TENTANG
Di Susun
Oleh:
MUHAMMAD FAISHAL HABIB
NIM: 21154125
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada saya, sehingga saya dapat
menyelesaikan makalah yang diberi judul HARTA WAKAF MENURUT FIQH
SYAFI‟IYYAH DAN UU NO 41 TAHUN 2004.
Terlepas dari semua itu, saya menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena
itu dengan tangan terbuka saya menerima segala saran dan kritik dari pembaca
agar saya dapat memperbaiki makalah ini.
Akhir kata saya berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat
maupun inpirasi terhadap pembaca.
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
menahan harta yang dapat diambil manfaatnya tanpa musnah seketika dan untuk
manfaatnya untuk kebajikan dan kepentingan agama dan ummat Islam atau
kepada penerima wakaf yang telah ditentukan oleh pewakaf sebagaimana yang
dinyatakan didalam hukum wakaf dari pertama harta itu diwakafkan sampai pada
akhirnya semata-mata karena Allah SWT untuk selama-lamanya dan tidak boleh
Oleh karena itu perlu kiranya kita untuk mengkaji, menganalisis dan
kita perlu lebih memikirkan dan mengoptimalkan cara mengelola wakaf yang ada
1
2
supaya dapat mendatangkan kemanfaatan pada semua pihak, baik bagi wakif
B. Rumusan Masalah
NO 41 TAHUN 2004?
C. Tujuan Penulisan
PEMBAHASAN
A. Pengertian Wakaf
sebagian atau keseluruhan harta benda yang dimilikinya untuk kepentingan ibadah
“menahan harta yang mungkin dapat diambil orang manfaatnya, kekal zat (‘ain)
dilakukan untuk suatu tujuan tertentu yang ditetapkan oleh wakif dalam ikrar
wakaf. Dalam menentukan tujuan wakaf berlaku asas kebebasan kehendak dalam
2. Rahmat Syafe‟i, Kamus Arab Indonesia, (Jakarta: Pustaka Al-Husna, 2005), hal. 124.
3.Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007), hal. 240.
3
4
untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah
1. Menurut Imam Abu Hanifah wakaf adalah menahan suatu benda yang menurut
hukum, tetap milik si wakif dalam rangka mempergunakan manfaatnya untuk
kebajikan.
2. Mazhab Hanafi mendefinisikan wakaf adalah: tidak melakukan suatu tindakan
atas suatu benda yang berstatus tetap sebagai hak milik, dengan menyedekahkan
manfaatnya kepada suatu pihak kebajikan (sosial), baik sekarang maupun akan
datang, contohnya seperti wakaf buah kelapa.
3. Menurut imam Malik berpendapat bahwa sesuatu yang diwakafkan itu bisa untuk
selamanya atau boleh dalam waktu tertentu artinya boleh tidak melepaskan harta
yang diwakafkan dari kepemilikan wakif namun wakaf tersebut mencegah wakif
melakukan tindakan yang dapat melepaskan kepemilikannya atas harta tersebut
kepada yang lain dan wakif berkewajiban menyedekahkan manfaatnya serta tidak
boleh menarik kembali wakafnya. Perbuatan menjadikan manfaat hartanya untuk
digunakan oleh mauquf bih (penerima wakaf), walaupun yang dimilikinya itu
berbentuk upah, atau menjadikan hasilnya untuk dapat digunakan seperti
mewakafkan uang.
4. Menurut imam Syafi'i dan Ahmad bin Hambal mendefinisikan wakaf adalah:
tidak melakukan suatu tindakan atas suatu benda, yang berstatus sebagai milik
Allah SWT, dengan menyedekahkan manfaatnya kepada suatu kebajikan (sosial).
5. Menurut Mazhab Imamiyah mengatakan bahwa mazhab lain sama dengan
mazhab Syafi‟i dan Ahmad Ibn Hambal, namun berbeda dari segi kepemilikan
atas benda yang diwakafkan yaitu menjadi milik mauquf alaih (yang diberi
wakaf), meskipun mauquf alaih tidak berhak melakukan suatu tindakan atas benda
wakaf tersebut, baik menjual atau menghibahkannya. 5
diantara pengertian dari wakaf. Suatu hal yang perlu diperhatikan di sini yaitu
diwakafkan. Dari definisi di atas, tampak jelas bahwa para ulama memandang
kepemilikan benda wakaf sama sekali terlepas dari tangan wakif. Artinya, antara
benda wakaf dan manfaatnya harus menjadi satu kesatuan yang utuh yang tidak
diwakafkan kepada orang yang berhak dan dipergunakan sesuai dengan ajaran
syariah Islam. Hal ini sesuai dengan fungsi wakaf yang disebutkan pasal 5 UU no.
41 tahun 2004 yang menyatakan wakaf berfungsi untuk mewujudkan potensi dan
manfaat ekonomis harta benda wakaf untuk kepentingan ibadah dan untuk
Sedangkan dalam ungkapan para ulama terlihat bahwa benda wakaf tetap
menjadi hak milik wakif dan hanya manfaatnya saja yang diambil untuk
kepentingan kemaslahatan umum. Oleh karena itu pemilikan harta wakaf tidak
menjualnya. Jika si wakif wafat, harta tersebut menjadi harta warisan untuk ahli
sesuai dengan keinginan pemilik. Dengan kata lain, pemilik harta menahan benda
untuk tujuan kebaikan, yaitu pemberian manfaat benda secara wajar sedangkan
benda itu tetap menjadi milik si wakif. Perwakafan diperbolehkan berlaku untuk
suatu masa tertentu atau untuk selamanya sesuai niat si wakif. Setelah sempurna
prosedur perwakafan wakif tidak boleh melakukan apa saja terhadap harta yang
6
kepada yang lain, baik dengan tukaran (tukar menukar) atau tidak.
Jika wakif wafat, harta yang diwakafkan tersebut tidak dapat diwarisi oleh
mauquf `alaih (yang diberi wakaf) sebagai sedekah yang mengikat, dimana wakif
mauquf alaih.
barang-barang yang tidak bergerak, misalnya tanah, rumah dan kebun. Mereka
juga sepakat, kecuali Hanafi tentang sah wakaf dengan barang-barang bergerak,
tanpa menghabiskan barang itu sendiri. Selanjutnya para ulama mazhab sepakat
masyarakat. Misalnya sepertiga separuh dan seperempat, kecuali pada masjid dan
kuburan. Sebab kedua benda yang disebut belakangan ini tidak bisa dijadikan
berbeda pendapat. Kaum Muhajirin berpendapat, wakaf dimulai zaman Umar bin
6. Abdul Halim, Hukum Perwakafan di Indonesia, (Ciputat: Ciputat Press, 2005), hal. 71.
7
Khathab dan dimulai oleh beliau sendiri. Sementara Kaum Anshar menganggap
bahwa wakaf dimulai oleh Rasulullah SAW. Contoh yang berkenaan dengan hal
ini: “ketika Rasulullah SAW bersabda yang artinya: “salurkan wakafmu itu
kepada keluargamu, yaitu Hasan bin Tsabit dan Ubay bin Ka‟ab.” Maka Abu
diwakafkan untuk orang-orang fakir, para karib kerabat, para budak, untuk
kebaikan di jalan Allah, serta untuk para tamu dan orang-orang yang tengah
mengambil sebagian dari keuntungan asal masih dalam batas kewajaran (ma‟ruf)
atau memberi makan kepada yang lain yang tidak mampu. Hal ini Ali r. a. juga
Dalam buku Hukum Wakaf karya Dr. Muhammad Abid Abdullah Al-
Kabisi “tidak menjelaskan yang dimaksud generasi sesudahnya itu apakah tabi‟in,
bahwa Khalifah Umar bin Abdul Aziz sebelum meninggal dunia pernah
perempuan mereka.”8
Wakaf pada zaman ini “mengalami masa perkembangan yang luar biasa,
Penyalurannya tidak hanya terbatas kepada kalangan fakir miskin, tetapi untuk
2) Jika wakif telah menunjuk nazhir/pengelola, hakim cukup mengawasi pihak yang
ditunjuk
Pengertian wakaf dirumuskan dalam ketentuan Pasal 215 ayat (1) KHI:
“Wakaf adalah perbuatan hukum seseorang atau kelompok orang atau badan
9. Mahmud Syaltout dan M. Ali As Sayis, Perbandingan Madzhab dalam Masalah Fiqh.
(Jakarta: Bulan Bintang, 1993), hal. 97.
Islam.”11Benda milik yang diwakafkan tidak hanya benda tidak bergerak (benda
tetap), tetapi juga dapat benda bergerak asalkan benda yang bersangkutan memilik
Ketentuan Pasal 215 ayat (4): “Benda wakaf adalah segala benda baik
benda bergerak atau tidak bergerak yang memiliki daya tahan yang tidak hanya
sekali pakai dan bernilai menurut ajaran Islam.”12 Karna Fungsi wakaf disebutkan
dalam Pasal 216 KHI: “Fungsi wakaf adalah mengekalkan manfaat benda wakaf
sesuai dengan tujuan wakaf.”13 Dengan demikian, fungsi wakaf di sini bukan
wakaf.
1. Al-Qur’an
tidak terlepas dari hukum yang telah ditentukan oleh syara‟, seperti wajib, haram,
sunnah, makruh dan mubah. Wakaf merupakan khitab Allah SWT yang khairu
Allah telah mensyariatkan wakaf sebagai salah satu cara mendekatkan diri
kepada Allah, mereka yang jahiliyah tidak mengenal arti wakaf, tetapi wakaf itu
diciptakan dan diserukan oleh Rasulullah SAW karena kecintaan beliau kepada
Firman Allah SWT dalam surat Ali-Imran ayat 92, yang berbunyi:
sebelum kamu menafkahkan sehahagian harta yang kamu cintai. dan apa saja
kecuali tersambung dengan sebab memberikan yang sangat dicintai kepada yang
memperoleh yang lebih baik daripada sesuatu yang telah diberikan. Berdasarkan
infak karena wakaf mayoritas ulama berpendapat adalah sadaqah yang tidak
kemenangan.15
2. Hadits
Hadits merupakan dalil kedua setelah Al-Qur‟an yang mana hadits dapat
ارا مبد االوسبن اوقطغ ػمهً اال مه ثالثخ: ػه اثي ٌشيشح ان سسُل هللا ملسو هيلع هللا ىلص قبل
) صذقخ جبسيخ اَ ػهم يىزفغ ثً اَ َنذ صبنح يذع نً (سَاي مسهم: اشيبء
Artinya: “Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah SAW bersabda: “bila manusia mati
terputuslah amalannya kecuali tiga perkara yaitu sedekah jariyah, ilmu yang
oleh Muslim).”16
Berdasarkan hadits di atas maka dapat di jelaskan bahwa amal orang yang
fahalanya tetap sampai kepada orang yang telah meninggal disebabkan amalannya
sewaktu masih hidup. Para ulama berpendapat bahwa sedekah jariyah yang
terdapat dalam hadits dipertanggungkan kepada wakaf dan anak yang shaleh
16. Muhammad Faiz Almath, 1100 Hadits Terpilih Sinar Ajaran Muhammad, (Jakarta:
Gema Insani, 2002), hal. 117.
12
ّ اصبة ػمش اسضب ثخيجش فبرّ انىجي صه: ػه اثه ػمش سضّ هللا ػىٍمب قبل
ٳوي ٲصجذ اسضب ثخيجش نم اصت٬ يبسسُل هللا: فقبل٬هللا ػهيً َسهم يسزٲمشي فيٍب
فمب رٲمشوّ ثً؟ فقبل سسُل هللا ملسو هيلع هللا ىلص ان شئذ حجسذ٬ًمبال قط ٌُ اوفس ػىذِ مى
اوٍب الرجغ َال رٍت َال رُسس ؟ َرصذق: فزصذق ثٍب ػمش٠اصهٍب َرصذقذ ثٍب
ثٍب فّ انفقشاء َفّ انقشثّ َفّ انشقبة َفّ سجيم هللا َاثه انسجيم َانضيف
الجىبح ػهّ مه َنيٍب ان يأكم مىٍب ثبنمؼشَف َيطؼم غيش مزمُل (سَي
)انشيخبن
Artinya: Dari Ibnu „Umar r. a. dia berkata: „Umar telah mendapatkan sebidang tanah
dikhaibar, lalu dia datang kepada Nabi SAW untuk minta pertimbangan tentang
tanah itu, maka katanya: “wahai Rasulullah, sesunggunya aku mendapatkan
sebidang tanah di Khaibar, dimana aku tidak mendapatkan harta yang lebih
berharga bagiku selain daripadanya, maka apakah yang hendak engkau
perintahkan kepadaku sehubungan dengannya?” Maka kata Rasulullah SAW
kepadanya: “jika engkau suka, tahanlah tanah ini dan engkau sedekahkan
manfaatnya. Maka „Umar pun menyedekahkan manfaatnya, dengan syarat tanah
itu tidak akan dijual, tidak diberikan dan tidak diwariskan. Tanah itu dia wakafkan
kepada orang-orang fakir, kaum kerabat, sabilillah, ibnus-sabil dan tamu. Dan
tidak ada halangan bagi orang yang mengurusinya untuk memakan sebagian
darinya dengan cara yang makruf dan memakannya tanpa menganggap tanah itu
miliknya sendiri. (Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim).17
Hadits ini jelas sekali menggambarkan tentang hukum wakaf berdasarkan
perbuatan seorang sahabat Rasulullah SAW melalui anjuran-Nya, dan juga dapat
kita pahami dalam hadits ini kemana tempat yang mesti diwakafkan, bagaimana
benda tersebut setelah menjadi harta wakaf dan tidak berdosa orang yang
wakaf disyariatkan setelah Rasulullah SAW hijrah ke Madinah, pada tahun kedua
Hijriyah. Dalam hal ini terdapat perbedaan pendapat mengenai siapa yang pertama
kali melaksanakan wakaf adalah Rasulullah SAW. yaitu wakaf tanah Rasulullah
SAW untuk dibangun masjid. Hal ini karena ada hadits Nabi SAW yang
diriwayatkan oleh Umar bin syabah dari „Amr bin Sa‟ad bin Mu‟ad, ia berkata:
3. Ijma’
Selain dasar dari Al-Qur‟an dan hadits di atas, para ulama sepakat (ijma‟)
menerima wakaf sebagai suatu amal jariyah yang disyari‟atkan dalam Islam.
Tidak ada orang yang dapat menafikan dan menolak amalan wakaf dalam Islam
karena telah menjadi amalan yang senantiasa dijalankan dan diamalkan oleh para
sahabat Nabi dan kaum muslimin sejak masa awal Islam hingga sekarang.
4. Ijtihad
5. Hukum Negara
yang mengacu pada perwakafan tanah milik apabila tidak ditemukan dalam UU
No. 41 Tahun 2004, maka kembali berpedoman pada peraturan pemerintah No. 28
Tahun 1977. Selanjutnya hasil ijtihad para ulama di Indonesia yang tertuang
dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) merupakan teori hukum perwakafan dalam
untuk terwujudnya hukum itu terlebih dahulu harus memenuhi suatu syarat
jelaskan bahwa syarat menyangkut sesuatu dengan hal yang lain artinya bila
wujud yang pertama ada maka baru diperdapatkan wujud yang kedua.
1. Takbit (selama-lamanya) makna takbit wakaf yaitu mewakaf tanah atau benda
kepada sesuatu yang tidak mungkin berlalu menurut adat seperti fakif miskin,
mesjid dan sebagainya. Ataupun di atas orang yang berlalu kemudian di atas
orang yang tidak mungkin berlalu seperti anaknya kemudian segala fakir miskin.
Maka tdak sah hukumnya mewakafkan tanah kepada suatu tempat selama setahun
kemudian ditarik kembali.
20. Muhammad Jarjani, Ta’rifat, (Jakarta: Darul Hikmah, t. t), hal. 123.
15
Menurut Zakaria Anshari, syarat dari wakaf tersebut ada enam macam
yaitu:
1. Lafad/ucapan wakaf
2. Pewakaf merupakan orang yang cakap hukum
3. Orang yang menerima wakaf harus ada saat berlangsungnya wakaf
4. Barang yang diwakaf harus mampu diserah terimakan ketika diwakaf
5. Barang yang diwakafkan harus tetap manfaatnya
6. Tempat diwakaf tidak boleh kepada maksiat.22
Mahalli adalah:
1. Waqif (orang yang mewakafkan) yaitu pihak yang mewakafkan yang mempunyai
kecakapan hukum atau ahli dalam membelanjakan hartanya, kecakapan itu ada
empat criteria yaitu:
a. Merdeka
b. Berakal sehat
c. Dewasa
d. Tidak di bawah pengampunan (mahjur ‘alaih)
21. Zainuddin Malibari, Fathul Mu’in, Jilid III, (Semarang: Hikmah Keluarga, t. t), hal.
161-163.
22. Zakaria Anshari, Tuhfatul Labib, (Beirut-Libanon: Darul Kutub Amaliah, t. t), hal.
173-174.
16
2. Mauquf ‘alaih (pihak yang menerima wakaf) yaitu orang yang berwewenang
mengelola harta wakaf yang sering disebut nazir, kadangkala juga diartikan
peruntukkan harta wakaf.
3. Mauquf (harta yang diwakafkan) yaitu setiap benda yang diwakafkan harus
ditentukan dengan jelas mana benda yang akan diwakafkan, milik sendiri yang
bisa menghasilkan faedah seperti buah-buahan atau bisa menghasilkan manfaat
yang bisa disewakan dari benda tersebut, benda yang diwakafkan harus utuh
bentuknya dan tahan lama supaya menjadi sadaqah jariyah.
4. Sighat atau iqrar (pernyataan atau ikrar wakif sebagai kehendak untuk
mewakafkan hartanya) yaitu suatu pernyataan penyerahan harta benda wakaf.
Dalam hal ini perbedaan yang nampak adalah bentuk pernyataan apakah lisan baik
shareh, kinayah ataupun tindakan. Pernyataan yang berbentuk shareh seperti
wakaftu, sabbaltu, habbastu kaza ‘ala kaza, ataupun berkata “tanahku diwakafkan
atau aku ridha menjadi wakaf di atasnya.” Dan jika berkata “aku bersadaqah
dengan demikian di atas demikian sebagai sadaqah yang diharamkan atau sadaqah
selamanya atau sadaqah yang tidak boleh dijual, tidak boleh dihibbah, tidak boleh
diwariskan.” Semua ucapan demikian merupakan pernyataan yang jelas tertuju
kepada wakaf. Sighat dinyatakan sah apabila melengkapi hal-hal sebagai berikut:
a. Nama dan identitas pewakif
b. Nama dan identitas nazir
c. Data dan keterangan harta benda wakaf
d. Peruntukan harta benda wakaf
e. Jangka waktu wakaf.23
harus dilakukan secara lisan atau tulisan oleh wakif secara jelas dan tegas kepada
nazir dihadapan Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW) dengan disaksikan 2
selanjutnya adalah nazir, hal ini dapat terdiri dari perorangan, organisasi atau
“wakaf adalah akad tabarru’ yaitu transaksi sepihak yang sah sebagai suatu akad
23. Jalaluddin Mahalli, Minhajjut Thalibin, Juz. III, (Indonesia: Darul Ihya, t. t), hal. 98.
17
yang tidak diperlukan kabul dari pihak penerima wakaf, sebagai suatu bentuk
yang dinyatakan dari kehendak perbuatan hukum itu oleh pihak yang
berkepentingan.”24
Menurut Undang-undang No. 41 Tahun 2004 pasal 15 ayat (1), (2) dan (3)
24. Zainuddin Malibari, Fathul Mu’in, Jilid III, (Semarang: Hikmah Keluarga, t. t), hal.
156.
berdasarkan yang telah ditetapkan oleh hukum yang berlaku. Oleh karena itu
maka tidak boleh mewakafkan barang-barang apa saja atau barang yang habis
disebutkan bahwa dalam rangka mencapai tujuan dan fungsi wakaf, harta benda
1. Benda tetap atau bergerak, secara menyeluruh yang dijadikan sandaran dalam
perwakafan tanah atau benda lain dilihat dari kekekalan fungsi atau manfaat dari
harta tersebut, baik berupa barang bergerak maupun barang yang tidak bergerak.
2. Benda yang diwakafkan benar-benar menjadi milik tetap si pewakif ketika
berlangsung akad wakaf, oleh karena demikian jika seseorang mewakafkan benda
yang bukan atau belum menjadi miliknya, maka hukumnya tidak sah menurut
Syara‟ walaupun barangnya nanti menjadi miliknya.
3. Benda yang diwakafkan harus ditentukan, yaitu diketahui ketika akad wakaf.
Wakaf yang tidak disebutkan secara jelas terhadap harta yang diwakafkan tidak
diakui dan tidak sah hukumnya, seperti mewakafkan sebagian tanah yang dimiliki,
sejumlah budak, kitab-kitab atau buku-buku dan lain-lain.
4. Benda yang diwakafkan mungkin dimiliki dan diambil manfaat oleh maukuf
‘alaih (orang atau lembaga penerima wakaf) kapanpun diperlukan.
adalah segala sesuatu benda, baik yang bergerak ataupun tidak bergerak. Benda
ini disyaratkan memiliki daya tahan dan tidak habis hanya sekali pakai dan
bernilai menurut ajaran Islam. Selain itu benda yang diwakafkan adalah milik
26. Kementerian Agama RI, Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam, Direktorat
Pemberdayaan wakaf, Himpunan Peraturan…, hal. 11.
19
pelaku wakaf, bebas dari segala pembebanan, ikatan, sitaan, dan sengketa. Dalam
madzhab Hanafi benda wakaf juga dapat berupa uang, yaitu dinar dan dirham.
Disini jelas bahwa uang dapat ditahan pokoknya dan diambil hasilnya, seperti
mengantarkan seorang muslim kepada inti tujuan dan pilihannya, baik tujuan
1. Tujuan Umum
untuk saling bekerja sama, bahu membahu, saling kasih sayang. Rasulullah SAW
diantara mereka dengan gambaran satu tubuh, jika salah satu organ tubuh sakit
Tidak diragukan lagi bahwasanya diantara kebaikan dalam wakaf ini adalah
meningkatkan rasa persatuan dan tanggung jawab menjaga dan menolong agama
dan ummat Islam. Maka jenis-jenis infak begitu teramat banyak macam dan
jenisnya dan tidak diragukan lagi bahwa diantara infak yang terpenting saat ini
memiliki keistimewaan lain dari pada sedekah lainnya, ia bisa memelihara segala
kemasyarakatan.
pada saat yang sama di sana ada fakir-miskin yang membutuhkan bantuan,
sebagian fakir-miskin lagi terbengkelai urusannya, maka tidak ada yang lebih baik
dan lebih manfaat untuk seluruh masyarakat selain menahan sesuatu harta dan
hukum Allah dan tersalurkan manfaatnya untuk kemaslahatan umum adalah satu
jenis dari shadaqah jariyah setelah orang yang bershadaqah itu wafat, kebaikannya
2. Tujuan Khusus
pengkaderan, generasi dan sumber daya manusia dan lain-lain. Karena, manusia
21
menunaikan wakaf untuk tujuan yang sangat baik, semuanya tidak keluar dari
a. Membela agama, yaitu beramal untuk keselamatan hamba pada akhir kelak nanti.
Maka wakafnya tersebut menjadi sebab keselamatan, penambahan fahala dan
mungkin juga untuk pengampunan dosa.
b. Memelihara hasil capaian manusia, manusia menggerakkan hasratnya untuk
selalu terkait dengan apa yang ia miliki, memelihara peninggalan orang tuanya
dan keluarganya. Maka ia mengkhawatirkan atas kelestarian dan kelanggengan
harta benda peninggalan tersebut, ia khawatir anak-anaknya akan melakukan
pemborosan, hura-hura. Maka, ia pun menahan harta benda tersebut dan
mendayagunakannya, hasinya bisa dinikmati oleh anak keturunannya ataupun
publik, adapun pokok harta tetap lestari.
c. Menyelamatkan keadaan sang wakif, misalnya ada seseorang yang merasa asing,
tidak nyaman dengan harta benda yang ia miliki, atau merasa asing dengan
masyarakat yang ada di sekelilingnya, atau khawatir tidak ada yang mengurus
harta bendanya nanti setelah ia meninggal karena tidak ada keturunan dan sanak
saudara, maka dalam keadaan seperti ini yang terbaik baginya adalah menjadikan
harta bendanya tersebut dijalan Allah sehingga bisa menyalurkan manfaatnya dari
hasil harta tersebut ke berbagai sarana publik.
d. Memelihara keluarga, yaitu untuk menjaga dan memelihara kesejahteraan orang-
orang yang ada dalam nasabnya, dalam keadaan seperti seseorang mewakafkan
hartanya untuk menjamin kelangsungan hidup anak keturunannya.
e. Memelihara masyarakat, bagi orang-orang yang mempunyai pengaruh besar
terhadap kelangsungan hidup masyarakat, maka ia mewakafkan harta bendanya
untuk tujuan itu, dengan harapan bisa menopang berbagai tanggung jawab urusan
sosial kemasyarakatan.28
Mengenai hal wakaf dalam Islam dikenal ada dua macam pelaksanaan
3. Macam-macam Wakaf
Para Ulama mutaqaddimin tidak pernah membagi wakaf, baik wakaf untuk
keturunan sendiri maupun wakaf untuk publik, semua bentuk wakaf menurut
28. Nasaruddin Umar, Fiqih Wakaf, (Jakarta: Direktorat Pemberdayaan Wakaf Direktorat
Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Departemen Agama RI, 2007), hal. 21.
22
mereka hanya disebut wakaf semata atau shadaqah. Namun, Ulama mutaakhirin
mulai membagi antara wakaf yang diniatkan untuk keturunan dan wakaf untuk
publik, seperti fakir miskin, penuntut ilmu agama, atau untuk lembaga pendidikan.
Maka, Ulama mutaakhirin menyebut wakaf secara umum. Wakaf dapat dibagi dua
kategori yaitu wakaf keluarga (wakaf ahli) yang disebut juga wakaf khusus dan
wakaf khairi atau wakaf umum. Hal ini sesuai yang dikemukakan oleh para ahli
kitabnya:
َانُقف احيبوب يكُن انُقف ػهّ االحفبد اَاالقبسة َمه ثؼذٌم انّ انفقشاء
َيسمّ ٌزا ثُقف االٌهّ اَانظٍشِ َاحيبوب يكُن انُقف ػهّ اثُاة انخيش
اثزذاء َيسمّ ثُقف انخيش
Artinya: “Wakaf itu kadangkala untuk anak cucu kaum kerabat, kemudian untuk orang-
orang sesudah mereka hingga fuqahak dan ini dinamakan wakaf ahli atau wakaf
a. Wakaf Ahli
seorang ataupun lebih, baik keluarga siwakif ataupun bukan.”30 Wakaf ahli juga
sering disebut dengan wakaf dzuhri atau wakaf ‘alal aulad yakni wakaf yang
diperuntukan bagi kepentingan dan jaminan sosial dalam lingkungan atau kerabat
sendiri. Wakaf ahli dalam kebanyakan kitab fiqh Syafi‟iyah disebutkan dengan
29. Al-Sayyid Sabiq, Fiqh Al-Sunnah, Jilid III, (Beirut: Taba‟at Wa Al-Nasyar, 1999),
hal. 378.
30. Mustafa Raibil Baqa, Tazhib Fi Adillati Matan Ghayah Wa Taqrib, (Beirut: Darul
Fikri, 1996), hal. 145.
23
wakaf yang dikhususkan untuk keluarganya, misalnya “aku wakafkan harta ini
untuk anak-anakku.”31 Dalam satu sisi, wakaf ahli ini mempunyai dua aspek
kebaikan, yaitu: kebaikan sebagai amal ibadah wakaf dan kebaikan silaturrahmi
Namun, pada sisi lain wakaf ahli sering menimbulkan masalah, seperti
bagaimana keturunan yang diwakafkan tidak ada lagi, siapa yang berhak
mengambil manfaat pada harta wakaf tersebut, bagaimana jika keturunan siwakif
hasil harta wakaf, bagaimana bila keturunan wakif tidak bersedia lagi mengurus
harta wakaf, siapa yang berwenang mengemban amanat untuk mengelola harta
Oleh karena itu dalam wakaf keluarga keluarga juga terdapat pokok benda,
hak atau manfaat yang sengaja ditahan untuk tidak langsung dikonsumsi atau
sesuai dengan tujuan wakaf yaitu umumnya adalah anggota keluarga dan
pengembangan aset wakaf yang pada suatu saat nanti manfaatnya bisa dirasakan
oleh generasi yang akan dating, terutama kalangan tertentu yang berhak atas
wakaf tersebut.
Dengan pengertian seperti ini wakaf keluarga juga menjadi bagian dari aset
generasi yang akan dating. Maka dari sudut pandang ini, wakaf keluarga
keturunan wakif.
b. Wakaf Khairi
sosial, pendidikan, kesehatan, keamanan dan lain-lain yang dapat terwujud seperti
pembangunan mesjid, lembaga pendidikan, rumah sakit dan sarana sosial lainnya.
manfaatnya. Sesungguhnya jenis wakaf ini yang sesuai dengan hakikat wakaf dan
secara subtansial, wakaf ini juga merupakan salah satu cara untuk menbelanjakan
harta dijalan Allah. Menurut mundhir Qahaf wakaf terbagi beberapa macam
a. Wakaf sosial untuk kebaikan masyarakat, yaitu apabila tujuan wakafnya untuk
kepentingan umum
b. Wakaf keluarga, yaitu apabila tujuan wakaf untuk memberi manfaat kepada si
wakif, keluarganya, keturunannya, dan orang-orang tertentu tanpa memandang
kaya atau miskin
c. Wakaf campuran, yaitu apabila tujuan wakafnya untuk umum dan keluarga secara
bersamaan.32
32. Mundhir Qahaf, Manajemen Wakaf Produktif, (Jakarta: Khalifa, 2005), hal. 161.
25
wakaf yang merujuk kepada kitab-kitab dan bahasan lebih luas, tidak berpegang
kepada mazhab Syafi‟i saja. Wakaf umum merupakan wakaf yang tujuannya
mencakup semua orang yang berada dalam tujuan wakaf, baik cakupan ini untuk
seluruh manusia atau kaum muslimin dan orang-orang yang berada di daerah
mereka. Oleh karena itu wakaf ini tujuannya umum untuk fakir miskin.
seorang Nazhir memiliki peran dan fungsi yang sangat fundamental. Oleh karena
itu, seorang Nazhir harus memiliki integritas dan profesional dalam mengelola
Nazhir memiliki ahli dalam bidang hukum positif dan hukum Islam tentang
perwakafan, ahli dalam bidang bisnis dan ekonomi syariah, serta memiliki
kemampuan manajemen yang baik selain harus memenuhi beberapa syarat yang
Kalau penulis perhatikan para Nazhir yang ada di daerah atau pedalaman
masih banyak yang belum memiliki kemampuan seperti di atas, oleh karena itu
para Nazhir yang ada di daerah atau pedalaman masih memerlukan bimbingan dan
PENUTUP
A. Kesimpulan
manajemen wakaf yang kurang efektif dan profesional, serta minimnya benda
yang diwakafkan oleh masyarakat selain tanah dan nazhir (pengelola wakaf)
sendiri kurang mengerti tentang hukum yang terkait dengan perwakafan sehingga
produktif.
produktif. Maka disini juga memerlukan keterlibatan dari semua pihak dalam
untuk mengembangkan benda wakaf secara produktif pihak pengelola bisa bekerja
sama dengan institusi atau lembaga keuangan yang berlandaskan prinsip syariah.
26
27
B. Saran
Berdasarkan uraian itu, berarti pada prinsipnya harta wakaf tidak bisa
dilakukan transaksi hukum lain, seperti dihibahkan, dijual atau diwariskan, namun
apabila tidak bermanfaat lagi sesuai dengan ikrar wakaf semula, atau adanya
Suhendi, Hendi, Fiqh Muamalah, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007)
28
29