Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

APLIKASI DAN ANALISA HUKUM AL-MUSYARAKAH


Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Studi Fikih Terapan
Dosen Pengampu : Lukman Hakim, S.PD.I., M.PD.

Disusun Oleh :
1. Fitri Nistia Ervina (2350210122)
2. Radifa Alfilha (2350210127)
3. Gita Nur Safitri (2350210130)

Kelas DIMBR

PROGRAM STUDI MANAJEMEN BISNIS SYARI’AH


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
TAHUN 2023
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.


Puji syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan Rahmat, nikmat serta
hidayah-Nya, sehingga kami dapat Menyusun makalah dengan judul “Aplikasi Dan Analisa
Hukum Al-Musyarakah” tepat pada waktunya. Tujuan utama dari disusunnya makalah ini
adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Studi Fikih Terapan.
Pada kesempatan kali ini kami mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya
kepada Bapak Lukman Hakim, S.PD.I., M.PD. selaku dosen pengampu mata kuliah Studi
Fikih Terapan, serta kepada seluruh pihak yang berkontribusi dalam penyusunan makalah ini.
Terimakasih juga kami ucapkan kepada seluruh pihak yang memberikan dukungan terhadap
kami sehingga, makalah ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya.
Tersusunnya makalah ini tim penyusun menyadari bahwa masih terdapat kekurangan
dan kesalahan. Oleh karena itu, kami berharap pembaca dapat memberikan kritikan dan saran
yang bersifat membangun guna menyempurnakan kekurangan dari penyusunan makalah ini.
Cukup sekian, semoga makalah ini bermanfaat bagi para pembaca. Meskipun,
penyusun telah berusaha menyusun makalah ini secara sistematis dan mendalam, penyusun
sadar bahwa makalah ini masih banyak kekurangannya. Untuk itu, penyusun mengharapkan
saran dan masukan dari para pembaca guna penyempurnaan tulisan pada edisi selanjutnya.
Wassalamualaikum Wr. Wb.

Kudus, September 2023

Penyusun
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR.............................................................................................................. 2
DAFTAR ISI................................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................................................4
A. Latar Belakang.................................................................................................................. 4
B. Rumusan Masalah............................................................................................................ 4
BAB II PEMBAHASAN................................................................................................................5
A. Definisi Serta Dasar Hukum Al-Musyarakah.....................................................................5
B. Rukun dan Syarat Al-Musyarakah.....................................................................................7
C. Jenis-Jenis Al-Musyarakah................................................................................................8
D. Tujuan dan Manfaat Musyarakah...................................................................................10
E. Penerapan atau Pengaplikasian Al-Musyarakah.............................................................11
BAB III PENUTUP.....................................................................................................................14
A. Kesimpulan..................................................................................................................... 14
B. Saran...............................................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................16
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam dunia bisnis yang terus berkembang, praktik bisnis yang mencerminkan
prinsip-prinsip etika dan nilai-nilai sosial menjadi semakin penting. Di tengah tantangan
globalisasi dan kompleksitas ekonomi, konsep bisnis berdasarkan prinsip-prinsip syariah atau
Islam menjadi alternatif yang menarik bagi individu dan entitas bisnis yang ingin
menjalankan usaha secara etis dan sesuai dengan keyakinan agama mereka.

Al-Musyarakah adalah salah satu konsep bisnis dalam hukum Islam yang paling
menarik. Yaitu jenis perjanjian kerjasama yang memungkinkan dua pihak atau lebih untuk
berbagi modal, tanggung jawab, dan hasil bisnis. Konsep ini juga memungkinkan pemangku
kepentingan untuk berpartisipasi dalam bisnis dengan mematuhi prinsip-prinsip syariah
seperti keadilan, transparansi, dan integritas.

Di Indonesia, negara dengan populasi muslim terbesar di dunia, pemahaman yang


mendalam tentang al-Musyarakah adalah penting. Penerapan konsep ini dapat berpotensi
memberikan dampak positif dalam perkembangan ekonomi dan keuangan syariah di negara
ini.

Analisis hukum al-Musyarakah juga menjadi perhatian utama. Untuk melindungi hak
dan kewajiban semua pihak yang terlibat dalam al-Musyarakah, pengaturan hukum yang
tepat sangat penting. Oleh karena itu, sangat penting untuk memahami pengaturan hukum dan
bagaimana hal itu berdampak pada praktik bisnis. Makalah ini akan membahas lebih lanjut
tentang konsep al-Musyarakah, aplikasinya dalam bisnis, serta perlunya analisis hukum
dalam konteks ini.

B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi serta dasar hukum Al-Musyarakah?
2. Apa saja Syarat dan rukun Al-Musyarakah?
3. Apa jenis-jenis Al-Musyarakah?
4. Apa tujuan dan manfaat Al-Musyarakah?
5. Bagaimana penerapan Al-Musyarakah?
BAB I
PEMBAHASAN

A. Definisi Serta Dasar Hukum Al-Musyarakah


Al-Musyarakah adalah akad percampuran atau kerja sama usaha dalam hukum islam
antara dua pihak atau lebih untuk menjalankan suatu usaha tertentu, dimana masing-masing
pihak menanamkan modalnya dengan kesepakatan bahwa keuntungan akan dibagi sesuai
nisbah yang disepakati dan resiko ditanggung Bersama sesuai kesepakatan bersama.1 Jika
secara umum dapat diartikan patungan modal dan usaha dengan bagi hasil menurut
kesepakatan.
Terdapat perbedaan istilah terhadap musyarakah yaitu syirkah”. Secara bahasa
alsyirkah artinya al-Ikhtilat yang berarti "menggabungkan atau mencampurkan dua hal atau
lebih,, bahkan terdapat kesulitan untuk melihat perbedaannya, seperti pencampuran barang
Al-Musyarakah adalah akad percampuran atau kerja sama usaha dalam hukum islam antara
dua pihak atau lebih untuk menjalankan suatu usaha tertentu, dimana masing-masing pihak
menanamkan modalnya dengan kesepakatan bahwa keuntungan akan dibagi sesuai nisbah
yang disepakati dan resiko ditanggung Bersama sesuai kesepakatan bersama.milik atau
persekutuan bisnis.2
Ayat-ayat Al-Quran dan Hadis Nabi Muhammad merupakan landasan hukum atau
dasar untuk syirkah. Dalam konteks teologis, maknanya dapat berupa syirk, yaitu
menyekutukan Allah, sedangkan dalam hubungan manusia merupakan jenis kerja sama yang
diakui dalam syariat dan didasarkan pada al-Quran dan hadits. Dalam Al-Quran, dasar hukum
syirkah ditemukan dalam surat Shaad ayat 24 dan surat Al-Nisa ayat 12, yang menyatakan:
‫َو ِإَّن َك ِثيًرا ِّم َن ٱْلُخَلَطٓاِء َلَيْبِغ ى َبْعُضُهْم َع َلٰى َبْع ٍض ِإاَّل ٱَّلِذ يَن َء اَم ُنو۟ا َو َع ِم ُلو۟ا ٱلَّٰص ِلَٰح ِت َو َقِليٌل َّم ا ُهْم‬

“Sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu sebahagian mereka


berbuat zalim kepada sebahagian yang lain, kecuali orang-orang yang beriman dan
mengerjakan amal yang saleh dan teramat sedikit mereka”. (QS. Shaad: 24).
T.M. Hasbi Ash Shidieqy (2000: 3505) menafsirkan bahwa kebanyakan orang yang
bekerjasama itu selalu ingin merugikan mitra usahanya, kecuali mereka yang beriman dan

1
Subarid, Asyari, Mega, ” Al-Mashrafiyah”, Jurnal Ekonomi, Keuangan dan Perbankan Syariah, Vol.6, No.1,
(April 2022), 5.
2
Akhmad Farroh Hasan, Fiqh Muammalah dari Klasik hingga Kontemporer (Teori dan Praktek), (Malang : UIN
Maliki Press, 2018), 73
melakukan amalan yang sholeh karena merekalah yang tidak mau mendhalimi orang lain.
Tetapi alangkah sedikitnya jumlah orang-orang yang seperti itu.
‫َفُهْم ُش َر َك ۤا ُء ِفى الُّثُلِث‬
“Mereka Berbagi dalam memperoleh bagian sepertiga.” (QS.An-Nisa: 12)
M. Quraish Shihab menerangkan bahwa bagian waris yang diberikan kepada saudara
seibu baik laki-laki maupun perempuan yang lebih dari seorang, maka bagiannya adalah
sepertiga dari harta warisan, dan dibagi rata sesudah wasiat dari almarhum ditunaikan tanpa
memberi madhorot kepada ahli waris (Shihab, 2002: 366). Dari kedua ayat diatas
menunjukan bahwa Allah SWT mengakui adanya perserikatan dalam kepemilikan harta.
Hanya saja surat Shaad ayat 24 menyebutkan perkongsian terjadi atas dasar akad (ikhtiyari).
Sedangkan surat An-Nisa menyebutkan bahwa perkongsian terjadi secara otomatis (Jabr)
karena waris (Antonio, 1999: 130).
Dan hadits Rasulullah saw.:
‫َع ْن َأِبي ُهَر ْيَر َة َر َفَع ُه َقاَل ِإَّن َهَّللا َيُقوُل َأَنا َثاِلُث الَّش ِريَكْيِن َم ا َلْم َيُخْن َأَح ُدُهَم ا َص اِحَبُه َفِإَذ ا َخ اَنُه َخ َر ْج ُت ِم ْن َبْيِنِهَم ا‬

“Dari Abu Hurairah Aku, Rasulullah saw. berkata “Sesungguhnya Allah Azza Wa
Jalla berfirman: pihak ketiga dari dua orang yang bersyarikat selama salah satunya tidak
mengkhianati lainnya, apabila salah seorang diantara mereka menghianati lainnya,maka
aku keluar dari Persekutuan mereka”. (HR. Abu Dawud – no 2936, dalam kitab Al-Buyu‟
dan Hakim).3
Hadis ini menerangkan bahwa jika dua orang bekerja sama dalam satu usaha, maka
Allah ikut menemani dan memberikan berkah-Nya, selama tidak ada teman yang
mengkhianatinya. Koperasi akan jatuh nilainya jika terjadi penyelewengan oleh pengurusnya.
Inilah yang diperingatkan Allah SWT, bahwa dalam berkoperasi masih banyak jalan dan cara
yang memungkinkan untuk berkhianat terhadap sesama anggotanya. Itulah koperasi yang
dijauhi atau diangkat berkahnya oleh Allah SWT, maka kejujuran harus diterapkan kembali.
Dengan melihat hadis tersebut diketahui bahwa masalah serikat (koperasi) sudah dikenal
sejak sebelum Islam datang, dan dimuat dalam buku-buku ilmu
fiqh Islam. Dimana koperasi termasuk usaha ekonomi yang diperbolehkan dan termasuk
salah satu cabang usaha.4
‫نا يدا هلل على الشريكين ما لم يتخاو‬

3
Imam Mustofa, Fiqh Muamalah Kontemporer, (Jakarta, PT.Raja Grafindo Persada, 2016), 129-130
4
Mahmudatus Sa’diyah, Musyarakah Dalam Fiqih Dan Perbankan Syari’ah, Vol.6,No.2, Desember 2014
“Pertolongan Allah akan selalu me nyertai dua pihak yang berkongsi atau bersekutu, selama
mereka tidak saling mengkhianati”
Selain dasar hukum tersebut, musyarakah juga disyariatkan atas dasar ijma‟ ataupun
kesepakatan ulama serta para umat islam. Dalam konteks Indonesia, yang menunjukkan
bahwa undang-undang syirkah telah digunakan dan diperlukan dalam kehidupan manusia.
Kecenderungan untuk bekerja dan bekerja sama adalah jawaban praktis untuk menghalalkan
aktivitas dengan pendekatan syirkah yang dimaksudkan.

B. Rukun dan Syarat Al-Musyarakah


Musyarakah termasuk akad bernama, yaitu akad yang diberi nama oleh Pembuat
Hukum Syariah dan memiliki ketentuan khusus yang berlaku untuknya dan tidak berlaku
untuk akad lain.5 Tujuan akad musyarakah adalah untuk melakukan persekutuan modal dan
usaha yang merupakan konseskuensi hukum yang ditimbulkan dari tujuan akad tersebut.
karena musyarakah termasuk dalam kategori kontrak atau akad perjanjian maka Rukun dan
syarat musyarakah adalah sama dengan rukun dan syarat akad (kontrak) pada umumnya,
mengenai syarat-syarat syirkah menurut Idris Ahmad adalah:
1) mengeluarkan kata-kata yang menunjukkan izin masing-masing anggota serikat
kepada pihak yang akan mengendalikan harta serikat
2) anggota serikat itu saling mempercayai, sebab masing-masing mereka adalah
wakil dari yang lain
3) mencampurkan harta sehingga tidak dapat dibedakan hak masing-masing, baik
berupa mata uang maupun bentuk yang lain.
Adapun rukun syirkah menurut paraulama meliputi;
1) Para pihak yang membuat akad (al-aqidan),
Pihak yang melakukan kontrak menyatakan bahwa mitra harus melakukan
transaksi dengan bijak dan sesuai syariat, serta memberi atau mendapatkan hak
kuasa perwakilan. Syarat-syaratnya:
a. Tamyiz
b. Berbilang pihak
2) Pernyataan kehendak para pihak (shigatul-aqad), syarat-syaratnya:
a. Dua pihak memiliki tujuan yang jelas
b. Ijab dan qabul harus sesuai kesepakatan
c. Kesepakatan harus mencapai titik temu baik secara urutan dan bersambung
5
Syamsul Anwar, (2007) Hukum Perjanjian Syariah, )Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada(, 69.
d. Kesatuan majelis
3) Objek akad (mahallul-aqad)
pemberian kontrak untuk barang yang sesuai dalam syirkah, seperti modal atau dana
di mana pemberian modal dilakukan dalam bentuk
uang tunai, tetapi beberapa ulama berpendapat bahwa jika dana tersebut berbentuk
aset bisnis dengan menggunakan barang atau lainnya. sampai dapat berbentuk hak
yang no-fisik, yaitu hak paten dan lisensi juga. Syarat-syaratnya:
a. dapat diserahkan
b. tertentu atau dapat ditentukan
c. dapat ditransaksikan
4) Tujuan akad (maudhu’ al-aqad), sama dengan kausa yang diperbolehkan,
syaratnya adalah tidak bertentangan dengan syarak.6
C. Jenis-Jenis Al-Musyarakah
Syrikah atau musyarakah secara garis besar terdapat pembagiannya, yaitu :
1. Syirkah Amlak (perserikatan dalam kepemilikan)
Syirkah Amlak berarti eksistensi suatu perkongsianm dalam memperoleh suatu
hal yang dijalankan dari kedua pihak ataupun lebih dan melibatkan hartanya. Tidak
perlu memulai atau didahului suatu kontrak atau akad dalam membentuknya, tetapi
terjadi dengan sendirinya serta mempunyai ciri masing-masing anggota tidak
mempunyai hak untuk mewakilkan dan mewakili terhadap partnernya. Syirkah amlak
ini terbagi menjadi dua yaitu:
a) Syirkah Ikhtiari, ialah terjadinya suatu perkongsian secara otomatis tetapi
bebas untuk menerima atau menolak. Otomatis berarti tidak memerlukan
kontrak untuk membentuknya. Hal ini dapat terjadi apabila dua orang atau
lebih mendapatkan hadiah atau wasiat bersama dari pihak ketiga, maka berhak
untuk menerima atau menolaknya.
b) Syirkah Jabari, ialah terjadinya suatu perkongsian secara otomatis dan paksa,
tidak ada alasan untuk menolaknya. Hal ini terjadi dalam proses waris
mewaris, manakala dua saudara atau lebih menerima warisan dari orang tua
mereka maka harus menerimanya.7
2. Syirkah Al Uqud, juga dikenal sebagai perserikatan atas dasar akad, adalah kesepakatan
yang dilakukan secara bersamaan oleh dua atau lebih pihak untuk memberikan modal

6
Sri Sudiarti, Fiqh Muamalah Kontemporer, (Medan : Febi Press, 2018), 147
7
Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007), 167
serta nilai untung dan rugi. Mengenai syirkah al-uqud ini para ulama membagi menjadi
beberapa macam :
a) Syirkah Inan, juga dikenal sebagai syirkah amwal, adalah bentuk kerja sama
antara dua atau lebih orang, di mana setiap pihak memberikan bagian dari total
dana dan berpartisipasi dalam pekerjaan, Para fuqaha' setuju bahwa syirkah ini
diizinkan oleh syari'ah, sehingga manfaat dan kerugian darinya dibagi sesuai
dengan kesepakatan sebelumnya, tidak harus sama rata yang didasarkan pada
porsi modal yang dimiliki masing-masing pihak.8
b) Syirkah Mufawadhah adalah kontrak yang disepakati oleh kedua pihak atau
lebih. Setiap orang berhak untuk menyumbangkan dana dan berpartisipasi
dalam usaha atau pekerjaannya dengan syarat masing-masing pihak
memberikan modal dengan jumlah yang sama dan melakukan Tindakan
hukum yang sama. Adapun nanti kedua belah pihak atau lebih itu berhak
menerima keuntungan dan kerugian yang sama rata jumlah dan kualitasnya.
Apabila Salah satu pihak bertindak hukum harus meminta izin atau
persetujuan terlebih dahulu dengan rekan serikatnya sebelum bertindak.
Menurut ulama’ Hanafiyah dan Zaidiyah, syirkah bentuk ini boleh karena
syirkah seperti ini telah umum di masyarakat dan tidak ada ulama’ yang
mengingkarinya. Sedangkan ulama’ Malikiyah tidak membolehkan syirkah
mufawadhah seperti yang dipahami ulama’ Hanafiyah, namun apabila masing-
masing pihak dapat bertindak hukum secara mutlak dan mandiri terhadap
modal kerja tanpa harus minta izin kepada anggota yang lain, maka boleh.
Demikian juga dengan ulama’ Syafi’iyah dan Hanabilah tidak membolehkan
syirkah yang dipahami ulama’ Hanafiyah, karena ketentuan tersebut sulit
diwujudkan, dan keduanya membolehkan syirkah seperti yang dipahami
ulama’ Malikiyah.
c) Syirkah abdan / syirkah a’mal adalah Kerjasama antara dua orang atau lebih
untuk menerima suatu pekerjaan, hasil atau upahnya dibagi bersama sesuai
dengan kesepakatan bersama. Syirkah abdan/syirkah a’mal merupakan jenis
usaha kolaboratif di mana tenaga kerja dan keahlian digunakan sebagai modal.
Ulama’ Malikiyah, Hanafiyah, Hanabilah dan Zaidiyah menyatakan
hukumnya boleh, karena tujuan utama kerjasama ini adalah mencari
keuntungan dengan modal kerja bersama. Dan menurut ulama’ Syafi’iyah,
8
Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid, pen: Abu Usamah Fatkhur Rahman, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2007), 168
Syi’ah Imamiyah dan Zufar bin Huzail (pakar fiqh Hanafi) berpendapat
hukumnya tidak sah, karena obyek syirkah adalah harta/modal bukan kerja.
d) Syirkah Wujuh yaitu Kerjasama antara dua orang atau lebih yang tidak
membutuhkan modal, melakukan pembelian dengan cara kredit dan
menjualnya
dengan cara tunai, lalu keuntungannya dibagi bersama. Syirkah Wujuh
merupakan usaha bersama dimana membutuhkan nama baik sebagai modal.
Ulama’ Hanafiyah, Hanabilah dan Zaidiyah berpendapat bahwa boleh. Namun
ulama’ Malikiyah, Syafi’iyah, Dhahiriyah dan Syiah Imamiyah menyatakan
tidak sah dan tidak boleh. Alasan mereka bahwa obyek syirkah adalah modal
dan kerja, sedangkan dalam syirkah wujuh obyek syirkahnya tidak jelas.

D. Tujuan dan Manfaat Musyarakah


Tujuan dari pada syirkah itu sendiri adalah memberi keuntungan kepada
karyawannya, memberi bantuan keuangan dari sebagian hasil usaha untuk mendirikan tempat
ibadah, sekolah dan sebagainya. Salah satu prinsip bagi hasil yang banyak dipakai dalam
sebuah usaha atau bisnis adalah akad musyarakah. Dimana musyarakah biasanya
diaplikasikan untuk pembiayaan proyek dimana nasabah dan bank secara bersama-sama
menyediakan dana untuk membiayai proyek tersebut. Setelah proyek itu selesai, nasabah
mengembalikan dana tersebut bersama bagi hasil yang telah disepakati untuk bank. Adapun
manfaat-manfaat yang muncul dari pembiayaan Musyarakah adalah meliputi:
1) Lembaga keuangan akan menikmati peningkatan dalam jumlah tertentu pada saat
keuntungan usaha nasabah meningkat,
2) Pengembalian pokok
3) pembiayaan disesuaikan dengan cash flow atau arus kas usaha nasabah, sehingga
tidak memberatkan nasabah,
4) Lembaga keuangan akan lebih selektif dan hati-hati mencari usaha yang benar-
benar halal, aman dan menguntungkan,

5) Prinsip bagi hasil dalam musyarakah atau musyarakah ini berbeda dengan prinsip
bunga tetap dimana bank akan menagih pembiayaan (nasabah) satu jumlah bunga
tetap berapapun keuntungan yang dihasilkan nasabah, bahkan sekalipun merugi
dan terjadi krisis ekonomi.

Resiko yang terjadi dalam pembiayaan musyarakah, relatif tinggi, meliputi:


1) Nasabah menggunakan dana itu bukan seperti yang disebutkan dalam kontrak,
2) Nasabah sering lalai dalam usaha dan melakukan kesalahan yang disengaja
guna kepentingan diri sendiri,
3) Penyembunyian keuntungan oleh nasabah, bila nasabahnya tidak jujur dan pihak
lembaga keuangan sulit untuk memperoleh data sebenarnya.

E. Penerapan atau Pengaplikasian Al-Musyarakah


Akad musyarokah pada dasarnya dapat diaplikasikan pada system kerjasama diberbagai
aspek ekonomi yang memenuhi objek akad (modal, pekerjaan, keuntungan / kerugian).
pengaplikasian musyarokah pada Lembaga keuangan syariah adalah sebagai berikut:
a. Aplikasi musyarakah dalam perbankan syariah
Musyarakat dalam konteks perbankan berarti perjanjian kesepakatan bersama
antara beberapa pemilik modal untuk memberikan modal sahamnya pada suatu
proyek. Terdapat beberapa ketentuan yang perlu diperhatikan dalam
mengimplementasikan musyarakah pada perbankan syari’ah, yaitu:
1. Pembiayaan suatu proyek investasi yang telah disetujui dilakukan
bersama- sama dengan mitra usaha yang lain sesuai dengan bagian
masing-masing yang telah ditetapkan
2 . Semua pihak termasuk bank syari’ah berhak ikut serta dalam manajemen
proyek Tersebut
2. Bila proyek ternyata rugi, maka semua pihak ikut menanggung kerugian
sebanding dengan pemberian modal.
Implementasi musyarakah dalam perbankan syariah dapat dijumpai pada
pembiayaan-pembiayaan seperti:
1. Pembiayaan Proyek ; Musyarakah diaplikasikan untuk pembiayaan proyek,
dimana nasabah dan pihak bank sama-sama memberikan dana untuk
membiayai proyek tersebut. Setelah proyek itu selesai nasabah
mengembalikan dana tersebut bersama dengan bagi hasil yang telah disepakati
dalam kontrak untuk pihak bank.
2. Modal Ventura ; Pada lembaga keuangan khusus yang dibolehkan melakukan
investasi dalam kepemilikan perusahaan, musyarakah diaplikasikan dalam
skema modal ventura. Penanaman modal dilakukan untuk jangka waktu
tertentu dan setelah itu bank melakukan divestasi atau menjual bagian
sahamnya, baik secara singkat maupun bertahap
Secara umum aplikasi perbankan dari musyarakah dapat digambarkan dalam skema
berikut ini :

b. Implementasi Musyarakah pada Asuransi Syariah


Musyarakah diaplikasikankan dalam asuransi syariah pada tahapan investasi
dana premi nasabah kepada para pengusaha. Hal ini berarti perusahaan asuransi
syariah menginvestasikan dananya pada perusahaan yang sudah memiliki modal
tetapi tidak cukup untuk menjalankan usaha ataupun bisnisnya. Inisiasi musyarokah
bisa terjadi perusahaan asuransi yang mencari perusahaan bisnis ataupun sebaliknya
dimana perusahaan bisnis yang mengajukan pembiayaan musyarakah kepada
Perusahaan asuransi.9
Mekanisme operasional musyarakah antara perusahaan asuransi dengan
perusahaan bisnis dapat digambarkan sebagai berikut:

9
Yadi Januari. Lembaga Keuangan Syariah. (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2015).82
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Al-Musyarakah atau biasa juga disebut syirkah adalah akad percampuran atau kerja sama
usaha dalam hukum islam antara dua pihak atau lebih untuk menjalankan suatu usaha
tertentu, dimana masing-masing pihak menanamkan modalnya dengan kesepakatan bahwa
keuntungan akan dibagi sesuai nisbah yang disepakati dan resiko ditanggung Bersama sesuai
kesepakatan bersama. Dan juga ayat-ayat Al-Quran dan Hadis Nabi Muhammad merupakan
landasan hukum atau dasar untuk syirkah
Rukun dan syarat musyarakah adalah sama dengan rukun dan syarat akad (kontrak) pada
umumnya, yaitu :
1) Para pihak yang membuat akad (al-aqidan),
2) Pernyataan kehendak para pihak (shigatul-aqad
3) Objek akad (mahallul-aqad)
4) Tujuan akad (maudhu’ al-aqad
Syrikah atau musyarakah secara garis besar juga terdapat dua pembagian jenisnya, yaitu :
1) Syirkah Amlak (perserikatan dalam kepemilikan)
2) Syirkah Al Uqud, juga dikenal sebagai perserikatan atas dasar akad
Tujuan dari pada syirkah itu sendiri adalah memberi keuntungan kepada karyawannya,
memberi bantuan keuangan dari sebagian hasil usaha koperasi untuk mendirikan ibadah,
sekolah dan sebagainya.
Adapun manfaat-manfaat yang muncul dari pembiayaan Musyarakah adalah meliputi:
1) Lembaga keuangan akan menikmati peningkatan dalam jumlah tertentu pada saat
keuntungan usaha nasabah meningkat,
2) Pengembalian pokok
3) pembiayaan disesuaikan dengan cash flow atau arus kas usaha nasabah, sehingga
tidak memberatkan nasabah,
Akad musyarokah pada dasarnya dapat diimplementasikan pada system kerjasama diberbagai
aspek ekonomi yang memenuhi objek akad (modal, pekerjaan, keuntungan / kerugian).
Implementasi musyarokah pada Lembaga keuangan syariah adalah sebagai berikut:
a. Aplikasi musyarakah dalam perbankan syariah
b. Implementasi Musyarakah pada Asuransi Syariah
B. Saran
Dalam penyusunan makalah ini, penulis telah memaksimalkan potensi dan juga
analisis. Oleh karena itu, kami pihak penyusun memohon agar pembaca lebih mengkritisi
makalah kami, baik dari segi kepenulisan maupun isi secara keseluruhan. Diharapkan pula,
pembaca maupun seluruh pihak yang berkaitan dalam penusunan makalah ini dapat
memberikan masukan berupa saran yang bersifat positif dan mendorong. Agar kelak
kedepannya kami dapat belajar dari kesalahan dan dapat memberikan yang lebih baik dari
sebelumnya. Demikian yang dapat disampaikan, terimakasih.
DAFTAR PUSTAKA

Subarid, Asyari, Mega, ” Al-Mashrafiyah”, Jurnal Ekonomi, Keuangan dan Perbankan


Syariah, Vol.6, No.1, (April 2022).
Akhmad Farroh Hasan, Fiqh Muammalah dari Klasik hingga Kontemporer (Teori dan
Praktek), (Malang : UIN Maliki Press, 2018).
Imam Mustofa, Fiqh Muamalah Kontemporer, (Jakarta, PT.Raja Grafindo Persada, 2016).
Mahmudatus Sa’diyah, Musyarakah Dalam Fiqih Dan Perbankan Syari’ah, Vol.6,No.2,
Desember 2014
Syamsul Anwar, (2007) Hukum Perjanjian Syariah, )Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada(.
Sri Sudiarti, Fiqh Muamalah Kontemporer, (Medan : Febi Press, 2018).
Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007).
Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid, pen: Abu Usamah Fatkhur Rahman, (Jakarta: Pustaka
Azzam, 2007).
Yadi Januari. Lembaga Keuangan Syariah. (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2015).

Anda mungkin juga menyukai