Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

TAFSIR AYAT DAN SYARAH HADIS TENTANG WAKAF

Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Kajian Ayat dan Hadis Ekonomi
Dosen Pengampu : Muh. Irhas Darojat, LC., M.E

Disusun Oleh :

Kelompok 9 A2PSR

1. Paryono (2250410011)
2. Fais Hilmi (2250410023)
3. Uswatun Khasanah (2250410030)

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

PROGRAM STUDI PERBANKAN SYARIAH

TAHUN 2023

i
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr.Wb.

Kami memanjatkan doa pujian dan syukur atas kehadirat Allah SWT senantiasa
menganugrahkan kepada kami rahmat dan taufiknya, karena itu kita masih bisa
eksis di dalam memajukan dan mengembangkan dunia pendidikan di negeri tercinta
ini. Dan kami merasa sangat bersyukur karena dapat menyusun dan menuntaskan
tugas makalah mata kuliah Kajian Ayat dan Hadis Ekonomi yang berjudul “Tafsir
Ayat Dan Syarah Hadis Tentang Wakaf” secara tepat waktu.

Mengenai makalah yang berjudul " Tafsir Ayat Dan Syarah Hadis Tentang
Wakaf " telah disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Kajian Ayat dan Hadis
Ekonomi yang diampu oleh Bapak Muh. Irhas Darojat, LC., M.E. Selain itu, kami
berharap makalah kami akan memungkinkan pembaca dalam memberikan
kesempatan belajar bagi semua orang di kalangan mahasiswa/i semuanya.

Dengan penyusunan makalah ini, kami berharap pada semua pembaca dapat
menjadikan wadah untuk mengembangkan wawasan berpikir yang dinamis,
imajinatif dan kreatif serta mengembangkan motivasi budaya membaca.

Demikian, kami ucapkan terimakasih.


Wassalamuallaikum Wr. Wb.

Kudus, 15 April 2023

Tim Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii


DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .............................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ......................................................................................... 1
1.3 Tujuan Masalah ............................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................ 3
2.1 Pengertian Wakaf .......................................................................................... 3
2.2 Syarat dan Rukun Wakaf ............................................................................... 3
2.2.1 Syarat Wakaf........................................................................................... 3
2.2.2 Rukun Wakaf .......................................................................................... 4
2.3 Macam-macam Wakaf .................................................................................. 5
2.4 Penafsiran Ayat dan Syarah Hadis tentang Wakaf ........................................ 6
2.4.1 Penafsiran Ayat Al-Quran ...................................................................... 6
2.4.2 Penafsiran Syarah Hadis ....................................................................... 10
2.4.3 Petunjuk Dalam Aspek Ekonomi dari Ayat dan Hadis......................... 13
BAB III PENUTUP .............................................................................................. 19
A. Kesimpulan ................................................................................................... 19
B. Saran ............................................................................................................. 19
DARTAS PUSTAKA ........................................................................................... 20

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Wakaf secara harfiah berarti menghentikan, menahan atau berdiam diri.


Wakaf sering diartikan sebagai harta yang dialokasikan untuk kemaslahatan
umat ketika substansinya dipertahankan sementara manfaatnya dapat dinikmati
untuk kebaikan yang lebih besar. Secara administratif, wakaf dikelola oleh
nazhir yang merupakan pemegang amanah waqif (orang yang mengeluarkan
wakaf).1

Terdapat dua pendapat di kalangan ahli yurisprudensi Islam (fuqaha’)


tentang siapa yang pertama kali melaksanakan syariat wakaf. Menurut
sebagian pendapat Ulama mengatakan Nabi Muhammad Saw yang pertama
melaksanakan wakaf ialah wakaf tanah milik Nabi Muhammad Saw untuk
dibangun masjid. Kemudian ada pendapat sebagian Ulama yang mengatakan
bahwa yang pertama kali melaksanakan syariat wakaf adalah Umar bin
Khathab.2

Dalam tulisan ini akan dibahas pengertian dan hal-hal yang berkaitan
dengan wakaf dan penafsiran ayat al-Qur’an yang dijadikan sebagai dalil
dianjurkannya wakaf di atas.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan masalah di atas, identifikasi masalah dalam makalah ini dapat


diuraikan sebagai berikut.
1. Apa definisi dari Wakaf?
2. Apa Syarat dan Rukun Wakaf?
3. Apa Macam-macam Wakaf?
4. Bagaimana Penafsiran Ayat dan Syarah Hadis tentang Wakaf?

1
Achmad Djunaidi, Menuju Era Wakaf Produktif (Depok: Mumtaz Publishing, 2007), III.
2
Direktori Pemberdayaan Wakaf. Fiqih Wakaf (Dirjend Bimbingan Masyarakat Islam Departemen
Agama RI, Jakarta) 2007, hlm. 4

1
1.3 Tujuan Masalah

Berdasarkan rumusan masalah yang dipaparkan di atas, tujuan penulisan ini


adalah.

1. Pengertian Wakaf
2. Syarat dan Rukun Wakaf
3. Macam-macam Wakaf
4. Penafsiran Ayat dan Syarah Hadis tentang Wakaf

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Wakaf

Wakaf secara bahasa berasal dari kata waqafa-yaqifu yang artinya


berhenti, lawan dari kata istamara. Kata ini sering disamakan dengan al-tahbis
atau al-tasbil yang bermakna al-habs‟an tasarruf, yakini mencegah dari
mengelola.3
Wakaf, seperti halnya zakat, merupakan ibadah maliyah ijtim'iyyah dalam
Islam dan memiliki implikasi ekonomi dan sosial. Praktik wakaf telah
dipraktikkan sejak awal Islam hingga saat ini dan terus berkembang. Sebagai
bagian dari filantropi Islam, wakaf merupakan salah satu bentuk kedermawanan
yang ditunjukkan dengan memberikan harta kepada orang lain.
Beberapa ayat Al-Qur'an telah memberikan instruksi yang jelas kepada
orang-orang untuk menyumbangkan kekayaan mereka. Namun, tidak ada
ketentuan khusus dalam Al-Qur'an tentang Wakaf. Namun, ada beberapa ayat
dalam Al-Qur'an yang digunakan para ulama sebagai dasar hukum wakaf. Selain
itu, Wakaf juga disebutkan secara jelas dalam hadits.

2.2 Syarat dan Rukun Wakaf

2.2.1 Syarat Wakaf

Walaupun wakaf dilihatnya mudah tapi ia perlu diatur dengan baik


dan sempurna. Wakaf dilaksanakan harus mengikuti garis panduan yang
telah ditetapkan oleh syarak4.Wakaf akan dinyatakan sah apabila sudah
terpenuhi rukun serta syaratnya5. Wakaf memiliki empat rukun yaitu6:

3
Sudirman Hasan, wakaf uang perspektif fiqh dan manajemen, (UIN Maliki, Malang, 2013), 3.
4
Dr. Mohamad Akram Laldin, Dr. Mek Wok Mahmud, and Dr. Mohd. Fuad Sawari, “Maqasid
Syariah Dalam Perlaksanaan Wakaf,” Konvensyen Wakaf Kebangsaan, 2006, 1–16.
5
Tahun Tentang Wakaf, “RUKUN WAKAF DALAM KEABSAHAN WAKAF MENURUT UU NO” 8, no. 2
(2022): 64–70.
6
Maskur and Soleh Gunawan, “Unsur Dan Syarat Wakaf Dalam Kajian Para Ulama Dan Undang-
Undang Di Indonesia,” Tazkiya: Jurnal Keislaman, Kemasyarakat Dan Kebudayaan 19, no. 2
(2018): 81–96, https://jurnal.uinbanten.ac.id/index.php/tazkiya/article/view/1273/992.

3
a. Wakif(orang yang mewakafkan harta);
b. Mauquf bih(barang atau benda yang diwakafkan);
c. Mauquf ‘Alaih (pihak yang diberi wakaf/peruntukan wakaf);
d. Shighat(pernyataan atau ikrar wakif sebagai suatu kehendak untuk
mewakafkan sebagian harta bendanya).

2.2.2 Rukun Wakaf

Beberapa ulama berpendapat berbeda dalam menentukan rukun


wakaf. Mazhab Malikiyah, Syafi‟iyah, Zaidiyah dan Hanabilah
memandang bahwa rukun wakaf terdiri dari waqif, mauqufalaih, mauquf
bih dansighat, maka hal ini berbeda dengan pandangan mazhab Hanafi
yang mengungkapkan bahwa rukun wakaf hanyalah sebatas sighat(lafal)
yang menunjukkan makna/ substansi wakaf7.

 Rukun Wakaf Dalam Tinjauan Secara Umum


1. wakif (orang yang mewakafkan harta). Orang yang mewakafkan
(wakif) disyaratkan memiliki kecakapan hukum atau kamalul
ahliyah (legal competent) dalam membelanjakan hartanya meliputi
merdeka, berakal sehat, dewasa (baligh), dan tidak berada di bawah
pengampunan (boros/lalai).
2. mauquf bih (barang atau harta yang diwakafkan). Mauquf bih
disyaratkan:
a. Kepemilikan tidak boleh dipindahkan, kecuali jika memenuhi
persyaratan yang ditentukan oleh wakif;
b. Diketahui jumlah/ukuran/kadarnya, jika harta yang diwakafkan
tidak diketahui jumlah/ukuran/kadarnya (majhul), maka tidak
sah;
c. Dimiliki oleh wakif;
d. Harta tersebut berdiri sendiri, tidak melekat pada harta lain
(mufarrazan) atau (ghaira shai’).

7
Maskur and Gunawan, “Unsur Dan Syarat Wakaf Dalam Kajian Para Ulama Dan Undang-Undang
Di Indonesia.”

4
3. Mauquf ‘alaih (pihak yang menerima wakaf/peruntukan wakaf).
Pihak yang menerima wakaf harus jelas, apakah seorang, dua
orang, atau kumpulan yang semuanya telah ditentukan dan tidak
boleh diubah. Persyaratan bagi orang yang menerima wakaf adalah
orang yang dibolehkan untuk menerima harta wakaf (ahlan li al-
tamlik). Maka orang Muslim yang merdeka, berakal sehat, dewasa
(baligh), dan tidak berada di bawah pengampunan (boros/lalai),
boleh menerima harta wakaf. Adapun orang yang bodoh, hamba
sahaya, dan orang gila tidak sah menerima harta wakaf. Dalam hal
peruntukan wakaf, dapat dijadikan sarana untuk kebaikan dalam
mendekatkan diri kepada Allah Swt. serta untuk kepentingan umat
Islam.
4. shighat (pernyataan atau ikrar wakif sebagai suatu kehendak untuk
mewakafkan harta bendanya). Shighat adalah segala ucapan,
tulisan, atau isyarat dari orang yang berakad untuk menyatakan
kehendak dan menjelaskan apa yang diinginkannya. Adapun syarat
sahnya shighat:
a. Shighat harus munjazah (terjadi seketika);
b. Shighat tidak diikuti syarat bathil dan shighat tidak diikuti
pembatasan waktu tertentu; dan
c. Shighat tidak mengandung suatu pengertian untuk
mencabut kembali wakaf yang sudah dilakukan8.

2.3 Macam-macam Wakaf

Macam-macam wakaf menurut fiqih, yaitu sebagai berikut :

1. Wakaf Ahli (keluarga atau khusus)


Macam-macam wakaf salah satunya adalah wakaf Ahli.Wakaf ahli
merupakan wakaf yang ditujukan kepada orang-orang tertentu seseorang
atau lebih dari satu, baik keluarga wakif atau bukan, misalnya mewakafkan

8
Devid Frastiawan Amir Sup, “Relevansi Konsep Hutan Wakaf Dengan Konsep Wakaf Di Dalam
Islam,” Islamic Economics Journal 7, no. 1 (2021): 56, https://doi.org/10.21111/iej.v7i1.6430.

5
buku untuk anaknya yang mampu mempergunakannya, kemudian
diteruskan kepada cucu-cucunya.Macam wakaf ini dipandang sah dan yang
berhak menikmati harta wakaf adalah mereka yang ditunjuk dalam
pernyataan wakaf.
2. Wakaf Umum

Macam-macam wakaf salah satunya wakaf umum.Wakaf umum ialah


wakaf yang sejak semula ditujukan untuk kepentingan umum, tidak
dikhususkan pada orang-orang tertentu. Wakaf umum ini sejalan juga
dengan amalan wakaf yang menyatakan bahwa pahalanya akan terus
mengalir sampai wakif itu meninggal dunia. Apabila harta wakaf masih,
tetap diambil manfaatnya sehingga wakaf itu dapat dinikmati oleh
masyarakat secara luas dan merupakan sarana untuk menyelenggarakan
kesejahteraan masyarakat baik dalam bidang sosial, pendidikan,
kebudayaan, ekonomi serta keagamaan.

2.4 Penafsiran Ayat dan Syarah Hadis tentang Wakaf

2.4.1 Penafsiran Ayat Al-Quran

a. Suroh Al-lmron ayat 92

ٌ‫لَ ْن تَنَالُوا ْالبِ َّر َحتّٰى ت ُ ْن ِفقُ ْوا ِم َّما ت ُ ِحب ُّْونَ َۗو َما ت ُ ْن ِفقُ ْوا ِم ْن ش َْيءٍ فَا َِّن اللّٰهَ بِ ٖه َع ِليْم‬
Artinya: “Kamu sekali-kali tidak akan memperoleh kebajikan (yang
sempurna) sebelum kamu menginfakkan sebagian harta
yang kamu cintai. Apa pun yang kamu infakkan,
sesungguhnya Allah Maha Mengetahui tentangnya.”

Tafsir Surat Ali Imran Ayat 92

Dalam ayat ini menegaskan bahwa tidak akan meraih kebaikan


sebelum kalian menginfakkan sebagian harta yang kalian cintai.9 Dan

9
M. Quraisy Shihab, al-Lubab: Makna, Tujuan, dan Pembelajaran dari Surah-Surah al-Qur’an,
(Tangerang: Lantera Hati, 2012), 121 10

6
apa saja yang kalian infakkan, maka sesungguhnya Allah pasti
megetahuinya. Anjuran untuk bernafkah di jalan Allah SWT, apa yang
disukai. Mencampurkan yang disukai atau yang tidak disukai dapat
ditoleransi, tetapi itu bukan cara terbaik untuk meraih kebajikan yang
sempurna.10

Kemudian makna lan tanâlul birra (sekali-kali kalian tidak akan


meraih kebaikan), yakni segala yang ada di sisi Allah SWT. berupa
pahala, kemuliaan, dan surga hanya dapat diraih manakala kalian
menginfakkan harta yang kalian cintai. Menurut pendapat yang lain,
lan tanâlul birra berarti, kalian tidak akan sampai pada ketawakalan
dan ketakwaan. Hattâ tunfiqû min mâ tuhibbûn, wa mâ tuηfiqû
min syai`in (sebelum kalian menginfakkan sebagian harta yang kalian
cintai. Dan apa saja yang kalian infakkan), yakni harta benda. Fa
innallâha bihî (maka sesungguhnya Allah kepadanya) dan kepada
niat kalian.‘Alîm (pasti mengetahui), apakah bertujuan untuk
mengharap ridha Allah SWT. atau demi mendapat pujian orang lain.
Kata al-Birr di atas, pada mulanya berarti “keluasan dalam
kebajikan” dan dari akar kata yang sama dengan kata “daratan”
dinamai dinamai al-barr karena luasnya kebajikan mencakup segala
bidang, serta tentu saja termasuk menginfakkan harta di jalan Allah
(ber wakaf).11

Ayat tersebut menjadi landasan berwakaf mengingat wakaf


merupakan salah satu bentuk menginfakkan harta di jalan Allah swt.
sebagai bentuk kebaikan di sisi-Nya. Terlebih jika merujuk kepada
praktik wakaf di masa awal Islam, para sahabat mewakafkan harta-

10
M. Quraisy Shihab, al-Lubab: Makna, Tujuan, dan Pembelajaran dari Surah-Surah al-Qur’an,
122.
11
M. Quraisy Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan an Keserasian al-Qur’an, juz 2 (Ciputat,
Lentera Hati, 2000), 142-143

7
harta mereka dalam bentuk aset yang bernilai tinggi, seperti tanah atau
kebun kurma.12

Ayat tersebut juga disebutkan bahwa siapa yang meninggal dalam


kekufuran maka tidak akan diterima atau berguna nafkahnya untuk
menampik siksa yang akan menimpanya. Maka disini dikemukakan
kapan dan bagaimana sehingga nafkah seseorang dapat bermanfaat.
Yakni bahwa yang dinafkahkan hendaknya harta yang disukai, karena
kamu sekali-kali tidak meraih kebajikan (yang sempurna), sebelum
kamu menafkahkan sebahagian dari harta benda yang kamu sukai
dengan cara yang baik dan tujuan yang baik serta motivasi yang benar.
Jangan khawatir untuk rugi atau menyesal dengan pemberianmu yang
tulus, karena apa yang kamu nafkahkan baik itu dari harta yang kamu
sukai maupun yang tidak kamu sukai. Maka sesungguhnya tentang
segala sesuatu yang menyangkut hal itu Allah Maha Mengetahui, dan
Dia yang akan memberi ganjaran untuk kamu, baik itu di dunia
maupun di akhirat kelak.

b. Surat Al-Hajj Ayat 77


ْ ‫ٰيٰٓاَيُّ َها الَّ ِذيْنَ ٰا َمنُوا‬
۩ۚ َ‫ار َكعُ ْوا َوا ْس ُجد ُْوا َوا ْعبُد ُْوا َربَّ ُك ْم َوا ْف َعلُوا ْال َخي َْر لَ َعلَّ ُك ْم ت ُ ْف ِل ُح ْون‬
Artinya: Wahai orang-orang yang beriman! Rukuklah, sujudlah dan
sembahlah Tuhanmu; dan berbuatlah kebaikan, agar kamu
beruntung.13
Tafsir Surat Al-Hajj Ayat 77
Maksud kata “Waf’alû al-Khair” (kerjakanlah kebaikan) yaitu
mengerjakan kebaikan mencakup setiap apa saja yang dapat
memperindah hubungan antara hamba dan Tuhannya, dan
memperbagus hubungan hamba dengan sesama manusia. Perintah di
sini lebih umum, yakni melakukan setiap kebajikan yang mencakup

12
Ade Nur Rohim and Ahmad Hasan Ridwan, “Wakaf Dalam Perspektif Al-Qur’an Dan Hadis:
Esensi Dan Signifikansi Pada Tataran Ekonomi Dan Sosial,” AL QUDS : Jurnal Studi Alquran
Dan Hadis 6, no. 2 (2022): 659, https://doi.org/10.29240/alquds.v6i2.3742.
13
QS. Al-Hajj: 77

8
ibadah, makna ayat ini memerintahkan ibadah khusus yaitu shalat,
kemudian memerintahkan melakukan ibadah umum yaitu semua
ibadah, “sembahlah tuhanmu”, lebih umum dari kesemuanya, dalam
firman Allah “lakukanlah kebaikan.”
Dapat dikatakan, bahwa perintah melakukan ibadah mencakup
mengerjakan yang fardhu, sedangkan perintah melakukan kebaikan
adalah mencakup ibadah sunnah.14 “La’allakum Tuflihûn” (mudah-
mudahan kalian termasuk orang yang beruntung). Kata mudah-
mudahan adalah harapan yang hakiki, yang telah ditentukan
sebelumnya, yaitu harapan hamba. Beruntung adalah keuntungan
memperoleh laba, yaitu kebahagian abadi di hari akhir dan kesejukan
hidup di dunia.
Kata tuflihun terambil dari kata falaha yang juga digunakan
dalam arti bertani. Penggunaan kata ini memberi kesan bahwa seorang
praktisi tidak boleh mengharapkan hasil langsung dalam waktu
singkat. Ia harus merasa seperti seorang petani yang harus bersusah
payah membajak tanah, menanam benih, membasmi hama dan
menyirami tanaman serta menunggu buah dikumpulkan.15
Perintah Allah swt. dengan pernyataan “lakukanlah kebaikan”
dimaknai dengan perintah untuk melakukan segala macam perbuatan
yang dapat menciptakan hubungan yang baik antara hamba dengan
Tuhannya dan sesama manusia.16 Para ulama fiqih menjadikan ayat
ini sebagai dasar hukum atas disyariatkannya wakaf. Walaupun ayat
tersebut tidak menyebut perintah wakaf secara eksplisit, namun wakaf
diartikan sebagai bentuk kebaikan yang termasuk dalam konteks
perintah untuk mengerjakan kebaikan secara umum, sebagaimana
dinyatakan di dalam ayat tersebut.

14
Ahmad Muhammad al-Hushari, Tafsir ayat-ayat ahkâm terj. Abdurrahman Kasdi (Jakarta:
Pustaka al-Kautsar), 65.
15
M. Quraisy Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan an Keserasian al-Qur’an, 132-133
16
Imam Abdur Rauf, Kitab Taysir Al Wuquf, 1st ed. (Riyadh: Maktabah Nizar Mustafa al
Baz, 1998), 18.

9
Para ulama berpendapat bahwa terdapat hubungan yang sangat
erat antara perintah untuk melakukan kebaikan dengan berwakaf.
Tidak ada pendapat yang mengingkari bahwa wakaf merupakan
bentuk kebaikan dan kegiatan yang terpuji, serta bentuk mendekatkan
diri kepada Allah SWT.17
Wakaf merupakan ibadah dengan harta yang dilandasi dengan
kebaikan. Dengan melakukan perintah Allah swt. untuk melakukan
kebaikan berwakaf. Namun, karena ayat tersebut tidak menyatakan
secara tegas terkait perintah untuk berwakaf, implementasi wakaf
bersifat ijtihadi. Implementasi tersebut mencakup aspek tata kelola,
harta benda wakaf, rukun dan syaratnya, serta hal-hal lain yang terkait
dengan pengelolaan wakaf.18

2.4.2 Penafsiran Syarah Hadis

Adapun Hadis yang menjadi dasar dari wakaf yaitu Hadis yang
menceritakan tentang kisah Umar bin al-Khaththab ketika menerima
tanah di Khaibar.

17
Nurodin Usman, “Studi Hadis-Hadis Wakaf Dalam Kitab Sahih Al-Bukhari Dan Fath Al-Bari,”
Cakrawala X, no. 2 (2015): 175–93.
18
Nunung Lasmana, “Wakaf Dalam Tafsir Al-Manar (Penafsiran Atas Surat Al-Baqarah Ayat 261-
263 Dan Ali ‘Imran Ayat 92),” Al-Tijary 1, no. 2 (2016): 195–207,
https://doi.org/10.21093/at.v1i2.530.

10
Artinya : “Bahwa ‘Umar ibnul Khaththab menghadapi masalah tanah di
Khaibar lalu meng- hadap kepada Nabi Saw mempertanyakan
hal itu katanya: “Ya Rasulullah aku mendapatkan tanah di
Khaibar tidak ada harta lain yang lebih berharga dari tanah itu,
maka apa yang harus aku kerjakan? Beliau bersabda: “Jika
kalian suka tahanlah tanahnya lalu sedekahkan hasilnya”
Kemudian ‘Umar menyedekahkan hasilnya, tanah itu tidak
dijual, tidak dihibahkan, tidak diwariskan, tetapi hasilnya
disedekahkan kepada para fakir miskin, kerabat dekat, budak,
Sabilillah, Ibnu Sabil dan tamu. Tidak mengapalah orang yang
mengelolanya untuk makan mengambil hasil dari tanah itu
secara baik-baik, memberi makan tanpa ingin memilikinya.”19

Hadis ‘Umar ini adalah hadis yang paling populer dalam kajian
wakaf sehingga tidak salah jika Ibnu Hajar menyebutnya sebagai aslun
(asal/dasar) bagi disyariatkannya wakaf. Berdasarkan hadis ini pula Ibnu
Hajar menyebutkan pendapat yang mengatakan bahwa wakaf ‘Umar ini
merupakan wakaf yang pertama kali terjadi dalam sejarah Islam.20

Kesimpulan dari hadis wakaf tersebut, yaitu disyariatkannya wakaf


dalam bentuk tanah dan menolak pendapat yang mengatakan bahwa
wakaf tidak bersifat abadi atau boleh ditarik kembali oleh wakif. Menurut
Imam al-Syafi’i, wakaf adalah karakteristik umat Islam dan tidak
diketahui apakah wakaf pernah terjadi pada zaman jahiliyah.

Ibnu Hajar juga menyimpulkan hukum yang berkaitan dengan wakaf,


sebagai berikut.

a. Orang yang wakaf (wakif) boleh tetap mengurus harta wakafnya


selama orang itu menyerahkannya kepada orang atau pihak lain.

19
HR Bukhari no.2532 dan Muslim no. 3085
20
Nurodin Usman, “Studi Hadis-Hadis Wakaf Dalam Kitab Sahih Al-Bukhari Dan Fath Al-Bari.”

11
b. Wakif boleh menambahkan syarat-syarat tertentu bagi
pemanfaatan harta wakafnya dan agar pihak lain menghormati
syarat-syarat tersebut.
c. Tidak disyaratkan untuk menentukan secara tersurat pihak-
pihak yang berhak mendapatkan manfaat wakaf.
d. Dibolehkannya seorang wanita menjadi pengelola wakaf
meskipun ada orang-orang laki-laki yang semisalnya.
e. Dibolehkan menyerahkan wakaf kepada orang yang tidak
disebutkan namanya selama diketahui sifat-sifat tertentu yang
memungkinkannya mengelola wakaf dengan baik.
f. Wakaf hanya dibolehkan bagi harta yang asalnya dapat
dimanfaatnya secara langgeng dan tidak dibolehkan wakaf bagi
harta yang cepat rusak seperti makanan.
g. Dibolehkannya wakaf kepada orang kaya sebab penyebutan
kata kerabat dan tamu tidak dibatasi dengan batasan tertentu.
h. Wakif boleh mensyaratkan bagi dirinya sendiri agar
mendapatkan manfaat atau keuntungan dari harta yang
diwakafkannya, sebab dalam hadis tersebut ‘Umar
menyebutkan orang yang mengelola wakaf boleh mengambil
manfaat dari harta wakaf dengan tanpa membedakan apakah
orang itu wakif sendiri atau orang lain.
i. Jika wakif tidak menentukan upah bagi nazir, maka ia berhak
mengambil upah berdasarkan pekerjaan yang dikerjakannya.
Tetapi, jika wakif menentukan bahwa nazirnya adalah dirinya
sendiri kemudian menentukan upah baginya, maka pendapat
yang rajih dalam mazhab al-Syafi’i adalah membolehkannya.
j. Jika wakif membolehkan bagi nazir untuk mengambil manfaat
wakaf maka ia boleh mengambilnya dan jika tidak dibolehkan
maka ia tidak boleh kecuali jika termasuk orang-orang yang
berhak mendapatkan manfaat wakaf seperti orang-orang fakir
dan miskin.

12
k. Wakaf tidak boleh dibatasi dengan waktu tertentu.
l. Wakaf tidak boleh diperjualbelikan atau dipindahkan
kepemilikannya.
m. Dibolehkannya wakaf bagi harta yang dimiliki secara
berjama’ah.

2.4.3 Petunjuk Dalam Aspek Ekonomi dari Ayat dan Hadis

Pembangunan Ekonomi berupa wakaf yang merupakan salah satu


pengembangan kelembagaan(institutional building) atau juga bisa
disebut dengan “ mekanisme keuangan “.21Potensi wakaf yang luar bisa
dapat menjadi redistribusi ekonomi yang andal. Secara konsepsional aset
wakaf dapat dimanfaatkan untuk proyek penyedia layanan seperti
sekolah gratis bagi dhuafa, dan proyek wakaf produktif yang dapat
menhasilkan pendapatan seperti menyewakan bangunan pusat
pembelanjaan.

Dengan potensi Wakaf yang besar dan pengembangan wakaf


sebagai lembaga sosial dapat membantu masyarakat dalam berbagai
aktivitasnya dan mengatasi masalah-masalah masyarakat seperti
kemiskinan, ketimpangan sosial dan lain-lain. Wakaf dapat menjadi
salah satu alat pembangunan ekonomi nasional. Wakaf yang disetujui
dan dikelola bersama oleh masyarakat dan pemerintah dapat memberikan
dampak positif bagi pembangunan ekonomi umat.

1. Wakaf sebagai Filantropi Berkelanjutan


Hadis Rasulullah SAW. yang menjelaskan tentang praktik
wakaf Umar bin Khattab dengan ungkapan ihbis ashlaha atau
tahanlah pokoknya. Hal ini menjadi pembeda antara wakaf
dengan bentuk shadaqah lainnya. Terdapat dua unsur yang
menjadi karakteristik wakaf, yaitu tahbis al-ashl (menjaga dan

21
Usman Zainuddin et al., “Peran Zakat Dan Wakaf Dalam Pembangunan Ekonomi Umat
Perspektif Ekonomi Islam,” FiTUA: Jurnal Studi Islam 1, no. 2 (2020): 202–34,
https://doi.org/10.47625/fitua.v1i2.270.

13
mengelola harta wakaf) dan tasbil al-tsamarah (menyalurkan
manfaat dari pengelolaan harta wakaf). Konsep menjaga
pokoknya menjadi dasar bahwa aset wakaf harus dijaga
kekekalannya, sehingga dapat memberikan manfaat dan maslahat
bagi umat.
Harta benda wakaf harus tetap abadi, sehingga penerima aset
wakaf tidak diperkenankan untuk menghibahkannya,
mewariskannya, terlebih memperjual- belikannya.22 Wakaf
dilakukan dengan menginfakkan harta yang bersifat tidak mudah
musnah. Saat ini wakaf telah berkembang, tidak hanya terbatas
pada benda tidak bergerak tapi juga benda bergerak. Wakaf dapat
disalurkan kepada penerima manfaat sesuai kehendak wakif.
Untuk itu, diperlukan pengelolaan wakaf yang profesional,
akuntabel, serta dilakukan monitoring dan pengawasan yang
efektif, agar hasil pemberdayaan wakaf lebih optimal dan
berdampak pada penigkatan kesejahteraan masyarakat.
Dengan sifat-sifat tersebut, wakaf menjadi bentuk amal
jangka panjang. Bahkan wakaf bisa tetap tidak aktif untuk waktu
yang sangat lama. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika
wakaf dianggap sebagai puncak filantropi karena menyediakan
harta paling disukai dan bernilai untuk kemaslahatan umat. Harta
wakaf tetap memberikan manfaat kepada orang-orang selama
harta wakaf tersebut tetap utuh dan digunakan oleh masyarakat
yang berhak.
Terkait hal tersebut, Rasulullah saw. memberikan penjelasan
bahwa wakaf merupakan shadaqah jariyah. Yaitu bentuk
shadaqah yang berkelanjutan dan pahalanya akan terus mengalir.

22
Firmansyah, “Penafsiran Ayat-Ayat Ahkam Tentang Wakaf.”

14
Hal ini sebagaimana yang disebutkan di dalam sebuah hadis
yang diriwayatkan oleh Muslim.

Dari Abu Hurairah ra. bahwasanya Rasulullah saw. bersabda,


‘Apabila manusia meninggal dunia, maka terputuslah semua
amal perbuatannya kecuali tiga perkara: shadaqah jariyah, atau
ilmu yang bermanfaat, atau anak shaleh yang mendoakannya’23
Dalam hadits di atas Rasulullah saw. menekankan bahwa
Wakaf yang digambarkan sebagai Shadaqah Jariyah adalah
perbuatan manusia yang tidak terputus-putus. Meskipun wakaf
hilang, esensi wakaf tetap ada sampai harta benda wakaf rusak.
Jadi uraian ini menyampaikan pandangan bahwa wakaf adalah
bentuk ibadah yang bersifat jangka panjang bahkan abadi. Wakaf
merupakan ibadah jangka panjang bagi penerima manfaat yang
dapat menggunakannya terus menerus. Di sisi lain, wakaf juga
merupakan ibadah pelaku (wakif) yang terus menerus dan pahala
wakaf dibalas oleh Allah swt. terus menerus selama masyarakat
penerima menggunakan harta wakaf.24
2. Wakaf sebagai Instrumen Redistribusi Pendapatan Ketimpangan
Ketimpangan dan kesenjangan ekonomi merupakan salah
satu perhatian besar dalam sistem ekonomi Islam. Ini kunci untuk
mewujudkan kesejahteraan masyarakat yang berkeadilan. Islam
memperkenalkan instrumen redistribusi pendapatan, baik yang
bersifat wajib (zakat), ataupun yang bersifat sunah (infak,
shadaqah, dan wakaf). Semua instrumen tersebut menjadi

23
Lihat: Rauf, Kitab Taysir Al Wuquf, 21; Zahrah, Muhadharat Fi Al-Waqf, 7.
24
A D Rajuli, D Hafidhuddin, and H Tanjung, “Studi Analisis Ayat-Ayat Wakaf Dalam Tafsir Al-
Azhar,” KASABA: Jurnal Ekonomi Islam 7308 (2020): 61–76,
http://150.107.142.43/index.php/Kasaba/article/view/3399.

15
keutamaan sistem ekonomi Islam dalam mengatasi ketimpangan
dan kesenjangan di masyarakat, serta mengatasi kemiskinan.
Dalam Islam, kepemilikan atas harta tidaklah mutlak pada
individu yang menguasai suatu harta. Namun, terdapat hak orang
lain yang melekat pada harta dan harus disampaikan kepada
mereka pemilik hak tersebut. Dalam hal ini, Allah swt. telah
menegaskannya di dalam QS. Al-Dzariyat/51: 19.

“Pada harta benda mereka ada hak bagi orang miskin yang
meminta dan yang tidak meminta.”
Ayat tersebut menekankan bahwa kekayaan ada pada diri
seseorang sejatinya terdapat hak orang lain yang melekat
padanya.Oleh karena itu perlu dilakukan penyampaian hak
tersebut melalui instrumen redistribusi demi mewujudkan
keadilan ekonomi. Hal ini juga menjadi media perputaran harta
secara adil di antara masyarakat. Sehingga harta tidak hanya
berputar di sekelompok masyarakat saja, namun turut juga
terdistribusi kepada semua masyarakat.
3. Wakaf sebagai Instrumen Pembiayaan untuk Pembangunan
Berdasarkan hadis Umar bin Khattab, dipahami bahwa
konsep wakaf setidaknya terdiri dari tahbis al-ashl (menahan
pokok) dan tasbil al-tsamarah (menyalurkan manfaat). Dalam
pelaksanaannya, wakaf dikelola dalam berbagai bentuk
pengelolaan aset termasuk investasi. Keuntungan yang dihasilkan
dari pengelolaan tersebut akan didistribusikan kepada nazhir
dengan skema bagi hasil. Selain itu, nazhir juga dapat menerima
deviden jika pengelola aset wakafnya berbentuk PT yang dimiliki
oleh nazhir. Manfaat yang diterima nazhir kemudian akan

16
disalurkan kepada mauquf ‘alaih, dalam berbagai bentuk program
pemberdayaan dan pembangunan.25
Wakaf telah banyak berkontribusi dalam membangun
peradaban masyarakat. Hal ini terlihat misalnya dalam
pembangunan masjid, sekolah dan fasilitas umum lainnya yang
dibangun dengan dana wakaf. Model pengelolaan wakaf untuk
pembangunan dan lembaga sosial seperti ini juga sudah
diterapkan sejak masa Bani Umayyah dan Abbasiyah.26
Saat ini terdapat inovasi pengelolahan wakaf baru. Salah
satunya adalah diberlakukannya wakaf tunai. Hal ini juga menjadi
sarana yang lebih mudah dan fleksibel dalam mendorong
optimalisasi wakaf untuk pembangunan. Hal ini dapat
diimplementasikan dengan karakter khas yang ada pada wakaf
tunai yang bersifat fleksibel dan mobilisasi dana yang cepat.
Wakaf tunai lebih mudah difungsikan untuk mendorong
pertumbuhan ekonomi dan mengatasi berbagai persoalan
ekonomi sosial seperti pengentasan kemiskinan, pembiayaan
keuangan mikro, layanan kesehatan, dan fungsi lainnya yang
berkaitan dengan pengembangan sektor ekonomi dan sosial.
Di sisi lain, wakaf merupakan sarana penting untuk
mengurangi beban belanja dan pengeluaran pemerintah, serta
mendorong perwujudan distribusi ekonomi yang berkeadilan.
Dalam kondisi seperti ini, optimalisasi sektor keuangan sosial
seperti wakaf menjadi salah satu solusi untuk mendorong
pembangunannya.
Dari beberapa hal di atas, terlihat bahwa wakaf memiliki
peran strategis dalam mewujudkan pembangunan. Peran wakaf

25
Bank Indonesia and Unair, Wakaf: Pengaturan Dan Tata Kelola Yang Efektif, Seri Ekonomi
Dan Keuangan Syariah (Jakarta: Departemen Ekonomi dan Keuangan Syariah, Bank Indonesia,
2016), 45–46.
26
Nurul Huda et al., “Problems, Solutions and Strategies Priority for Waqf in Indonesia,”
Journal of Economic Cooperation and Development 38, no. 1 (2017): 29–54.

17
dalam mengurangi beban belanja pemerintah, sarana menghindari
defisit anggaran pemerintah, mendorong redistribusi kekayaan
dan pendapatan masyarakat, pengentasan kemiskinan, serta
mempercepat laju pertumbuhan ekonomi.

18
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Wakaf secara bahasa berasal dari kata waqafa-yaqifu yang artinya berhenti,
lawan dari kata istamara. Kata ini sering disamakan dengan al-tahbis atu al-
tasbil yang bermakna al-habs‟an tasarruf, yakini mencegah dari mengelola.

Berwakaf bukan hanya seperti sedekah biasa, tetapi lebih besar ganjarannya dan
manfaatnya terhadap diri sendiri, karena ganjaran wakaf itu terus-menerus
mengalir selama barang itu masih berguna, barang asalnya tetap, tidak boleh
dijual, diwariskan, diberikan atau dihibahkan. Sekarang kalau kiranya wakaf itu
tidak ada manfaatnya atau kurang manfaatnya maka boleh dijual.

Mengenai ayat-ayat di atas yang berkaitan dengan wakaf dan bagaimana


tafsirannya ayat tersebut, dalam pengamatan dan penelitian yang dilakukan
untuk membahas persoalan yang berkaitan dengan wakaf dimasukkan kedalam
pembahasan sedekah Tathawwu yang sifat sukarela atau tidak wajib.

B. Saran

Wakaf adalah amalan yang sangat besar dengan memberikan sebagian harta
berharga untuk keperluan sosial. Wakaf juga berfungsi untuk mewujudkan
potensi dan manfaat ekonomi harta benda wakaf untuk kepentingan ibadah dan
mewujudkan kesejahteraan umum. Kita sebagai umat muslim, jika kita
mempunyai harta yang lebih sebaiknya diwakafkan biar lebih bermanfaat.

19
DARTAS PUSTAKA

Lasmana, Nunung. “Wakaf Dalam Tafsir Al-Manar (Penafsiran Atas Surat Al-
Baqarah Ayat 261-263 Dan Ali ‘Imran Ayat 92).” Al-Tijary 1, no. 2 (2016):
195–207. https://doi.org/10.21093/at.v1i2.530.
Los, Unidad Metodología D E Conocimiento D E. “Tafsir Ayat Dan Syarah Hadis
Tentang Wakaf,” n.d., 1–9.
Nurodin Usman. “Studi Hadis-Hadis Wakaf Dalam Kitab Sahih Al-Bukhari Dan
Fath Al-Bari.” Cakrawala X, no. 2 (2015): 175–93.
Rajuli, A D, D Hafidhuddin, and H Tanjung. “Studi Analisis Ayat-Ayat Wakaf
Dalam Tafsir Al-Azhar.” KASABA: Jurnal Ekonomi Islam 7308 (2020): 61–
76. http://150.107.142.43/index.php/Kasaba/article/view/3399.
Rohim, Ade Nur, and Ahmad Hasan Ridwan. “Wakaf Dalam Perspektif Al-
Qur’an Dan Hadis: Esensi Dan Signifikansi Pada Tataran Ekonomi Dan
Sosial.” AL QUDS : Jurnal Studi Alquran Dan Hadis 6, no. 2 (2022): 659.
https://doi.org/10.29240/alquds.v6i2.3742.
Zainuddin, Usman, Mahillatul Iffa, Nuril Fajria, and Silvia Maula Aulia. “Peran
Zakat Dan Wakaf Dalam Pembangunan Ekonomi Umat Perspektif Ekonomi
Islam.” FiTUA: Jurnal Studi Islam 1, no. 2 (2020): 202–34.
https://doi.org/10.47625/fitua.v1i2.270.
Dr. Mohamad Akram Laldin, Dr. Mek Wok Mahmud, and Dr. Mohd. Fuad
Sawari. “Maqasid Syariah Dalam Perlaksanaan Wakaf.” Konvensyen Wakaf
Kebangsaan, 2006, 1–16.
Los, Unidad Metodología D E Conocimiento D E. “Tafsir Ayat Dan Syarah Hadis
Tentang Wakaf,” n.d., 1–9.
Maskur, and Soleh Gunawan. “Unsur Dan Syarat Wakaf Dalam Kajian Para
Ulama Dan Undang-Undang Di Indonesia.” Tazkiya: Jurnal Keislaman,
Kemasyarakat Dan Kebudayaan 19, no. 2 (2018): 81–96.
https://jurnal.uinbanten.ac.id/index.php/tazkiya/article/view/1273/992.
Rohim, Ade Nur, and Ahmad Hasan Ridwan. “Wakaf Dalam Perspektif Al-
Qur’an Dan Hadis: Esensi Dan Signifikansi Pada Tataran Ekonomi Dan
Sosial.” AL QUDS : Jurnal Studi Alquran Dan Hadis 6, no. 2 (2022): 659.
https://doi.org/10.29240/alquds.v6i2.3742.
Sup, Devid Frastiawan Amir. “Relevansi Konsep Hutan Wakaf Dengan Konsep
Wakaf Di Dalam Islam.” Islamic Economics Journal 7, no. 1 (2021): 56.
https://doi.org/10.21111/iej.v7i1.6430.
Wakaf, Tahun Tentang. “RUKUN WAKAF DALAM KEABSAHAN WAKAF
MENURUT UU NO” 8, no. 2 (2022): 64–70.

20
21

Anda mungkin juga menyukai