Disusun Oleh :
Kelompok 9 - A2PSR
TAHUN 2023
i
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji dan syukur diucapkan kepada allah swt yang
telah memberikan anugerah dan nikmatnya yang tak terhingga sehingga penulis
dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Studi Fiqih Dengan Pendekatan
Maqoshid Al-Syariah”. Sholawat dan salam semoga terus tercurahkan kepada
junjungan kita Nabi Agung Muhammad saw. yang telah diberikan kami dapat
menyusun dan menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu.
Terima kasih.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
A. Kesimpulan ....................................................................................... 17
B. Saran ................................................................................................. 18
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Oleh karena itu dalam perspektif sejarah pemikiran Islam (ushul fiqh),
Nuruddin al-Khadimi yang banyak membicarakan tentang Maqashid alSyari’ah,
maka penulis merasa penting untuk mendiskusikannya serta mengkaitkannya
1
dengan kemungkinan peranannya dalam pengembangan 3 Untuk kajian tentang
mashlahah lebih jauh, baca misalnya. ijtihad dewasa ini. Mengingat pentingnya
penelitian ini karena berbagai tuntutan-tuntutan perubahab dan dinamika
masyarakat yang melahirkan berbagai persoalan hukum. Dengan langkah-
langkah yang demikian, diharapkan hukum Islam mampu memberikan
jawaban-jawaban terhadap segala permasalahan hukum yang muncul dewasa
ini, dengan meletakkan Maqasid al-Syariah sebagai pertimbangan yang sangat
menentukan dalam mekanisme ijtihad.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
2
BAB II
PEMBAHASAN
1
Ahmad Sarwat, Maqashid Syariah, (Jakarta: Rumah Fiqih Publishing, 2019), 10.
2
Busyro, Maqashid Al-Syariah, (Jakarta: Kencana, 2019), 6-7.
3
penuh pertimbangan dan ditujukan untuk mencapai sesuatu yang dapat
mengantarkan seseorang kepada jalan yang lurus (kebenaran), dan
kebenaran yang didapatkan itu mestilah diyakininya serta diamalkannya
secara teguh. Selanjutnya dengan melakukan sesuatu itu diharapkan dapat
menyelesaikan masalah yang dihadapinya dalam kondisi apapun3.
2. Syariah
Adapun kata syariah secara bahasa berarti maurid al-maalladzi
tasyra‟u fihi al-dawab (tempat air mengalir, di mana hewan-hewan minum
dari sana). Seperti dalam hadis Nabi, fa asyra‟a naqatahu, artinya
adkhalaha fi syariah al-ma (lalu ia memberi minum untanya, artinya ia
memasukkan unta itu ke dalam tempat air mengalir). Kata ini juga berarti
masyra‟ah al-ma (tempat tumbuh dan sumber mata air), yaitu mawrid al-
syaribah allati yasyra‟uha al-nas fayasyribuhu minha wa yastaquna
(tempat lewatnya orang-orang yang minum, yaitu manusia yang
mengambil minuman dari sana atau tempat mereka mengambil air)4.
Pemakaian kata al-syariah dengan arti tempat tumbuh dan sumber
mata air bermakna bahwa sesungguhnya air merupakan sumber kehidupan
manusia, binatang, dan tumbuh-tumbuhan. Demikian pula halnya dengan
agama Islam merupakan sumber kehidupan setiap muslim,
kemaslahatannya, kemajuannya, dan keselamatannya, baik di dunia
maupun di akhirat. Tanpa syariah manusia tidak akan mendapatkan
kebaikan, sebagaimana ia tidak mendapatkan air untuk diminum. Oleh
karena itu, syariat islam merupakan sumber setiap kebaikan, pengharapan,
kebahagiaan, baik dalam kehidupan di dunia maupun kehidupan di akhirat
nanti.
Dengan demikian, maqashid al-syariah artinya adalah upaya
manusia untuk mendapatkan solusi yang sempurna dan jalan yang benar
berdasarkan sumber utama ajaran islam, al-quran dan Hadis Nabi SAW.
3
Ibid, 7.
4
Ibid, 7.
4
Secara terminologi, Al-Ghazali misalnya, di dalam Al-Mustashfa
hanya menyebutkan ada lima maqashid syariah, yaitu memelihara agama,
jiwa, akal, keturunan dan harta. Namun tidak menyebutkan definisinya,
namun belum mencakup keseluruhannya5.
Namun demikian, definisi maqashid syariah hanya akan kita
temukan hanya akan kita temukan pada karya ulama modern.
a. Ibnu Asyur
Di antara ulama modern adalah Ibnu Asyur (w. 1393 H). Maqashid
syariah beliau di definisikan ada dua macam, yaitu umum dan
khusus.
Definisi Maqashid Syariah yang umum menurut Ibnu Asyur:
ؼظًها
ااناَيَي وانحكى انهحىظة نهشاسع في جيغ أحىال انحششيغ أو ي
ؼؼ ان
ؼاية جصشفاجهفي
ؼة اونحفع يصهححهى ان
انقصىد نهشاسع نححقيق يقاصذ انُاس انُاف
انخاصة انكيفيات
5
Ahmad Sarwat, Maqashid Syariah, (Jakarta: Rumah Fiqih Publishing, 2019), 18.
6 Ahmad Sarwat, Maqashid Syariah, (Jakarta: Rumah Fiqih Publishing, 2019), 19.
5
Maqashid syariah adalah tujuan syariah dan rahasia yang
ditetapkan oleh Syari‟ yaitu Allah SWT pada setiap hukum dari
hukum-hukumnya.
c. Ar-Raisuni
ؼباد
ؼة آلجم جحقيقها نصهحة ان
ؼث انششي
انغايات انحي وض
Tujuan-tujuan yang ditetapkan oleh syariah demi untuk
kemaslahatan hamba.
d. Wahbah Az-Zuhaili
ؼظهااو
ااناَيَي واآلهذاف انهحىظة في جيغ احكايه ي
ؼؼ ان
Makna-makna serta sasaran-sasaran yang disimpulkan pada
semua hukum atau pada kebanyakannya, atau tujuan dari syariat
serta rahasia-rahasia yang ditetapkan Syari‟ (Allah SWT) pada
setiap hukum dari hukum-hukumnya.
Berdasarkan definisi-definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa
maqashid al-syariah itu adalah rahasia-rahasia dan tujuan akhir yang
hendak diwujudkan oleh Syar‟i dalam setiap hukum yang ditetapkanNya7.
Dengan demikian, maqashid al-syariah itu merupakan tujuan dan kiblat
dari hukum syara‟, dimana semua mujtahid harus menghadapakan
perhatiannya ke sana. Salah satu prinsip yang dikedepankan dalam
maqashid al-syariah adalah mengambil jalan tengah dan tidak berlebih-
lebihan dalam mengaplikasikannya, karena maslahah yang akan
diwujudkan itu harus mengacu kepada wahyu, tidak semata-mata hasil
pemikiran semata8.
Keberadaan maqashid al-syariah, sebagai sebuah teori hukum,
juga berawal dari kesepakatan mayoritas ulama dan mujtahid (ijma‟). Dari
sisi ijma‟ dapat dilihat ulama-ulama salaf dan khalaf, dari dahulu sampai
6
sekarang, menyepakati bahwa syariat islam itu mengandung kemudahan
dan meniadakan taklif yang tidak disanggupi oleh umat.
Maqashid al-syariah yang merupakan penelusuran terhadap tujuan-
tujuan Allah SWT dalam menetapkan hukum, mesti mendapatkan
perhatian yang besar. Dari sisi logika berpikir, ketika tujuan-tujuan
tersebut diketahui oleh mujtahid, atas dasar itulah dilakukan pemahaman
hukum islam dan untuk selanjutnya digunakan dalam pengembangan
hukum islam dalam rangka menjawab permasalahan hukum islam yang
baru. Hal ini mengingat terbatas dalildalil hukum yang terdapat dalam Al-
Qur‟an dan Sunnah Nabi SAW, sedangkan permasalahan yang dihadapi
umat tidak pernah habishabisnya. Tanpa mengetahui maqashid al-syariah
hukum islam akan mengalami stagnasi dan dikhawatirkan penetapan
hukum tidak akan mencapai sasaran yang diinginkan oleh Allah SWT, dan
lebih lanjut tidak akan mempunyai nilai yang digariskan dalam prinsip-
prinsip hukum islam itu sendiri.
9 M. Syukri Albani Nasution, Rahmat Hidayat Nasution, Filsafat Hukum Islam &
Maqashid Syariah, (Jakarta: Kencana, 2020), 44.
7
ketiga kategori tersebut ialah untuk memastikan bahwa kemaslahatan
kaum muslimin, baik di dunia maupun di akhirat terwujud dengan cara
yang terbaik karena Tuhan berbuat demi kebaikan hambaNya.
a. Al-maqashid ad-daruriyat, secara bahasa artinya adalah kebutuhan yang
mendesak. Dapat dikatakan aspek-aspek kehidupan yang sangat penting
dan pokok demi berlangsungnya urusan-urusan agama dan kehidupan
manusia secara baik. Pengabaian terhadap aspek tersebut akan
mengakibatkan kekacauan dan ketidakadilan di dunia ini, dan kehidupan
akan berlangsung dengan sangat tidak menyenangkan. Daruriyat
dilakukan dalam dua pengertian, yaitu pada satu sisi kebutuhan itu harus
diwujudkan dan diperjuangkan, sementara di sisi lain segala hal yang
dapat menghalangi pemenuhan kebutuhan tersebut harus disingkirkan.
b. Al-maqasyid al-hajiyyat, secara bahasa artinya kebutuhan. Dapat
dikatakan adalah aspek-aspek hukum yang dibutuhkan untuk meringankan
beban yang teramat berat, sehingga hukum dapat dilaksanakan dengan
baik. Contohnya mempersingkat ibadah dalam keadaan terjepit atau sakit,
di mana penyederhanaan hukum muncul pada saat darurat dalam
kehidupan sehari-hari.
c. Al-maqasyid at-tahsiniyyat, secara bahasa berarti hal-hal penyempurna.
Menunjuk pada aspek-aspek hukum seperti anjuran untuk memerdekakan
budak, berwudhu sebelum shalat, dan bersedekah kepada orang miskin.
Kelima prinsip universal dikelompokkan sebagai kategori teratas
daruriyat secara epistemologi mengandung kepastian, maka mereka tidak
dapat dibatalkan. Justru kesalahan apapun yang memengaruhi kategori
daruriyat ini akan menghasilkan berbagai konsekuensi yang berada jauh
dari kelima prinsip universal tadi. Dua kategori lainnya hajiyyat dan
tahsiniyyat yang secara struktural tunduk pada dan secara substansial
merupakan pelengkap dari daruriyat akan terpengaruh, meskipun hal
apapun yang mengganggu tahsiniyyat akan sedikit berpengaruh pada
hajiyyat. Sejalan dengan itu maka memperhatikan ketiga kategori tersebut
8
berdasarkan urutan kepentingannya dimulai dari daruriyyat dan di akhiri
oleh tahsiniyyat10.
Salah satu bagian penting dari pembagian hukum adalah kesediaan
untuk mengakui bahwa kemaslahatan yang dimiliki oleh manusia di dunia
dan di akhirat dipahami sebagai sesuatu yang relatif, tidak absolut. Dengan
kata lain, kemaslahatan tidak akan diperoleh tanpa pengorbanan sedikitpun.
Sebagai contoh semua kemaslahatan yang diatur oleh hukum yang
berkenaan dengan kehidupan seperti pangan, sandang dan papan
memerlukan pengorbanan dalam batas yang wajar. Tujuan dari pada
hukum adalah untuk melindungi dan mengembangkan perbuatan-
perbuatan yang lebih banyak kemaslahatannya, dan melarang perbuatan-
perbuatan yang diliputi bahaya dan memerlukan pengorbanan yang tidak
semestinya.
1. Masalah itu harus riel atau berdasarkan prediksi yang kuat dan bukan
khayalan.
2. Maslahat yang ingin diwujudkan harus benar-benar dapat diterima akal.
3. Harus sesuai dengan tujuan syariat secara umum, dan tidak
bertentangan dengan prinsip umum syariat.
4. Mendukung realisasi masyarakat daruriyyat atau menghilangkan
kesulitan yang berat dalam beragama.
10
Ibid, 45.
9
4. Mempersempit perselelisihan dan ta‟shub di antara pengikut mazhab
fiqh.
11
Ibid, 46.
10
Allah menjadikan kalian sebagai umat pertengahan, adil lagi terpilih, dan
keadilan kalian telah disaksikan oleh semua umat. Pada hari kiamat
seluruh umat telah mengakui kepenghuluan umat Muhammad maka
kesaksian tersebut dapat diterima yang menyatakan bahwa para rasul
telah menyampaikan risalah Tuhan mereka. Tunaikanlah hak Allah yang
ada pada kalian yaitu dengan mengerjakan semua yang di fardhukan,
menaati segala kewajiban di antaranya melaksanakan shalat, menunaikan
zakat, berbuat baik kepada semua makhluk. Hendaklah meminta
pertolongan kepada Allah telah memilih kalian di atas semua umat,
mengutamakan, memuliakan kalian dan mengkhususkan kalian dengan
Rasul yang paling mulia dan syariat yang paling sempurna. Allah
senantiasa memberikan kemudahan kepada manusia dalam keadaan
darurat seperti, dibolehkannya mengkasar shalat. Allah menjadikan kalian
sebagai umat pertengahan, adil lagi terpilih, dan keadilan kalian telah
disaksikan oleh semua umat. Pada hari kiamat seluruh umat telah
mengakui kepenghuluan umat Muhammad maka kesaksian tersebut dapat
diterima yang menyatakan bahwa para rasul telah menyampaikan risalah
Tuhan mereka. Tunaikanlah hak Allah yang ada pada kalian yaitu dengan
mengerjakan semua yang di fardhukan, menaati segala kewajiban
diantaranya melaksanakan shalat, menunaikan zakat, berbuat baik kepada
semua makhluk. Hendaklah meminta pertolongan kepada Allah,
bahwasanya Allah adalah sebaik-baiknya pelindung dan sebaik-baiknya
penolong terhadap musuh.
b. Maqoṣhid al-khāṣṣah
(Specific maqāṣid/tujuan-tujuan khusus) adalah cara-cara yang
dikehendaki syar‟i untuk merealisasikan kemanfaatan manusia atau untuk
menjaga kemaslahatan umum dalam amal perbuatan yang khusus pada
bab tertentu atau bab hukum yang sejenis. Misalnya, tujuan syariat dalam
hukum-hukum terkait munakahat. Allah telah menciptakan mereka dari
seorang diri (Adam a.s). Hawa a.s. diciptakan dari tulang rusuk Adam a.s
kemudian Allah mengembangbiakkan banyak laki-laki dan perempuan
11
dari keduanya. Allah mengawasi semua keadaan dan semua perbuatan
manusia.
c. Maqāṣid juz`iyah
(Partial maqāṣid/tujuan-tujuan parsial) adalah tujuan dan nilai
yang ingin direalisasikan dalam pentasyri‟an hukum tertentu, seperti
tujuan kejujuran dan hafalan dalam ketentuan persaksian lebih dari satu
orang, menghilangkan kesulitan pada hukum bolehnya tidak berpuasa
bagi orang yang tidak sanggup berpuasa karena sakit, bepergian atau
lainnya12.
12
Dapartemen Agama RI, Al-quran dan terjemahnya, (Jakarta: diponegoro, 2005), 264.
12
3. Membuka dan menutup sarana
Menurut Ahmad ar-raisuni, orientasi membuka dan menutup sarana
adalah contoh aplikatif dari kaidah maqoshid al-syariah yang beerkaitan
dengan membedakan antara tujuan (al-maqosid) dan perantara (al-wasa’il).
Hakikat dari poin ini adalah, bahwa dengan mempelajari maqosid al-syariah,
maka kita akan mampu memberi status hukum boleh tidaknya jalan atau
proses yang menuju ke muara suatu perbuatan. Misalnya, apabila “tujuan” nya
merupakan perbuatan yang dilarang, maka “sarana”nya pun juga dilarang, dan
sebaliknya.
4. Memperhatikan tujuan-tujuan manusia
Dengan mempelajari maqoshid al-syariah, seorang fuqaha atau
mujtahid akan mampu memberikan apresiasi dan pertimbangan terhadap
tujuan-tujuan hidup manusia. Artinya bahwa seorang mujtahid bisa
mempertimbangkan dan memposisikan maqoshid al-syariah sebagai indikator
utama dalam berinteraksi sosial.
5. Maqoshid menghilangkan kejenuhan dan memupuk etos kerja
Ahmad ar-raisuni berpendapat, jika manusia tidak mengetahui tujuan
dan perbuatannya, tidak mengetahui titik akhir atau manfaat dari kegiatannya,
maka ia akan cepat merasa bosan, malas, ragu bahkan dapat menghentikan
kegiatannya. Oleh karena itu, maqoshid al-syariah memberikan kesadaran
penuh kepada manusia untuk mengetahui tujuan di balik perintah dan larangan
yang di tetapkan Allah. Sehingga dengan memahami tujuan itu, maka
harapannya adalah segala bentuk perintah da larangan yang di tetapkan oleh
Allah dapat di lakukan dengan istiqomah.
6. Maqoshid sebagai perangkat dakwah islamiyah
Faedah lain dari mempelajari maqoshid al-syariah adalah seorang
pendakwah bisa memahami kondisi sosial masyarakatnya, kondisi dimana ia
berdakwah, dan kondisi zaman pada waktu ia berdakwah. Di samping itu,
13
seorang pendakwah juga bisa memahami subjek dakwah, dalam konteks ini
yang di maksud adalah pemahaman-pemahaman tentang seputar agama13.
13
Muhammad khotibul Umam, Pengembangan konsep Maqosid Al syariah menurut Ar-
raisuni
14
Waryani fajar Riyanto, Pertingkatan Kebutuhan Dalam Maqashid Asy-Syari’ah, Dalam
Jurnal Hukum Islam (JHI), Volume 8, Nomor 1, Juni 2010.
15
Al-Yasa’ Abu bakar, Metode Istislahiah, Pemanfatan Ilmu Pengetahuan dalam Ushul
Fiqh (Jakarta : Kencana, 2016), 11.
14
juga. Kebutuhan akan fatwa dan ijtihad jamā‘i semakin meningkat. Naṣṣ
yang ada, secara langsung belum cukup untuk menjawab problematika yang
ada. Jika terabaikan maka kehidupan akan rusak. Disinilah butuh istinbāṭ
hukum dengan menilik maqāsid asy-syarī‘ah dan maṣlaḥah secara tepat dan
profesional. Jadi, untuk mengembangkan ekonomi Islam, para ekonom
Muslim harus berpegang kepada maṣlaḥah. Karena maṣlaḥah adalah
saripati dari syari’ah. Para ulama menyatakan ‚di mana ada maṣlaḥah, maka
di situ ada syariah Allah16.
Menurut Al Yasa’ Abu Bakar, penetapan hukum dengan metode
istislāḥiyah (maṣlaḥah) dapat digunakan dalam menyelesaikan dalam empat
jenis masalah, yaitu:17
3. Sampai batas tertentu, pola dan metode istiṣlāḥiyah ini tidak diperlukan
untuk menyelesaikan kasus-kasus baru, tetapi dapat juga digunakan
untuk meneliti ulang, mengubah memperbaiki satau menyempurnakan
peraturan lama.
4. Suatu masalah yang dahulu dianggap mempunyai Naṣṣ khusus, tetapi
ketika diteliti ulang terbukti penggunaannya tidak tepat, sehingga butuh
metode istiṣlāḥiyah.
15
Dari empat bentuk masalah diatas, sangat jelas bahwasanya masalah
dalam ekonomi sangat butuh kepada metode penalaran ini. Kesimpulannya
maqāṣid asy-syarī‘ah dan maṣlaḥah dengan metode istiṣlāḥiyah mempunyai
kedudukan yang sangat penting dalam fikih Muamalah terutama dalam
mu‘āmalah māliyah (interaksi ekonomi). Dengan maṣlaḥah, syariah Islam
memiliki relevansi dengan konteks zamannya dan menjadi syariah selalu up
to date menyapa segenap persoalan kehidupan manusia dengan cahaya
ajarannya yang mencerahkan. Melalui maṣlaḥah akan terealisasi
kemakmuran dan kesejahteraan dan kemurnian pengabdian kepada Tuhan.
Pengabaian maṣlaḥah akan mendorong pada pengabaian kebutuhan manusia
untuk melanjutkan hidup di dunia dan bahkan untuk mencapai kebahagian
di akhirat.
16
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Berdasarkan definisi-definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa
maqashid al-syariah itu adalah rahasia-rahasia dan tujuan akhir
yang hendak diwujudkan oleh Syar‟i dalam setiap hukum yang
ditetapkanNya. Dengan demikian, maqashid al-syariah itu
merupakan tujuan dan kiblat dari hukum syara‟, dimana semua
mujtahid harus menghadapakan perhatiannya ke sana. Salah satu
prinsip yang dikedepankan dalam maqashid al-syariah adalah
mengambil jalan tengah dan tidak berlebih-lebihan dalam
mengaplikasikannya, karena maslahah yang akan diwujudkan itu
harus mengacu kepada wahyu, tidak semata-mata hasil pemikiran
semata.
2. Adapun tujuan maqasyid syariah yaitu untuk kemaslahatan dapat
terealisasikan dengan baik jika lima unsur pokok dapat diwujudkan
dan dipelihara, yaitu agama, jiwa, keturunan, akal, dan harta.
Manfaat mempelajari maqashid asy-syariah, sebagai berikut:
a. Mengungkap tujuan, alasan, dan hikmah tasyri‟ baik yang
umum maupun khusus.
b. Menegaskan karakteristik islam yang sesuai dengan tiap
zaman.
c. Membantu ulama dalam berijtihad dalam bingkai tujuan
syariat islam.
d. Mempersempit perselelisihan dan ta‟shub di antara
pengikut mazhab fiqh.
3. Para ulama‟ kontemporer membagi maqāṣid kepada tiga tingkatan,
yaitu maqāṣid ,,āmah (General maqāṣid/tujuan-tujuan umum),
maqāṣid khāṣṣah (Specific maqāṣid/tujuan-tujuan khusus) dan
maqāṣid juz`iyah (Partial maqāṣid/ tujuan-tujuan parsial).
17
4. Mempelajari ilmu maqoshid al-syariah yang melingkupi segala aspeknya
merupakan hal yang urgen karena dapat memberikah manfaat
pengetahuan . Adapun manfaat maqoshid al-syariah menurut Ahmad ar-
raisuni sebagai berikut:
a. Maqoshid sebagai kiblat para mujtahid
b. Maqoshid sebagai metode berpikir dan menganalisa
c. Membuka dan menutup sarana
d. Maqoshid menghilangkan kejenuhan dan memupuk etos kerja
e. Maqoshid sebagai perangkat dakwah islamiyah
5. Kesimpulannya maqāṣid asy-syarī‘ah dan maṣlaḥah dengan
metode istiṣlāḥiyah mempunyai kedudukan yang sangat penting
dalam fikih Muamalah terutama dalam mu‘āmalah māliyah
(interaksi ekonomi). Dengan maṣlaḥah, syariah Islam memiliki
relevansi dengan konteks zamannya dan menjadi syariah selalu up
to date menyapa segenap persoalan kehidupan manusia dengan
cahaya ajarannya yang mencerahkan. Melalui maṣlaḥah akan
terealisasi kemakmuran dan kesejahteraan dan kemurnian
pengabdian kepada Tuhan. Pengabaian maṣlaḥah akan mendorong
pada pengabaian kebutuhan manusia untuk melanjutkan hidup di
dunia dan bahkan untuk mencapai kebahagian di akhirat.
B. Saran
Terkait dengan hal tersebut, saya menyarankan beberapa hal untuk
diperhatikan sebagai berikut ini.
1. Dalam rangka pengembangan ilmu fiqih, disarankan kepada para
mahasiswa agar benar-benar memahami ilmu fiqih dan
menerapkannya dalam masyarakat.
2. Untuk para pembaca pada umumnya kiranya sedikit ilmu yang
penulis paparkan pada makalah ini dapat dijadikan kilas balik
mempelajari ilmu pengetahuan yang berkembang pada saat
sekarang maupun masa yang akan datang.
18
DAFTAR PUSTAKA
M. Syukri Albani Nasution dan Rahmat Hidayat Nasution. Filsafat Hukum Islam
& Maqashid Syariah. Jakarta: Kencana, 2020.
19