Di susun oleh :
2023
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah Swt berkat limpah rahmat dan karunianya, penyusun dapat
menyelesailan tugas makalah ini dengan tepat waktu tanpa ada halangan dan sesuai dengan
harapan. Ucapan terima kasih juga kita sampaikan kepada Ibu Nur Farida., M.pd.I. sebagai
Dosen pengampu Mata Kuliah Fiqih Muamalah yang telah membantu memberikan arahan
dan pemahaman dalam penyusunan makalah ini.
Kami menyusun makalah ini dengan judul Konsep Syirkah dalam Fiqih Muamalah.
Di sini kami akan membahas mengenai esensi dasar pelarangan riba dalam transaksi
keuangan dalam Islam, dan bagaiman konsep riba dari perspektif Islam serta hukum-
hukumnya.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan
karena keterbatasn kami. Maka dari itu penyusun sangat mengharapkan kritik dan saran guna
menyempurnakan makalah ini. Kami harap dari makalah ini bisa memberikan manfaat bagi
semua pihak yang membutuhkan.
ii
DAFTAR ISI
A. KESIMPULAN .......................................................................................................7
iii
Bab 1
Pendahuluan
a. Latar belakang
Latar belakang dari makalah ini muncul dari pentingnya memahami konsep syirkah
dalam konteks bisnis Islam. Bisnis adalah bagian integral dari kehidupan ekonomi umat
Islam, dan syirkah adalah salah satu bentuk kerjasama bisnis yang diatur oleh prinsip-
prinsip syariah. Oleh karena itu, pembahasan mengenai pengertian syirkah, rukun dan
syaratnya, jenis-jenis syirkah, implementasi dalam masyarakat, putusnya kerjasama
syirkah, dan pembagian keuntungan dalam musyarakah sangat relevan dan bermanfaat.
Selain itu, pemahaman yang mendalam mengenai syirkah juga diperlukan karena prinsip-
prinsip bisnis Islam memiliki dampak signifikan pada aspek sosial, ekonomi, dan
keadilan dalam masyarakat Muslim. Dengan demikian, makalah ini bertujuan untuk
memberikan penjelasan yang lengkap dan jelas mengenai konsep syirkah, serta
bagaimana konsep ini dapat diterapkan dan diimplementasikan dalam dunia bisnis
kontemporer.
Pemahaman yang lebih mendalam mengenai syirkah juga dapat membantu para
pengusaha dan pemangku kepentingan dalam mengambil keputusan bisnis yang sesuai
dengan prinsip-prinsip Islam, sekaligus mendorong pertumbuhan ekonomi yang
berkelanjutan dan adil dalam masyarakat Muslim. Oleh karena itu, latar belakang
makalah ini didasarkan pada kebutuhan untuk memahami konsep syirkah dalam bisnis
Islam dan implikasinya dalam kehidupan ekonomi umat Islam.
b. Rumusan masalah
1. Pengertian Syirkah
2. Rukun dan Syarat Syirkah
3. Jenis-jenis Syirkah
4. Implementasi syirkah dalam masyarakat
5. Putusnya kerjasama syirkah
6. Pembagian Keuntungan dalam Musyarakah
c. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi syirkah
2. Untuk mnegetahui rukun da syaratnya syirkah
3. Untuk mnegetahui jenis-jenis syirkah
4. Untuk mnegetahui bagaimmana implementasi syirkah dalam masyarakat
5. Untuk mnegetahui putusnya kerjasama syirkah
6. Untuk mnegetahui keuntungan dalam musyarakaH
1
BAB I
PEMBAHASAN
A. Konsep syirkah
1. Drfinisi syirkah
Secara bahasa, syirkah adalah bercampurnya harta dengan harta yang lain sehingga
keduanya tidak bisa dibedakan lagi. Jumhur ulama kemudian menggunakan istilah ini
untuk menyebut transaksi khusus, meskipun tidak terjadi percampuran kedua harta itu
karena yang menyebabkan bercampurnya harta adalah transaksi. Dalam buku Kompilasi
Hukum Ekonomi Syari'ah, syirkah didefinisikan sebagai kerjasama antara dua orang atau
lebih dalam hal permodalan, keterampilan, atau kepercayaan dalam usaha tertentu dengan
pembagian keuntungan.1
Syafi'iyah mendefiniskan bahwa syirkah adalah ketetapan hak pada barang modal
yang dimiliki satu orang atau lebih. Ketetapan ini menggunakan cara yang masyhur atau
diketahui semua pihak terkait. Sedangkan Hanabilah berpendapat, syirkah adalah
perhimpunan hak atau pengolahan harta antara semua pihak yang terkait. Pada dasarnya
definisi-definisi yang dikemukakan para ulama fikih di atas hanya berbeda secara
redaksional, sedangkan esensi yang terkandung di dalamnya adalah sama, yaitu ikatan
kerja sama yang dilakukan dua orang atau lebih dalam perdagangan. Dengan adanya akad
syirkah yang disepakati kedua belah pihak, semua pihak yang mengikatkan diri berhak
bertindak hukum terhadap harta serikat itu, dan berhak mendapat keuntungan. Kegiatan
syirkah diperbolehkan sesuai dengan firman Allah dalam QS Shad/38: 24 sebagai berikut:
“Dan sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu sebahagian mereka
berbuat zalim kepada sebahagian yang lain, kecuali orang orang yang beriman dan
mengerjakan amal yang saleh, dan amat sedikitlah mereka ini.” Dalah salah satu hadis
Rasul saw. Abu Dawud meriwayatkan bahwa: " Dari Abu Hurairah berkata,
“Sesungguhnya Allah berfirman: "Aku adalah pihak ketiga dari dua orang yang bersekutu,
selama tidak ada salah seorang di antara mereka yang berkhianat kepada sahabatnya.
Apabila ia telah mengkhianatinya, maka aku keluar dari keduanya”.
Syirkah menurut bahasa berarti al-ikhtilath yang artinya campur atau percampuran.
Maksud percampuran disini adalah seseorang mencampurkan hartanya dengan harta orang
1
Sabir U, dkk., “ARIYAH, JUAL BELI, KHIYAR, RIBa”
(Ditjen Dikislam DKI Jakarta : Agustus 2019), hal. 42.
2
Ibid., hal. 42.
2
lain sehingga tidak mungkin untuk dibedakan. Menurut defenisi syariah, syirkah adalah
transaksi antara dua orang atau lebih yang bersepakat untuk melakukan suatu usaha
finanssial dengan tujuan mencari keuntungan (An-Nabhani, 1996).3
3) Pokok pekerjaan (bidang usaha yang dijalankan). Dalam berserikat atau kerja sama
mereka (orang-orang yang berserikat) itu menjalankan usaha dalam bidang apa yang
menjadi titik sentral usaha apa yang dijalankan. Orang orang yang berserikat harus bekerja
dengan ikhlas dan jujur, artinya semua pekerjaan harus berasas pada kemaslahatan dan
keuntungan terhadap syirkah.
2) Dua orang atau lebih berserikat, menyerahkan modal, mencampurkan antara harta
benda anggota serikat dan mereka bersepakat dalam jenis dan macam perusahaanya;
3
Udin Saripudin, “ SYIRKAH DAN APLIKASINYA DALAM LEMBAGA KEUANGAN
SYARIAH”, E-QIEN : Jurnal Ekonomi dan Bisnis, Vol. 4 No. 1 (April 2016), hal. 64.
4
Ibid., hal. 64.
5
Sabir U, dkk., “ARIYAH, JUAL BELI, KHIYAR, RIBA”
(Ditjen Dikislam DKI Jakarta : Agustus 2019), hal. 43.
6
Ibid., hal. 44.
3
3) Dua orang atau lebih mencampurkan kedua hartanya, sehingga tidak dapat dibedakan
satu dari yang lainya;
4) Keuntungan dan kerugian diatur dengan perbandingan modal harta serikat yang
diberikan.
Adapun syarat-syarat orang (pihak-pihak) yang mengadakan perjanjian serikat atau kongsi
itu adalah7:
2) Baligh;
Sedangkan mengenai barang modal yang disertakan dalam serikat dapat berupa:
1) Barang modal yang dapat dihargai (lazimnya sering disebutkan dalam bentuk uang);
2) Modal yang disertakan oleh masing-masing persero dijadikan satu, yaitu menjadi harta
perseroan, dan tidak dipersoalkan lagi dari mana asal-usul modal itu.
3. Jenis-jenis syrikah
Syrikah dibedakan menjadi dua, yaitu:
1) Syirkah amlak, yaitu persekutuan kepemilikan dua orang atau lebih terhadap suatu barang
tanpa transaksi syirkah. Syirkah hak milik ini dibagi menjadi dua, yaitu: a) Syirkah ikhtiyar
(sukarela), yaitu syirkah yang lahir atas kehendak dua pihak yang bersekutu. Contohnya, dua
orang yang mengadakan kongsi untuk membeli suatu barang atau dua orang yang
mendapatkan hibah atau wasiat di mana mereka berdua menerimanya sehingga menjadi
sekutu dalam hak milik; b) Syirkah jabar (paksa), yaitu persekutuan yang terjadi antara dua
orang atau lebih tanpa sekehendak mereka. Seperti dua orang yang mendapatkan sebuah
warisan sehingga barang waris menjadi hak milik kedua orang yang bersangkutan.
2) Syirkah 'uqud yaitu transaksi yang dilakukan dua orang atau lebih untuk menjalin
persekutuan dalam harta dan keuntungan.
Macam-macam syirkah „uqud meliputi:
a) Syirkah al-amwal, yaitu persekutuan antara dua pihak pemodal atau lebih dalam usaha
tertentu dengan mengumpulkan modal bersama dan membagi keuntungan dan resiko
kerugian berdasarkan kesepakatan;
b) Syirkah a‟mal atau syirkah abdan, yaitu persekutuan dua pihak pekerja atau lebih untuk
mengerjakan suatu pekerjaan. Hasil atau upah dari pekerjaan tersebut dibagi sesuai dengan
kesepakatan mereka;
c) Syirkah al-wujuh, yaitu persekutuan antara dua pihak pengusaha untuk melakukan
kerjasama dimana tiap-tiap pihak sama sekali tidak menyertakan modal. Mereka
menjalankan usahanya berdasarka kepercayaan pihak ketiga;
7
Sabir U, dkk., “ARIYAH, JUAL BELI, KHIYAR, RIBA”
(Ditjen Dikislam DKI Jakarta : Agustus 2019), hal. 45.
4
d) Syirkah al-inan, yaitu sebuah persekutuan di mana posisi dan komposisi pihak-pihak yang
terlibat di dalamnya adalah tidak sama baik dalam hal modal, pekerjaan, maupun dalam hal
keuntungan dan resiko kerugian;
e) Syirkah al-Mufawadhah, yaitu sebuah persekutuan di mana posisi dan komposisi pihak-
pihak yang terlibat di dalamnya adalah sama, baik dalam hal modal, pekerjaan, maupun
dalam hal keuntungan dan resiko kerugian.
5
6. Pembagian Keuntungan dalam Musyarakah
Keuntungan dalam musyarakah akan dibagi di kalangan rekanan dalam usaha
berdasarkan bagian-bagian yang telah mereka tetapkan sebelumnya. Bagian keuntungan
setiap pihak harus ditetapkan sesuai bagian atau prosentasi. Tidak ada jumlah pasti yang
diterima oleh keempat ulama fiqh islam untuk perjanjian mudharabah. Juga adanya
kesepakatan yang menunjukan bahwa tidak ada jumlah yang pasti yang dapat ditetapkan
bagi pihak manapun baik itu dalam syirkah maupun mudharabah. Pendapat tersebut
menunjukan bahwa dalam pembagian keuntungan, pihak-pihak dalam usaha tersebut bisa
menetapkan berapapun bagian tersebut melalui perjanjian bersama, sebagaimana yang
disepakati dalam perjanjian mudharabah, akan tetapi dalam syirkah pendapat ini hanya
didukung oleh ahli-ahli fiqh penganut mazhab hambali dan Hanafi.8
Menurut para fuqaha dari mazhab Maliki dan Syafi‟i, pembagian keuntungan dalam
syirkah harus mencerminkan jumlah modal yang ditanamkannya. Menurut para ahli fiqh
pengikut Hanafi, dalam syirkah keuntungan yang dibagikan kepada setiap rekanan harus
ditetapkan sesuai total keuntungan, bukan berdasarkan jumlah uang tertentu. Juga wajib
membagi keuntungan kepada pihak yang memperoleh modal melalui mudharabah dan
kepada pemilik modal ditetapkan dengan suatu ukuran keuntungan yang sederhana,
misalnya; seperdua, sepertiga, atau seperempat. Sebagaimana dalam perjanjian syirkah.
Ahli-ahli fiqh pengikut Syafi‟i dan Maliki berpendapat bahwa keuntungan akan
dibagikan sesuai jumlah bagian atas jumlah-jumlah modal yang diinvestasikan yang secara
tidak langsung menunjukkan bahwa suatu jumlah uang tertentu sebagai keuntungan tidak
dapat dibagi kepada pihak manapun.
Pendapat dari pengikut Hambali sama dengan pengikut hanafi, yaitu bahwa
keuntungan harus dibagikan diantara (para rekanan) sesuai ketentuan-ketentuan yang telah
ditetapkan sepanjang bentuk mudharabah atau musyarakah utu dianggap sederhana, maka
tidak ada perbedaan pendapat dalam masalah tersebut. Dan tidak boleh ditetapkan untuk
menambah jumlah dirham lebih dari modal yang diinvestasikan kepada satu pihak tertentu.
Jika ada salah satu dari kedua pihak menetapkan satu jumlah dirham tertentu dalam syirkah
atau mudharabah, maka itu tidak dapat disahkan (Siddiqie, 1996).9
8
Udin Saripudin, “ SYIRKAH DAN APLIKASINYA DALAM LEMBAGA KEUANGAN
SYARIAH”, E-QIEN : Jurnal Ekonomi dan Bisnis, Vol. 4 No. 1 (April 2016), hal. 70.
6
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dalam makalah ini, telah dibahas secara komprehensif mengenai syirkah dalam
konteks bisnis dalam Islam. Syirkah adalah bentuk kerjasama bisnis yang melibatkan dua
atau lebih pihak untuk berbagi keuntungan dan risiko. Untuk memahami konsep ini dengan
baik, kita harus memahami pengertian syirkah, rukun dan syaratnya, jenis-jenis syirkah,
implementasinya dalam masyarakat, putusnya kerjasama syirkah, dan juga pembagian
keuntungan dalam musyarakah.
Pertama, pengertian syirkah adalah kerjasama yang didasarkan pada prinsip berbagi,
baik dalam keuntungan maupun risiko. Syirkah mewajibkan pihak-pihak yang terlibat untuk
bekerja sama dengan sungguh-sungguh, serta memiliki tanggung jawab moral terhadap satu
sama lain.
Kedua, rukun dan syarat syirkah adalah aspek kunci yang perlu diperhatikan. Rukun
syirkah meliputi kesepakatan para pihak, modal, kerja, dan tujuan bersama. Selain itu,
terdapat syarat-syarat yang harus dipenuhi seperti keberagaman jenis usaha yang dijalankan,
keabsahan modal, serta adanya izin dan dukungan hukum yang diperlukan.
Kemudian, jenis-jenis syirkah termasuk syirkah al-milk (kerjasama kepemilikan),
syirkah al-'aqd (kerjasama kontrak), dan syirkah al-wujuh (kerjasama dalam bentuk
penyertaan modal).
Selanjutnya, implementasi syirkah dalam masyarakat adalah penting dalam
meningkatkan perekonomian umat. Dengan kerjasama yang baik antara para pemangku
kepentingan, ekonomi dapat tumbuh secara berkelanjutan. Namun, harus diingat bahwa
putusnya kerjasama syirkah bisa terjadi jika terdapat pelanggaran kesepakatan, pelanggaran
etika, atau alasan lainnya yang sesuai dengan hukum Islam. Terakhir, pembagian keuntungan
dalam musyarakah didasarkan pada kesepakatan awal antara pihak-pihak terlibat.
Keuntungan dapat dibagi secara adil sesuai dengan kontribusi masing-masing pihak.
Kesimpulannya, syirkah adalah prinsip bisnis penting dalam Islam yang
mengedepankan kerjasama, keadilan, dan tanggung jawab. Untuk sukses dalam menerapkan
syirkah, penting untuk memahami rukun, syarat, dan jenis-jenisnya, serta menjaga etika
bisnis yang sesuai dengan ajaran Islam. Implementasi yang baik dapat memberikan manfaat
ekonomi yang signifikan dalam masyarakat.
7
DAFTAR PUSTAKA
Sabir U, dkk., “ARIYAH, JUAL BELI, KHIYAR, RIBa” (Ditjen Dikislam DKI Jakarta :
(Agustus 2019)
Udin Saripudin, “ SYIRKAH DAN APLIKASINYA DALAM LEMBAGA KEUANGAN
SYARIAH”, E-QIEN : Jurnal Ekonomi dan Bisnis, Vol. 4 No. 1 (April 2016)