Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

MANAJEMEN ZAKAT
Tentang
PENGERTIAN DAN ASPEK HUKUM ISLAM TENTANG WAKAF

DISUSUN OLEH KELOMPOK:


1. MELIA SARAPOPA
2. MUHAMMAD IQBAL
3. NEPI SRIHANDAYANI

DOSEN PENGAMPU:
FIRMAN, M. Pd. I

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM YAYASAN PERGURUAN TINGGI


ISLAM PASAMAN (STAI YAPTIP PASAMAN BARAT)
PROGRAM STUDI PERBANKAN SYARI’AH
FAKULTAS EKONOMI SYARI’AH
1443 H / 2022 M
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, Puji syukur kepada Allah Yang Maha Esa atas segala
limpahan Rahmat, Inayah, Taufik dan Hidayah – Nya. Sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana
dengan judul Pengertian dan Aspek Hukum islam tentang Wakaf. Semoga
makalah ini dapat di pergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk, maupun
pedoman bagi pembacanya. Sekaligus sebagai salah satu syarat dalam
mensukseskan perkulliahan dengan Bapak Dosen pembimbing dalam mata kulliah
Manajemen Zakat.
Sehubungan dengan hal tersebut, perlu kiranya penulis dengan ketulusan
hati mengucapkan terima kasih kepada Pembimbing Mata Kulliah Firman,
M.Pd.I yang telah membimbing penulis dalam menyelesaikan makalah ini.
Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada semua pihak, yang telah
membantu dalam menyelesaikan makalah ini. Kami menyadari bahwa makalah ini
masih jauh dari kesempurnaan oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak
yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi perbaikan laporan
selanjutanya. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita. Amin.

Simpang Empat, 11 Juni 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI 

KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
A. Latar Belakang..............................................................................................1
B. Batasan Masalah...........................................................................................1
C. Tujuan...........................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................2
A. Pengertian Wakaf......................................................................................2
B. Dasar Hukum Zakat...................................................................................6
BAB III PENUTUP..............................................................................................10
A. Kesimpulan.................................................................................................10
B. Saran............................................................................................................10
DAFTAR KEPUSTAKAAN...............................................................................11

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Wakaf dalam hukum Islam berarti menyerahkan suatu hak milik yang
tahan lama (dzatnya) kepada seseorang atau nadzir (pengelola wakaf), baik
berupa perorangan maupun badan pengelola, dengan ketentuan bahwa hasil
atau manfaatnya digunakan untuk hal-hal yang sesuai dengan ajaran syari‟at
Islam. Harta yang telah diwakafkan keluar dari hak milik yang mewakafkan,
dan bukan pula menjadi hak milik nadzir, tetapi menjadi hak milik Allah
dalam pengertian hak masyarakat umum.
Pada dasarnya wakaf merupakan tindakan sukarela (tabarru') untuk
mendermakan sebagian kekayaan. Karena sifat harta benda yang diwakafkan
tersebut bernilai kekal.
B. Batasan Masalah
1. Apakah pengertian Wakaf?
2. Bagaimanakah Dasar Hukum Wakaf?
C. Tujuan
1. Mendeskripsikan tentang pengertian Wakaf
2. Mendeskripsikan tentang Dasar Hukum Wakaf

1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Wakaf
Wakaf adalah suatu pranata yang berasal dari Hukum Islam. Oleh
karena itu, apabila membicarakan masalah perwakafan pada umumnya dan
perwakafan tanah pada khususnya, tidak mungkin untuk melepaskan diri dari
pembicaraan tentang konsepsi wakaf menurut Hukum Islam. Akan tetapi,
dalam Hukum Islam tidak ada konsep yang tunggal tentang wakaf ini, karena
terdapat banyak pendapat yang sangat beragam.1 Wakaf menurut Bahasa Arab
berarti al-habsu, yang berasal dari kata kerja habasa-yahbisu-habsan,
menjauhkan orang dari sesuatu atau memenjarakan. Kemudian, kata ini
berkembang menjadi habbasa dan berarti mewakafkan harta karena Allah.
Kata wakaf sendiri berasal dari kata kerja waqofa (fiil madi), yaqifu
(fiil mudori’), waqfan (isim masdar) yang berarti berhenti atau berdiri.
Sedangkan wakaf manurut syara’ adalah menahan harta yang mungkin
diambil manfaatnya tanpa menghabiskan atau merusakkan bendanya (ainnya)
dan digunakan untuk kebaikan.2 Secara terminologis fiqih tampak diantara
para ahli (fuqoha), baik Maliki, Hanafi, Syafi’i maupun Hambali berbeda
pendapat terhadap batasan pendefinisian wakaf. Realitas dan kenyataan ini
disebabkan karena adanya perbedaan landasan dan pemahaman serta
penginterpretasiannya terhadap ketentuan-ketentuan yang ada dalam
berbagaihadits yang menerangkan tentang wakaf.
Dalam kamus besar bahasa Indonesia wakaf diartikan “sesuatu yang
diperuntukkan bagi kepentingan umum sebagai derma atau untuk kepentingan
umum yang berhubungan dengan agama”.3 Sedangkan dalam Ensiklopedi
Islam, wakaf didefinisikan: “perpindahan hak milik atas suatu harta yang
bermanfaat dan tahan lama dengan cara menyerahkan hata itu kepada

1
Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat Islam Departemen Agama Republik
Indonesia, Fiqih Wakaf, (Jakarta: Departemen Agama, 2007), hal. 1
2
Adijani Al-Alabij, Perwakafan Tanah di Indonesia Dalam Teori dan Praktek, (Raja
Grafindo Persada, Jakarta, 2002), 25
3
Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka 1989), hal. 1006

2
pengelola, baik keluarga, perorangan maupun lembaga untuk digunakan bagi
kepentingan umum di jalan Allah”.4
Berbagai rumusan tentang definisi wakaf ditemukan dalam beberapa
literatur yang dikemukakan oleh para ulama dan cendekiawan, yaitu
sebagaiberikut:
1. Menurut Abu Hanifah (Imam Hanafi)
Wakaf adalah suatu sedekah atau pemberian, dan tidak terlepas sebagai
milik orang yang berwakaf, selama hakim belum memutuskannya, yaitu
bila hukum belum mengumumkan harta itu sebagai harta wakaf, atau
disyaratkan dengan ta’liq sesudah meninggalnya orang yang berwakaf.
Umpamanya dikatakan: “Bila saya telah meninggal, harta saya (rumah)
ini, saya wakafkan untuk keperluan madrasah anu”. Jadi dengan
meninggalnya orang yang berwakaf barulah harta yang ditinggalkan itu
jatuh menjadi harta wakaf bagi madrasah anu tersebut.
2. Menurut Imam Syafi’i
Wakaf ialah suatu ibadah yang disyariatkan. Wakaf itu berlaku sah apabila
orang yang berwakaf (waqif) telah menyatakan dengan perkataan: “Saya
telah wakafkan (waqaffu) sekalipun tanpa diputus oleh hakim.” Bila harta
telah dijadikan harta wakaf, orang yang berwakaf tidak berhak lagi atas
harta itu walaupun harta itu tetap ditangannya, atau dengan perkataan lain
walaupun harta itu tetap dimilikinya.
3. Menurut Sayid Ali Fikri
Dalam “Al Muamalatul Madiyah Wal Adabiyah” pendapat golongan
Maliki (Mazhab Maliki) tentang wakaf adalah menjadikanmenfaat benda
yang dimiliki, baik berupa sewa atau hasilnya untuk diserahkan kepada
orang yang berhak, dengan bentuk penyerahan berjangka waktu sesuai
dengan apa yang dikehendaki oleh orang yang mewakafkan.5 Sayid Ali
Fikri menyatakan bahwa menurut pendapat golongan Hambali (Mazhab
Hambali) wakaf itu adalah menahan kebebasan pemilik harta dalam

4
Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedi Islam, (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve 1989), hal.
168

3
membelanjakan hartanya yang bermanfaat dengan tetap utuhnya harta dan
memutuskan semua hak penguasaan terhadap harta itu, sedangkan
manfaatnya dipergunakan pada suatu kebaikan untuk mendekatkan diri
kepada Allah.
4. The Shorter Encyclopaedia of Islam
Pengertian wakaf menurut islilah Hukum Islam yaitu “to protect a thing,
to prevent it from becoming of a third person.” Artinya, memelihara suatu
barang atau benda dengan jalan menahannya agar tidak menjadi milik
pihak ketiga. Barang yang ditahan itu haruslah benda yang tetap dzatnya
yang dilepaskan oleh yang punya dari kekuasaannya sendiri dengan cara
dan syarat tertentu, tetapi dapat dipetik hasilnya dan dipergunakan untuk
keperluan amal kebajikan yang ditetapkan oleh ajaran Islam.5
Ditinjau dari segi peruntukan ditujukan kepada siapa wakaf itu, maka
dapat dibagi menjadi dua (2) macam:
1. Wakaf Ahli
Yaitu wakaf yang ditujukan kepada orang-orang tertentu, seorang
atau lebih, keluaraga si wakif atau bukan. Wakaf seperti ini juga disebut
wakaf Dzurri.
Apabila ada sesorang mewakafkan sebidang tanah kepada
anakanya, lalu kepada cucunya, wakafnya sah dan yang mengambil
manfaatnya adalah mereka yang ditunjuk dalam pernyataan wakaf.
2. Wakaf Khairi
Adalah wakaf yang secara tegas untuk kepentingan agama
(keagamaan) atau kemasyarakatan (kebajikan umum). Seperti wakaf yang
diserahkan untuk keperluan masjid, sekolah, jembatan rumah sakit, panti
asuhan anak yatim dan lain sebagainya. Jenis wakaf ini seperti yangt
dijelaskan dalam hadits nabi Muhammad SAW yang menceritakn tentang
wakaf sahabat Umar bin Khattab. Beliau memberikan hasil kebunnya

5
Muhamad Daud Ali, Sistem Ekonomi Islam Zakat dan Wakaf, (UI Press, Jakarta 1998),
84

4
kepada fakir miskin, ibnu sabil, sabilillah, para tamu, dan hamba sahaya
yang berusaha menebus dirinya.
Wakaf ini, ditujukan kepada umum dengan tidak terbatas
penggunaaannya yang mencakup semua aspek untuk kepentingan dan
kesejahteraan umat manusia pada umumnya. Kepentingan umum tersebut
bisa untuk jaminan sosial, pendidikan, kesehatan, pertahanan, keamanan
dan lain-lain.6
Setidaknya, ada lima syarat yang harus dimiliki benda tersebut, seperti
dilansir oleh al-Kabisi (2004:247). Kelima syarat tersebut tersebut adalah
bahwa harta wakaf memiliki nilai (ada harga-nya), harta wakaf jelas
bentuknya, harta wakaf merupakan hak milik dari wakif (berupa benda yang
tidak bergerak, seperti tanah atau benda yang disesuaikan dengan kebiasaan
wakaf yang ada), dan harta wakaf harus terpisah. Berikut ini penjabaran dari
syarat-syarat tersebut.
1. Harta Wakaf Memiliki Nilai
Harta yang memiliki nilai adalah harta yang dimiliki oleh orang
dan dpat digunakan secara hukum (sah) dalam keadaan normal ataupun
khusus, seperti tanah, uang, dan buku.
2. Harta Wakaf Harus Jelas (diketahui)
Para pakar fiqih mensyaratkan harat wakaf harus diketahui secara
pasti dan tidak mengandung sengketa hak milik. Oleh karena itu,
meskipun wakif mengatakan , “aku mewakafkan sebagian dari hartaku,”
namun ia tidak menunjukkan hartanya tertentu, maka batal wakafnya.
3. Harta Wakaf Merupakan Haka Milik Wakif
Tidak ada perbedaan pendapat dikalangan fuqaha bahwa wakaf
harus berasal dari harta milik pewakaf sendiri (hak milik). Hal ini
dikarenakan wakaf adalkah satu tindakan yang menyebabkan terbebasnya
satu kepemilikan seseorang menjadi harta wakaf.
4. Harta Wakaf Dapat Diserahterimakan Bentuknya

6
Fiqih Wakaf, Jakarta: Direktorat Pemberdayaan Wakaf, Direktorat Jenderal Bimbingan
Masyarakat Islam, Departemen Agama RI, 2006.hlm.16

5
Setiap harta yang diwakafkan harus bisa diserahterimakan
bentuknya agar sah wakafnya.hal ini karena sesuatu yang yang tidak boleh
diwakafkan menyebabkan wakafnya itu tidak sah.
5. Harta Wakaf Harus Terpisah
Harta wakaf bisa saja berupa harta yang bercampur (milik umum)
dan bisa juga harta yang terpisah dari harta lainnya. Namun, para ulama’
sepakat bahwa harta wakaf tidak boleh berupa harta bercampur, khususnya
untuk masjid dan kuburan karena wakaf tidak terlaksana kecuali harta itu
terpisah dan independen.7
B. Dasar Hukum Zakat
Wakaf tidak dijelaskan secara eksplisit dalam Al-Qur’an, namun
demikian ditemukan petunjuk umum tentang wakaf walaupun secara implisit.
Dalil-dalil yang dijadikan sandaran atau dasar hukum wakaf dalam Agama
Islam adalah:

‫لَ ْن تَنَالُوا ْالبِ َّر َح ٰتّى تُ ْنفِقُوْ ا ِم َّما تُ ِحبُّوْ نَ ۗ َو َما تُ ْنفِقُوْ ا ِم ْن َش ْي ٍء فَا ِ َّن هّٰللا َ بِ ٖه َعلِ ْي ٌم‬
Artinya: “Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang
sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebahagian harta yang kamu cintai.
Dan apasaja yang kamunafkahkan, maka sesungguhnya Allah
mengetahuinya”. (QS. Ali-Imran: 92)

ۗ‫ض‬ِ ْ‫ت َما َك َس ْبتُ ْم َو ِم َّمٓا اَ ْخ َرجْ نَا لَ ُك ْم ِّمنَ ااْل َر‬ ِ ‫ٰيٓاَيُّهَا الَّ ِذ ْينَ ٰا َمنُ ْٓوا اَ ْنفِقُوْ ا ِم ْن طَي ِّٰب‬
‫ْث ِم ْنهُ تُ ْنفِقُوْ نَ َولَ ْستُ ْم بِ ٰا ِخ ِذ ْي ِه آِاَّل اَ ْن تُ ْغ ِمضُوْ ا فِ ْي ِه ۗ َوا ْعلَ ُم ْٓوا اَ َّن‬
َ ‫َواَل تَيَ َّم ُموا ْال َخبِي‬
‫هّٰللا َ َغنِ ٌّي َح ِم ْي ٌد‬
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (dijalan
Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dariapa
yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu,”. (QS. Al-Baqarah: 267).

‫َي هّٰللا ِ َو َرسُوْ لِ ٖه َواتَّقُوا هّٰللا َ ۗاِ َّن هّٰللا َ َس ِم ْي ٌع َعلِ ْي ٌم‬ ٰ ٓ
ِ ‫ٰياَيُّهَا الَّ ِذ ْينَ ا َمنُوْ ا اَل تُقَ ِّد ُموْ ا بَ ْينَ يَد‬
Artina: “Hai orang-orang yang beriman, ruku'lah kamu, sujudlah
kamu, sembahlah Tuhanmu dan perbuatlah kebajikan, supaya kamu
mendapat kemenangan”. (QS. Al-Hajj ayat 77)

7
Sudirman Hasan, Wakaf Uang, (Malang: UIN-Maliki Press, 2011), hlm.12

6
Berkaitan dengan hukum perdata, wakaf telah memenuhi syarat sahnya
perjanjian sebagaimana disebutkan dalam pasal 1320 Kitab Undang-undang
Hukum Perdata, yaitu:
1. Sepakat yang mengikatkan dirinya Sepakat yang mengikatkan dirinya
mengandung makna bahwa wakif dan nazir telah sepakat untuk melakukan
ikrar wakaf.
2. Cakap untuk membuat ikrar wakaf Dalam hal ini, wakif harus mempunyai
kecakapan melakukan tabarru yaitu melepaskan hak milik tanpa imbangan
materil. Artinya wakif harus sudah baligh (dewasa), berakal sehat, tidak
dibawah pengampuan dan tidak karena terpaksa berbuat. Cakap ber-
tabarru didasarkan pertimbangan akal yang sempurna pada orang yang
telah mencapai umur baligh. Di dalam fikih islam dikenal dua pengertian
yaitu baligh dan rasyid, pada istilah baligh dititik beratkan pada umur
sedangkan rasyid menitik beratkan pada kematangan jiwa atau
kematangan akalnya (Abdul Ghofur Anshori, 2006:26).
3. Suatu hal tertentu Harta wakaf dapat berupa benda tetap maupun benda-
benda bergerak.
4. Suatu sebab yang halal Harta wakaf tidak boleh bertentangan dengan nilai-
nilai ibadah, hal ini sesuai dengan amalan wakaf sebagai salah satu amalan
ibadah.
Pada tanggal 27 Oktober 2004, pemerintah mengeluarkan sebuah
peraturan baru mengenai wakaf yaitu Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004
Tentang Wakaf (UU Wakaf). Undang-Undang ini merupakan Undang-Undang
pertama yang secara khusus mengatur wakaf. Undang-undang Wakaf tersebut
memuat substansi hukum mengenai wakaf yang terdiri dari 11 bab dan
71pasal, namun hanya beberapa pasal dalam UU Wakaf ini yang akan
digunakan dalam ini, yaitu:
Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 41 tahun 2004 tentang Wakaf
adalah: “Wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan/atau
menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya
atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna

7
keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum untuk syariat.” Berdasarkan
Undang-undang Nomor 41 tahun 2004 tentang wakaf pihak-pihak yang terkait
dalam wakaf tercantum dalam pasal 1 ayat (2) yang menyatakan bahwa wakif
adalah pihak yang mewakafkan harta benda miliknya. Selain itu tercantum
pula dalam pasal 1 ayat (4) yang menyatakan bahwa nazhir adalah pihak yang
menerima harta benda wakaf dari wakif untuk dikelola dan dikembangkan
sesuai peruntukannya.
Menurut pasal 1 ayat (3): Ikrar wakaf adalah pernyataan kehendak
wakif yang diucapkan secara lisan kepada nazir untuk mewakafkan harta
benda miliknya. Pengaturan mengenai wakaf tercantum pula dalam Instruksi
Presiden (Inpres) Nomor.1 tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam.
Dalam Inpres ini terdapat beberapa istilah dan pengertian mengenai wakaf,
wakif, Ikrar, benda wakaf, nazhir, Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf yang
tercantum dalam pasal 215 yang menyebutkan bahwa:
1. Wakaf adalah perbuatan hukum seseorang atau kelompok orang atau
badan hukum memisahkan sebagian dari benda miliknya dan
melembagakan untuk selama-lamanya guna kepentingan ibadah atau
keperluan umum lainnya sesuai dengan ajaran islam (pasal 215 ayat (1).
2. Wakif adalah orang atau orang-orang ataupun badan hukum yang
mewakafkan benda miliknya (pasal 215 ayat (2).
3. Ikrar wakaf adalah pernyataan kehendak dariwakif untuk mewakafkan
benda miliknya (pasal 215 ayat (3).
4. Benda wakaf adalah segala benda baik benda bergerak atau tidak bergerak
yang memiliki daya tahan yang tidak hanya sekali pakai dan bernilai
menurut ajaran islam (pasal 215 ayat (4).
5. Nazhir adalah kelompok orang atau badan hukum yang diserahi tugas
pemeliharaan dan pengurusan benda wakaf (pasal 215 ayat (5).
6. Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf atau PPAIW adalah petugas
pemerintah yang diangkat berdasarkan peraturan yang berlakku,
berkewajiban menerima ikrar dari wakif dan menyerahkannya kepada

8
nazhir serta melakukan pengawasan untuk kelestarian perwakafan (pasal
215 ayat (6).
Wakaf uang berdasarkan Al-Qur’an, Hadist, Kitab Undang-undang
Hukum Perdata. Undang-Undang No.41 tahun 2004 tentang Wakaf dan
Instruksi Presiden Nomor.1 tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam
separti yang telah diterangkan diatas, jika kita tarik dalam konteks masa kini,
terutama kalau kita hubungkan dengan fungsi uang sebagai aset yang paling
likuid dan juga sifat fleksibilitas dari pada uang, bahkan dengan wakaf uang
mayoritas penduduk bisa ikut partisipasi (Abu Su’ud Muhammad, 1997:20-
21).
Partisipasi dalam hal ini adalah semua masyarakat baik individu
maupun secara kelembagaan dapat mewakafkan atau menyisihkan sebagian
rezeki yang diterimanya untuk diwakafkan. Dengan hadirnya instrumen wakaf
uang, berwakaf dapat dilakukan oleh siapa pun demi niat beribadah kepada
Allah SWT tanpa menunggu harus banyak uang dulu. Bahkan karena sifat
fleksibilitas dari wakaf uang, akan dapat memfungsikan tanah-tanah wakaf
yang selama ini tidak terurus maupun tidak produktif disebabkan tidak
memiliki modal, menjadi gedung-gedung bertingkat yang akan menghasilkan
keuntungan atau lahan-lahan pertanian dengan produktifitas tinggi.

9
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Wakaf menahan dzat/benda dan membiarkan nilai manfaatnya demi
mendapatkan pahala dari Allah Ta’ala.
2. Merupakan ibadah kebendaan yang secara tekstualitas tidak ditemukan
ayat nya di dalam al-Quran, kecuali ada beberapa hadist Nabi yang secara
eksplisit memberikan kepastian tentang hukum wakaf. Wakaf adalah
amalan yang disunnahkan, teermasuk jenis sedekah yang paling utama
yang dianjurkan Allah dan termasuk bentuk taqarrub yang ermulia, serta
merupakan bentuk kebaikan dan ihsan yang terluas serta banyak
manfaatnya.
3. Wakaf merupakan amal yang tidak pernah terputus, meski orang yang
memberikan wakaf sudah meninggal dunia. Wakaf ditentukan
peruntukannya, seperti untuk sarana peribatan seperti; masjid, langgar,
mushala, yayasan pendidikan, yayasan panti jompo dan untuk sarana
peribadatan sosial lainnya.
4. Disyariatkan harta yang diwakafkan bermanfaat secara langgeng seperti
gedung, hewan, kebun, senjata, perabot dan yang berkembang sekarang
adalah wakaf uang tunai, dan wakaf hak kekayaan intelektual.
B. Saran
Pemakalah menyadari bahwa sebagai insan yang dho’if tidak akan
lepas dari kesalahan dan kekhilafan. Di samping itu barangkali makalah yang
kami sajikan ini masih jauh dari kata sempurna. Maka pemakalah sangat
mengharapkan ide-ide yang cemerlang dari rekan mahasiswa semua untuk
berfartisifasi dalam meningkatkan pengetahuan kami di pertemuan yang akan
dating berupa kritik dan saran.

10
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Abdul Aziz Dahlan, 1989. Ensiklopedi Islam. Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve.

Adijani Al-Alabij, 2002. Perwakafan Tanah di Indonesia Dalam Teori dan


Praktek. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat Islam Departemen Agama Republik


Indonesia. 2007. Fiqih Wakaf. Jakarta: Departemen Agama.

Fiqih Wakaf, Jakarta: Direktorat Pemberdayaan Wakaf, 2006. Direktorat Jenderal


Bimbingan Masyarakat Islam. Departemen Agama RI.

Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka 1989), hal. 1006

Muhamad Daud Ali, 1998. Sistem Ekonomi Islam Zakat dan Wakaf. UI Press,
Jakarta .

Sudirman Hasan, 2011. Wakaf Uang, Malang: UIN-Maliki Press.

11

Anda mungkin juga menyukai