Anda di halaman 1dari 13

PENGGADAIAN SYARIAH

Makalah ini disusun memenuhi tugas

MATA KULIAH: LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH

DOSEN PENGAMPU: Miftah Farizki, M.E

Disusun Oleh:

ERCHA VELANDA (2131124)

IRFAN (2131109)

NURUL FITRIAH (2131105)

PROGRAM STUDI PERBANKAN SYARIAH

FAKULTAS SYARIAH DAN EKONOMI ISLAM

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SYAIKH ABDURRAHMAN SIDDIK

BANGKA BELITUNG

2023/2024
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami hanturkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat
dan hidayah-Nya sehingga kami bisa menyelesaikan makalah tentang “
Penggadaian Syariah”.

Tidak lupa juga kami mengucapkan terima kasih kepada pihak yang telah turut
memberiikan kontribusi dalam penyusunan makalah ini. Tentunya, tidak akan bisa
maksimal jika tidak mendapat dukungan dari berbagai pihak.

Sebagai penyusun, kami menyadari bahwa masih terdapat kekurangan, baik dari
penyusunan maupun tat bahasa penyampaian dalam makalah ini. Oleh karena itu,
kami dengan rendah hati dapat memperbaiki makalah ini.

Kami berharap semoga makalah yang kami susun ini memberiikan mafaat untuk
pembaca.

Petaling, 13 Mei 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................2
DAFTAR ISI............................................................................................................3
BAB I.......................................................................................................................4
PENDAHULUAN...................................................................................................4
A. Latar Belakang..............................................................................................4
B. Rumusan Masalah.........................................................................................5
C. Tujuan Masalah.............................................................................................5
BAB II......................................................................................................................6
PEMBAHASAN......................................................................................................6
A. Pengertian Rahn (Gadai)...............................................................................6
B. Perbedaan Gadai Syariah dengan Konvensional..........................................7
C. Dasar Hukum Penggadaian Syariah..............................................................9
D. Tujuan dan Manfaat Penggadaian Syariah..................................................10
BAB III..................................................................................................................12
PENUTUP..............................................................................................................12
Kesimpulan.........................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................13

BAB I
PENDAHULUAN

1
A. Latar Belakang
Pegadaian sebagai lembaga keuangan alternatif bagi masyarakat guna
menetapakan pilihan dalam pembiayaan disektor riil. Biasanya kalangan yang
berhubungan dengan pegadaian adalah masyarakat menengah kebawah yang
membutuhkan pembiayaan jangka pendek dengan margin yang rendah. Salah
satunya pegadaian syariah yang saat ini semakin berkembang.

Dalam pegadaian syariah terdapat dua akad yaitu akad rahn dan akad ijarah.
Akad rahn dilakukan pihak pegadaian untuk menahan barang
bergerak sebagai jaminan atas utang nasabah.Sedangkan akad ijarah yaitu
akad pemindahan hak guna atas barang dan atau jasa melalui pembayaran
upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan atas barangnya
sendri.Melalui akad ini dimungkinkan bagi pegadaian untuk menarik sewa
atas penyimpanan barang bergerak milik nasabah yang telah melakukan akad.1

Dari pengertian akad tersebut maka mekanisme operasional Gadai


Syariah dapat digambarkan sebagai berikut. Melalui akad rahn, nasabah
menyerahkan barang bergerak dan kemudian pegadaian menyimpan dan
merawatnya di tempat yang telah disediakan oleh pegadaian. Akibat yang
timbul dari proses penyimpanan adalah timbulnya biaya-biaya yang meliputi nilai
investasi tempat penyimpanan, biaya perawatan dan keseluruhan proses
kegiatannya. Atas dasar ini dibenarkan bagi pegadaian mengenakan biaya sewa
kepada nasabah sesuai jumlah yang disepakati oleh kedua belah pihak.
Barang gadai harus memiliki nilai ekonomis sehingga pihak yang menahan
memperoleh jaminan untuk dapat mengambil kembali seluruh atau sebagian
piutangnya.

Dalam bentuk pinjaman hukum Islam sengaja menjaga kepentingan


kreditur, jangan sampai ia dirugikan. Oleh sebab itu, ia boleh meminta barang
dari debitur sebagai jaminan utangnya. Sehingga bila debitur tidak mampu
melunasi utangnya setelah jatuh tempo, maka barang jaminan boleh dijual
oleh kreditur . Konsep ini biasa dikenal dengan istilah gadai (rahn). Rahn
1
M. Sholikull Hadi, Penggadaian Syariah (jakarta: Salemba Diniyah, 2003), 3

2
atau gadai merupakan salah satu kategori perjanjian hutang piutang yang
mana untuk suatu kepercayaan dari orang yang berpiutang, maka orang yang
berutang menggadaikan barang jaminan atas utangnya itu.

B. Rumusan Masalah
a) Apa pengertian dari Rahn (Gadai)?
b) Apa perbedaan Gadai Syariah dengan konvensional?
c) Bagaimana dasar hukum Penggadaian Syariah?
d) Apa Tujuan dan Manfaat Penggadaian syariah?

C. Tujuan Masalah
a) Untuk mengetahui apa itu Rahn (Gadai)
b) Untuk mengetahui perbedaan Gadai Syariah dengan Konvensional
c) Untuk mengetahui Dasar Hukum dari Penggadaian Syariah
d) Untuk mengetahui Tujuan dan Manfaat dari Penggadaian Syariah

3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Rahn (Gadai)
Gadai dalam bahasa Arab disebut Rahn. Rahn menurut bahasa adalah
jaminan hutang, gadaian, seperti juga dinamai Al-Habsu, artinya
penahanan.Sedangkan menurut syara’ artinya akad yang objeknya menahan harga
terhadap sesuatu hak yang mungkin diperoleh bayaran yang sempurna darinya.
Dalam definisinya rahn adalah barang yang digadaikan, rahin adalah orang
mengadaikan, sedangkan murtahin adalah orang yang memberikan pinjaman.2

Adapun pengertian rahn menurut Imam Abu Zakaria Al-Anshary, dalam


kitabnya Fathul Wahab, mendefinisikan rahn adalah menjadikan benda sebagai
kepercayaan dari suatu yang dapat dibayarkan dari harta itu bila utang tidak
dibayar. Sedangkan menurut Ahmad Azhar Basyir Rahn adalah menahan sesuatu
barang sebagai tanggungan utang, atau menjadikan sesuatu benda bernilai
menurut pandangan syara’ sebagai tanggungan marhun bih, sehingga dengan
adanya tanggungan utang itu seluruh atau sebagian utang dapat diterima.

Akad rahn dalam istilah terminologi positif disebut dengan barang


jaminan, agunan dan runggahan. Dalam islam rahn merupakan sarana
saling tolong-menolong bagi umat Islam, tanpa adanya imbalan. 3
Sedangkan menurut istilah syara‟, yang dimaksud dengan rahn
adalah menjadikan suatu barang yang mempunyai nilai harta dalam
pandangan syara‟ sebagai jaminan utang, yang memungkinkan untuk
mengambil seluruh atau sebagian utang dari barang tersebut.

Selain Pengertian rahn yang dikemukakan diatas, terdapat juga


pengertian gadai (rahn) yang diberikan oleh para ahli yaitu sebagai berikut:

a. Ulama Syafi‟iyah dan Hanabilah mengemukakan gadai (rahn)


adalah menjadikan materi (barang) sebagai jaminan utang, yang
2
Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, Cet ke-2, h.126
3
Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2000), h. 251

4
dapat dijadikan pembayar utang apabila orang yang berutang tidak
bisa membayar utangnya itu.
b. Hanafiyah mendefinisikan rahn adalah Menjadikan sesuatu
(barang) sebagai jaminan terhadap (piutang) yang mungkin
dijadikan sebagai pembayar hak (piutang) itu, baik seluruhnya
maupun sebagian.
c. Malikiyah mendefinisikan gadai (rahn) adalah sesuatu yang
bernilai harta yang diambil dari pemiliknya sebagai jaminan untuk
utang yang tetap (mengikat) atau menjadi tetap.4
d. Menurut Ahmad Azhar Basyir, gadai (rahn) menurut istilah ialah
menjadikan sesuatu benda bernilai menurut pandangan syara‟
sebagai tanggungan hutang; dengan adanya benda yanmg menjadi
tanggungan itu seluruh atau sebagian hutang dapat diterima.
e. Menurut Muhammad Syafi'i Antonio ar-rahn adalah menahan salah
satu harta salah satu harta milik nasabah (rahin) sebagai barang
jaminan (marhun) atas pinjaman yang diterimanya. Marhun
tersebut memiliki nilai ekonomis. Dengan demikian pihak yang
menahan atau penerima gadai (murtahin) memperoleh jaminan
untuk dapat mengambil kembali seluruh atau sebagian piutang.

B. Perbedaan Gadai Syariah dengan Konvensional


Gadai konvensional dan gadai syariah merupakan dua sistem hukum yang
berbeda antara satu dengan lainnya, hal ini disebabkan oleh sistem hukum yang
berlaku di Indonesia bersifat pluralisme, dimana terdapat tiga sistem hukum yang
dipakai dalam kehidupan sehari-hari khususnya dalam bidang perdata, yakni
sistem hukum perdata, hukum adat dan hukum Islam. Ditilik dari sistematika
KUH Perdata maka gadai pada prinsipnya merupakan salah satu bagian dari
hukum jaminan kebendaan yang diatur berdasarkan KUH Perdata. Gadai ini
diatur dalam Buku II, Pasal 1150 s/d Pasal 1160 KUHPerdata. Gadai merupakan
perjanjian yang asesor (acessoir).

4
Anita Ritqi P, Aspek Risiko Produk Gadai Emas Pada Pegadaian Syariah Cabang
Cinere, (Skripsi UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2011), h. 20.

5
Sebagai hak kebendaan gadai selalu mengikuti objek atau barang yang
digadaikan dalam tangan siapapun berada (droit de suite). Dalam hukum perdata
Islam secara sistematika gadai syariah merupakan bagian dari hukum muammalah
dalam arti yang khusus. Dalam hukum muammalah gadai syariah disebut juga
dengan ar rahn, yakni suatu jaminan atau agunan atas transaksi hutang putang
yang syariat Islam. Ar rahn dalam hukum Islam merupakan akad watsiiqah
(penjaminan) harta.

Selain memiliki persamaan antara gadai syariah dan gadai konvensional,


gadai syariah juga memiliki perbedaan dengan gadai konvensional.
Perbedaannya adalah:

 Rahn dalam hukum Islam dilakukan secara suka rela atas dasar tolong
menolong tanpa mencari keuntungan, sedangkan gadai menurut hukum
perdata disamping prinsip tolong menolong juga menarik keuntungan
dengan cara menarik bunga atas sewa modal yang ditetapkan.
 Dalam hukum perdata hak gadai hanya berlaku pada benda yang
bergerak, sedangkan dalam hokum Islam rahn berlaku pada seluruh harta,
baik harta yang bergerak maupun yang tidak bergerak. Pada hukum
perdata positif penj aminan dengan harta tidak bergerak sepertitanah, kapal
laut, dan pesawat udara disebut dengan hak tanggungan seperti diatur
dalam UU No. 4 Tahun 1996.5

Pegadaian Syariah dan Pegadaian Konvensional memiliki konsep yang


berbeda dalam pelaksanaannya, dimana Pegadaian Syariah lebih
mengutamakan prinsip-prinsip pelaksanaannya berdasarkan hukum Islam,
sedangkan Pegadaian Konvensional dalam pelaksanaannya lebih mengacu
kepada sistem hukum perdata barat. Perbedaan antara Pegadaian
Konvensional dan Pegadaian Syariah secara signifikan tampak pada sistem
operasionalnya, yakni dimana Pegadaian Konvensional mengenakan bunga
pinjaman sedangkan Pegadaian Syariah menggunakan pendekatan bagi hasil
5
Abdul Ghofur Anshori, Gadai Syariah di Indonesia (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press,
2005), hlm.102.

6
(mudharabah) atau fee based income, dan menggunakan sistem ijarah (biaya
penitipan/penyimpanan barang). Selain itu dalam pelaksanaannya ternyata
Pegadaian Syariah tidak hanya diminati oleh kalangan orang-orang muslim
saja, tetapi Pegadaian Syariah ini juga diminati oleh orang-orang non muslim
kendati mereka tidak tahu apa sebenamya persamaan dan perbedaan antara
gadai syariah dan konvensional.6

C. Dasar Hukum Penggadaian Syariah


1. Al-Quran

Para ulama fiqh mengemukakan bahwa akad ar-rahn dibolehkan dalam


islam berdasarkan al-Qur‟an dan sunnah Rasul. Dalam surat al-Baqarah ayat 283
Allah berfirman :

۞ ‫ض ُك ْم بَ ْعضًا‬ ُ ‫ضةٌ ۗفَا ِ ْن اَ ِمنَ بَ ْع‬َ ْ‫َواِ ْن ُك ْنتُ ْم ع َٰلى َسفَ ٍر َّولَ ْم تَ ِج ُدوْ ا َكاتِبًا فَ ِر ٰه ٌن َّم ْقبُو‬
‫ق هّٰللا َ َربَّهٗ ۗ َواَل تَ ْكتُ ُموا ال َّشهَا َد ۗةَ َو َم ْن يَّ ْكتُ ْمهَا فَاِنَّ ٗ ٓه ٰاثِ ٌم‬
ِ َّ‫فَ ْليَُؤ ِّد الَّ ِذى اْؤ تُ ِمنَ اَ َمانَتَهٗ َو ْليَت‬
‫قَ ْلبُهٗ ۗ َوهّٰللا ُ بِ َما تَ ْع َملُوْ نَ َعلِ ْي ٌم‬
Terjemahan
Dan jika kamu dalam perjalanan sedang kamu tidak mendapatkan seorang
penulis, maka hendaklah ada barang jaminan yang dipegang. Tetapi, jika sebagian
kamu mempercayai sebagian yang lain, hendaklah yang dipercayai itu
menunaikan amanatnya (utangnya) dan hendaklah dia bertakwa kepada Allah,
Tuhannya. Dan janganlah kamu menyembunyikan kesaksian, karena barangsiapa
menyembunyikannya, sungguh, hatinya kotor (berdosa). Allah Maha Mengetahui
apa yang kamu kerjakan ( Al-Baqarah : 283).

Para ulama fiqh sepakat bahwa ar-rahn boleh dilakukan dalam


perjalanan dan dalam keadaan hadir di tempat, asal barang jaminan itu
bisa langsung dipegang/dikuasai secara hukum oleh si piutang. Maksudnya,
karena tidak semua barang jaminan bisa dipegang / dikuasai oleh si pemberi
piutang secara langsung, maka paling tidak ada semacam pegangan yang dapat

6
Andri Soemitra, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah (Jakarta: Kencana Prenada Media, 2010),
hlm.389.

7
menjamin bahwa barang dalam status al-Marhun (menjadi jaminan hutang).
Misalnya, apabila barang jaminan itu berbentuk sebidang tanah, maka yang
dikuasai adalah surat jaminan tanah itu.
2. Hadist
Kemudian dalam sebuah HR. Bukhari, Kitab Ar-Rahn dikatakan bahwa :

Artinya : “Dari Aisyah, sesungguhnya Nabi saw membeli makanan secara tidak
tunai dari seorang Yahudi dengan menggadaikan baju besinya”. (HR. Bukhari)

Menurut kesepakatan pakar fiqh, peristiwa Rasul SAW. me-


rahn-kan baju besinya itu, adalah kasus ar-rahn pertama dalam islam
dan dilakukan sendiri oleh Rasulullah saw. Berdasarkan ayat dan
hadis-hadis diatas, para ulama fiqh sepakat mengatakan bahwa akad
ar-rahn itu dibolehkan, karena banyak kemaslahatan yang terkandung
di dalamnya dalam rangka hubungan antar sesama manusia.7

D. Tujuan dan Manfaat Penggadaian Syariah


Adapun tujuan dari pegadaian sebagai berikut:8

1. Turut melaksanakan dan menjunjung pelaksanaan kebijaksanaan dan


program pemerintah dibidang ekonomi dan pembangunan nasional pada
umumnya melalui penyaluran uang pembiayaan/ pinjaman atas dasar
hukum gadai.
2. Pencegahan praktik ijon pegadaian gelap, dan pinjaman tidak wajar
lainnya.
3. Pemanfaatan gadai bebas bunga pada gadai syariah memiliki efek jaring
pengaman sosial karena masyarakat yang butuh dana mendesak tidak lagi
dijerat pinjaman-pinjaman / pembiayaan berbasis bunga.
4. Membantu orang-orang yang membutuhkan pinjaman dengan syarat yang
mudah.

7
ibnu Qudamah, Al-Mugni, (Riyadh: Maktabah ar-Riyadh al-Haditsah), Jilid IV, h. 337
8
Andri Soemitran, Bank Dan Lembaga Keuangan Syariah, (Cet.II; Jakarta: Kencana, 2010),
h.394.

8
Adapun manfaat pegadaian itu sendiri bagi nasabah yaitu dimana tersedianya
dana dengan prosedur yang relatif sederhana dan dalam waktu yang lebih cepat
dibandingkan dengan pembiayaan / kredit perbankan. Di samping itu, nasabah
juga mendapat manfaat penaksiran nilai suatu barang bergerak yang aman dan
dapat dipercaya.

Manfaat bagi perusahaan pegadaian itu sendiri dimana perusahaan


mendapatkan penghasilan yang bersumber dari sewa modal yang dibayarkan oleh
peminjam dana. Dan penghasilan yang bersumber dari ongkos yang dibayarkan
oleh nasabah untuk memperoleh jasa tertentu. Bagi bank syariah yang
mengeluarkan produk gadai syariah bisa mendapatkan keuntungan dari
pembebanan biaya sewa tempat penyimpanan emas.

BAB III

9
PENUTUP
Kesimpulan
Rahn adalah menjadikan benda sebagai kepercayaan dari suatu yang dapat
dibayarkan dari harta itu bila utang tidak dibayar. Dalam islam rahn merupakan
sarana saling tolong-menolong bagi umat Islam, tanpa adanya imbalan. Gadai
konvensional dan gadai syariah merupakan dua sistem hukum yang berbeda
antara satu dengan lainnya. Perbedaan gadai syariah dengan konvensional ialah
Rahn dalam hukum Islam dilakukan secara suka rela atas dasar tolong
menolong tanpa mencari keuntungan, sedangkan gadai menurut hukum
perdata disamping prinsip tolong menolong juga menarik keuntungan
dengan cara menarik bunga atas sewa modal yang ditetapkan. Manfaat pegadaian
itu sendiri bagi nasabah yaitu dimana tersedianya dana dengan prosedur yang
relatif sederhana dan dalam waktu yang lebih cepat dibandingkan dengan
pembiayaan / kredit perbankan.

10
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Ghofur Anshori, Gadai Syariah di Indonesia, Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press, 2005

Andri Soemitran, Bank Dan Lembaga Keuangan Syariah, Cet.II; Jakarta:


Kencana, 2010

Anita Ritqi P, Aspek Risiko Produk Gadai Emas Pada Pegadaian Syariah Cabang
Cinere, Skripsi UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2011.

Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, Cet ke-2

Ibnu Qudamah, Al-Mugni, Riyadh: Maktabah ar-Riyadh al-Haditsah

M. Sholikull Hadi, Penggadaian Syariah , jakarta: Salemba Diniyah, 2003

Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah, Jakarta: Gaya Media Pratama, 2000

Anda mungkin juga menyukai