Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Kajian Ayat dan Hadis Ekonomi
Dosen Pengampu : Muh. Irhas Darojat, LC., M.E
Disusun Oleh :
Kelompok 9 A2PSR
1. Paryono (2250410011)
2. Fais Hilmi (2250410023)
3. Uswatun Khasanah (2250410030)
TAHUN 2023
i
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr.Wb.
Kami memanjatkan doa pujian dan syukur atas kehadirat Allah SWT senantiasa
menganugrahkan kepada kami rahmat dan taufiknya, karena itu kita masih bisa
eksis di dalam memajukan dan mengembangkan dunia pendidikan di negeri tercinta
ini. Dan kami merasa sangat bersyukur karena dapat menyusun dan menuntaskan
tugas makalah mata kuliah Kajian Ayat dan Hadis Ekonomi yang berjudul “Tafsir
Ayat Dan Syarah Hadis Tentang Wakaf” secara tepat waktu.
Mengenai makalah yang berjudul " Tafsir Ayat Dan Syarah Hadis Tentang
Wakaf " telah disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Kajian Ayat dan Hadis
Ekonomi yang diampu oleh Bapak Muh. Irhas Darojat, LC., M.E. Selain itu, kami
berharap makalah kami akan memungkinkan pembaca dalam memberikan
kesempatan belajar bagi semua orang di kalangan mahasiswa/i semuanya.
Dengan penyusunan makalah ini, kami berharap pada semua pembaca dapat
menjadikan wadah untuk mengembangkan wawasan berpikir yang dinamis,
imajinatif dan kreatif serta mengembangkan motivasi budaya membaca.
Tim Penyusun
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Dalam tulisan ini akan dibahas pengertian dan hal-hal yang berkaitan
dengan wakaf dan penafsiran ayat al-Qur’an yang dijadikan sebagai dalil
dianjurkannya wakaf di atas.
1
Achmad Djunaidi, Menuju Era Wakaf Produktif (Depok: Mumtaz Publishing, 2007), III.
2
Direktori Pemberdayaan Wakaf. Fiqih Wakaf (Dirjend Bimbingan Masyarakat Islam Departemen
Agama RI, Jakarta) 2007, hlm. 4
1
1.3 Tujuan Masalah
1. Pengertian Wakaf
2. Syarat dan Rukun Wakaf
3. Macam-macam Wakaf
4. Penafsiran Ayat dan Syarah Hadis tentang Wakaf
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
Sudirman Hasan, wakaf uang perspektif fiqh dan manajemen, (UIN Maliki, Malang, 2013), 3.
4
Dr. Mohamad Akram Laldin, Dr. Mek Wok Mahmud, and Dr. Mohd. Fuad Sawari, “Maqasid
Syariah Dalam Perlaksanaan Wakaf,” Konvensyen Wakaf Kebangsaan, 2006, 1–16.
5
Tahun Tentang Wakaf, “RUKUN WAKAF DALAM KEABSAHAN WAKAF MENURUT UU NO” 8, no. 2
(2022): 64–70.
6
Maskur and Soleh Gunawan, “Unsur Dan Syarat Wakaf Dalam Kajian Para Ulama Dan Undang-
Undang Di Indonesia,” Tazkiya: Jurnal Keislaman, Kemasyarakat Dan Kebudayaan 19, no. 2
(2018): 81–96, https://jurnal.uinbanten.ac.id/index.php/tazkiya/article/view/1273/992.
3
a. Wakif(orang yang mewakafkan harta);
b. Mauquf bih(barang atau benda yang diwakafkan);
c. Mauquf ‘Alaih (pihak yang diberi wakaf/peruntukan wakaf);
d. Shighat(pernyataan atau ikrar wakif sebagai suatu kehendak untuk
mewakafkan sebagian harta bendanya).
7
Maskur and Gunawan, “Unsur Dan Syarat Wakaf Dalam Kajian Para Ulama Dan Undang-Undang
Di Indonesia.”
4
3. Mauquf ‘alaih (pihak yang menerima wakaf/peruntukan wakaf).
Pihak yang menerima wakaf harus jelas, apakah seorang, dua
orang, atau kumpulan yang semuanya telah ditentukan dan tidak
boleh diubah. Persyaratan bagi orang yang menerima wakaf adalah
orang yang dibolehkan untuk menerima harta wakaf (ahlan li al-
tamlik). Maka orang Muslim yang merdeka, berakal sehat, dewasa
(baligh), dan tidak berada di bawah pengampunan (boros/lalai),
boleh menerima harta wakaf. Adapun orang yang bodoh, hamba
sahaya, dan orang gila tidak sah menerima harta wakaf. Dalam hal
peruntukan wakaf, dapat dijadikan sarana untuk kebaikan dalam
mendekatkan diri kepada Allah Swt. serta untuk kepentingan umat
Islam.
4. shighat (pernyataan atau ikrar wakif sebagai suatu kehendak untuk
mewakafkan harta bendanya). Shighat adalah segala ucapan,
tulisan, atau isyarat dari orang yang berakad untuk menyatakan
kehendak dan menjelaskan apa yang diinginkannya. Adapun syarat
sahnya shighat:
a. Shighat harus munjazah (terjadi seketika);
b. Shighat tidak diikuti syarat bathil dan shighat tidak diikuti
pembatasan waktu tertentu; dan
c. Shighat tidak mengandung suatu pengertian untuk
mencabut kembali wakaf yang sudah dilakukan8.
8
Devid Frastiawan Amir Sup, “Relevansi Konsep Hutan Wakaf Dengan Konsep Wakaf Di Dalam
Islam,” Islamic Economics Journal 7, no. 1 (2021): 56, https://doi.org/10.21111/iej.v7i1.6430.
5
buku untuk anaknya yang mampu mempergunakannya, kemudian
diteruskan kepada cucu-cucunya.Macam wakaf ini dipandang sah dan yang
berhak menikmati harta wakaf adalah mereka yang ditunjuk dalam
pernyataan wakaf.
2. Wakaf Umum
ٌلَ ْن تَنَالُوا ْالبِ َّر َحتّٰى ت ُ ْن ِفقُ ْوا ِم َّما ت ُ ِحب ُّْونَ َۗو َما ت ُ ْن ِفقُ ْوا ِم ْن ش َْيءٍ فَا َِّن اللّٰهَ بِ ٖه َع ِليْم
Artinya: “Kamu sekali-kali tidak akan memperoleh kebajikan (yang
sempurna) sebelum kamu menginfakkan sebagian harta
yang kamu cintai. Apa pun yang kamu infakkan,
sesungguhnya Allah Maha Mengetahui tentangnya.”
9
M. Quraisy Shihab, al-Lubab: Makna, Tujuan, dan Pembelajaran dari Surah-Surah al-Qur’an,
(Tangerang: Lantera Hati, 2012), 121 10
6
apa saja yang kalian infakkan, maka sesungguhnya Allah pasti
megetahuinya. Anjuran untuk bernafkah di jalan Allah SWT, apa yang
disukai. Mencampurkan yang disukai atau yang tidak disukai dapat
ditoleransi, tetapi itu bukan cara terbaik untuk meraih kebajikan yang
sempurna.10
10
M. Quraisy Shihab, al-Lubab: Makna, Tujuan, dan Pembelajaran dari Surah-Surah al-Qur’an,
122.
11
M. Quraisy Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan an Keserasian al-Qur’an, juz 2 (Ciputat,
Lentera Hati, 2000), 142-143
7
harta mereka dalam bentuk aset yang bernilai tinggi, seperti tanah atau
kebun kurma.12
12
Ade Nur Rohim and Ahmad Hasan Ridwan, “Wakaf Dalam Perspektif Al-Qur’an Dan Hadis:
Esensi Dan Signifikansi Pada Tataran Ekonomi Dan Sosial,” AL QUDS : Jurnal Studi Alquran
Dan Hadis 6, no. 2 (2022): 659, https://doi.org/10.29240/alquds.v6i2.3742.
13
QS. Al-Hajj: 77
8
ibadah, makna ayat ini memerintahkan ibadah khusus yaitu shalat,
kemudian memerintahkan melakukan ibadah umum yaitu semua
ibadah, “sembahlah tuhanmu”, lebih umum dari kesemuanya, dalam
firman Allah “lakukanlah kebaikan.”
Dapat dikatakan, bahwa perintah melakukan ibadah mencakup
mengerjakan yang fardhu, sedangkan perintah melakukan kebaikan
adalah mencakup ibadah sunnah.14 “La’allakum Tuflihûn” (mudah-
mudahan kalian termasuk orang yang beruntung). Kata mudah-
mudahan adalah harapan yang hakiki, yang telah ditentukan
sebelumnya, yaitu harapan hamba. Beruntung adalah keuntungan
memperoleh laba, yaitu kebahagian abadi di hari akhir dan kesejukan
hidup di dunia.
Kata tuflihun terambil dari kata falaha yang juga digunakan
dalam arti bertani. Penggunaan kata ini memberi kesan bahwa seorang
praktisi tidak boleh mengharapkan hasil langsung dalam waktu
singkat. Ia harus merasa seperti seorang petani yang harus bersusah
payah membajak tanah, menanam benih, membasmi hama dan
menyirami tanaman serta menunggu buah dikumpulkan.15
Perintah Allah swt. dengan pernyataan “lakukanlah kebaikan”
dimaknai dengan perintah untuk melakukan segala macam perbuatan
yang dapat menciptakan hubungan yang baik antara hamba dengan
Tuhannya dan sesama manusia.16 Para ulama fiqih menjadikan ayat
ini sebagai dasar hukum atas disyariatkannya wakaf. Walaupun ayat
tersebut tidak menyebut perintah wakaf secara eksplisit, namun wakaf
diartikan sebagai bentuk kebaikan yang termasuk dalam konteks
perintah untuk mengerjakan kebaikan secara umum, sebagaimana
dinyatakan di dalam ayat tersebut.
14
Ahmad Muhammad al-Hushari, Tafsir ayat-ayat ahkâm terj. Abdurrahman Kasdi (Jakarta:
Pustaka al-Kautsar), 65.
15
M. Quraisy Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan an Keserasian al-Qur’an, 132-133
16
Imam Abdur Rauf, Kitab Taysir Al Wuquf, 1st ed. (Riyadh: Maktabah Nizar Mustafa al
Baz, 1998), 18.
9
Para ulama berpendapat bahwa terdapat hubungan yang sangat
erat antara perintah untuk melakukan kebaikan dengan berwakaf.
Tidak ada pendapat yang mengingkari bahwa wakaf merupakan
bentuk kebaikan dan kegiatan yang terpuji, serta bentuk mendekatkan
diri kepada Allah SWT.17
Wakaf merupakan ibadah dengan harta yang dilandasi dengan
kebaikan. Dengan melakukan perintah Allah swt. untuk melakukan
kebaikan berwakaf. Namun, karena ayat tersebut tidak menyatakan
secara tegas terkait perintah untuk berwakaf, implementasi wakaf
bersifat ijtihadi. Implementasi tersebut mencakup aspek tata kelola,
harta benda wakaf, rukun dan syaratnya, serta hal-hal lain yang terkait
dengan pengelolaan wakaf.18
Adapun Hadis yang menjadi dasar dari wakaf yaitu Hadis yang
menceritakan tentang kisah Umar bin al-Khaththab ketika menerima
tanah di Khaibar.
17
Nurodin Usman, “Studi Hadis-Hadis Wakaf Dalam Kitab Sahih Al-Bukhari Dan Fath Al-Bari,”
Cakrawala X, no. 2 (2015): 175–93.
18
Nunung Lasmana, “Wakaf Dalam Tafsir Al-Manar (Penafsiran Atas Surat Al-Baqarah Ayat 261-
263 Dan Ali ‘Imran Ayat 92),” Al-Tijary 1, no. 2 (2016): 195–207,
https://doi.org/10.21093/at.v1i2.530.
10
Artinya : “Bahwa ‘Umar ibnul Khaththab menghadapi masalah tanah di
Khaibar lalu meng- hadap kepada Nabi Saw mempertanyakan
hal itu katanya: “Ya Rasulullah aku mendapatkan tanah di
Khaibar tidak ada harta lain yang lebih berharga dari tanah itu,
maka apa yang harus aku kerjakan? Beliau bersabda: “Jika
kalian suka tahanlah tanahnya lalu sedekahkan hasilnya”
Kemudian ‘Umar menyedekahkan hasilnya, tanah itu tidak
dijual, tidak dihibahkan, tidak diwariskan, tetapi hasilnya
disedekahkan kepada para fakir miskin, kerabat dekat, budak,
Sabilillah, Ibnu Sabil dan tamu. Tidak mengapalah orang yang
mengelolanya untuk makan mengambil hasil dari tanah itu
secara baik-baik, memberi makan tanpa ingin memilikinya.”19
Hadis ‘Umar ini adalah hadis yang paling populer dalam kajian
wakaf sehingga tidak salah jika Ibnu Hajar menyebutnya sebagai aslun
(asal/dasar) bagi disyariatkannya wakaf. Berdasarkan hadis ini pula Ibnu
Hajar menyebutkan pendapat yang mengatakan bahwa wakaf ‘Umar ini
merupakan wakaf yang pertama kali terjadi dalam sejarah Islam.20
19
HR Bukhari no.2532 dan Muslim no. 3085
20
Nurodin Usman, “Studi Hadis-Hadis Wakaf Dalam Kitab Sahih Al-Bukhari Dan Fath Al-Bari.”
11
b. Wakif boleh menambahkan syarat-syarat tertentu bagi
pemanfaatan harta wakafnya dan agar pihak lain menghormati
syarat-syarat tersebut.
c. Tidak disyaratkan untuk menentukan secara tersurat pihak-
pihak yang berhak mendapatkan manfaat wakaf.
d. Dibolehkannya seorang wanita menjadi pengelola wakaf
meskipun ada orang-orang laki-laki yang semisalnya.
e. Dibolehkan menyerahkan wakaf kepada orang yang tidak
disebutkan namanya selama diketahui sifat-sifat tertentu yang
memungkinkannya mengelola wakaf dengan baik.
f. Wakaf hanya dibolehkan bagi harta yang asalnya dapat
dimanfaatnya secara langgeng dan tidak dibolehkan wakaf bagi
harta yang cepat rusak seperti makanan.
g. Dibolehkannya wakaf kepada orang kaya sebab penyebutan
kata kerabat dan tamu tidak dibatasi dengan batasan tertentu.
h. Wakif boleh mensyaratkan bagi dirinya sendiri agar
mendapatkan manfaat atau keuntungan dari harta yang
diwakafkannya, sebab dalam hadis tersebut ‘Umar
menyebutkan orang yang mengelola wakaf boleh mengambil
manfaat dari harta wakaf dengan tanpa membedakan apakah
orang itu wakif sendiri atau orang lain.
i. Jika wakif tidak menentukan upah bagi nazir, maka ia berhak
mengambil upah berdasarkan pekerjaan yang dikerjakannya.
Tetapi, jika wakif menentukan bahwa nazirnya adalah dirinya
sendiri kemudian menentukan upah baginya, maka pendapat
yang rajih dalam mazhab al-Syafi’i adalah membolehkannya.
j. Jika wakif membolehkan bagi nazir untuk mengambil manfaat
wakaf maka ia boleh mengambilnya dan jika tidak dibolehkan
maka ia tidak boleh kecuali jika termasuk orang-orang yang
berhak mendapatkan manfaat wakaf seperti orang-orang fakir
dan miskin.
12
k. Wakaf tidak boleh dibatasi dengan waktu tertentu.
l. Wakaf tidak boleh diperjualbelikan atau dipindahkan
kepemilikannya.
m. Dibolehkannya wakaf bagi harta yang dimiliki secara
berjama’ah.
21
Usman Zainuddin et al., “Peran Zakat Dan Wakaf Dalam Pembangunan Ekonomi Umat
Perspektif Ekonomi Islam,” FiTUA: Jurnal Studi Islam 1, no. 2 (2020): 202–34,
https://doi.org/10.47625/fitua.v1i2.270.
13
mengelola harta wakaf) dan tasbil al-tsamarah (menyalurkan
manfaat dari pengelolaan harta wakaf). Konsep menjaga
pokoknya menjadi dasar bahwa aset wakaf harus dijaga
kekekalannya, sehingga dapat memberikan manfaat dan maslahat
bagi umat.
Harta benda wakaf harus tetap abadi, sehingga penerima aset
wakaf tidak diperkenankan untuk menghibahkannya,
mewariskannya, terlebih memperjual- belikannya.22 Wakaf
dilakukan dengan menginfakkan harta yang bersifat tidak mudah
musnah. Saat ini wakaf telah berkembang, tidak hanya terbatas
pada benda tidak bergerak tapi juga benda bergerak. Wakaf dapat
disalurkan kepada penerima manfaat sesuai kehendak wakif.
Untuk itu, diperlukan pengelolaan wakaf yang profesional,
akuntabel, serta dilakukan monitoring dan pengawasan yang
efektif, agar hasil pemberdayaan wakaf lebih optimal dan
berdampak pada penigkatan kesejahteraan masyarakat.
Dengan sifat-sifat tersebut, wakaf menjadi bentuk amal
jangka panjang. Bahkan wakaf bisa tetap tidak aktif untuk waktu
yang sangat lama. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika
wakaf dianggap sebagai puncak filantropi karena menyediakan
harta paling disukai dan bernilai untuk kemaslahatan umat. Harta
wakaf tetap memberikan manfaat kepada orang-orang selama
harta wakaf tersebut tetap utuh dan digunakan oleh masyarakat
yang berhak.
Terkait hal tersebut, Rasulullah saw. memberikan penjelasan
bahwa wakaf merupakan shadaqah jariyah. Yaitu bentuk
shadaqah yang berkelanjutan dan pahalanya akan terus mengalir.
22
Firmansyah, “Penafsiran Ayat-Ayat Ahkam Tentang Wakaf.”
14
Hal ini sebagaimana yang disebutkan di dalam sebuah hadis
yang diriwayatkan oleh Muslim.
23
Lihat: Rauf, Kitab Taysir Al Wuquf, 21; Zahrah, Muhadharat Fi Al-Waqf, 7.
24
A D Rajuli, D Hafidhuddin, and H Tanjung, “Studi Analisis Ayat-Ayat Wakaf Dalam Tafsir Al-
Azhar,” KASABA: Jurnal Ekonomi Islam 7308 (2020): 61–76,
http://150.107.142.43/index.php/Kasaba/article/view/3399.
15
keutamaan sistem ekonomi Islam dalam mengatasi ketimpangan
dan kesenjangan di masyarakat, serta mengatasi kemiskinan.
Dalam Islam, kepemilikan atas harta tidaklah mutlak pada
individu yang menguasai suatu harta. Namun, terdapat hak orang
lain yang melekat pada harta dan harus disampaikan kepada
mereka pemilik hak tersebut. Dalam hal ini, Allah swt. telah
menegaskannya di dalam QS. Al-Dzariyat/51: 19.
“Pada harta benda mereka ada hak bagi orang miskin yang
meminta dan yang tidak meminta.”
Ayat tersebut menekankan bahwa kekayaan ada pada diri
seseorang sejatinya terdapat hak orang lain yang melekat
padanya.Oleh karena itu perlu dilakukan penyampaian hak
tersebut melalui instrumen redistribusi demi mewujudkan
keadilan ekonomi. Hal ini juga menjadi media perputaran harta
secara adil di antara masyarakat. Sehingga harta tidak hanya
berputar di sekelompok masyarakat saja, namun turut juga
terdistribusi kepada semua masyarakat.
3. Wakaf sebagai Instrumen Pembiayaan untuk Pembangunan
Berdasarkan hadis Umar bin Khattab, dipahami bahwa
konsep wakaf setidaknya terdiri dari tahbis al-ashl (menahan
pokok) dan tasbil al-tsamarah (menyalurkan manfaat). Dalam
pelaksanaannya, wakaf dikelola dalam berbagai bentuk
pengelolaan aset termasuk investasi. Keuntungan yang dihasilkan
dari pengelolaan tersebut akan didistribusikan kepada nazhir
dengan skema bagi hasil. Selain itu, nazhir juga dapat menerima
deviden jika pengelola aset wakafnya berbentuk PT yang dimiliki
oleh nazhir. Manfaat yang diterima nazhir kemudian akan
16
disalurkan kepada mauquf ‘alaih, dalam berbagai bentuk program
pemberdayaan dan pembangunan.25
Wakaf telah banyak berkontribusi dalam membangun
peradaban masyarakat. Hal ini terlihat misalnya dalam
pembangunan masjid, sekolah dan fasilitas umum lainnya yang
dibangun dengan dana wakaf. Model pengelolaan wakaf untuk
pembangunan dan lembaga sosial seperti ini juga sudah
diterapkan sejak masa Bani Umayyah dan Abbasiyah.26
Saat ini terdapat inovasi pengelolahan wakaf baru. Salah
satunya adalah diberlakukannya wakaf tunai. Hal ini juga menjadi
sarana yang lebih mudah dan fleksibel dalam mendorong
optimalisasi wakaf untuk pembangunan. Hal ini dapat
diimplementasikan dengan karakter khas yang ada pada wakaf
tunai yang bersifat fleksibel dan mobilisasi dana yang cepat.
Wakaf tunai lebih mudah difungsikan untuk mendorong
pertumbuhan ekonomi dan mengatasi berbagai persoalan
ekonomi sosial seperti pengentasan kemiskinan, pembiayaan
keuangan mikro, layanan kesehatan, dan fungsi lainnya yang
berkaitan dengan pengembangan sektor ekonomi dan sosial.
Di sisi lain, wakaf merupakan sarana penting untuk
mengurangi beban belanja dan pengeluaran pemerintah, serta
mendorong perwujudan distribusi ekonomi yang berkeadilan.
Dalam kondisi seperti ini, optimalisasi sektor keuangan sosial
seperti wakaf menjadi salah satu solusi untuk mendorong
pembangunannya.
Dari beberapa hal di atas, terlihat bahwa wakaf memiliki
peran strategis dalam mewujudkan pembangunan. Peran wakaf
25
Bank Indonesia and Unair, Wakaf: Pengaturan Dan Tata Kelola Yang Efektif, Seri Ekonomi
Dan Keuangan Syariah (Jakarta: Departemen Ekonomi dan Keuangan Syariah, Bank Indonesia,
2016), 45–46.
26
Nurul Huda et al., “Problems, Solutions and Strategies Priority for Waqf in Indonesia,”
Journal of Economic Cooperation and Development 38, no. 1 (2017): 29–54.
17
dalam mengurangi beban belanja pemerintah, sarana menghindari
defisit anggaran pemerintah, mendorong redistribusi kekayaan
dan pendapatan masyarakat, pengentasan kemiskinan, serta
mempercepat laju pertumbuhan ekonomi.
18
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Wakaf secara bahasa berasal dari kata waqafa-yaqifu yang artinya berhenti,
lawan dari kata istamara. Kata ini sering disamakan dengan al-tahbis atu al-
tasbil yang bermakna al-habs‟an tasarruf, yakini mencegah dari mengelola.
Berwakaf bukan hanya seperti sedekah biasa, tetapi lebih besar ganjarannya dan
manfaatnya terhadap diri sendiri, karena ganjaran wakaf itu terus-menerus
mengalir selama barang itu masih berguna, barang asalnya tetap, tidak boleh
dijual, diwariskan, diberikan atau dihibahkan. Sekarang kalau kiranya wakaf itu
tidak ada manfaatnya atau kurang manfaatnya maka boleh dijual.
B. Saran
Wakaf adalah amalan yang sangat besar dengan memberikan sebagian harta
berharga untuk keperluan sosial. Wakaf juga berfungsi untuk mewujudkan
potensi dan manfaat ekonomi harta benda wakaf untuk kepentingan ibadah dan
mewujudkan kesejahteraan umum. Kita sebagai umat muslim, jika kita
mempunyai harta yang lebih sebaiknya diwakafkan biar lebih bermanfaat.
19
DARTAS PUSTAKA
Lasmana, Nunung. “Wakaf Dalam Tafsir Al-Manar (Penafsiran Atas Surat Al-
Baqarah Ayat 261-263 Dan Ali ‘Imran Ayat 92).” Al-Tijary 1, no. 2 (2016):
195–207. https://doi.org/10.21093/at.v1i2.530.
Los, Unidad Metodología D E Conocimiento D E. “Tafsir Ayat Dan Syarah Hadis
Tentang Wakaf,” n.d., 1–9.
Nurodin Usman. “Studi Hadis-Hadis Wakaf Dalam Kitab Sahih Al-Bukhari Dan
Fath Al-Bari.” Cakrawala X, no. 2 (2015): 175–93.
Rajuli, A D, D Hafidhuddin, and H Tanjung. “Studi Analisis Ayat-Ayat Wakaf
Dalam Tafsir Al-Azhar.” KASABA: Jurnal Ekonomi Islam 7308 (2020): 61–
76. http://150.107.142.43/index.php/Kasaba/article/view/3399.
Rohim, Ade Nur, and Ahmad Hasan Ridwan. “Wakaf Dalam Perspektif Al-
Qur’an Dan Hadis: Esensi Dan Signifikansi Pada Tataran Ekonomi Dan
Sosial.” AL QUDS : Jurnal Studi Alquran Dan Hadis 6, no. 2 (2022): 659.
https://doi.org/10.29240/alquds.v6i2.3742.
Zainuddin, Usman, Mahillatul Iffa, Nuril Fajria, and Silvia Maula Aulia. “Peran
Zakat Dan Wakaf Dalam Pembangunan Ekonomi Umat Perspektif Ekonomi
Islam.” FiTUA: Jurnal Studi Islam 1, no. 2 (2020): 202–34.
https://doi.org/10.47625/fitua.v1i2.270.
Dr. Mohamad Akram Laldin, Dr. Mek Wok Mahmud, and Dr. Mohd. Fuad
Sawari. “Maqasid Syariah Dalam Perlaksanaan Wakaf.” Konvensyen Wakaf
Kebangsaan, 2006, 1–16.
Los, Unidad Metodología D E Conocimiento D E. “Tafsir Ayat Dan Syarah Hadis
Tentang Wakaf,” n.d., 1–9.
Maskur, and Soleh Gunawan. “Unsur Dan Syarat Wakaf Dalam Kajian Para
Ulama Dan Undang-Undang Di Indonesia.” Tazkiya: Jurnal Keislaman,
Kemasyarakat Dan Kebudayaan 19, no. 2 (2018): 81–96.
https://jurnal.uinbanten.ac.id/index.php/tazkiya/article/view/1273/992.
Rohim, Ade Nur, and Ahmad Hasan Ridwan. “Wakaf Dalam Perspektif Al-
Qur’an Dan Hadis: Esensi Dan Signifikansi Pada Tataran Ekonomi Dan
Sosial.” AL QUDS : Jurnal Studi Alquran Dan Hadis 6, no. 2 (2022): 659.
https://doi.org/10.29240/alquds.v6i2.3742.
Sup, Devid Frastiawan Amir. “Relevansi Konsep Hutan Wakaf Dengan Konsep
Wakaf Di Dalam Islam.” Islamic Economics Journal 7, no. 1 (2021): 56.
https://doi.org/10.21111/iej.v7i1.6430.
Wakaf, Tahun Tentang. “RUKUN WAKAF DALAM KEABSAHAN WAKAF
MENURUT UU NO” 8, no. 2 (2022): 64–70.
20
21