Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

EKONOMI ZAKAT DAN WAKAF

Dosen pengampu : Siti Raihanun ,M.A

Disusun oleh:

JAMAATUL PAJRIAH

FAKULTAS SYARI’AH

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARI’AH

INSTITUT AGAMA ISLAM HAMZANWADI NWDI PANCOR

TAHUN AJARAN 2022/2023


KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi wabarakatuh

Pertama-tama yang paling utama dan tidak ada kata lain yang lebih utama
untuk kami ucapkan selain puji dan syukur kepada Alloh Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat, karunia dan hidayah-Nya. Sehingga, kami mampu menyelesaikan makalah
tentang wakaf ini .Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Ekonomi
zakat dan wakaf.
Saya menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih memiliki banyak sekali
kekurangan. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran dari pembaca terutama kepada
Ibu Siti Raihanun M.A selaku dosen mata kuliah Ekonomi zakat dan wakaf di IAI
HAMZANWADI NWDI PANCOR tepatnya di kelas Ekonomi Syari’ah.
Wassalamu’alaikum Warohmatullohi Wabarokatuh

Pancor, 22 Mei 2023

                                                                                                        Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………………………………………………………………

DAFTAR ISI ………………………………………………………………………..

BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………………

1.1 Latar belakang…………………………………………………………..

1.2 Rumusan masalah……………………………………………………….

BAB II PEMBAHASAN…………………………………………………………….

2.1 Pengertian Wakaf………………………………………………………..

2.2 Pengertian Wakaf Uang…………………………………………………

2.3 Dasar hukum wakaf dan wakaf uang…………………………….…….

2.4 Fungsi dan Tujuan Wakaf………………………………………………

BAB III PENUTUP………………………………………………………….………

Kesimpulan…………………………………………………………….…….

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………..
BAB I

PENDAHULUAN

a. Latar Belakang
Wakaf merupakan suatu perbuatan hukum yang dilakukan oleh seseorang,kelompok atau
badan hukum dengan cara memisahkan sebagian harta milik dan dilembagakan untuk
selama-lamanya bagi kepentingan ibadah dan kepentingan umum lainnya sesuai dengan
ajaran agama islam.
Wakaf merupakan salah satu ibadah kebendaan yang penting yang secara eksplisit tidak
memiliki rujukan dalam kitab suci Al-Qur’an. Oleh karena itu, ulama telah melakukan
identifikasi untuk mencari induk kata sebagai sandaran hokum. Hasil identifikasi mereka
akhirnya melahirkan ragam nomenklatur wakaf.

Wakaf adalah instiusi social islami yang tidak memiliki rujukan yang eksplisit didalam
Al-Qur’an dan sunnah. Ulama berpendapat bahwaperintah wakaf merupakan bagian dari
perintah untuk melakukan kebaikan.

b. Rumusan masalah

Dalam makalah ini membahas masalah penjelasan,seperti halnya pengertian wakaf,


wakaf uang, dasar hukum serta tujuan dan fungsi wakaf.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian wakaf

Wakaf dari segi Bahasa berasal dari kata al-habsu yang artinya menahan. Sedangkan
menurut istilah fiqih, wakaf itu menahan barang yang bias digunakan dalam keadaan masih utuh
dengan memutuskan tindakan pada barang itu untuk diarahkan pada segi yang mubah.

Berbagai pandangan tentang wakaf menurut istilah dari pandangan 4 mazhab sebagai
berikut :

1) Menurut Abu Hanifah, wakaf adalah penahanan pokok sesuatu harta dalam tangan
pemilikan wakaf dan penggunaan hasil barang itu, yang dapat disebutkan ariyah untuk
tujuan-tujuan amal saleh. Sementara itu pengikut Abu Hanifah, Abu Yusuf dan Imam
Muhammad memberikan pengertian wakaf sebagai penahanan pokok suatu benda
dibawah hukum benda Tuhan Yang Maha kuasa, sehingga hak pemilikan dari wakif
berakhir dan berpindah kepada Tuhan Yang Maha Kuasa untuk sesuatu tujuan, yang
hasilnya dipergunakan untuk manfaat makhuk–Nya

2) Menurut mazhab Maliki, berpendapat bahwa wakaf itu tidak melepaskan harta yang
diwakafkan dari kepemilikan wakif, namun wakaf tersebut mencegah wakif melakukan
tindakan yang dapat melepaskan kepemilikannya atas harta tersebut kepada yang lain
dan wakif berkewajiban menyedekahkan manfaatnya serta tidak boleh menarik kembali
wakafnya.

3) Menurut Syafi‟i dan Ahmad bin Hanbal, berpendapat bahwa wakaf adalah melepaskan
harta yang diwakafkan dari kepemilikan wakif, setelah sempurna prosedur perwakafan.

Para ahli fiqih mazhab Syafi’i mendefinisikan wakaf dengan beragam definisi yang
dapat diringkas sebagai berikut:

1. Imam Nawawi dari kalangan madzhab Syafi’i mendefinisikan wakaf dengan


menahan harta yang dapat diambil manfaatnya bukan untuk dirinya,
sementara benda itu tetap ada dan digunakan manfaatnya untuk kebaikan dan
mendekatkan diri kepada Allah Swt.

2. Al-Syarbini al-Khatib dan Ramli al-Kabir mendefinisikan wakaf dengan


menahan harta yang bisa diambil manfaatnya dengan menjaga keamanan
benda tersebut dan memutuskan kepemilikan barang tersebut dari pemiliknya
untuk hal-hal yang dibolehkan.

3. Ibn Hajar al-Haitami dan Syaikh Umairah mendefinisikannya dengan


menahan harta yang bisa dimanfaatkan dengan menjaga keutuhan harta
tersebut dengan memutuskan kepemilikan barang tersebut dari pemiliknya
untuk hal yang dibolehkan.

4. Syaikh Syihabuddin al-Qalyubi mendefinisikan dengan menahan harta untuk


dimanfaatkan dalam hal yang dibolehkan dengan menjaga keutuhan harta
tersebut.

Wakaf dalam hukum Islam berarti menyerahkan suatu hak milik yang tahan lama
(dzatnya) kepada seseorang atau nadzir (pengelola wakaf), baik berupa perorangan maupun
badan pengelola, dengan ketentuan bahwa hasil atau manfaatnya digunakan untuk hal-hal yang
sesuai dengan ajaran syari‟at Islam. Harta yang telah diwakafkan keluar dari hak milik yang
mewakafkan, dan bukan pula menjadi hak milik nadzir, tetapi menjadi hak milik Allah dalam
pengertian hak masyarakat umum.

Pada dasarnya wakaf merupakan tindakan sukarela (tabarru') untuk mendermakan


sebagian kekayaan. Karena sifat harta benda yang diwakafkan tersebut bernilai kekal, maka
derma wakaf ini bernilai jariyah. Dalam Islam wakaf tidak terbatas pada tempat-tempat ibadah
saja dan hal-hal yang menjadi prasarana dan sarana saja, tetapi diperbolehkannya dalam semua
macam shadaqah. Semua shadaqah pada kaum fakir dan orang-orang yang membutuhkannya.
Islam meletakkan amalan wakaf sebagai salah satu bentuk ibadah kebajikan.

Wakaf adalah perikatan antara orang yang memberikan wakaf (wakif) kepada orang
yang menerima wakaf untuk tujuan wakaf (Nazir). Perikatan adalah suatu hubungan hukum yang
bersifat harta kekayaan antara dua orang atau lebih, atas dasar mana pihak yang satu berhak dan
pihak lain berkewajiban atas suatu prestasi.

Perwakafan tanah sangat penting bagi kepentingan manusia karena fungsi dan perannya
mencakup berbagai aspek sosial, ekonomi, politik maupun budaya. Jumlah penduduk yang selalu
bertambah sedangkan lahan tanah yang sangat terbatas ditambah dengan perkembangan
pembangunan sehingga mengakibatkan fungsi tanah sangat dominan karena lahan tanah tidak
sebanding dengan kebutuhan yang diperlukan.

Pengaturan tentang hukum, tata cara, prosedur dan praktik perwakafan di atur dalam
bentuk Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Pokok-Pokok Agraria,
Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977, Peraturan Menteri dalam Negeri Nomor 6 Tahun
1977 tentang Tata Cara Pendaftaran Tanah Mengenai Perwakafan Tanah Milik, Inpres Nomor 28
Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam, dan Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004
tentang Wakaf dan PP Nomer 42 tahun 2006 tentang pelaksanaan UU Nomer 41 tahun 2004.

Mengingat akan pentingnya persoalan mengenai pertanahan yang berdasarkan hukum


agama, sudah diatur dalam ketentuan pasal 49 Undangundang Nomor 5 Tahun 1960 tentang
Pokok Agraria, yaitu sebagai berikut:

1. Hak milik tanah badan-badan keagamaan dan sosial sepanjang dipergunakan untuk usaha
dalam bidang keagamaan dan sosial, diakui dan dilindungi. Badan-badan tersebut dijamin
pula akan memperoleh tanah yang cukup untuk bangunan dan usahanya dalam bidang
keagamaan dan sosial.

2. Untuk keperluan peribadatan dan keperluan suci lainnya sebagaimana dimaksud dalam
pasal 14 dapat diberikan tanah yang dikuasai langsung oleh negara dengan hak pakai.

3. Perwakafan tanah milik dilindungi dan diatur dengan peraturan pemerintah. Penerapan
Hukum Islam telah diberlakukan sedikit demi sedikit secara bertahap oleh umat Islam
dalam kehidupan sehari-hari. Dalam penerapannya telah dilakukan ijtihad-ijtihad dalam
berbagai variasi kelembagaan dan pasang surutnya situasi dan kondisi, dalam bentuk adat
istiadat. Demikian juga dalam bentuk yurisprudensi dan perundang- undangan, walaupun
masih sedikit dibandingkan materi hukum Islam itu sendiri. Dalam PP No.28 Tahun
1977, Perwakafan tanah merupakan perbuatan hukum seseorang atau badan hukum yang
memisahkan

4. Sebagian harta kekayaannya yang berupa tanah milik dan melembagakannya untuk
selama-lamanya untuk kepentingan peribadatan atau kepentingan umum lainnya sesuai
dengan ajaran agama Islam dan sosial.

Karena itu perlu suatu upaya pemberdayaan wakaf berkesinambungan dengan


memperhatikan tanah wakaf agar tercapai tujuan optimal. Mengingat wakaf merupakan
perbuatan hukum yang berkembang dan dilaksanakan masyarakat, yang pengaturannya
belum maksimal. Perbuatan mewakafkan adalah perbuatan yang suci, mulia dan terpuji
sesuai dengan ajaran agama Islam. Berhubungan dengan itu maka tanah yang hendak
diwakafkan itu harus betul-betul merupakan milik bersih dan tidak ada cacatnya dari sudut
kepemilikan.

Pada Pasal 17 ayat (1) UU No. 41/2004 bahwa ikrar wakaf dilaksanakan oleh wakif
kepada nadzir di hadapan PPAIW dengan disaksikan oleh 2 (dua) orang saksi, pada Pasal 17
ayat 2 UU No. 41/2004 bahwa ikrar wakaf dinyatakan secara lisan dan / atau tulisan serta
dituangkan dalam ikrar wakaf oleh PPAIW. Pada Pasal 19 UU No. 41/2004 bahwa dalam hal
wakif tidak dapat memyatakan ikrar wakaf secara lisan atau tidak dapat hadir dalam
pelaksanaan ikrar wakaf karena alasan yang dibenarkan oleh hukum, wakif dapat menunjuk
kuasanya dengan surat kuasa yang diperkuat oleh 2 (dua) orang saksi.

Pada Pasal 21 ayat (1) UU No. 41/2004 bahwa ikrar wakaf dituangkan dalam akta ikrar
wakaf. Pada Pasal 21 ayat 2 UU No. 41/2004 bahwa akta ikrar wakaf paling sedikit memuat :

1. Nama dan identitas wakif.

2. Nama dan identitas nadzir.

3. Data dan keterangan harta benda wakaf.

4. Peruntukan harta benda wakaf.

5. Jangka waktu wakaf.


Menurut Pasal 22 UU No. 41/2004 bahwa dalam rangka mencapai tujuan dan fungsi
wakaf, harta benda wakaf hanya dapat diperuntukan bagi :

1. Sarana dan kegiatan ibadah.

2. Sarana dan kegiatan pendidikan serta kesehatan.

3. Bantuan kepada fakir miskin, anak terlantar, yatim piatu, bea siswa.

4. Kemajuan dan peningkatan ekonomi umat, dan / atau.

5. Kemajuan kesejahteraan umum lainnya yang tidak bertentangan dengan syariah dan
peraturan perundang-undangan.

Pada Pasal 23 ayat (1) UU No.41/2004 bahwa penetapan peruntukan harta benda wakaf
dilakukan oleh wakif pada pelaksanaan ikrar wakaf. Adapun Dalam Pasal 225 Kompilasi Hukum
Islam ditentukan, bahwa benda yang telah diwakafkan tidak dapat dilakukan perubahan atau
penggunaan lain dari pada yang dimaksud dalam ikrar wakaf.

Penyimpangan dari ketentuan dimaksud hanya dapat dilakukan terhadap hal-hal tertentu
setelah terlebih dahulu mendapatkan persetujuan tertulis dari Kepala Kantor Urusan Agama
Kecamatan berdasarkan saran dari Majelis Ulama Kecamatan dan Camat setempat dengan
alasan:

1. Karena tidak sesuai lagi dengan tujuan wakaf seperti diikrarkan oleh wakif;

2. Karena kepentingan umum.

Pasal 40 UU No.41/2004 mengatur setelah benda diwakafkan dilarang untuk dijadikan


jaminan, disita, dihibahkan, dijual, diwariskan, ditukar, atau dialihkan dalam bentuk pengalihan
hak lainnya. Bahwa sebagaimana peraturan perundangan di atas wakaf tidak boleh di peruntukan
hal lain sebagaimana tujuan orang yang mewakafkan (wakif) kecuali tidak sesuai lagi dengan
tujuan wakaf seperti diikrarkan oleh wakif dan kepentingan umum sebagaimana di ataur dalam
KHI.
B. Pengertian wakaf uang

Sebelum pembahasan wakaf uang, perlu terlebih dahulu menjelaskan konsep tentang uang.
Uang merupakan inti penggerak perekonomian. Uang didefinisikan sebagai alat tukar yang
diterima oleh masyarakat sebagai alat pembayaran yang sah atas kesatuan hitungnya
(pracoyo 2004:134) atau suatu media yang diterima dan digunakan oleh para pelaku ekonomi
untuk memudahkan dalam transaksi (Judiseno: 2005,61).Dengan kata lain uang merupakan alat
tukar sah yang diterima oleh masyarakat untuk pembayaran barang dan jasa. Sesuatu baru
dianggap uang, menurut mubarok (2008: 121-122) Jika mempunyai enam unsur didalamnya.

1. Dapat diterima dan diketahui secara umum. Uang dapat diketahui dan diterima secara
umum sebagai alat tukar untuk pembayaran barang dan jasa, menimbun kekayaan dan
standarpembayaranhutang.

2. Stabilitas nilai.Uang dapat diterima secara umum apabila memiliki nilai yang stabil


dengan nilai fluktuasi yang kecil. Apalagi nilai uang itu berfluktuasi secara tajam,
masyarakat akan meninggalkannya untuk beralih ke mata uang yang nilai fluktuasinya
rendah.

3. Keseimbangan.Bank sentral yang berperan sebagai penerbit uang harus memiliki


kemampuan menelaah dan memprediksi perkembangan ekonomi, misalnya tentang
peredaran mata uang di masyarakat yang harus sesuai dengan dunia usaha. Bank sentral
harus menjamin keseimbangan antara uang yang beredar dengan kegiatan usaha
masyarakat.

4. Kemudahan. Uang bersifat mudah dibawa untuk menjalankan fungsinya sebagai alat
tukar transaksi ekonomi yang berjumlah besar dapat dilakukan dengan uang yang secara
fisik kecil namun nominalnya besar

5. Terjagaan fisik. Uang secara fisik mudah rusak oleh sebab itu fisik uang harus dijaga agar
tidakmengalamipenurunankegunaanmoneternya
6. Pemantapantransaksi. Uang dapat dimanfaatkan untuk memantapkan transaksi dalam
berbagai jumlah. Untuk itu, uang harus dicetak dalam nominal yang beragam agar
memudahkantransaksi.

Selanjutnya wakaf uang merupakan terjemahan langsung dari istilah cash waqf yang populer
di Bangladesh tempat abdul manan menggagas idenya. Dalam beberapa literatur lain cash waqf
juga dimaknai sebagai wakaf tunai hanya saja sering disalahartikan sebagai lawan kata credit
sehingga pemaknaan cash waqf sebagai wakaf tunai kurang pas. Untuk itu, dalam tulisan ini cash
waqfditerjemahkansebagaiwakafuang.
Selanjutnya wakaf uang dalam definisi departemen agama adalah wakaf yang dilakukan
seseorang, kelompok orang, lembaga atau badan hukum dalam bentuk uang. Dengan demikian
wakaf uang merupakan salah satu bentuk wakaf yang diserahkan oleh seorang wakif kepada
nadzir dalam bentuk uang kontan. Hal ini selaras dengan definisi wakaf yang dikeluarkan oleh
Komisi Fatwa Majekis Ulama (MUI) tanggal 11 mei 2002 saat merilis fatwa tentang wakaf uang.

Wakaf merupakan menahan harta yang dapat dimanfaatkan tanpa lenyapnya bendanya dan
pokoknya, dengan cara tidak melakukan tindakan hukum terhadap benda tersebut (menjual,
memberikan, atau mewariskannya), untuk disalurkan hasilnya pada sesuatu yang mubah (tidak
haram) yang ada.

Dalam definisi definisi diatas wakaf tidak lagi terbatas pada benda yang tetap wujudnya,
melainkan wakaf dapat berupa benda yang tetap nilainya atau pokoknya. Uang masuk dalam
kategori benda yang tetap pokoknya. Uang masuk dalam kategori benda yang tetap pokoknya.
Dengan demikian, definisi MUI diatas memberikan legitimasi kebolehan wakaf uang.

Adapun pengertian wakaf uang adalah versi peraturan Menteri agama (PMA) Nomor 4
Tahun 2009 tentang Administrsi Pendaftaran Wakaf Uang, pasal 1 angka (1). Wakaf uang dalam
PMA ini diartikan sebagai:

Perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian uang


miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan
kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syari’ah.
Definisi ini pada dasarnya merupakan pengkhususan dari definisi yang tertera dalam
pasal 1 angka (1) UU wakaf. Dengan demikian, secara singkat wakaf uang diartikan sebagai
wakaf dalam bentuk uang yang dapat disimpan pokoknya dan disalurkan hasilnya untuk
kemaslahatan umat.

C. Dasar hukum wakaf dan wakaf uang

Mengingat wakaf belum popular pada masa awal islam, maka pantaslah jika pembahasan
dasar hukum yang melandasi disyaratkannya wakaf apalagi wakaf uang juga tidak mudah
ditemukan. Dalam literatur fiqih klasik pembahasan wakaf umumnya terbatas pada harta tidak
bergerak namun seiring perjalanan waktu, wakaf dengan berbagai macamnya kian mendapat
legitimasi hukum sebagai salah satu ibadah sunnah yang dianjurkan. Berikut ini dipaparkan
pijakan atau dasar hukum disyariatkannya wakaf termasuk didalamnya wakaf uang yang
dipegangi para mujtahid wakaf, seperti Mannan dan tim perumus fatwa MUI sumber-sumber
tersebut terdiri dari ayat al-qur’an, hadist, dan pendapat ulama.

a. Al-Qur’an

Dalam al-qur’an, tidak satu ayatpun yang dapat dirujuk tentang praktik wakaf kalaupun ada
kata yang berakar dari kata wakaf, maknanya sama sekali tidak bias dirujukkan pada praktik
wakaf. Hal ini berbeda dengan zakat yang menjadi salah satu pilar penyangga rukun islam.
Sebabnya karna perhatian nabi Muhammad Saw tersedot untuk menekankan kewajiban zakat.
Wakaf yang merupakan salah satu ibadah sunnah sering masuk pada bahasan kelompok infak
sukarela lebih luas cakupannya. Hanya bedanya, wakaf merupakan jenis infak abadi yang tidak
boleh dijual, dihibahkan, atau diwariskan. Oleh sebab itu, tidak mengherankan bila ayat-ayat
dijadikan sandaran untuk sandaran wakaf adalah ayat-ayat global yang memberikan dorongan
dan dukungan untuk selalu beramal shalih dengan menyisihkan sebagian rizkin yang telah Allah
SWT berikan kepada hamba-hambanya. Diantaranya ayat-ayat tersebut sebgai berikut

1) Ali-imran:92
‫لَ ْن تَنَا لُوا ْالبِ َّر َح ٰتّى تُ ْنفِقُوْ ا ِم َّما تُ ِحبُّوْ نَ  ۗ  َو َما تُ ْنفِقُوْ ا ِم ْن َش ْي ٍء فَاِ َّن هّٰللا َ بِ ٖه َعلِ ْي ٌم‬
“Kamu tidak akan memperoleh kebajikan, sebelum kamu menginfakkan sebagian harta
yang kamu cintai. Dan apa pun yang kamu infakkan, tentang hal itu, sungguh Allah Maha
mengetahui."

Pada ayat di atas jelaslah bahwa amalan wakaf itu sangat dianjurkan, terlihat pada sampai
belum manusia bahwa ,‫ لن تنالوا البر حتى تنفقوا مما تحبون‬kalimat pada taraf kebijakan yang sempurna
sebelum ia menafkahkan sebagian harta yang dicintainya dengan kata lain kebaikan akan
tergapai dengan wakaf. Hal ini berdasarkan riwayat bahwa Abu Thalhah, ketika beliau
mendengar ayat tersebut, beliau bergegas untuk mewakafkan sebagian harta yang ia cintai, yaitu
Beirha, sebuah kebun yang terkenal. Maka, ayat tersebut menjadi dalil atas disyariatkannya
wakaf. Dalam kitab al-Umm juz III, Imam al-Syafi’i menamakan wakaf dengan istilahistilah : al-
shadaqat, al-shadaqat al-muharramat, atau al-shadaqat al-muharramat al-mauqufat. Selanjutnya
al-Syafi’i membagi jenis pemberian ‫ العطايا‬ke dalam dua macam yaitu pemberian yang diserahkan
si pemberi ketika masih hidup dan pemberian yang diserahkan ketika si pemberi wafat

At-Tabari’ mengartikan al-birr kebaikan dalam ayat ini sebagai kbaikan yang selalu
diharapkan dengan banyaknya ibadah dan taat kepada Allah SWT sebagai bekal untuk masuk
syurga dan dipalingkan dari siksa neraka. Kebaikan tersebut baru dicapai bila ia bersedia
menyisihkan sebagian rezeki yang amat dicintainya dijalan Allah SWT. Ini menunjukkan bahwa
dalam bersedekah hendaknya seseorang memberikan sesuatu yang memang layak diberikan
kepada orang lain. Orang lain akan gembira bila seseorang memberikan sesuatu yang juga ia
sukai. Dalam hal ini tentunya harta yang baik akan memberikan manfaat lebih besar bagi orang
lain. Kegiatan menyisihkan harta bias berbentuk wakaf termasuk wakaf uang yang mampu
memberikan manfaat dalam jangka waktu yang lama.

2) Al-Baqarah: 261

ُ ‫َت َس| ْب َع َس|نَا بِ| َل فِ ْي ُك||لِّ ُس| ۢ ْنبُلَ ٍة ِّماَئةُ َحبَّ ٍة ۗ  َوا هّٰلل‬
ْ ‫|ل َحبَّ ٍة اَ ۢ ْنبَت‬ ‫هّٰللا‬
ِ |َ‫َمثَ ُل الَّ ِذ ْينَ يُ ْنفِقُ||وْ نَ اَ ْم| َوا لَهُ ْم فِ ْي َس|بِي ِْل ِ َك َمث‬
‫ ۗ  َوا هّٰلل ُ َوا ِس ٌع َعلِ ْي ٌم‬ ‫ُض ِعفُ لِ َم ْن يَّ َشٓا ُء‬ ٰ ‫ي‬

"Perumpamaan orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah seperti sebutir biji
yang menumbuhkan tujuh tangkai, pada setiap tangkai ada seratus biji. Allah
melipatgandakan bagi siapa yang Dia kehendaki, dan Allah Maha Luas, Maha
Mengetahui."
(QS. Al-Baqarah 2: Ayat 261)

b. Hadist

Hadist riwayat Ahmad

“Apabila anak Adam meninggal dunia, maka putuslah amalnya kecuali tiga perkara,
sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat dan do’a anak yang sholih mendo’akan orang
tuanya

Nabi Muhammad SAW bersabda:

Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah bersabda: Barang siapa mewakafkan seekor kuda di
jalan Allah dengan penuh keimanan dan keikhlasan maka makanannya, tahinya dan kencingnya
itu menjadi amal kebaikan pada timbangan di hari kiamat.” (HR. al-Bukhari)

D. Tujuan dan Fungsi Wakaf

Sebagaimana tujuan wakaf adalah untuk mendapatkan ganjaran yang baik, bermanfaat
bagi yang menerima wakaf dan juga untuk umat Islam pada umumnya, maka haruslah memenuhi
syarat – syarat sebagai berikut:

1. Harus tetap zatnya dan dapat dimanfaatkan untuk jangka waktu yang lama, tidak habis
sekali pakai. Pemakaian itu haruslah untuk hal – hal yang berguna, halal dan sah menurut
hukum

2. Harta yang diwakafkan itu harus jelas wujudnya, dan pasti batas – batasnya (jika
berbentuk tanah misalnya). Benda itu sebagai mana di sebutkan diatas haruslah benar
kepunyaan wakif, dan bebas dari segala beban.

3. Harta yang di wakafkan itu dapat juga berupa benda bergerak seperti buku –buku, saham,
surat – surat dan sebagainya. Kalau ia berupa saham atau modal , haruslah diusahakan
agar penggunaan modal itu tidaklah untuk usaha – usaha yang bertentangan dengan
ketentuan – ketentuan hukum Islam, misalnya untuk mendirikan atau membiayai tempat
– tempat perjudian atau usaha – usaha maksiat lainnya. Bukan barang haram atau najis,
dijelaskan bahwa siapa yang menerima wakaf orang tersebut sudah ada pada waktu
terjadi wakaf.

Menurut pasal 40 UU No 41 / 2004 menyatakan harta benda wakaf yang sudah diwakafkan
dilarang :

a. Dijadikan jaminan.

b. Disita.

c. Dihibahkan.

d. Dijual.

e. Diwariskan.

f. Ditukar, atau

g. Dialihkan dalam bentuk pengalihan hal lainnya.

Pada Pasal 4 UU No. 41/2004 menyatakan wakaf bertujuan memanfaatkan harta benda
wakaf sesuai dengan fungsinya. Pada Pasal 5 UU No. 41/2004 menyatakan wakaf berfungsi
mewujudkan potensi dan manfaat ekonomis harta benda wakaf untuk kepentingan ibadah dan
untuk memajukan kesejahteraan umum. Pasal 216 KHI menyatakan fungsi wakaf adalah
mengekalkan manfaat benda wakaf sesuai dengan tujuan wakaf.
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Wakaf dalam hukum Islam berarti menyerahkan suatu hak milik yang tahan lama
(dzatnya) kepada seseorang atau nadzir (pengelola wakaf), baik berupa perorangan maupun
badan pengelola, dengan ketentuan bahwa hasil atau manfaatnya digunakan untuk hal-hal yang
sesuai dengan ajaran syari‟at Islam. Harta yang telah diwakafkan keluar dari hak milik yang
mewakafkan, dan bukan pula menjadi hak milik nadzir, tetapi menjadi hak milik Allah dalam
pengertian hak masyarakat umum.

Selanjutnya wakaf uang dalam definisi departemen agama adalah wakaf yang dilakukan
seseorang, kelompok orang, lembaga atau badan hukum dalam bentuk uang. Dengan demikian
wakaf uang merupakan salah satu bentuk wakaf yang diserahkan oleh seorang wakif kepada
nadzir dalam bentuk uang kontan. Hal ini selaras dengan definisi wakaf yang dikeluarkan oleh
Komisi Fatwa Majekis Ulama (MUI) tanggal 11 mei 2002 saat merilis fatwa tentang wakaf uang.
DAFTAR PUSTAKA

Anshori, Abdul Ghofur,2006, Hukum dan Praktik perwakafan di Indonesia, Yogyakarta: Pilar
media

Usman, Rachmadi,2009, Hukum perwakafan di Indonesia, Jakarta, Sinar Grafika

Sudirman,2013, Total Quality Management (TQM), Malang, UIN-MALIKI PRESS

Anda mungkin juga menyukai