Anda di halaman 1dari 17

PEGADAIAN SYARIAH

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah “Manajemen Lembaga Keuangan


Syariah”
Dosen Pengampu :
Irfan Harmoko, SEI. MM.

Disusun oleh:
1. Putri Andini 21404007
2. Choirun Nisa’ Febriyanti 21404008
3. M. Ryan Badruzzaman 21404056

KELAS C
PROGAM STUDI AKUNTANSI SYARI’AH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTINTUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) KEDIRI
TAHUN AKADEMIK 2023
KATA PENGANTAR

Assalamua’alaikum Wr. Wb.


Puji syukur saya limpahkan kepada Allah SWT yang senantiasa memberi
rahmat serta karunia-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan makalah
ini dengan tepat waktu. Tidak lupa kami ucapkan terimakasih kepada pihak-pihak
yang sudah membantu penyusunan makalah ini, terutama kepada dosen pengampu
mata kuliah Manajemen Lembaga Keuangan Syariah dan teman-teman yang saya
banggakan. Tugas dengan bahasan “Pegadaian Syariah” semoga dapat bermanfaat
bagi kita semuanya khususnya bagi pembaca. Tugas ini mungkin belum sempurna.
Oleh karena itu, kritik dan saran sangat saya butuhkan untuk membangun
kesempurnaan dalam membuat tugas selanjutnya.
Wa’alaikumusallam Wr. Wb.

Kediri, 18 Maret 2023

Penyusun

2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................................4
A. Latar Belakang...........................................................................................................4
B. Rumusan Masalah......................................................................................................4
C. Tujuan.........................................................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................................5
A. Pengertian Pegadaian Syariah..................................................................................5
B. Sejarah Perkembangan Pegadaian Syariah.............................................................6
C. Kedudukan Hukum Pegadaian Syariah...................................................................8
D. Persamaan dan Perbedaan Pegadaian Konvensional dan Pegadaian Syariah......9
E. Produk Pegadaian Syariah......................................................................................11
F. Peluang dan Tantangan Pegadaian Syariah...........................................................13
BAB III PENUTUP..............................................................................................................15
A. Kesimpulan...............................................................................................................15
B. Kritik dan Saran......................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................17

3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada dasarnya insan tidak bisa hidup tanpa pertolongan orang lain, di
sinilah insan dianggap sebagai makhluk sosial. Ratusan tahun sistem ekonomi di
dunia didominasi oleh sistem bunga, bahkan hampir setiap perjanjian memakai
sistem bunga. Sangat banyak lembaga keuangan syariah dalam mengatur
keuangan masyarakat, yang salah satunya ialah pegadaian syariah. Di mana
pegadaian syariah merupakan lembaga keuangan yang ikut serta dalam
membantu kegiatan ekonomi manusia.
Pegadaian syariah juga merupakan Lembaga keuangan yang turut serta
membantu kasus ekonomi di negara Indonesia. Dengan sistem pegadaian syariah
secara cepat dan berjangka pendek. Pegadaian syariah juga memperlihatkan
keamanan bagi semua penabung dan pemegang deposito bahwa dananya tidak
akan hilang begitu saja, jikalau nasabah menitipkan suatu asset yang menjadi
jaminan.
Di Indonesia, belakangan ini mulai banyak perkembangan pegadaian
syariah. Pegadaian merupakan tempat di mana masyarakat yang membutuhkan
uang tunai bisa mendapatkan pinjaman uang dengan barang-barang pribadi
sebagai jaminannya. Konsep operasi pegadaian syariah mengacu pada sistem
administrasi modern, yaitu asas rasioanlitas, efesiensi, dan efektivitas yang
diselaraskan dengan nilai Islam.
B. Rumusan Masalah
1. Pengertian Pegadaian Syariah
2. Sejarah Perkembangan Pegadaian Syariah
3. Kedudukan Hukum Pegadaian Syariah
4. Persamaan dan Perbedaan Pegadaian Kovensional dan Pegadaian Syariah
5. Produk Pegadaian Syariah
6. Peluang dan Tantangan Pegadaian Syariah
C. Tujuan
1. Mehamami Penngertian Pegadaian Syariah
2. Mengetahui Sejarah Perkembangan Pegadaian Syariah
3. Memahami Kedudukan Hukum Pegadaian Syariah
4. Mampu Mengetahui Persamaan dan Perbedaan Pegadaian Konvensional dan
Pegadaian Syariah
5. Mampu Mengetahui Produk Pegadaian Syariah

4
6. Mampu Mengetahui Tantangan dan Peluang Pegadaian Syariah

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Pegadaian Syariah
Dalam bahasa Arab, gadai diistilahkan dengan kata Rahn atau Al-Habsu.
Rahn yang berarti tetap dan lama, sedangkan al-Habsu yang berarti penahanan
terhadap suatu barang dengan haq sehingga dapat dijadikan sebagai pembayaran
dari barang tersebut.1 Dalam definisinya rahn adalah barang yang digadaikan,
rahin adalah orang yang menggadaikan, sedangkan murtahin adalah orang yang
memberikan pinjaman.2
Sedangakan definisi rahn menurut syara’ adalah menahan sesuatu
disebabkan adanya hak yang memungkinkan hak itu bisa dipenuhi dari sesuatu
tersebut. Maksudnya menjadikan al-ain (barang, harta yang barangnya berbentuk
konkrit, kebalikan dari ad-dain atau utang) yang memiliki nilai menurut
pandangan syara’ sebagai watsiqah (pengukuhan, jaminan) utang, sekiranya
barang itu memungkinkan untuk digunakan membayar seluruh atau sebagian
utang yang ada. Adapun sesuatu yang dijadikan watsiqah (jaminan) haruslah
sesuatu yang memiliki nilai, maka itu untuk mengecualikan al-Ain (barang) yang
Najis dan barang yang terkena najis yang tidak mungkin untuk dihilangkan,
karena dua bentuk al-Ain ini (yang Najis dan yang terkena najis yang tidak
mungkin dihilangkan) tidak bisa digunakan sebagai watsiqah jaminan utang.3
Sedangkan gadai menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Buku II
Bab XX pasal 1150, adalah suatu hak yang diperoleh seorang berpiutang atas
suatu barang bergerak, yang dijelaskan diserahkan kepadanya oleh seorang
berutang atau oleh seorang lain atas namanya, dan yang memberikan kekuasaan
kepada si berpiutang itu untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut secara
didahulukan dari pada orang-orang berpiutang lainnya; dengan kekecualian biaya
untuk melelang barang tersebut dan biaya yang telah dikeluarkan untuk
menyelematkan setelah barang itu digadaikan, biaya-biaya mana harus
didahulukan.4
Menurut Subagyo, (1999: 88) menyatakan bahwa, pegadaian adalah suatu
Lembaga keuangan bukan bank yang memberikan kredit kepada masyarakat
dengan corak khusus yaitu secara hukum gadai. Sigit Triandaru (2000: 179)
menyatakan bahwa pegadaian adalah satu-satunya badan usaha di Indonesia yang

1
Agus Salihin, Pengantar Lembaga Keuangan Syariah, (Jakarta: Guepedia, 2021), hlm. 253.
2
Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, Cet ke-2, (Yogyakarta: Ekonisia, 2003), hlm. 167.
3
Nyimas Lidya Putri Pertiwi & Firmansyah, Pegadaian Syariah, (Solok: YP Cendekia Muslim, 2022), hlm. 4.
4
Kitab Undang-Undang KUH Perdata Pasal 1150.

5
secata resmi mempunyai izin untuk melaksanakan kegiatan Lembaga keuangan
berupa pembayaran dalam bentuk penyaluran dana ke masyarakat atas dasar
hukum gadai.
Gadai syariah merupakan perjanjian antara seorang untuk menyerahkan
harta benda berupa emas/perhiasan/kendaran dan/atau harta benda lainnya
sebagai jaminan dan/atau agunan kepada seseorang dan/atau Lembaga pegadaian
syariah berdasarkann hukum gadai prinsip syariah Islam; sedangkan pihak
Lembaga pegadaian syariah menyerahkan uang sebagai tanda terima dengan
jumlah maksimal 90% dari nilai taksir terhadap barang yang diserahkan oleh
penggadai.5 Gadai dimaksud ditandai dengan mengisi dan menandatangani Surat
Bukti Gadai (Rahn).
Konsep Gadai/rahn dijelaskan sebagai menjadikan harta benda sebagai
jaminan utang, agar utang bisa dilunasi dengan jaminan tersebut, ketika si
peminjam (rahin) tidak mampu melunasi utangnya maka, harta benda yang
dijadikan jaminan pinjaman tersebut digunakan untuk melunasi pinjaman
tersebut. (Rahim, 2012).
Gadai konvensional berprinsip memberikan pinjaman kepada masyarakat
atas dasar hukum gadai agar masyarakat tidak dirugikan oleh lembaga lain yang
memberikan jasa peminjaman. Dalam hal ini, seseorang yang berutang atau klien
akan dikenakan sewa bunga yang sudah ditetapkan oleh pihak jasa gadai.
Sedangkan gadai syariah (rahn) berprinsip pada syariah dan tidak
mengenal adanya bunga. Atas gadai tersebut bank syariah dan unit usaha syariah
memungut biaya administrasi atau biaya pemeliharaan. Biaya yang dikenakan
kepada penggadai berasaskan prinsip al-wadiah yad damanah. Ini bermakna
pemegang gadai menyimpan barang gadai dengan jaminan dan mengenakan
biaya simpan sesuai dengan barang yang digadaikan. Jika terjadi kehilangan atau
kerusakan dalam proses penyimpanan, pihak pemegang gadai bertanggungjawab
mengganti atau membayar gantirugi kepada penggadai (Mohamad dan Salleh,
2008).
B. Sejarah Perkembangan Pegadaian Syariah
Pada masa pemerintahan RI, Dinas Pegadaian yang merupakan lanjutan
dari Pemerintah Hindia Belanda, status pegadaian diubah menjadi Perusahaan
Negara (PN) Pegadaian berdasarkan Undang-Undang No. 19 Prp. 1960 jo.
Peraturan RI No. 178 Tahun 1960 Tanggal 3 Mei 1961 tentang Pendirian
Perusahaan Pegadaian (PN Pegadaian). Kemudian berdasarkan Peraturan RI No.
7 Tahun 1969 Tanggal 11 Maret 1969 tentang Perubahan Kedudukan PN
Pegadaian menjadi Jawatan Pegadaian jo. UU No. 9 Tahun 1969 tanggal 1
5
Randi & Kasyful Mahalli, Analisis Potensi dan Kendala Pengembangan Pegadaian Syariah di Kota Medan,
Jurnla Ekonomi dan Keuangan 2.4(2014), hlm. 223. Diakses dari 14790-ID-analisis-potensi-dan-kendala-
pengembangan-pegadaian-syariah-di-kota-medan.pdf (neliti.com). Pada tanggal 13 Maret 2023. Pukul 9.27 WIB.

6
Agustus 1969 dan penjelasannya mengenai bentuk-bentuk usaha Negara dalam
Perusahaan Jawatan (Perjan), Perusahaan Umum (Perum), dan Perusahaan
Perseroan (Persero). Selanjutnya untuk meningkatkan efektivitas dan
produktivitasnya, bentuk Perjan Pegadaian tersebut kemudian dialihkan menjadi
Perusahaan Umum (Perum) Pegadaian berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 10
Tahun 1990 tanggal 10 April 1990.6
Kemudian bentuk badan hukum Pegadaian berubah lagi menjadi
Perusahaan Perseroan (Persero) berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia No. 51 Tahun 2011 tanggal 13 Desember 2011. Perubahan tersebut
resmi dilaksanakan pada 1 April 2012 di depan notaris, Nanda Fauziwan S.H.,
M.Kn., yang kemudian disahkan oleh Menteri Hukum dan HAM sebagai badan
hukum pada 4 April 2012. Langkah hukum status Perum Pegadaian menjadi
Persero ini merupakan upaya dari penataan BUMN sebagaimana direncanakan
dalam Masterplan BUMN tahun 2010-2014. Setelah direstrukturisasi menjadi
persero, pemerintah juga berencana menjadikan pegadaian menjadi Perusahaan
Perseroan.7
Sejarah pegadaian dimulai pada saat pemerintah belanda (VOC)
mendirikan Bank Leening (Lembaga keuangan yang memberikan kredit dengan
sistem gadai) yang didirikan pertama kali pada tanggal 20 Agustus di Batavia.
Bank Leening di bubarkan oleh inggris pada tahun 1811-1816, ketika inggris
mengambil alih kekuasaan indonesia daritangan belanda. Lalu masyarakat diberi
keleluasaan mendirikan usaha pegadaian dengan mendapat lisensi dari
Pemerintah Daerah setempat. Usaha tersebut disebut dengan metode “Liecentis
stelsel”. Namun ternyata metode tersebut berdampak buruk dan tidak
menguntungkan inggris. Lalu, digantikan dengan metode “Pacth Stelsel” yaitu
pendirian pegadaian yang diberikan kepada umum yang mampu membayar pajak
yang tinggi kepada pemerintah daerah. Pada masa pendudukan jepang gedung
kantor pusat Jawatan Pegadaian yang terletak di jalan keramat Raya 163, Jakarta
dijadikan tempat tawanan perang dan kantor Pusat Jawatan Pegadaian
dipindahkan kejalan Kramat Raya 132.tidak banyak perubahan yang terjadi pada
masa pemerintahan Jepang baik dari sisi kebijakan maupun Struktur Organisasi
Jawatan Pegadaian. Jawatan dalam bahasa Jepang disebut ‘Sitji Eigeikyuku’,
Pimpinan jawatan Pegadaian dipegang oleh orang jepang bernama Ohnp-san
dengan wakilnya orang pribumi yang bernama M. Saubari.
Pada saat belanda berkuasa kembali, pacth stelsel tetap dipertahankan dan
menimbulkan dampak yang sama. Pemegang hak ternyata melakukan
penyelewengan dalam menjalankan bisnisnya. Selanjutnya pemerintah hindia

6
.Nyimas Lidya Putri Pertiwi & Firmansyah, Pegadaian Syariah.., hlm. 1.
7
Ibid., hlm. 2-3.

7
belanda menerapkan apa yang disebut dengan “Cultuur Stelsel” yaitu kegiatan
pegadaian ditangani sendiri oleh pemerintah agar dapat memberikan
perlindungan dan manfaat yang lebih besar bagi masyarakat.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut, pemerintah Hindia Belanda
Mengeluarkan Staatsblad No. 131 tanggal 12 Maret 1901 yang mengatur bahwa
usaha pegadaian merupakan monopoli pemerintah dan tanggal 1 april 1901
didirikan pengadaian Negara pertama di sukabumi, jawa barat. Dan sekarang
setiap tanggal 1 April diperingati sebagai hari ulang tahun pegadaian.
Pada masa awal pemerintahan Republik Indonesia, kantor jawatan
pegadaian setempat pindah ke Karanganyer, Kebumen karena situasi perang
yang kian memanas. Agresi Militer Belanda II memaksa kantor Jawatan
Pegadaian dipindah lagi ke Magelang. Pasca perang kemerdekaan kantor jawatan
pegadaian kembali lagi ke jakarta dan pegadaian dikelola pleh Pemerintah
Republik Indonesia. Dalam masa ini, pegadaian sudah beberapa kali berubah
setatus, yaitu sebagai Perusahaan Negara (PN) sejak 1 januari 1961, kemudian
berdasarkan Peraturan Pemerintah No.7/1969 menjadi Perusahaan Jawatan
(perjan), dan selanjutnya berdasarkan peraturan pemerintah No.10/1990 (yang
diperbaharui dengan peraturan Pemeritah No.103/2000) berubah lagi menjadi
Perusahaan Umum (Perum). Kemudian pada tahun 2011, perubahan status
kembali terjadi yakni dari Perum menjadi Perseroan yang telah ditetapkan dalam
Peraturan Pemerintahan (PP) No.51/2011 yang ditandatangani pada 13 Desember
2011. Namun, perubahan tersebut efektif setelah anggaran dasar diserahkan ke
penjabat berwenang yaitu pada 1 April 2012.8
C. Kedudukan Hukum Pegadaian Syariah
Pegadaian Syariah yang berdasarkan pada ketentuan Hukum Islam yaitu
Al-Quran, Al-Hadits, dan Fatwa No. 25/DSN/MUI/III/2002 tentang Rahn
(Gadai) dan Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 26/DSN-MUI/III/2002
tentang Rahn Emas.
Kedudukan fatwa DSN-MUI berkaitan dengan gadai syariah yaitu
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 31/POJK.05/2016 Tahun 2016 tentang
Usaha Pergadaian (“POJK 31/2016”) menegaskan bahwa pelaksanaan kegiatan
usaha pergadaian berdasarkan prinsip syariah wajib menggunakan akad yang
tidak bertentangan dengan ketentuan hukum Islam berdasarkan fatwa dan/atau
pernyataan kesesuaian syariah dari DSN-MUI.9
Selain fatwa DSN-MUI, lembaga keuangan yang melaksanakan usaha
gadai syariah juga sebaiknya mematuhi ketentuan dalam KHES, mengingat

8
Ibid., hlm. 4.
9
Pratiwi, Ahmad Rifai. Urgensi Pembentukan Kitab Undang-Undang Hukum Ekonomi Syariah Indonesia. Jurnal
Syariah 4(2016).

8
apabila nantinya terjadi sengketa di pengadilan, Hakim akan merujuk kepada
KHES.
Berdasarkan KHES gadai syariah atau rahn adalah penguasaan barang
milik peminjam oleh pemberi pinjaman sebagai jaminan. Rahn atau gadai syariah
diatur dalam Buku II Bab XIV KHES mulai dari Pasal 373 sampai dengan Pasal
413.
Dapat disimpulkan kedudukan atau dasar hukum pegadaian syariah antara
lain:
1. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 Mahkamah Agung sebagaimana
diubah oleh Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung dan
diubah untuk kedua kalinya oleh Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009
tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985
tentang Mahkamah Agung;
2. Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2008 tentang Kompilasi
Hukum Ekonomi Syariah;
3. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 31/POJK.05/2016 Tahun 2016
tentang Usaha Pergadaian sebagaimana telah dicabut sebagian oleh
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 30/POJK.05/2020 Tahun 2020
tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
11/POJK.05/2014 tentang Pemeriksaan Langsung Lembaga Jasa Keuangan
Nonbank;
4. Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 25/DSN-MUI/III/2002 tentang Rahn;
5. Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 26/DSN-MUI/III/2002 tentang Rahn
Emas.
D. Persamaan dan Perbedaan Pegadaian Konvensional dan Pegadaian Syariah
Persamaan pegadaian kovensional dengan pegadaian syariah antara lain:
1. Hak gadai atas pinjaman uang
2. Adanya agunan sebagai jaminan utang
3. Tidak boleh mengambil manfaat barang yang digadaikan
4. Biaya barang yang digadaikan ditanggung oleh para pemberi gadai
5. Apabila batas waktu pinjaman uang habis barang yang digadaikan boleh dijual
atau dilelang.
Biaya barang yang telah digadaikan tersebut menjadi tanggungan nasabah
dalam hal biaya pemeliharaan dan penjagaan oleh pegadaian, dan besarnya biaya
telah ditentukan sebelumnya sesuai dengan jenis barang dan besarnya pinjaman.
Dan apabila pinjaman telah jatuh tempo, pihak pegadaian memberitahukan
kepada peminjam/nasabah apakah dilakukan perpanjangan waktu peminjaman

9
atau tidak? Dan setelah dilakukan perpanjangan waktu dan nasabah juga tidak
mampu membayar utangnya maka akan dilakukan penjualan atau pelelangan,
semua biaya pokok pinjaman dan biaya administrasi dan biaya diadakannya
lelang tersebut ditanggung dari hasil penjualan lelang tersebut, dan apabila ada
kelebihan maka uang akan diberikan kembali kepada nasabah yang
bersangkutan.10
Perbedaan Pegadaian Konvensial dengan Pegadaian Syariah
Perbedaan yang mendasar antara pegadaian syariah dengan konvensional
adalah dalam memungut biaya dalam bentuk bunga yang bersifat akumulatif dan
berlipat ganda. Lain halnya biaya dipegadaian syariah tidak berbentuk bunga,
tetapi berupa biaya penitipan, pemeliharaan, penjagaan, dan penaksiran.
Singkatnya biaya di pegadaian syariah lebih kecil dan hanya sekali dikenakan.11
No Pegadaian Konvensional Pegadaian Syariah
.
1. Gadai menurut hukum perdata Rahn dalam hukum Islam dilakukan
disamping berprinsip tolong secara sukarela atas dasar tolong
menolong juga menarik menolong tanpa mencari keuntungan/
keuntungan dengan cara menarik mencari keuntungan yang sewajarnya
bunga atau sewa modal
2. Dalam hukum perdata hak gadai Rahn berlaku pada seluruh benda baik
hanya berlaku pada benda yang harus yang bergerak maupun yang
bergerak tidak bergerak
3. Adanya istilah bunga Dalam rahn tidak ada istilah bunga
(memungut biaya dalam bentuk (biaya penitipan, pemeliharaan,
bunga yang bersifat akumulatif penjagaan dan penaksiran).
dan berlipat ganda) Singkatnya biaya gadai syariah lebih
kecil dan hanya sekali dikenakan
4. Dalam hukum perdata gadai Rahn menurut hukum Islam dapat
dilaksanakan melalui suatu dilaksanakan tanpa melalui suatu
lembaga yang ada di indonesia Lembaga
disebut PT Pegadaian
5. Menarik bunga 10%-14% untuk Hanya memungut biaya (termasuk
jangka waktu 4 bulan, plus asuransi barang) sebesar 4% untuk
asuransi sebesar 0,5% dari jangka waktu 2 bulan. Bila lewat 2
jumlah pinjaman. Jangka waktu bulan nasabah tak mampu menebus
4 bulan itu bisa terus barangnya, masa gadai bisa
10
Randi & Kasyful Mahalli, Analisis Potensi dan Kendala Pengembangan Pegadaian Syariah…, hlm. 224.
11
Ibid., hlm. 225.

10
diperpanjang, selama nasabah diperpanjang dua periode. Tidak ada
mampu membayar bunga. tambahan pungutan biaya untuk
perpanjangan waktu.
6. Bila pinjaman tidak dilunasi, Bila pinjaman tidak dilunasi, barang
barang jaminan akan dijual jaminan dilelang kepada masyarakat
kepada masyarakat. Bila
pinjaman tidak dilunasi, barang
jaminan
7. Kelebihan uang hasil lelang Kelebihan uang hasil lelang tidak
tidak diambil oleh nasabah, diambil oleh pegadaian, tetapi
tetapi menjadi milik pegadaian diserahkan kembali kepada nasabah.

E. Produk Pegadaian Syariah


Produk dari pegadaian syariah tidak berbeda dengan produk pegadaian
konvensional, yang antara lain yaitu pinjaman. Namun, akad dilakukan dengan
akad yang berbeda dibandingkan dengan produk konvensional. Sesuai Namanya,
produk-produk pegadaian syariah diklaim bebas dari unsur bunga.
Perbedaan pegadaian syariah dan konvensional terletak pada penerapan
bunga pinjaman. Di mana produk pegadaian syariah menggunakan akad mu’nah.
Berikut produk-produk dari pegadaian syariah.12
1. Amanah
Amanah merupakan produk pegadaian syariah berupa cicilan
kendaraan. Plafon pinjaman yang ditawarkan yakni minimal 5jt rupiah dan
paling besar 45jt rupiah dengan jangka waktu pinjaman 12-60 bulan.
Dalam produk Amanah, nasabah dikenakan biaya administrasi atau
(mu’nah akad) sebesar 200rb rupiah untuk mobil dan 70rb rupiah untuk
motor.
Di pegadaian syariah tidak menerapkan bunga, namun ada biaya
pemeliharaan barang (mu’nah). Biaya mu’nah untuk Amanah yaitu 0,9% dari
harga kendaraan.
2. Rahn
Rahn adalah produk pegadaian syariah berbentuk pembiayaan gadai
emas, di mana emas seperti perhiasan maupun emas Batangan bisa dijadikan
agunannya.
Pinjaman (marhun bih) mulai dari 50rb rupiah s/d 1miliar rupiah ke
atas dengan jangka waktu pinjaman 4 bulan dan bisa diperpanjang.

12
Muhammad Idris, 8 Produk Pegadaian Syariah, Pinjaman yang Diklaim Bebas Riba, Kompas.com, 2021.
Diakses dari 8 Produk Pegadaian Syariah, Pinjaman yang Diklaim Bebas Riba Halaman all - Kompas.com . Pada
tanggal 18 Maret 2023. Pukul 9.35 WIB.

11
Untuk rahn cara pembayarannya sesuai dengan kemampuan nasabah
(rahin), boleh melunasi sekaligus, mencicil, atau melakukan perpanjangan
rahn dengan membayar biaya pemeliharaan (mu’nah)-nya saja.
Tidak ada bunga pinjaman, namun nasabah dikenakan biaya mu’nah
sebesar 2rb rupiah s/dd 120rb rupiah.
3. Arrum BPKB
Sesuai Namanya, aruum BPKB adalah pembiayaan syariah untuk
pengembangan UMKM dengan jaminan BPKB kendaraan bermotor.
Pembiayaan berjangka waktu fleksibel mulai dari 12,18,24, dan 36
bulan di mana nasabah harus menjadikan BPKB sebagai barang agunan untuk
pinjaman dengan plafon 1jt rupiah s/d 400jt rupiah.
Untuk biaya mu’nah ditetapkan sebesar 1% dari pinjaman, pinjaman
100jt rupiah ke atas tidak dikenaka mu’nah akad.
4. Arum Emas
Arum emas adalah produk pegadaian syariah berupa pinjaman dana
tunai dengan jaminan perhiasaan (emas dan berlian).
Biaya mu’nah yaitu 0,95% per bulan dari nilai taksiran barang jaminan
dan dikenakan biaya admin 70rb rupiah, dengan plafon sebesar 95% dari
taksiran.
5. Arum Haji
Pegadaian Syariah Pembiayaan Porsi Haji adalah pembiayaan untuk
mendapatkan porsi nomor antrean haji secara syariah. Jaminan yang
digunakan adalah emas.
Biaya administrasi pinjaman ini yakni sebesar 270rb rupiah dengan
pinjaman minimal 1,9jt rupiah dan maksimal 25jt rupiah dalam jangka waktu
1-5 tahun.
Selain biaya administrasi, nasabah akan dikenakan biaya tambahan
yang akan dipergunakan untuk biaya pemeliharaan barang jaminan yang
dititipkan.
6. Rahn Hasan
Rahn Hasan merupakan rahn dengan tarif mu’nah pemeliharaan
sebesar 0%, berjangka waktu 60 hari, dan berlaku untuk besaran marhun bih
(uang pinjaman) golongan A.
Barang pinjaman yang bisa dipakai adalah emas, kendaraan, dan
perhiasan. Maksimal marhun bih yaitu 500rb rupiah.
7. Rahn Flexi
Rahn flexi adalah produk pegadain syariah dengan pemberian
pinjaman dengan jaminan barang bergerak sesuai syariah seperti emas
batangan dan perhiasan, barang elektronik, serta kendaraan.

12
Mu’nah sebesar 0.1% dari nilai taksiran barang per hari dengan jangka
waktu 5-60 hari.
8. Rahn Bisnis
Rahn bisnis adalah produk pegadaian untuk memberikan pinjaman
dana tunai kepada pemilik usaha dengan jaminan emas (Batangan atau
perhiasan).
Pinjaman mulai dari 100jt rupiah sampai lebih dari 1miliar rupiah
dalam jangka waktu 4 bulan. Mu’nah mulai dari 0,38-0,55 persen per 10 hari
serta dikenakan pula mu’nah akad sebesar 100rb rupiah.
F. Peluang dan Tantangan Pegadaian Syariah
Peluang Pegadaian Syariah
Proses gadai yang mudah dan cepat, seperti yang ada di Bank Rakyat
Indonesia Syariah (BRIS), kita hanya perlu membawa benda yang dijaminkan
kepada lembaga gadai syariah. Lembaga gadai syariah akan menaksir harga dari
jaminan tersebut dan kita akan memperoleh pinjaman sampai 90% dari nilai
taksir barang yang dijaminkan tersebut. Dengan mudahnya proses tersebut
menjadi salah satu daya tarik masyarakat terhadap produk gadai ini (rahn).
Biaya yang administrasi yang ringan, murah, dan penjamin barang yang
berkualitas membuat para penggadai tidak lagi mempertimbangkan berkali-kali
untuk menggadaikan hartanya di lembaga atau bank syariah tersebut. Apalagi
dengan adanya perpanjangan biaya angsuran membuat para rahin (penggadai)
semakin tertarik untuk melakukan transaksi. 13
Tantangan Pegadaian Syariah
Adanya asumsi bahwa pemerintah mengizinkan berdirinya perusahaan
gadai syariah maka yang dikehendaki adalah perusahaan yang cukup besar. Maka
untuk mendirikan perusahaan seperti ini perlu pengkajian kelayakan usaha yang
lebih hati-hati dan aman. Lembaga pergadaian syariah cukup pesat
perkembangannya. Prospek yang dilihat dari beberapa tahun belakangan
semenjak berdirinya pegadaian syariah sampai saat ini perkembangannya cukup
pesat. Masyarakat lebih antusias dan merasa nyaman menjadi bagian dari
pegadaian syariah. Namun, tidak dipungkiri bahwa selalu ada tantangan di suatu
Lembaga.
Problem atau masalah yang sering terjadi di pegadaian syariah:14
1. Usaha gadai syariah sudah mulai dilirik oleh pihak lain.
13
Titin Ermawati, Peluang dan Tantangan Gadai Emas (Rahn) di Indonesia: Sebuah Tinjauan Konseptual,
Ejournal.Unesa (2013), hlm. 8.
14
Sulistyowati, Peluang dan Tantangan Lembaga Keuangan Syariah Non Bank Dalam Perspektif Islam, Jurnal
Perbankan Syariah 5.1(2021). Diakses dari (PDF) PELUANG DAN TANTANGAN LEMBAGA KEUANGAN
SYARIAH NON BANK DALAM PERSPEKTIF ISLAM (researchgate.net). Pada tanggal 14 Maret 2023. Pukul
10.19 WIB.

13
2. Adanya tindak kriminal seperti perampokan.
3. Citra lembaga keuangan syariah belum mapan dimata masyarakat.
4. Anggapan bahwa lembaga pegadaian syariah berkaitan dengan fanatisme
agama.
5. Ancaman dari orang yang merasa terusik kenikmatannya mengeruk
kekayaan rakyat seperti rentenir.
6. Susah untuk menghilangkan mekanisme bunga yang sudah mengakar pada
masyarakat.

14
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Gadai syariah merupakan perjanjian antara seorang untuk menyerahkan
harta benda berupa emas/perhiasan/kendaran dan/atau harta benda lainnya
sebagai jaminan dan/atau agunan kepada seseorang dan/atau Lembaga pegadaian
syariah berdasarkann hukum gadai prinsip syariah Islam.
Konsep Gadai/rahn dijelaskan sebagai menjadikan harta benda sebagai
jaminan utang, agar utang bisa dilunasi dengan jaminan tersebut, ketika si
peminjam (rahin) tidak mampu melunasi utangnya maka, harta benda yang
dijadikan jaminan pinjaman tersebut digunakan untuk melunasi pinjaman
tersebut.
Gadai syariah (rahn) berprinsip pada syariah dan tidak mengenal adanya
bunga. Atas gadai tersebut bank syariah dan unit usaha syariah memungut biaya
administrasi atau biaya pemeliharaan.
Dinas Pegadaian yang merupakan lanjutan dari Pemerintah Hindia
Belanda, status pegadaian diubah menjadi Perusahaan Negara (PN) Pegadaian
berdasarkan Undang-Undang No. 19 Prp. 1960 jo. Peraturan RI No. 178 Tahun
1960 Tanggal 3 Mei 1961 tentang Pendirian Perusahaan Pegadaian (PN
Pegadaian). Kemudian berdasarkan Peraturan RI No. 7 Tahun 1969 Tanggal 11
Maret 1969 tentang Perubahan Kedudukan PN Pegadaian menjadi Jawatan
Pegadaian jo. UU No. 9 Tahun 1969 tanggal 1 Agustus 1969 dan penjelasannya
mengenai bentuk-bentuk usaha Negara dalam Perusahaan Jawatan (Perjan),
Perusahaan Umum (Perum), dan Perusahaan Perseroan (Persero). Selanjutnya
untuk meningkatkan efektivitas dan produktivitasnya, bentuk Perjan Pegadaian
tersebut kemudian dialihkan menjadi Perusahaan Umum (Perum) Pegadaian
berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1990 tanggal 10 April 1990.
Pegadaian Syariah yang berdasarkan pada ketentuan Hukum Islam yaitu
Al-Quran, Al-Hadits, dan Fatwa No. 25/DSN/MUI/III/2002 tentang Rahn
(Gadai) dan Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 26/DSN-MUI/III/2002
tentang Rahn Emas.
Produk dari pegadaian syariah antarah lain: Amanah, rahn, arum BPKB,
arum emas, arum haji, rahn hasan, rahn flexi, dan rahn bisnis.
Peluang yang dimiliki oleh lembaga keuangan syariah non-bank adalah
meningkatnya kepercayaan masyarakat terhadap produk keuangan syariah,
meningkatnya jumlah penduduk muslim, dan adanya dukungan pemerintah.
Sementara tantangan yang dihadapi oleh lembaga keuangan syariah non-bank

15
adalah kurangnya pemahaman masyarakat tentang produk keuangan syariah,
kurangnya dukungan pemerintah, dan kurangnya sumber daya manusia yang
berkualitas.
B. Kritik dan Saran
Tentunya penulis menyadari jika dalam penyusunan makalah di atas
masih banyak kesalahan serta jauh dari kata sempurna.
Adapun nantinya penulis akan segera melakukan perbaikan susunan
makalah itu dengan menggunakan pedoman dari beberapa sumber dan kritik
yang bisa membangun dari para pembaca.

16
DAFTAR PUSTAKA

Ermawati, Titin. Peluang dan Tantangan Gadai Emas (Rahn) di Indonesia: Sebuah
Tinjauan Konseptual, Ejournal.Unesa, 2013.

Idris, Muhammad. 8 Produk Pegadaian Syariah, Pinjaman yang Diklaim Bebas


Riba, Kompas.com, 2021.

Kitab Undang-Undang KUH Perdata Pasa; 1150.

Pertiwi, Nyimas Lidya Putri & Firmansyah. Pegadaian Syariah. Solok; YP Cendekia
Muslim, 2003.

Pratiwi & Ahmad Rifai. Urgensi Pembentukan Kitab Undang-Undang Hukum


Ekonomi Syariah Indonesia. Jurnal Syariah No. 4, 2016.

Randi & Kasyful Mahalli, Analisis Potensi dan Kendala Pengembangan Pegadaian
Syariah di Kota Medan, Jurnla Ekonomi dan Keuangan No. 2 Vol. 4, 2014.

Salihin, Agus. Pengantar Lembaga Keuangan Syariah. Jakarta: Guepedia, 2021.

Sudarsono, Heri. Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, Cet Ke-2. Yogyakarta:
Ekonisia, 2003.

Sulistyowati. Peluang dan Tantangan Lembaga Keuangan Syariah Non Bank Dalam
Perspektif Islam, Jurnal Perbankan Syariah No. 5. Vol.1, 2021.

17

Anda mungkin juga menyukai