GADAI (Al-RAHN)
Disusun Oleh:
2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan berkahnya kami
diberikan kemudahan serta kelancaran dalam menyelesaikan tugas makalah yang
berjudul “Gadai” yang di berikan oleh dosen pengampu mata kuliah Pengantar
Bisnis Islam yaitu Bapak Zaini Fajar Sidiq, S.H., M.H.
Adapun tujuan penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
kelompok mata kuliah Fiqih Muamalah Semester 3 dengan Program Studi
Akuntansi Syariah, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam, UIN Raden Mas Said
Surakarta. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan
mengenai Gadai.
Ucapan terima kasih kami ucapkan kepada Bapak Zaini Fajar Sidiq, S.H., M.H.
yang telah memberikan arahan dalam menyusun makalah ini, makalah disusun dari
beberapa referensi buku dan dari jurnal yang kemudian kami jadikan sebagai
pembahasan. Kritik dan saran sangat kami harapkan dari para pembaca makalah
ini. Semoga makalah ini dapat menjadi bahan referensi maupun kajian akademik.
Mohon maaf apabila dalam penyampaian masih terdapat banyak kekurangan
semoga makalah kami dapat lebih baik lagi dilain hari.
Penulis
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ........................................................................................................ 2
DAFTAR ISI ...................................................................................................................... 3
BAB I .................................................................................................................................. 4
PENDAHULUAN ............................................................................................................. 4
A. Latar Belakang ...................................................................................................... 4
B. Rumusan Masalah ................................................................................................ 5
C. Tujuan Masalah..................................................................................................... 5
BAB II ................................................................................................................................ 6
PEMBAHASAN ................................................................................................................ 6
A. Pengertian Gadai .................................................................................................. 6
B. Dasar Hukum Gadai (Rahn) ................................................................................ 7
C. Rukun dan Syarat Gadai...................................................................................... 9
D. Jenis – Jenis Gadai .............................................................................................. 11
E. Pemanfaatan Harta Gadai ................................................................................. 11
F. Berakhirnya Akad Gadai ................................................................................... 15
G. Praktik Gadai Di Indonesia ........................................................................... 16
BAB III............................................................................................................................. 18
PENUTUP ........................................................................................................................ 18
A. Kesimpulan .......................................................................................................... 18
B. Saran .................................................................................................................... 18
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 19
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Fiqih muamalah merupakan aturan yang membahas mengenai
hubungan antara manusia dengan manusia lainnya dengan sebuah
Masyarakat. Allah menciptakan manusia dengan suatu sifat saling
membutuhkan satu dengan lainnya. Di dalamnya termasuk kegiatan
perekonomian Masyarakat. Karena Islam menekannkan pengorganisasian
dan kewenangan urusan public, negara memiliki peran aktif demi
terealisasikan tujuan material dan spiritual.1 Salah satu jenis transaksi
ekonomi yang dibahas di dalam fiqih muamalah adalah gadai.
Masalah kebutuhan dan pemenuhan kebutuhan hidup pada saat ini
merupakan sesuatu hal yang menjadi perbincangan di lingkungan ekonomi,
baik di Indonesia maupun di luar negeri. Kebutuhan yang tidak terbatas dan
alat pemenuh kebutusan yang terbatas, akan mengakibatkan munculnya
masalah keuangan bagi Sebagian Masyarakat pada level ekonomi tingkat
menengah kebawah. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, Sebagian
masyarakaat berusaha untuk mencari jalan keluar dengan menggunakan jasa
perusahaan finansial. Salah satu alternatif yang ditawarkan oleh Perusahaan
jasa finansial kepada masyarakat yang mebutuhkan tambahan modal atau
hanya sekedar untuk keluar dari permasalahan keuangannya adalah dengan
memanfaatkan jasa pegadaian.
Di-Indonesia yang sebagian besar penduduknya beragama islam,
terdapat beberapa permsalahan yang muncul salah satunya yaitu perosalan
Riba. Hal ini dikarenakan dalam praktek gadai terdapat bunga, yaitu adanya
tambahan sejumlah uang dalam transakti tersebut. Sebagian umat muslim
meragukan system pergadaian konvensional, apakah hal tersebut haram atau
tidak dikarenakan adanya penambahan bunga. Dengan keraguan ini,
sekelompok Lembaga-lembaga keuangan membentuk Perusahaan pergadaian
1
Sabahuddin Azmi, “Menimbang Ekonomi Islam: Keuangan publik, Konsep Perpajakan dan Peran
Bait al-Mul”, (Bandung: Nuansa Cendekia, 2005),hal.60.
4
yang kegiatan operasinya dikaitkan dengan prinsip-prinsip Syari’at Islam,
Lembaga ini disebut dengan gadai Syariah.2 Adapun dalam makalah ini
dijelaskan mengenai pegadaian syariah muali dari pengertian, dasar hukum,
rukun dan syarat gadai.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan Alinia di atas, penyajian makalah ini dirumuskan ke dalam
beberapa bagian penting menyangkut paragraf, yaitu sebagai berikut:
1. Apa pengertian dari Gadai?
2. Apa saja dasar hukum Gadai?
3. Apa saja rukun dan syarat Gadai?
4. Apa saja jenis-jenis Gadai?
5. Bagaimana pemanfaatan harta Gadai?
6. Bagaiman berakhirnya akad Gadai?
7. Bagaimana penerapan praktik Gadai di Indonesia?
C. Tujuan Masalah
Berdasarkan alinia di atas , tujuan dari dibentuknya makalah ini adalah
sebagai berikut:
1. Memahami pengertian Gadai.
2. Mengetahui apa saja dasar hukum Gadai.
3. Mengetahui rukun dan syarat Gadai.
4. Mengetahui apa saja jenis-jenis Gajai.
5. Memahami pemanfaatan harta Gadai.
6. Memahami proses berakhirnya akad Gadai.
7. Memahami penerapan praktik Gadai di Indonesia.
2
Yusnedi Ahmad, “Gadai Syariah”, (Yogyakarta: deepublish,2015), Hal.2
5
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Gadai
Gadai menurut Bahasa adalah tetap dan abadi, seperti perkataan
seseorang, ”ma’un rahman” (air yang tetap), ni matun rahinatun
(kenikmatan yang abadi). Sebagian ulama mengartikan gadai dengan
penahanan atau pertanggungjawaban sebagaimana firman Allah:3
3
Asmaji Muchtar, “Dialog Lintas Mazhab Fiqh Ibadah & Muamalah”, (Jakarta: Amzah, 2015), Hal.
509.
4
Abu Azam, “Fikih Muamalah Kontemporer”, (Depok: PT RajaGrafindo Persada, 2017), hal.160-
161.
6
pengertian bahwa barang yang dapat dijadikan jaminan utang hanyalah
harta yang bersifat materi, tidak termasuk manfaat sebagaimana yang
dikemukakan Ulama Malikiyah.
Menurut syara’ gadai adalah menjadikan barang yang berharga sebagai
jaminan atas utang dan akan dijual bila tidak daapt memnuhi tanggungannya
Penerima gadai berhak menjual marhun (barang yang digadai) apabila rahin
(orang yang menggadaikan) tidak dapat memenuhi kewajibannya pada saat
jatuh tempo.5 Barang tersebut dapat dijual dengan syarat apabila barang yang
dijual harganya melebihi dari utang, maka sisanya harus dikembalikan kepada
orang yang utang (rahin). Sebaliknya apabila barang yang dijadikan jaminan
setelah dijual tidak dapat menutup/melunasi utangnya, maka rahin harus
menambah kekurangannya. Pemanfaatan barang gadai oleh murtahin yang
mengakibatkan turun kualitas marhun tidak diperbolehkan kecuali diizinkan
oleh rahin. Apabila barang yang digadai berupa hewan yang tidak dapat
diperah dan tidak dapat ditunggangi, maka boleh dijadikan sebagai khadam
(penjaga), akan tetapi apabila harta benda gadai berupa sawah, kebun, dan
semacamnya maka tidak boleh diambil manfaatnya.6
Referensi : https://tafsirweb.com/1049-surat-al-baqarah-ayat-283.html
Artinya: “Jika kamu dalam perjalanan (dan ber-Muamalah tidak secara tunai)
sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, Maka hendaklah ada barang
tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang). akan tetapi jika sebagian
5
Sulaiman Jajuli, “Kepastian Hukum Gadai Tanah dalam Islam”, (Yogyakarta: Deepublish, 2015),
hal.11.
6
Ibid, Hal.12.
7
kamu mempercayai sebagian yang lain, Maka hendaklah yang dipercayai itu
menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah
Tuhannya; dan janganlah kamu (para saksi) menyembunyikan persaksian.
dan barangsiapa yang menyembunyikannya, Maka Sesungguhnya ia adalah
orang yang berdosa hatinya; dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu
kerjakan.” (QS. Al-Baqarah, 2:283)
Kutipan ayat “maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang”
merupakan anjuran memberikan jaminan untuk membina kepercayaan.
Berdasarkan dalil tersebut para ulama fiqih sepakat mengatakan bahwa akad
rahn itu diperbolehkan, karena mengandung banyak manfaat didalamnya,
terutama sebagai sarana tolong menolong antar sesama manusia.
َحَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْوَاحِدِ حَدَّثَنَا اْلَْعْمَشُ قَالَ تَذَاكَرْنَا عِنْدَ إِبْرَاهِيمَ الرَّهْن
ِفَقَالَ إِبْرَاهِيمُ حَدَّثَنَا اْلَْسْوَدُ عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ َّللاَُّ عَنْهَا أَنَّ النَّبِيَّ وَالْقَبِيلَ فِي السَّلَف
ُصَلَّى َّللاَُّ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اشْتَرَىمِنْ يَهُودِيٍّ طَعَامًا إِلَى أَجَلٍّ وَرَهَنَهُ دِرْعَه
Dalam hadist tersebut Nabi membeli makanan dari seorang Yahudi dan
menjadikannya perisai untuknya. Dalam beberapa kasus, dikatakan “Dia
meninggal dan baju zirahnya digadaikan kepada orang Yahudi dengan
7
Andrian Saputra, ”Nabi Muhammad bermuamalah dengan Yahudi yang Mau Hidup Rukun”, Nabi
Muhammad Bermuamalah dengan Yahudi yang Mau Hidup Rukun | Republika Online, (diakses
pada: 10 Januari 2023,05:26)
8
makanan yang ia beli untuk keluarganya. Hadist ini adalah sahih. Diketahui
bahwa ini terjadi di kota dan orang – orang kota hadir dan tidak dalam
perjalanan. Ini menunjukan bahwa gadai boleh dilakukan dalam perjalanan
maupun dalam perkotaan.8
Selain dalam Al-Qur’an dan Hadist, hukum gadai syariah merujuk pada
fatwa DSN-MUINo.25/DSN-MUI/III/2002 tentang gadai syariah (Rahn)
yang mengatakan bahwa pinjaman dengan menggadaikan barang sebagai
jaminan hutang dalam bentuk Rahn diperbolehkan.9
b. Syarat gadai
Para ulama fiqih mengemukakan syarat gadai sesuai dengan rukun gadai
itu sendiri.
1. Barang yang dijadikan jaminan (digadaikan)
Kriteria barang yang digadaikan
8
Syaikhu, Fiqih Muamalah : Memahami Konsep dan Dialektika Kontemporer, (Yogyakarta: K-
Media, 2020
9
Anis Fitria, Teori Dasar Fiqih Muamalah, Semarang, 2021
9
Barang yang bisa digadaikan / dijadikan jaminan (marhun)
harus bisa diperjual belikan (memiliki nilai ekonomis) menurut
tinjauan syariat.
2. Hutang
Kriteria hutang yang mendapat jaminan
Sedangkan marhun bih-nya (sasaran jaminan/gadai) itu harus
berupa hutang yang diketahui oleh kedua pihak dan sudah sah
ditetapkan sebagai tanggungan yang tetap.
10
Contoh shighat : Rahin (pihak yang menggadaikan) berkata,
“saya gadaikan barang ini”. Murtahin (penerima gadaian)
menjawab, “saya terima gadaian ini”10
a. Rahn Shahih/lazim
Yaitu gadai yang benar karena terpenuhi syarat dan rukunnya.
Apabila rukun dan syarat gadai telah terpenuhi maka membawa dampak
yang harus dilakukan oleh murtahin dan rahin, yaitu :
1. Adanya hutang bagi rahin (penggadai)
2. Penguasaan suatu barang yang berpindah dari rahin kepada murtahin
3. Kewajiban untuk menjaga barang gadaian bagi murtahin
4. Biaya – biaya pemeliharaan harta gadai menjadi tanggung jawab
rahin, karena itu murtahin berhak untuk memintanya kepada rahin.
b. Rahn Fasid
Yaitu gadai yang tidak terpenuhi rukun dan syaratnya. Dalam hal
ini tidak ada hak ataupun kewajiban yang terjadi, karena akad tersebut
telah rusak/batal. Karena itu ada dampak hukum pada barang gadaian,
dan murtahin tidak boleh menahannya, disini rahin hendaknya meminta
kembali barang gadai tersebut. Jika murtahin menolak
mengembalikannya sampai barang tersebut rusak maka murtahin
dianggap perampas. Jika rahin meninggal sedangkan dia masih memiliki
hutang, maka barang gadaian tersebut menjadi hak murtahin dengan nilai
yang seimbang dengan hutangnya.11
10
Subairi, Fiqh Muamalah, (Madura: Redaksi Duta Media, 2021)
11
Wahbah Zuhaili, Fiqh Al-Islam Wa Adilatuhu, (Damaskus suriah: darul al fikr)
11
memanfaatkan. Apakah oleh rahin (orang yang berhutang) ataukah oleh
murtahin (orang yang memberi hutang).
1. Oleh Rahin
Ketika seseorang menggadaikan suatu barang, maka barang tersebut
berada di bawah kekuasaan orang lain yaitu murtahin(orang yang
meminjami). Apakah barang tersebut masih bisa dimanfaatkan orang si
rahin yang mana dia masih menjadi pemilik barang tersebut?
a. Boleh jika diizinkan
ِلُبْسِ وََلَ إِجَارَةٍ وََلَ إِعَارَةٍ سَوَاءٌ كَانَ مِنْ مُرْتَهِنٍ أَوْ رَاهِنٍ ) إَل بِإِذْنِ ( كُلٌّ لِآلخَر
وَل سكنى وَل غير ذلك وَل يملك،بالرهن باستخدام وَل وطء، فصل وليس للراهن اَلنتفاع
بغير رضا المرتهن، وَل إعارة وَل غيرهما، بإجارة،التصرف فيه.
12
Muhammad Aqil Haidar, Memanfaatkan Barang Gadai, Boleh kah?, (Jakarta: Rumah Fiqih
Publishing, 2019), hal.20
13
Ibid, hal.21
12
"Tidak diperkenankan bagi rahin memanfaatkan parang gadai. Baik
berupa alat yang dipakai, atau perupa hamba sahaya yang bisa dijimak,
ataupun rumah untuk ditempati dan sebagainya. Dan rahin juga tidak
memiliki hak tasarruf pada barang yang sedang ia gadaikan tersebut.
Baik dengan menyewakanya, meminjamkanya ataupun yang lain.
Semua itu dilarang jika tanpa ridho dari murtahin.”14
b. Tidak Boleh
Di sisi lain terdapat pendapat yang melarang dengan mutlak. Dan
menganggap bahwasanya pemanfaatan barang gadai olrh pihak rahin
menjadikan rahn tidak sah. Hal ini dikarenakan tujuan rahn/gadai tidak
tercapai jika barang masih boleh dimanfaatkan oleh rahin. Bahan jika
diizinkar oleh pihak murtahin,
14
Muhammad Aqil Haidar, Memanfaatkan Barang Gadai, Boleh kah?, (Jakarta: Rumah Fiqih
Publishing, 2019), hal.22
15
Ibid, hal.23
16
Muhammad Aqil Haidar, Memanfaatkan Barang Gadai, Boleh kah?, (Jakarta: Rumah Fiqih
Publishing, 2019), hal.23.
13
2. Oleh Murtahin
Pembahasan kedua adalah hukum pemanfaatan barang gadai oleh
murtahin. Dimana murtahin bertindak selain sebagai penguasa atas barang
gadai juga sebagai orang yang memberi pinjaman. Dalam bahasa lain
sering disebut sebagai muqridh.
Contoh kasus yang sering terjadi di masyarakat adalah, jika ada
seseorang bernama A meminjam uang kepada pihak B. Kemudian pihak A
menggadaikan sawahnya kepada pihak B, sebagai jaminan atas hutangnya.
Apakah selama pihak A belum melunaskan hutangnya, pihak B boleh
memanfaatkan sawah tersebut? Ataukah pemanfaatan sawah oleh pihak B
merupakan sebuah manfaat yang bisa jadi masuk ke dalam riba?
Pembahasan ini menjadi sangat penting terkait dengan kemungkinan
adanya riba yang timbul. Yaitu ketika adanya manfaat ang bersumber dari
muqtaridh(peminjam uang) kepada muqridh. Maka apakah pemanfaatan
muqridh terhadap bparang gadai yang notabene milik (bersumber) dari
muqtaridh adalah bentuk manfaat yang termasuk riba?
Dalam masalah ini ulama telah membahas secara detail akan hal itu.17
a. Hanafi
Dalam salah satu qoul madzhab Hanafi, murtahin boleh memanfaatkan
barang gadai jika diizinkan dan tidak disyaratkan
b. Maliki
Dalam madzhab Maliki disebutkan bahwasannya tidak boleh
memanfaatkan barang gadai bagi murtahin. Dan menyebutnya sebagai
utang yang menimbulkan manfaat. Dan itu merupakan hakikat dari riba.
c. Syafi’i
Dalam madzhab syafii juga melarang murtahin memanfaatkan barang
gadai
d. Hambali
17
Ibid, hal.24-25.
14
Dalam madzhab Hambali, dihukum pemanfaatan barang gadai dibagi
berdasarkan jenis barangnya. Apakah butuh perawatan atau tidak.
• Tidak butuh perawatan: dilarang
• Butuh perawatan: diperbolehkan hanya sebatas untuk mengganti
biaya perawatan18
18
Muhammad Aqil Haidar, Memanfaatkan Barang Gadai, Boleh kah?, (Jakarta: Rumah Fiqih
Publishing, 2019), hal.25-28.
15
(rahin) bekewajiban membayar gharamahnya” (HR. Asy-Syafi‟I, Atsram,
dan Ad-Dharuqutni. Ad-Dharuqutni mengatakan sanadnya hasan muttashil.
Ibnu Hajar dalam Bulughul Maram mengatakan para parawinya tsiqat, Abu
Daud hadist ini mursal).
“Rahn itu tidak boleh dimiliki. Rahn itu milik orang yang menggadaikan. Ia
berhak atas keuntungan dan kerugiannya,” (Diriwayatkan Al-Baihaqi dengan
sanad yang baik).
Dapat disimpulkan bahwa akad rahn berakhir dengan hal-hal sebagai berikut:
19
Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah, (Bandung : Al Maarif, 1987) jilid 13, h.145
16
menyatakan bahwa pinjam meminjam dengan menggadaikan barang sebagai
jaminan atas utang dalam bentuk rahn itu diperbolehkan. Akan tetapi harus
sesuai dengan ketentuan, adapun ketentuan tersebut ialah sebagai berikut :20
20
Juwita Yuyun & Haniffudin Iza, “KETENTUAN PEGADAIAN SYARIAH BERDASARKAN PADA FATWA
DEWAN SYARIAH NASIONAL MAJELIS ULAMA INDONESIA”, Vol.2, No.2 (2021), h.124
17
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Menurut syara’ gadai adalah menjadikan barang yang berharga sebagai
jaminan atas utang dan akan dijual bila tidak daapt memnuhi tanggungannya
Penerima gadai berhak menjual marhun (barang yang digadai) apabila rahin
(orang yang menggadaikan) tidak dapat memenuhi kewajibannya pada saat
jatuh tempo. Terdapat beberapa rukun gadai yang terdiri dari: Shigat, Rahin
dan Murtahin, Marhun, dan Marhun bih. Jenis gadai terbagi menjadi 2, yang
pertama Rahn Shahin/lazim , dan yang kedua adalah Rahn Fasid.
Di Indonesia banyak lembaga keuangan dan bank yang menyediakan
jasa pegadaian, Beberapa di antaranya adalah Pegadaian, beberapa bank
seperti BRI, BNI, Mandiri dan bank swasta lainnya menyediakan layanan
penggadaian. Proses gadai biasanya melibatkan penjaminan barang barang
berharga seperti emas, perhiasan, elektronik, kendaraan atau dokumen
berharga sebagai jaminan untuk meminjam uang. Menurut Fatwa Dewan
Syariah Nasional menyatakan bahwa pinjam meminjam dengan
menggadaikan barang sebagai jaminan atas utang dalam bentuk rahn itu
diperbolehkan, tetapi harus sesuai dengan ketentuan, yaitu: Murtahin
mempunyai hak untuk menahan barang jaminan sampai pelunasan; Marhun
beserta manfaatnya tetap menjadi milik seornag peminjam; perawatan dan
pemyimpanan barang menjadi dasar kewajiban seorang rahin.
B. Saran
Demikianlah yang dapat penulis paparkan mengenai materi Fiqih
Muamalah yaitu mengenai Gadai. Penulis menyadari bahwa masih banyak
kekurangan dan kelemahan pada makalah ini dikarenakan keterbatasan
pengetahuan penulis dan kurangnya referensi atau rujukan pada judul
makalah ini. Penulis mohon maaf atas kekurangan-kekurangan tersebut dan
berharap semoga makalah ini dapat memberikan wawasan kepada pembaca,
serta mohon kritik dan saran yang bersifat membangun kepada penulis.
18
DAFTAR PUSTAKA
Asmaji Muchtar. 2015. Dialog Lintas Mazhab Fiqh Ibadah & Muamalah.
Jakarta: Amzah.
19