Disusun Oleh :
1. Fitri Nistia Ervina (2350210122)
2. Radifa Alfilha (2350210127)
3. Gita Nur Safitri (2350210130)
Kelas DIMBR
Penyusun
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR.............................................................................................................. 2
DAFTAR ISI................................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................................................4
A. Latar Belakang.................................................................................................................. 4
B. Rumusan Masalah............................................................................................................ 4
BAB II PEMBAHASAN................................................................................................................5
A. Definisi Serta Dasar Hukum Al-Musyarakah.....................................................................5
B. Rukun dan Syarat Al-Musyarakah.....................................................................................7
C. Jenis-Jenis Al-Musyarakah................................................................................................8
D. Tujuan dan Manfaat Musyarakah...................................................................................10
E. Penerapan atau Pengaplikasian Al-Musyarakah.............................................................11
BAB III PENUTUP.....................................................................................................................14
A. Kesimpulan..................................................................................................................... 14
B. Saran...............................................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................16
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam dunia bisnis yang terus berkembang, praktik bisnis yang mencerminkan
prinsip-prinsip etika dan nilai-nilai sosial menjadi semakin penting. Di tengah tantangan
globalisasi dan kompleksitas ekonomi, konsep bisnis berdasarkan prinsip-prinsip syariah atau
Islam menjadi alternatif yang menarik bagi individu dan entitas bisnis yang ingin
menjalankan usaha secara etis dan sesuai dengan keyakinan agama mereka.
Al-Musyarakah adalah salah satu konsep bisnis dalam hukum Islam yang paling
menarik. Yaitu jenis perjanjian kerjasama yang memungkinkan dua pihak atau lebih untuk
berbagi modal, tanggung jawab, dan hasil bisnis. Konsep ini juga memungkinkan pemangku
kepentingan untuk berpartisipasi dalam bisnis dengan mematuhi prinsip-prinsip syariah
seperti keadilan, transparansi, dan integritas.
Analisis hukum al-Musyarakah juga menjadi perhatian utama. Untuk melindungi hak
dan kewajiban semua pihak yang terlibat dalam al-Musyarakah, pengaturan hukum yang
tepat sangat penting. Oleh karena itu, sangat penting untuk memahami pengaturan hukum dan
bagaimana hal itu berdampak pada praktik bisnis. Makalah ini akan membahas lebih lanjut
tentang konsep al-Musyarakah, aplikasinya dalam bisnis, serta perlunya analisis hukum
dalam konteks ini.
B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi serta dasar hukum Al-Musyarakah?
2. Apa saja Syarat dan rukun Al-Musyarakah?
3. Apa jenis-jenis Al-Musyarakah?
4. Apa tujuan dan manfaat Al-Musyarakah?
5. Bagaimana penerapan Al-Musyarakah?
BAB I
PEMBAHASAN
1
Subarid, Asyari, Mega, ” Al-Mashrafiyah”, Jurnal Ekonomi, Keuangan dan Perbankan Syariah, Vol.6, No.1,
(April 2022), 5.
2
Akhmad Farroh Hasan, Fiqh Muammalah dari Klasik hingga Kontemporer (Teori dan Praktek), (Malang : UIN
Maliki Press, 2018), 73
melakukan amalan yang sholeh karena merekalah yang tidak mau mendhalimi orang lain.
Tetapi alangkah sedikitnya jumlah orang-orang yang seperti itu.
َفُهْم ُش َر َك ۤا ُء ِفى الُّثُلِث
“Mereka Berbagi dalam memperoleh bagian sepertiga.” (QS.An-Nisa: 12)
M. Quraish Shihab menerangkan bahwa bagian waris yang diberikan kepada saudara
seibu baik laki-laki maupun perempuan yang lebih dari seorang, maka bagiannya adalah
sepertiga dari harta warisan, dan dibagi rata sesudah wasiat dari almarhum ditunaikan tanpa
memberi madhorot kepada ahli waris (Shihab, 2002: 366). Dari kedua ayat diatas
menunjukan bahwa Allah SWT mengakui adanya perserikatan dalam kepemilikan harta.
Hanya saja surat Shaad ayat 24 menyebutkan perkongsian terjadi atas dasar akad (ikhtiyari).
Sedangkan surat An-Nisa menyebutkan bahwa perkongsian terjadi secara otomatis (Jabr)
karena waris (Antonio, 1999: 130).
Dan hadits Rasulullah saw.:
َع ْن َأِبي ُهَر ْيَر َة َر َفَع ُه َقاَل ِإَّن َهَّللا َيُقوُل َأَنا َثاِلُث الَّش ِريَكْيِن َم ا َلْم َيُخْن َأَح ُدُهَم ا َص اِحَبُه َفِإَذ ا َخ اَنُه َخ َر ْج ُت ِم ْن َبْيِنِهَم ا
“Dari Abu Hurairah Aku, Rasulullah saw. berkata “Sesungguhnya Allah Azza Wa
Jalla berfirman: pihak ketiga dari dua orang yang bersyarikat selama salah satunya tidak
mengkhianati lainnya, apabila salah seorang diantara mereka menghianati lainnya,maka
aku keluar dari Persekutuan mereka”. (HR. Abu Dawud – no 2936, dalam kitab Al-Buyu‟
dan Hakim).3
Hadis ini menerangkan bahwa jika dua orang bekerja sama dalam satu usaha, maka
Allah ikut menemani dan memberikan berkah-Nya, selama tidak ada teman yang
mengkhianatinya. Koperasi akan jatuh nilainya jika terjadi penyelewengan oleh pengurusnya.
Inilah yang diperingatkan Allah SWT, bahwa dalam berkoperasi masih banyak jalan dan cara
yang memungkinkan untuk berkhianat terhadap sesama anggotanya. Itulah koperasi yang
dijauhi atau diangkat berkahnya oleh Allah SWT, maka kejujuran harus diterapkan kembali.
Dengan melihat hadis tersebut diketahui bahwa masalah serikat (koperasi) sudah dikenal
sejak sebelum Islam datang, dan dimuat dalam buku-buku ilmu
fiqh Islam. Dimana koperasi termasuk usaha ekonomi yang diperbolehkan dan termasuk
salah satu cabang usaha.4
نا يدا هلل على الشريكين ما لم يتخاو
3
Imam Mustofa, Fiqh Muamalah Kontemporer, (Jakarta, PT.Raja Grafindo Persada, 2016), 129-130
4
Mahmudatus Sa’diyah, Musyarakah Dalam Fiqih Dan Perbankan Syari’ah, Vol.6,No.2, Desember 2014
“Pertolongan Allah akan selalu me nyertai dua pihak yang berkongsi atau bersekutu, selama
mereka tidak saling mengkhianati”
Selain dasar hukum tersebut, musyarakah juga disyariatkan atas dasar ijma‟ ataupun
kesepakatan ulama serta para umat islam. Dalam konteks Indonesia, yang menunjukkan
bahwa undang-undang syirkah telah digunakan dan diperlukan dalam kehidupan manusia.
Kecenderungan untuk bekerja dan bekerja sama adalah jawaban praktis untuk menghalalkan
aktivitas dengan pendekatan syirkah yang dimaksudkan.
6
Sri Sudiarti, Fiqh Muamalah Kontemporer, (Medan : Febi Press, 2018), 147
7
Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007), 167
serta nilai untung dan rugi. Mengenai syirkah al-uqud ini para ulama membagi menjadi
beberapa macam :
a) Syirkah Inan, juga dikenal sebagai syirkah amwal, adalah bentuk kerja sama
antara dua atau lebih orang, di mana setiap pihak memberikan bagian dari total
dana dan berpartisipasi dalam pekerjaan, Para fuqaha' setuju bahwa syirkah ini
diizinkan oleh syari'ah, sehingga manfaat dan kerugian darinya dibagi sesuai
dengan kesepakatan sebelumnya, tidak harus sama rata yang didasarkan pada
porsi modal yang dimiliki masing-masing pihak.8
b) Syirkah Mufawadhah adalah kontrak yang disepakati oleh kedua pihak atau
lebih. Setiap orang berhak untuk menyumbangkan dana dan berpartisipasi
dalam usaha atau pekerjaannya dengan syarat masing-masing pihak
memberikan modal dengan jumlah yang sama dan melakukan Tindakan
hukum yang sama. Adapun nanti kedua belah pihak atau lebih itu berhak
menerima keuntungan dan kerugian yang sama rata jumlah dan kualitasnya.
Apabila Salah satu pihak bertindak hukum harus meminta izin atau
persetujuan terlebih dahulu dengan rekan serikatnya sebelum bertindak.
Menurut ulama’ Hanafiyah dan Zaidiyah, syirkah bentuk ini boleh karena
syirkah seperti ini telah umum di masyarakat dan tidak ada ulama’ yang
mengingkarinya. Sedangkan ulama’ Malikiyah tidak membolehkan syirkah
mufawadhah seperti yang dipahami ulama’ Hanafiyah, namun apabila masing-
masing pihak dapat bertindak hukum secara mutlak dan mandiri terhadap
modal kerja tanpa harus minta izin kepada anggota yang lain, maka boleh.
Demikian juga dengan ulama’ Syafi’iyah dan Hanabilah tidak membolehkan
syirkah yang dipahami ulama’ Hanafiyah, karena ketentuan tersebut sulit
diwujudkan, dan keduanya membolehkan syirkah seperti yang dipahami
ulama’ Malikiyah.
c) Syirkah abdan / syirkah a’mal adalah Kerjasama antara dua orang atau lebih
untuk menerima suatu pekerjaan, hasil atau upahnya dibagi bersama sesuai
dengan kesepakatan bersama. Syirkah abdan/syirkah a’mal merupakan jenis
usaha kolaboratif di mana tenaga kerja dan keahlian digunakan sebagai modal.
Ulama’ Malikiyah, Hanafiyah, Hanabilah dan Zaidiyah menyatakan
hukumnya boleh, karena tujuan utama kerjasama ini adalah mencari
keuntungan dengan modal kerja bersama. Dan menurut ulama’ Syafi’iyah,
8
Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid, pen: Abu Usamah Fatkhur Rahman, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2007), 168
Syi’ah Imamiyah dan Zufar bin Huzail (pakar fiqh Hanafi) berpendapat
hukumnya tidak sah, karena obyek syirkah adalah harta/modal bukan kerja.
d) Syirkah Wujuh yaitu Kerjasama antara dua orang atau lebih yang tidak
membutuhkan modal, melakukan pembelian dengan cara kredit dan
menjualnya
dengan cara tunai, lalu keuntungannya dibagi bersama. Syirkah Wujuh
merupakan usaha bersama dimana membutuhkan nama baik sebagai modal.
Ulama’ Hanafiyah, Hanabilah dan Zaidiyah berpendapat bahwa boleh. Namun
ulama’ Malikiyah, Syafi’iyah, Dhahiriyah dan Syiah Imamiyah menyatakan
tidak sah dan tidak boleh. Alasan mereka bahwa obyek syirkah adalah modal
dan kerja, sedangkan dalam syirkah wujuh obyek syirkahnya tidak jelas.
5) Prinsip bagi hasil dalam musyarakah atau musyarakah ini berbeda dengan prinsip
bunga tetap dimana bank akan menagih pembiayaan (nasabah) satu jumlah bunga
tetap berapapun keuntungan yang dihasilkan nasabah, bahkan sekalipun merugi
dan terjadi krisis ekonomi.
9
Yadi Januari. Lembaga Keuangan Syariah. (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2015).82
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Al-Musyarakah atau biasa juga disebut syirkah adalah akad percampuran atau kerja sama
usaha dalam hukum islam antara dua pihak atau lebih untuk menjalankan suatu usaha
tertentu, dimana masing-masing pihak menanamkan modalnya dengan kesepakatan bahwa
keuntungan akan dibagi sesuai nisbah yang disepakati dan resiko ditanggung Bersama sesuai
kesepakatan bersama. Dan juga ayat-ayat Al-Quran dan Hadis Nabi Muhammad merupakan
landasan hukum atau dasar untuk syirkah
Rukun dan syarat musyarakah adalah sama dengan rukun dan syarat akad (kontrak) pada
umumnya, yaitu :
1) Para pihak yang membuat akad (al-aqidan),
2) Pernyataan kehendak para pihak (shigatul-aqad
3) Objek akad (mahallul-aqad)
4) Tujuan akad (maudhu’ al-aqad
Syrikah atau musyarakah secara garis besar juga terdapat dua pembagian jenisnya, yaitu :
1) Syirkah Amlak (perserikatan dalam kepemilikan)
2) Syirkah Al Uqud, juga dikenal sebagai perserikatan atas dasar akad
Tujuan dari pada syirkah itu sendiri adalah memberi keuntungan kepada karyawannya,
memberi bantuan keuangan dari sebagian hasil usaha koperasi untuk mendirikan ibadah,
sekolah dan sebagainya.
Adapun manfaat-manfaat yang muncul dari pembiayaan Musyarakah adalah meliputi:
1) Lembaga keuangan akan menikmati peningkatan dalam jumlah tertentu pada saat
keuntungan usaha nasabah meningkat,
2) Pengembalian pokok
3) pembiayaan disesuaikan dengan cash flow atau arus kas usaha nasabah, sehingga
tidak memberatkan nasabah,
Akad musyarokah pada dasarnya dapat diimplementasikan pada system kerjasama diberbagai
aspek ekonomi yang memenuhi objek akad (modal, pekerjaan, keuntungan / kerugian).
Implementasi musyarokah pada Lembaga keuangan syariah adalah sebagai berikut:
a. Aplikasi musyarakah dalam perbankan syariah
b. Implementasi Musyarakah pada Asuransi Syariah
B. Saran
Dalam penyusunan makalah ini, penulis telah memaksimalkan potensi dan juga
analisis. Oleh karena itu, kami pihak penyusun memohon agar pembaca lebih mengkritisi
makalah kami, baik dari segi kepenulisan maupun isi secara keseluruhan. Diharapkan pula,
pembaca maupun seluruh pihak yang berkaitan dalam penusunan makalah ini dapat
memberikan masukan berupa saran yang bersifat positif dan mendorong. Agar kelak
kedepannya kami dapat belajar dari kesalahan dan dapat memberikan yang lebih baik dari
sebelumnya. Demikian yang dapat disampaikan, terimakasih.
DAFTAR PUSTAKA