Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

AKUNTANSI RAHN (PENGGADAIAN SYARIAH)

Disusun untuk memenuhi tugas matakuliah “Akuntansi Keuangan Syariah”


Yang di ampu oleh Ibu Ira Hasti Priyadi, M.A

Disusun Oleh:

Randiyanto (21383031048)
Risa Alvin Hoirina (21383032140)
Titik Herdiana Rachman (21383032156)
Zainol Holis (21383031161)

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARI’AH


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI MADURA
AGUSTUS 2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul
“Akuntansi Rahn (Penggadaian Syariah)” ini tepat pada waktunya. Adapun tujuan
dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dari dosen pengampu ibu
Ira Hasti Priyadi M.A. pada bidang studi Akuntansi Keuangan Syariah.

Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang
“Akuntansi Rahn (Penggadaian Syariah)” bagi para pembaca dan juga para penulis
saya mengucapkan terimakasih kepada Ibu Ira Hasti Priyadi M.A selaku dosen
pengampu Akuantansi Keuangan Syariah yang telah memberikan tugas ini
sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan studi yang saya tekuni.

Saya juga mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah


memmbagi sebagian pengetahuannya, sehingga saya dapat menyelesaikan makalah
ini. Saya menyadari makalah yang saya tulis masih jauh dari kata sempurna oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun akan saya nantikan demi
kesempurnaan makalah ini.

Pamekasan, 31 Agustus 2023

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii

DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................1

A. Latar Belakang ................................................................................................2


B. Rumusan Masalah...........................................................................................3
C. Tujuan .............................................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................4
A. Pengertian Dari Pegadaian Syariah ................................................................4
B. Operasional Dalam Pegadain Syariah Atau Rahn ..........................................5
C. Implementasi Gadai Syariah (Rahn) ...............................................................5
D. Tujuan, Manfaat Dan Resiko Pegadaian.........................................................7
E. Hal Hal Yang Berkaitan Dengan Gadai ..........................................................8
BAB III PENUTUP……………………………………………………………….9
A. Kesimpulan .....................................................................................................9
B. Saran ...............................................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................12

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sampai saat ini masih ada kesan dalam Masyarakat, kalau seseorang
pergi ke pegadaian untuk untuk menjamin sejumlah uang dengan cara
menggadaikan barang, adalah aib dan seolah kehidupan orang tersebut udah
sangat menderita. Karena itu banyak diantara masyarakat malu
menggunakan fasilitas penggadaian. Lain halnya jika kita pergi ke sebuah
bank, disana akan terlihat prestisius, walaupun dalam prosesnya
memerlukan waktu yang relatif lebih lama dengan persyaratan yang cukup
rumit.
Bersamaan dengan berdirinya dan berkembangnya bank, BMT, dan
asuransi yang berdasarkan prinsip syariah di indonesia, maka hal yang
mengilhami dibentuknya peggadaian syariah atau rahn lebih dikenal
sebagai produk yang di tawarkan oleh bank syariah, diman bank
menawarkan kepada masyarakat dalam bentuk penjaminan barang guna
mendapatkan pembiayaan.
Oleh karena itu, dibentuklah lembaga kekuangan yang mandiri berdasarkan
prinsip syariah.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari pegadaian syariah?
2. Bagaimana Operasional dalam pegadain syariah atau rahn?
3. Implementasi Gadai Syariah (Rahn)
4. Apa tujuan, manfaat dan resiko pegadaian?
5. Apa saja hal hal yang berkaitan dengan gadai?
C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui pengertian dari pegadaian syariah
2. Untuk mengetahui Operasional dalam pegadain syariah atau rahn
3. Untuk mengetahui tujuan manfaat dan resiko pegadaian
4. Untuk mengetahui Apa saja hal hal yang berkaitan dengan gadai

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Pegadaian Syariah

Dalam istilah bahasa Arab, gadai diistilahkan dengan rahn dapat


juga dinamai al-hasbu. Secara etimologis, arti rahn adalah tetap dan lama,
sedangkan al-hasbu berarti penahan suatu barang dengan hak sehingga
dapat dijadikan sebagai pembayaran dari barang tersebut. Sedangkan
menurut sabiq, rahn adalah menjadikan barang yang mempunyai nilai harta
menurut pandangan syara’ sebagai jaminan hutang, hingga orang yang
bersangkutan boleh mengambil hutang atau ia boleh mengambil sebagian
(manfaat) barangnya itu.

Adapun pengertian rahn menurut Imam Ibnu Qudhamah dalam kitab


al mughni adalah suatu benda yang di jadikan kepercayaan dari suatu hutang
untuk penuh dari harganya, apabila yang berhutang tidak sanggup
membayarnya dari orang yang berpiutang.1

Sedangkan rahn atau gadai adalah jaminan yang diserahkan oleh


pihak penghutang kepada yang memberi hutang. Pemberi hutang
mempunyai kuasa penuh untuk menjual barang tersebut apabila pihak
penghutang tidak mampu membayar hutangnya saat jatuh tempo. Apabila
uang hasil penjualan jaminan tersebut melebihi hutang, maka sisanya harus
dikembalikan kepada penghutang, namun bila kurang dari jumlah hutang,
pihak penghutang harus menambahinya agar hutang tersebut terbayar
lunas.2

musyarakah dengan sistem bagi hasil antara Perum Pegadaian


dengan Bank Muamalat Indonesia (BMI) dengan tujuan untuk melayani

1
Abdul Ghofur Anshori, Gadai Syariah di Indonesia (Konsep, Implementasi, dan Institusionalisasi)
Gadjah Mada University Press, (Yogyakarta,2005) 88.
2
Imam Mustofa, fiqih mu’amalah kontemporer, (Jakarta Raja Grafindo Persada, 2016), 193

2
Berdasarkan kajian dalam hukum islam, para ulama sepakat
bahwa konsep Rahn adalah salah satu bentuk akad yang dibenarkan. Hal
tersebut mengacu pada firman Allah SWT yaitu:
"Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu'amalah tidak secara tunai)
sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada
barang jaminan yang dipegang". (QS al-Baqarah:283).
Dari ayat tersebut ulama sepakat bahwa gadai bisa dilakukan dalam kondisi
bagaimanapun termasuk didalamnya ketika dalam keadaan bepergian asal
barang jaminan tersebut bisa langsung dipegang.3
Dalam fatwa DSN-MUI tentang rahn, prinsip dasar gadai emas
syariah adalah prinsip gadai, yang barang jaminan hutangnya dibatasi pada
emas. Dengan demikian akad yang digunakan adalah akad gadai.
Dari definisi yang dikemukakan para ulama diatas tentang rahn,
maka dapat ditarik kesimpulan bahwa yang dinamakan gadai adalah akad
sebuah kepercayaan dengan cara menjadikan sesuatu sebagai barang
jaminan atas utang yang harus dibayarnya. Dan apabila utang pada
waktunya tidak terbayar, maka barang yang dijadikan jaminan tersebut
dapat dijual untuk membayar utangnya.
apabila utang pada waktunya tidak terbayar, maka barang yang
dijadikan jaminan tersebut dapat dijual untuk membayar utangnya. Dalam
jurnal Ahmad Supriyadi mengatakan bahwa gadai syariah adalah hubungan
hokum antara satu orang atau lebih dengan seorang atau lebih dengan kata
seepakat untuk mengikatkan dirinya bahwa di satu pihak (rahin) bersedia
menyerahkan barang untuk ditahan oleh murtahin dan membayar biaya
perawatan dan sewa tempat penyimpanan serta asuransi sedangkan
murtahin sepakat untuk memberikan pinjaman uang tertentu sebesar nilai
taksir.4

3
Taqiyuddin An-Nabhani. "Ekonomi Islam". Jakarta: Cetakan VI, Hizbut Tahrir
Indonesia. 2004
4
Supriyadi, Ahmad. 2012. “Struktur Hukum Akad Rahn Di Pegadaian Syariah Kudus.”
Jurnal Penelitian Islam 5

3
B. Operasional Dalam Pegadain Syariah Atau Rahn
Mekanisme operasional Pegadaian Syariah dapat digambarkan
sebagai berikut: Melalui akad rahn, nasabah menyerahkan barang bergerak
dan kemudian Pegadaian menyimpan dan merawatnya di tempat yang telah
disediakan oleh Pegadaian. Akibat yang timbul dari proses penyimpanan
adalah timbulnya biaya- biaya yang meliputi nilai investasi tempat
penyimpanan, biaya perawatan dan keseluruhan proses kegiatannya. Atas
dasar ini dibenarkan bagi Pegadaian mengenakan biaya sewa kepada
nasabah sesuai jumlah yang disepakati oleh kedua belah pihak. Pegadaian
Syariah akan memperoleh keuntungan hanya dari bea sewa tempat yang
dipungut bukan tambahan berupa bunga atau sewa modal yang
diperhitungkan dari uang pinjaman.. Sehingga di sini dapat dikatakan proses
pinjam meminjam uang hanya sebagai ‘lipstick’ yang akan menarik minat
konsumen untuk menyimpan barangnya di Pegadaian.5
Dalam Ar-Rahn operasi, pelanggan akan diberitahu sebelum proses
lelang dan proses hanya akan dilakukan dengan persetujuan dari pihak yang
terlibat. Ar- Rahn sistem akan melelang emas milik nasabah yang tidak
mampu mengembalikan pem biayaannya dalam jangka waktu yang
ditentukan. Dalam hal jumlah uang tunai yang diterima dari lelang lebih
tinggi dari nilai pembiayaan, operator akan mengganti pelanggan untuk
jumlah saldo. Pertumbuhan sistem yang adil dan transparan ini sangat
penting untuk kebutuhan sosial dalam mengelola kesulitan keuangan.6
Ar-Rahn mekanisme operasional dapat dilakukan dengan
menggunakan enam kontrak tergantung pada tujuan marhun bih
menggunakan. Keenam kontrak tersebut yaitu: kontrak sosial (kebajikan)
qardhul hasan, kontrak atau sewa jasa kurir (ijarah), rahn kontrak,
mudharabah kontrak, kontrak Keenam kontrak tersebut memiliki tujuan
konsumtif dan produktif. Pertama, kontrak konsumtif berbasis pemanfaatan
marhun bih untuk sifat konsumtif. Ar-Rahn agen tidak dapat memungut

5
Surepno, Surepno. 2018. “Studi Implementasi Akad Rahn (Gadai Syariah) Pada Lembaga
Keuangan Syariah.” TAWAZUN : Journal of Sharia Economic Law 1(2)
6
Razak dkk,. 2018. “Factors That Determine Customers Acceptance of Ar Rahn Financing in
Selangor.” International Journal of Asian Social Science 8 (11)

4
biaya tambahan. Kedua, kontrak produktif adalah kesepakatan untuk tujuan
modal. Pemilik modal harus berusaha untuk menghasilkan modal dan bagi
yang tidak mampu menjalankan usaha, maka Islam memberikan alternatif
usaha dengan sistem bagi hasil.7 Penjelasan mengenai teknis pegadaian
syariah berdasarkan skema dibawah sebagai berikut :

a. Dalam skema di atas telah dijelaskan pertama dari Nasabah menjaminkan


barang kepada pegadaian syariah untuk mendapatkan pembiayaan.
Kemudian, pegadaian menaksir barang jaminan untuk dijadikan dasardalam
pemberian besaran pembiayaan yang dapat diberikan oleh pegadaian
syariah kepada nasabah.
b. Pegadaian syaraiah dan nasabah menyetujui akad gadai. Akad ini mengenai
berbagai hal, seperti kesepakatan biaya administrasi, tarif jasa simpan,
pelunasan, dan sebagainya.
c. Pegadaian syariah menerima biaya administrasi dibayar di awal, sedangkan
untuk jasa simpan pada saat pelunasan utang.

7
Iryanti, Andina Dwi. 2021. “The Implementation Of Ar Rahn Contracts.” UG Jurnal
15:45–60

5
d. Nasabah melunasi barang yang digadaikan menurut akad: pelunasan penuh,
ulang gadai, angsuran, atau tebus sebagian.8

Apabila di tinjau dari ketentuan yang telah diuraikan diatas bahwa


pengaturan dan Ketentuan tentang gadai syariah (rahn) sudah sangat jelas,
untuk mengatur masyarakat, dalam pelaksanaannya juga dimasyarakat
gadai syariah telah mengikuti ketentuan tersebut.

C. Implementasi Gadai Syariah (Rahn)


Praktik gadai syariah atau yang disebut rahn ini sangat menekankan
tidak adanya pengenaan riba atau pungutan bunga atas pinjaman yang
diberikan. Praktik ini dimulai pertama kali berdasarkan atas perjanjian
nasabah BMI maupun nasabah Perum Pegadaian yang sesuai dengan prinsip
syariah9 Dalam hal ini BMI sebagai pihak yang memberikan modal
(pembiayaan) bagi pendirian pegadaian syariah di seluruh Indonesia
sedangkan Perum Pegadaian sebagai pihak yang menjalankan secara
operasional kegiatan usaha pegadaian
Sesuai dengan Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) No.25/DSN-
MUI/III/2002 yang ditetapkan pada tanggal 28 Maret 2002 oleh ketua dan
sekretaris DSN tentang Rahn, menentukan bahwa pinjaman dengan
menggadaikan barang sebagai barang jaminan hutang dalam bentuk Rahn
diperbolehkan dengan ketentuan sebagai berikut : 1. Penerima gadai
(Murtahin) mempunyai hak untuk menahan barang jaminan (Marhun bih)
sampai semua utang nasabah (Rahin) dilunasi. 2. Barang jaminan (Marhun
bih) dan manfaatnya tetap menjadi milik nasabah (Rahin). 3. Pemeliharaan
dan penyimpanan barang gadai pada dasarnya menjadi kewajiban nasabah,
namun dapat dilakukan juga oleh penerima gadai, sedangkan biaya dan
pemeliharaan penyimpanan tetap menjadi kewajiban nasabah. 4. Besar
biaya pemeliharaan dan penyimpanan barang gadai tidak boleh ditentukan

8
Nurbanatra, Romadzuhri, and Muhammad Nafik H.R. 2016. “Usaha Meminimalkan Risiko
Pembiayaan Pada Pegadaian Syariah.” Jurnal Ekonomi Syariah Teori Dan Terapan
3(8):615–24.
9
Naida Nur Alfisyahri Dan Dodik Siswantoro, “Praktik Dan Karakteristik Gadai Syariah Di
Indonesia”, Praktik Dan Karakteristik, Volume 1 | Number 2 July - December 2012, Hal. 119.

6
berdasarkan jumlah pinjaman. 5. Penjualan barang gadai. 6. Jika terjadi
perselisihan antara kedua belah pihak, maka penyelesaiannya dapat
dilakukan melalui Badan Arbitrase Nasional, setelah tercapai kesepakatan
musyawarah.10
D. Tujuan Dan Fungsi Pegadaian
Sifat usaha pegadaian pada prinsipnya menyediakan pelayanan bagi
kemanfaatan umum, dan sekaligus memupuk keuntungan berdasarkan
prinsip pengelolalan. Oleh karena itu, pegadaian memiliki tujuan sebagai
berikut:
1. Turut melaksanakan dan menunjang pelaksanakan kebijakan dan program
pemerintah dibidang ekonomi dan pembangunan nasional pada umumnya
melalui penyaluran uang pinjaman/pembiayaan atas dasar hukum gadai.
2. Untuk mengatasi agar masyarakat yang sedang membutuhkan
uang, tidak jatuh ke tangan para pelepas uang atau tukang ijon,
atau tukang rentenir yang bunganya relatif tinggi.
3. Mencegah praktik pegadaian gelap dan pinjaman yang tidak
wajar.

Kemudian dalam PP RI No.103 tahun 2000, tujuan perum


pegadaian dipertegas, yaitu meningkatkan kesejahteraan masyarakat,
terutama golongan menengah kebawah, melalui penyediaan dana
atas dasar hukum gadai. Juga menjadi penyedia jasa di bidang
keuangan lainnya. Berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang
berlaku, serta menghindari masyarakat dari gadai gelap, praktik riba,
dan pinjaman yang tidak wajar lainnya.11

Sedangkan fungsi pokok pegadaian menurut Usman adalah


sebagai berikut:

1. Mengelola penyaluran uang pinjaman atas dasar hukum gadai


dengan cara mudah. cepat, aman, dan hemat.

10
Pamonaran manahaar, implementasi gadai syariah(rahn) untuk menunjang perekonomian
masyarakat indonesia, dialogia luridica, vol. 10 no.2 2019, hal 101
11
Sasli Rais, Pegadaian Syariah, Jakarta: Universitas Indonesia (UI Press, 2005), 129

7
2. Menciptakan dan mengembangkan usaha-usaha lain yang menguntungkan
bagi lembaga Pegadaian maupun masyarakat.
3. Mengelola keuangan, perlengkapan, kepegawaian, dan diklat
4. Mengelola organisasi, tata kerja, tata laksana pegadaian dan
5. Melakukan penelitian dan pengembangan, serta mengawasi pengelolaan
Pegadaian.12

Dengan adanya akad rahn ini agar masayarakat tidak salah memilih
disaat membutuhkan uang dikarenakan sekarang banyaknya pinjaman
online (pinjol) yang tidak jelas akadnya sehingga hal itu merugikan terhadap
pegadai.
E. Syarat dan Ketentuan Akad Rahn

Adapun ketentuan atau syarat yang menyertai akad tersebut meliputi:

a. Akad. Akad tidak mengandung syarat fasik/batil seperti murtahin


mensyaratkan barang jaminan dapat dimanfaatkan tanpa batas.
b. Marhun Bih (pinjaman). Pinjaman merupakan hak yang wajib dikembalikan
kepada murtahin dan dilunasi dengan barang yang di-rahn kan tersebut.
Serta, pinjaman itu jelas dan tertentu.
c. Marhun (barang yang dirahnkan). Marhun bisa di jual dan nilainya
seimbang dengan pinjaman, memiliki nilai, jelas ukurannya, milik sah dari
rahin tidak terkait dengan orang lain, dan bisa diserahkan baik materi
maupun manfaatnya.
d. Jumlah maksimum dana rahn dan nilai likuidasi barang yang di-rahn kan
serta jangka waktu rahn ditetapkan dalam prosedur.
e. Rahin dibebani jasa manajemen atas barang berupa: biaya asuransi,
penyimpanan, keamanan, dan pengelolaan serta administrasi.13

12
Muhammad Sholikul Hadi, Pegadaian Syariah, (Jakarta: Salemba Diniyah,
2003), 52
13
Nurul huda, muhammad heykal, ”lembaga keuangan islam: tinjauan teoritis dan praktis,” (jakarta:
kencana, 2010)

8
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Dalam istilah bahasa Arab, gadai diistilahkan dengan rahn dapat
juga dinamai al-hasbu. Secara etimologis, arti rahn adalah tetap dan lama,
sedangkan al-hasbu berarti penahan suatu barang dengan hak sehingga
dapat dijadikan sebagai pembayaran dari barang tersebut. Mekanisme
operasional Pegadaian Syariah dapat digambarkan sebagai berikut: Melalui
akad rahn, nasabah menyerahkan barang bergerak dan kemudian Pegadaian
menyimpan dan merawatnya di tempat yang telah disediakan oleh
Pegadaian. Akibat yang timbul dari proses penyimpanan adalah timbulnya
biaya- biaya yang meliputi nilai investasi tempat penyimpanan, biaya
perawatan dan keseluruhan proses kegiatannya. Atas dasar ini dibenarkan
bagi Pegadaian mengenakan biaya sewa kepada nasabah sesuai jumlah yang
disepakati oleh kedua belah pihak. Pegadaian Syariah akan memperoleh
keuntungan hanya dari bea sewa tempat yang dipungut bukan tambahan
berupa bunga atau sewa modal yang diperhitungkan dari uang pinjaman.
Adapun ketentuan atau syarat yang menyertai akad tersebut meliputi:
1. Akad
2. Marhun Bih (pinjaman)
3. Marhun (barang yang dirahnkan)
4. Jumlah maksimum dana rahn dan nilai likuidasi barang yang di-rahn
kan serta jangka waktu rahn ditetapkan dalam prosedur.
5. Rahin dibebani jasa manajemen atas barang berupa: biaya asuransi,
penyimpanan, keamanan, dan pengelolaan serta administrasi.
B. Saran
Dari makalah di atas kami bisa menyadari bahwa makalah ini masih jauh
dari kata sempurna maka dari itu kami mengharap saran dan kritikan.
Penulis akan memperbaiki makalah tersebut dengan berpedoman pada
banyak sumber yan dapat di pertanggung jawabkan. Saran dan kritikan
dalam makalah ini akan kami jadikan bahan evaluasi agar makalah ini dapat

9
bermanfaat bagi pembaca dan dapat menambah pengetahuan serta wawasan
tentang (Akuntansi Rahn (Pegadaian Syariah)).

10
DAFTAR PUSTAKA

Anshori, Ghofur, Abdur. Gadai Syariah di Indonesia: Konsep, Implementasi, dan


Institusionalisasi. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta,2005.
Mustofa, Imam. Fiqih Mu’amalah Kontemporer. Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2016.
An-Nabhani, Taqiyuddin. Ekonomi Islam. Jakarta: Cetakan VI, Hizbut Tahrir
Indonesia. 2004.
Supriyadi, Ahmad. 2012. “Struktur Hukum Akad Rahn Di Pegadaian Syariah
Kudus”. Jurnal Penelitian Islam 5.
Surepno. 2018. “Studi Implementasi Akad Rahn (Gadai Syariah) Pada Lembaga
Keuangan Syariah.” TAWAZUN : Journal of Sharia Economic Law 1.
Razak dkk. 2018. “Factors That Determine Customers Acceptance of Ar Rahn
Financing in Selangor.” International Journal of Asian Social Science 8.
Nurbanatra, Romadzuhri, and Muhammad Nafik H.R. 2016. “Usaha
Meminimalkan Risiko Pembiayaan Pada Pegadaian Syariah.” Jurnal
Ekonomi Syariah Teori DanTerapan 3.
Alfisyahri, Nur Naida Dan Dodik Siswantoro, “Praktik Dan Karakteristik Gadai
Syariah Di Indonesia”, Praktik Dan Karakteristik, Volume 1 | Number 2 July
- December 2012.
Pamonaran Manahaar, “Implementasi Gadai Syariah(Rahn) Untuk Menunjang
Perekonomian Masyarakat Indonesia”. Dialogia Luridica, vol. 10 no.2
2019.
Rais, Sasli. Pegadaian Syariah. Jakarta: Universitas Indonesia UI Press, 2005.
Hadi, Sholikul Muhammad. Pegadaian Syariah. Jakarta: Salemba Diniyah,
2003.
Huda, Nurul dan Heykal Muhammad. Lembaga Keuangan Islam: Tinjauan Teoritis
Dan Praktis. Jakarta: Kencana, 2010.

11
12

Anda mungkin juga menyukai