagaimana dalam al-Kasyf al-Kabir
disebutkan bahwa zakat maupun waris hanya dapat terrealisasi dengan
menyerahkan benda (harta atau tirkah dalam hal waris) yang kongkrit, dan tidak
berlaku jika hanya kepemilikan atas manfaat semata, tanpa menguasai wujudnya.
Dari beberapa defenisi yang telah diuraikan, dalam memahami konsep harta
disini, penulis akan mendialektikakan konsep harta dengan nash-nash berkenaan
dengan aktivitas bisnis. Untuk itu, menurut hemat penulis bahwa pada dasarnya
harta (al-Mal) merupakan segala sesuatu yang memiliki nilai-nilai legal dan
kongkrit (a’yan) wujudnya, disukai oleh tabiat manusia secara umum, bisa
dimiliki, dapat disimpan serta dapat dimanfaatkan dalam perkara yang legal
menurut syara’, seperti sebagai modal bisnis, pinjaman, konsumsi, hibah dan
sebagainya.
1. Definisi Kepemilikan
Secara etimologis, milik berasal dari kata bahasa Arab al-milk yang
berarti penguasaan terhadap sesuatu. Al-milk juga memiliki arti sesuatu yang
dimiliki (harta). Milik juga berarti hubungan seseorang dengan sesuatu harta
khusus terhadap harta itu, sehingga dia berhak atas perlakukan tindakan hukum
terhadap suatu benda yang kemungkinan bertindak hukum terhadap benda itu
2. Sebab-sebab Kepemilikan
1) Ikraj al-mubahat, untuk harta yang mubah (belum dimiliki oleh seseorang)
atau : “Harta yang tidak termasuk dalam harta yang dihormati (milik yang
sah) dan tidak ada penghalang syara’ untuk yang dimiliki. Untuk memiliki
dalam satu wadah, kemudian air tersebut dibiarkan, maka orang lain tidak
berhak mengambil air tersebut, sebab telah diikhrazkan oleh orang lain.
2) Adanya niat (maksud) memiliki. Maka seseorang memperoleh harta
c. Harta yang diperoleh oleh seseorang dengan tanpa mengeluarkan daya dan
upaya apapun.
Prof. Dr. Veithzal Rival et al., menerangkan bahwa kepemilikan individu
diperoleh dari bekerja, warisan, hibah, hadiah, wasiat, mahar, barang temuan, dan
jual beli. Islam melarang memperoleh harta melalui cara yang tidak diridhai Allah
swt dan merugikan pihak lain, seperti riba, menipu, jasa pelacuran, perdagangan
gelap, produksi/penjualan alkohol/miras, narkoba, judi, spekulasi valuta asing,
spekulasi pasar modal, money game, korupsi, curang dalam takaran dan
timbangan, ihktikar dan sebagainya.
1) Bekerja (amal/kasab)
3) Warisan
4) Nasionalisasi aset-aset
Bila dihubungkan kepada kepemilikan mutlak harta oleh Allah, maka ini
berarti Allah telah memberi kesempatan kepada orang yang menghidupkan tanah
mati itu untuk memilikinya; sedangkan harta yang telah dimiliki kemudian
ditinggalkan ia kembali kepada kepemilikan Allah yang kemudian diserahkan
kepada penggarap yang datang di kemudian.
أن النبى صلى هلال عليه و سلم سئل أي الكسب أطيب قال عمل الرجل بيده و كل
بيع مبرور
Artinya:
Bahwa Nabi saw telah pernah ditanya tentang usaha apa yang paling baik
Nabi menjawab: ”Setiap usaha seseorang dengan tangan (tenaga)nya dan
setiap jual beli yang baik”.36
Kedua; Memperoleh harta yang telah dimiliki orang lain melalui suatu
transaksi. Bentuk ini dipisahkan pada dua cara. Pertama peralihan harta
berlangsung dengan sendirinya atau disebut juga ijbari yang siapapun tidak dapat
merencanakan atau menolaknya seperti melalui warisan. Kedua peralihan harta
berlangsung dengan sendirinya, dengan arti atas kehendak dan keinginan sendiri
yang disebut ikhtiyari, baik melalui kehendak sepihak seperti hibah atau
pemberian; maupun melalui kehendak dan perjanjian timbal balik antara duaatau
beberapa pihak, seperti jual beli. Kedua cara tersebut dalam memperoleh harta
harus dilakukan dengan prinsip halal dan baik agar pemilikan kekayaan tersebut
diridhai oleh Allah SWT.
a. Kepemilikan individu adalah izin dari syar’i (Allah swt) yang memungkinkan
siapa saja untuk memanfatkan zat maupun kegunaan (unity) suatu barang serta
memperoleh kompensasi, baik karena barangnya diambil kegunaannya oleh
orang lain seperti disewa ataupun karena dikonsumsi untuk dihabiskan zatnya
seperti dibeli dari barang tersebut.
Disebut sebagai milik negara adalah harta yang merupakan hak diseluruh
mengelolah harta milik seperti itu. Yang termasuk milik negara seperti: harta
ghanimah (hatta rampasan perang), fa’i (harta kaum muslimin yang berasal dari
kaum kafir yang disebabkan oleh kepanikan dan ketakutan tanpa mengerahkan
pasukan), khumus (zakar 1/5 bagian yang dikeluarkan dari harta temuan/barang
galian) harta yang tidak memiliki ahli waris, dan hak milik dari negara.
1) Kepemilikan mutlak
Kepemilikan hakiki atas semua kekayaan yang ada di alam semesta ini
ialah Allah swt.
2) Kepemilikan relatif
Walaupun harta itu milik Allah swt akan tetapi kepemilikan manusia diakui
secara de jure karena Allah sendiri yang mengaruniakannya kepada manusia atas
kekayaan itu dan mengakui kepemilikan tersebut.
f) Kedudukan dan Fungsi Harta
Di ayat yang lain dikatakan bahwa harta untuk memenuhi kebutuhan dan
mencapai kesenangan sebagaimana dalam QS Ali Imran/3:14:
Ada beberapa dalil, baik al-Qur’an maupun hadis yang dapat dikategorikan
sebagai isyarat bagi umat Islam untuk memiliki kekayaan dan bersemangat dalam
berusaha agar mendapatkan kehidupan yang baik dan juga mampu melaksanakan
rukun Islam yang diwajibkan bagi umat Islam terlebih khusus bagi yang
mempunyai harta atau kemampuan dari segi ekonomi. Sementara itu, harta
kekayaan tidak mungkin datang sendiri, akan tetapi harus dicapai melalui usaha.45
“Tidaklah seseorang itu makan walaupun sedikit yang lebih baik daripada
makanan yang dihasilkandari keringatnya sendiri. Sesungguhnya nabi Allah,
daud, telah makan dari hasil keringatnya sendiri (HR. Bukhari).”
Dalam hadis lain dinyatakan: “Bukanlah orang yang baik bagi mereka
yang meningglkan masalah dunia untuk masalah akhirat, dan meninggalkan
masalah akhirat untk urusan dunia, melainkan seimbang di antara keduanya,
karena masalah dunia dapat menyampaikan manusia kepada akhirat” (HR.
Bukhari).
daerah penghasil kain, maka orang bandung yang membutuhkan galendo akan
membeli produk orang Ciamis tersebut, dan orang Ciamis yang membutuhkan
kain akan membeli produk orang Bandung. Dengan begitu terjadilah interksi dan
komunikasi silaturahmi dalam rangka saling mencukupi kebutuhan. Oleh karena itu,
“ Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada rasulnya (dari
harta benda) yang berasal dari penduduk kota-kota maka adalah untuk Allah,
untuk rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-
orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan beredar di antara orang-
orang kaya saja di antara kamu. apa yang diberikan rasul kepadamu, maka
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
Suhendi, Hendi. Fiqh Muamalah. Cet. II; Depok: PT Rajagrafindo Persada, 2017.