Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH TENTANG

KETENTUAN-KETENTUAN HUKUM WAKAF YANG BERLAKU DI


INDONESIA

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah " Hukum Perdata Islam Di Indonesia
II"

Dosen Pengampu : Ahmad Faisal, M.H.I

NIP : 198805162020121004

Disusun Oleh

Kelompok III :

Balyan Tanjung :19070005

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM (HKI)

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI

MANDAILING NATAL (STAIN MADINA)


T.A 2022

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan hidayah-Nya
penyusun meneyelesaikan tugas kelompok dengan judul "Ketentuan-ketentuan
Hukum Wakaf Yang Berlaku di Indonesia" dalam waktu ini. Makalah ini
dibuat untuk memenuhi tugas terstruktur yang diberikan. Maksud dan tujuan dari
penyusunan makalah ini adalah sebagai salah satu panduan mahasiswa dan
mahasiswi khususnya di dalam mata kuliah Hukum Perdata Islam di Indonesia.

Penyusun menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak


terdapat kesalahan-kesalahan, baik dari segi pengetikan maupun materi yang
disajikan. Oleh sebab itu, saran dan kritik dari semua pihak yang sifatnya
membangun sangat diharapkan.

Akhir kata semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang
memerlukannya. Tidak lupa pula penyusun haturkan permohonan maaf sebesar-
besarnya apabila dalam penyusunan makalah ini terdapat kata-kata yang tidak
berkenan di hati pembaca dan tidak sesuai, karena penyusun hanya manusia biasa
dan kesempurnaan hanya milik Allah.

Panyabungan, 26 Maret 2022

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................i

DAFTAR ISI.................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang....................................................................................1
B. Rumusan Masalah..............................................................................1
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Wakaf................................................................................3
B. Asas-asas Hukum Wakaf....................................................................5
C. Unsur-unsur Wakaf.............................................................................6
D. Syarat-syarat Wakif............................................................................8
E. Tentang Nadsir........................................................................................10
F. Harta Benda Wakaf................................................................................13
G. Ikrar Wakaf..............................................................................................16
H. Pendaftaran dan Pengumuman Harta Benda Wakaf.........................18
I. Perubahan Status Hukum Wakaf..........................................................20
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan.......................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Wakaf merupakan alah satu betuk ibadah dengan cara menyisihkan


sebagian harta yang kita miliki untuk menjadikan harta milik umum yang
akan dimanfaatkn untuk kepentingan orang lain atau orang banyak. Ia adalah
lembaga keamanan yang dianjurkan Allah S.W.T. untuk dijadikan sarana
penyaluran harta yang di karuniakan olehnya kepada manusia.

Dalam perspektif ekonomi wakaf memegang peran sebagai pemelihara


keseimbangan dalam kehidupan masyarakat sebab dapat menutupi kebutuhan
yang vital, Seperti masjid, mushalla, poliklinik, rumah anak yatim piatu,
madrasah, sekolah dan lain-lain sebagainy dari kebutuhan masyarakat secara
umum. Indinesia sebagai masyarakat yang berpenduduk mayoritas muslim
tentu sangat wajar apabila mereka diwadahi dengan sebuah perangkat hukum
perwakafan dalam rangka meningkatkan intensitas ibadah sosial ukhrawi
mereka secara teratur untuk mewujudkan itu semua, pemerintah telah
menerbitkan PP.No.28/1977 dan terakhir kompilasi hukum islam.

Dalam kesempatan ini kita akan mengkaji dua masalah pokok : pertama,
bagaimanakah penerapan hukum perwakafan dalam kompilasi hukum islam?
Kedua, Apa yang menjadi sorotan terhadap hukum perwakafan kompilasi
hukum islam?.

B. Rumusan Masalah
1. Apakah Pengertian Wakaf?
2. Apakah Asas-asas Hukum Wakaf?
3. Apakah Unsur-unsur Wakaf?
4. Apakah Syarat-syarat Wakif?
5. Bagaimanakah Ketentuan Tentang Nadsir?
6. Bagaimanakah Ketentuan Tentang Harta dan Benda Wakaf?

1
7. Bagaimanakah Ikrar Wakaf?
8. Bagaimanakah Pendaftaran dan Pengumuman Harta Benda Wakaf?
9. Bagaimanakah Perubahan Status Hukum Wakaf?

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Wakaf

2
Secara etimologi, wakaf berasal dari kata arab al-waqf, kata ini memiliki
makna yang Sama dengan kata al-habs, yang berarti “menahan”. 1secara
terminologi, ada beberpa redaksi yang dikemukakan para ulama fiqih dalam
mendefinisikan kata wakaf. Dalam kitan fiqh alsunnah disebutkan bahwa al-
waqf adalah menahan harta dan meberikan mandaat dijalan allah. Selain itu
ada beberap redaksi yang senada dengan definisi tersebut, yaitu menahan asal
harta dan menjalankan hasilnya; menahan atau menghentikan harta yang
dapat diambil manfaatnya guna kepentingan kebaikan untuk mendekatkan
diri kepada allah; menhan suatu benda dan menjalankan manfaatnya dengan
menggunakan kata “aku mewakafkan”atau”aku menahan” atau kata yang
senada dengan itu. Dalam KHI jo. Pasal 1 (1) PP.No.28/1977 wakaf di
definisikan sebagai berikut :2
"Perbuatan hukum seorang atau kelompok atau badan hukum yang
memisahkan sebahagian dari benda miliknya dan melambangkannya untuk
selama-lamanya guna kepentingan ibadah atau keperluan umum lainnya
sesuai dengan ajaran islam”.
Dengan demikian, wakaf meliputi pokok-pokok masalah berikut :
1. Harta benda milik seseorang atau sekelompok orang
2. Harta benda tersebut bersifat kekal zatnya, tidak habis apabila
dipakai
3. Harta tersebut dilepas kepemilikannya oleh pemilik.
4. Harta yang dilepas kepemilikannya itu tidak dapat dihibahkan,
diwariskan, atau diperjualbelikan
5. dari harta benda tersebut untuk kepentingan umum sesuai dengan
ajaran islam Perlu di ingat bahwa wakaf itu menurut jenisnya ada
dua macam, yaitu : pertama, wakaf ahli atau wakaf keluarga, yaitu
wakaf yang di peruntukkan bagi orang-orang tertentu, seorang atau
lebih, baik ada ikatan keluarga maupun tidak. Fazlur rahman
1
Adjiani al-Alabij, Perwakafan Tanah di Indonesia Dalam Teori dan Praktek, Cet.
Kedua, Jakarta : CV Rajawali Pers, 1992 hal 23.
2
R. Subekti, R. Tjitrosudibio. 2008. Kitab Undang – Undang Hukum Perdata Dengan
Tambahan Undang-Undang Pokok Agraria dan Undang – Undang Perkawinan. Jakarta. PT
Pradnya paramita. Hal. 529.

3
menjelaskan bahwa pada masa awal islam muncul praktek sejenis
wakaf yang dikenal dengan wakaf keluarga (wakaf ‘ala’ al-aulad),
yang mencegah tanah garapan siserahkan dan dibagi-bagikan kepada
ahli warisnya; harta itu dibiarkan utuh dan pendapatan yang
diperoleh dari harta itu dibagibagikan kepada ahli warisnya.
Kebanyakan negara muslim, harta semacam ini ditetapkan masa
berlakunya hingga tiga puluh tahun; setelah itu dibagi-bagikan
kepada ahli warisnya.Ahli waris berhak menerimanya setelah wakil
meninggal; wakaf keluarga dijadikan alat untuk mengelak tuntutan
kreditor atas utang-utangnya yang dibuat si wakaf sebelum
mewakafkan tanah kekayaanya. Oleh karena itu, dibeberapa negara
seperti Mesir, Turki, Maroko dan Aljazair – wakaf keluarga
dihapuskan kerena dianggap tidak sejalan dengan maksud syariat
Islam.
Kedua, wakaf khairi atau wakaf umum, artinya wakaf yang ditujukan
untuk kepentingan umum, seperti mesjid, mushalla, madrasah, pondok
pesantren, perguruan tinggi agamadan lain-lain sebagainya. Ini sejalan
dengan perintah agama yang secara tegas manganjurkan menafkahkn
sebagian kekayaan umat Islam untuk kepentingan umum yang lebih besar dan
memiliki pahala jariah yang bersifat kekal. Penerapan Hukum Perwakafkan
dalam Kompilasi Hukum Islam. 3
B. Asas-asas Hukum Wakaf
Asas – asas dalam waqaf ada diantaranya: Asas Kebaikan Manfaat, Asas
Pertanggungjawaban, Asas Profesionalitas Manajemen, Asas Keadilan
Sosial.4
1. Asas Kebaikan Manfaat
Dasar hukum tentang wakaf secara implisit tidak dikatakan dalam al-
quran dan al-hadits, Namun secara eksplisit, dasar hukum wakaf ada
3
Juhaya S. Praja (1995). Perwakafan di Indonesia:Sejarah, Pemikiran, Hukum
danPerkembangannya. (Bandung:Yayasan Piara), hal. 6.
4
Hasan Mansur Nasution. Et al. 2010. Wakaf dan pemberdayaan umat. Jakarta. Sinar grafika.
Hal. 151-152.

4
didalamnya. Hadits umar bin khattab tentang kepemilikan tanah di
khaibar intinya adalah bahwa kebun tersebut untuk dishadaqohkan
hasilnya untuk umat, tidak boleh dijual, dihibahkan, dan tidak di
wariskan, hadits tentang umar bin khatttab mempunyai maksud bahwa
ajaran wakaf itu bukan hanya berkaitan dengan objek benda saja akan
tetapi juga dilihat nilai manfaat dari harta benda yang ada
2. Asas Pertanggungjawaban
Ibadah wakaf selain memiliki sifat ilahiyah di dalamnya juga
terkandung sifat insaniyah, untuk itu pertanggungjawaban dari ibadah ini
mencakup pertanggungjawaban didunia dan juga di akhirat. Asas
pertanggungjawaban terbagi menjadi beberapa bagian :
1) Tangungjawab kepada Allah, berkaitan dengan perilaku dalam
perwakafan itu sesuai dengan aturan – aturan yang ada dalam agama
Allah.
2) Tanggungjawab kelembagaan, yaitu tanggungjawab kepada pihak
yang memberi wewenang
3) Tanggungjawab hukum, yaitu tanggungjawab oleh orang yang
diamanahi untuk yang mengelola wakaf dalam hal segala tindakan
yang diambil dalam perwakafan sesuai dengan aturan hukum
4) Tanggungjawab sosial, yaitu tanggungjawab kepada masyarakat
terkait segala tindakan yang diambil dalam perwakafan”.
3. Asas Profesionalitas Manajemen
Asas ini merupakan asas yang urgent dalam ibadah wakaf, ini
dikarenakan asas inilah yang menentukan benda wakaf itu akan lebih
bermanfaat atau tidak dalam perwakafan, dengan melihat pola manajemen
pengelolaan wakaf, untuk itu nadzir menjadi sosok yang penting berkaitan
dengan asas ini.
4. Asas Keadilan Sosial
Agama islam mencontohkan prinsip keadilan social dalam social
dalam surat al-ma’un, dalam ibadah wakaf prinsip keadilan social dapat
dilihat dari sifat kedermawanan yang terkandung dalam ibadah tersebut,

5
dimana kedermawanan yang ada merupakan sebuah anjuran yang ada
merupakan sebuah anjuran yang bertujuan untuk menciptakan
kemakmuran untuk mencapai keadilan social bagi sesama bagi sesame
makhluk Allah.”
C. Unsur-unsur Wakaf
Berbicara mengenai unsur – unsur wakaf, menurut mayoritas ulama’
madzab unsur – unsur (rukun) wakaf itu terdiri atas empat hal, orang yang
mewakafkan (wakif); barang yang diwakafkan; pihak yang diberi wakaf
(mauquf ‘alaih) dan sighat (ikrar wakaf). Pembagian unsur – unsur wakaf
menurut para ulama’ ini kemudian diadopsi oleh peraturan pemerintah
Nomor: 28 Tahun 1977 tentang perwakafan Tanah milik dan kompilasi
hukum islam Buku III Tentang Perwakafan, dimana unsur – unsur wakaf
yang ada dalam 2 peraturan perundang – undangan tersebut sama dengan
yang disepakati para ulama’ dalam menetapkan unsur – unsur wakaf.
Berkaitan dengan pemaknaan arti mauquf ‘alaihi dalam pandangan ulama’
yang dimaksud pihak yang diberi wakaf (mauquf ‘alaih) adalah tujuan wakaf
atau peruntukan wakaf. Namun dalam Peraturan Pemerintah Nomor: 28
Tahun 1977 dan kompilasi Hukum Islam Buku III Tentang Perwakafan Pihak
yang diberikan waqaf (mauquf ‘alaih). Undang-undang Nomor 41 tahun 2004
tentang wakaf menyebutkan unsur-unsur, yaitu;5
1. Wakif adalah pihak yang mewakafkan harta benda miliknya. Wakif
meliputi: perseorangan, organisasi, atau badan hukum.
2. Nazhir adalah pihak yang menerima harta benda wakaf dari wakif untuk
dikelola dan dikembangkan sesuai dengan peruntukannya. Nazhir
meliputi: perseorangan, organisasi, atau badan hukum.
3. Harta benda wakaf adalah harta benda yang memiliki daya tahan lama
dan/atau manfaat jangka panjang serta mempunyai nilai ekonomi menurut
syariah yang diwakafkan oleh wakif.

5
Dalam Suroso. Nico Ngani. Tinjauan Yuridis tentang Perwakafan Tanah Hak Milik.
Yogyakarta. 1984. Hal. 8.

6
4. Ikrar wakaf adalah pernyataan kehendak wakif yang diucapkan secara
lisan dan/atau tulisan kepada Nazhir untuk mewakafkan harta benda
miliknya.
5. Peruntukan harta benda wakaf adalah bagi: sarana dan kegiatan ibadah;
sarana dan kegiatan pendidikan serta kesehatan; bantuan kepada fakir
miskin, anak terlantar, yatim piatu, beasiswa; kemajuan kesejahteraan
umum lainnya yang tidak bertentangan dengan syariah dan peraturan
perundang- undangan.
6. Jangka waktu wakaf. Untuk benda wakaf tidak bergerak berupa tanah
hanya dapat diwakafkan untuk jangka waktu selama-lamanya kecuali
tanah hak guna bangunan, hak guna usaha, atau hak pakai di atas tanah
negara, hak guna bangunan atau hak pakai di atas hak pengelolaan atau
hak milik orang lain diwakafkan untuk jangka waktu tertentu sampai
dengan berlakunya hak atas tanah berakhir.
D. Syarat-syarat Wakif
Mengenai syarat kecakapan, al-Kabisi menyebutkan lima syarat yang
harus dimiliki wakif, yaitu berakal, baligh, tidak dalam tanggungan karena
boros dan bodoh, kemauan sendiri, dan merdeka. 6
1. Wakif harus orang yang berakal atau sehat akal.
Semua ulama sepakat bahwa wakif haruslah orang yang berakal.
Artinya, orang yang tidak berakal maka wakafnya tidak sah, baik pada
saat akad maupun kelangsungan pengelolaannya. Berdasarkan syarat ini,
maka wakaf tidak sah dilakukan orang gila, kecuali jika penyakit gila ini
tidak terusmenerus dan wakaf dilakukan dalam keadaan sadar. Termasuk
dalam kategori orang yang tidak berakal ini adalah orang idiot, orang
pingsan, orang sedang tidur, dan orang pikun.
Namun ulama berbeda pendapat mengenai orang yang hilang
akalnya karena mabuk. Sebagian pendapat mengatakan tidak sah
sebagaimana orang gila, dan pendapat yang lain mengatakan wakafnya

6
Ahmad Rofiq, Hukum Islam di indonesia, (Cet. II; Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1977),
h.490-491

7
tetap sah jika mabuknya disebabkan oleh makanan atau minuman haram,
dengan alasan ketika diberikan minuman atau makanan itu dia
mengetahui bahwa akan timbul akibat buruk jika meminumnya. Namun
jika mabuknya disebabkan bukan karena maksiat, maka wakafnya tidak
sah. menguatkan pendapat yang mengatakan bahwa orang mabuk
wakafnya tidak sah, meskipun mabuknya itu disebabkan oleh perbuatan
yang haram.
2. Dewasa (baligh)
Wakaf yang dikeluarkan oleh anak kecil yang belum mencapai usia
baligh hukumnya tidak sah. Sebab, ia tidak bisa membedakan sesuatu
sehingga tidak memiliki kelayakan dan kecakapan untuk berbuat
berdasarkan kehendaknya sendiri. Anak kecil yang belum mencapai usia
baligh bukan tergolong orang yang berhak untuk berderma.
3. Tidak dalam tanggungan, karena boros dan bodoh.
Hukum asal bagi orang yang berada dalam tanggungan karena boros
dan banyak lupa adalah batalnya akad tabarru, sebab akad tabarru hanya
sah jika dilakukan oleh orang yang dewasa (ruyd). Orang yang berada
dalam tanggungan tidak dapat dikatakan sebagai rasyid.
Oleh karena itu, sebagai akad tabarru, wakaf hanya sah jika
dilakukan dalam keadaan sadar dan berdasarkan keinginan seseorang,
sehingga orang yang berada dalam tanggungan tidak sah melakukan
wakaf. Sebab, maksud dari tanggungan tersebut adalah agar dia tidak
mengeluarkan hartanya yang bisa menimbulkan utang atau
membahayakan pribadinya.
4. Kemauan sendiri.
Yang dimaksud dengan kamauan sendiri adalah bukan atas tekanan
atau paksaan dari pihak manapun. Seluruh ulama sepakat wakaf yang
dilakukan oleh orang yang dipaksa hukumnya tidak sah, sebagaimana dari
hadis yang diriwayatkan Ibnu Majah ra dari Abu Dzar al-Ghiffary,
Rasulullah SAW bersabda, Yang artinya :

8
"Sesungguhnya, Allah telah mengampuni dari umatku karena
kekeliruan, lupa dan apa yang dipaksakan kepadanya. (HR. Ibn Majah)"
5. Merdeka
Wakaf hanya sah dilakukan oleh orang merdeka, sebab budak atau
hamba sahaya tidak memiliki hak apapun terhadap hartanya. Seluruh
sepakat akan hal ini, kecuali ulama mazhab Zahiri yang mengatakan
bahwa budak dapat saja memiliki hak atas harta tertentu, seperti warisan
atau pemberian dari seseorang. Hak ini berarti, budak bisa memiliki
sesuatu, sehingga ia pun berhak melakukan sesuatu terhadap apa yang
menjadi haknya. Karenanya, ia boleh mewakafkan hartanya maupun
menyedekahkannya.
E. Tentang Nadzir
Pada dasarnya, siapapun dapat menjadi nadzir sepanjang ia bisa
melakukan tindakan hukum. Tetapi, karena tugas nadzir menyangkut harta
benda yang manfaatnya harus disampaikan pada pihak yang berhak
menerimanya, jabatan nadzir harus diberikan kepada orang yang memang
mampun menjalankan tugas itu.
Menurut undang-undang nomor 41 tahun 2004 pasal 10 ayat (1) tentang
wakaf Syarat untuk nadzir perorangan adalah :7
1. Warga negara Indonesia,
2. Beragama Islam,
3. Dewasa,
4. Amanah,
5. Mampu secara jasmani dan rohani, serta
6. Tidak terhalang melakukan perbuatan hukum
Untuk nadzir organisasi syaratnya adalah:
1. Pengurus organisasi yang bersangkutan memenuhi syarat-syarat nadzir
perorangan,

7
Pasal 11 Undang – Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf.

9
2. Organisasi yang bersangkutan bergerak di bidang sosial, pendidikan,
kemasyarakatan dan atau keagamaan Islam.
Sedangkan syarat untuk nadzir badan hukum adalah:
1. Pengurus organisasi yang bersangkutan memenuhi syarat-syarat nadzir
perorangan,
2. Badan hukum Indonesia yang dibentuk sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku, dan
3. Organisasi yang bersangkutan bergerak di bidang sosial, pendidikan,
kemasyarakatan dan atau keagamaan Islam.
Nadzir baik perorangan, organisasi atau badan hukum harus terdaftar
pada kementerian yang menangani wakaf dan badan wakaf Indonesia.
Dengan demikian, nadzir perorangan, organisasi maupun badan hukum
diharuskan warga negara Indonesia. Oleh karena itu, warga negara asing,
organisasi asing dan badan hukum asing tidak bisa menjadi nadzir wakaf di
Indonesia.
Sedangkan dalam buku yang diterbitkan oleh Direktorat Pemberdayaan
Wakaf Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Departemen Agama RI
yang berjudul paradigama baru wakaf di Indonesia membagi syarat-syarat
untuk nadzir ketiga bagian.
1. Syarat moral
1) Paham tentang hukum wakaf dan ZIS, baik dalam tinjauan syari’ah
maupun perundang-undangan negara RI.
2) Jujur, amanah dan adil sehingga dapat dipercaya dalam proses
pengelolaan wakaf.
3) Tahan godaan, terutama menyangkut perkembangan usaha.
4) Pilihan, sungguh-sungguh dan suka tantangan.
5) Punya kecerdasan, baik emosional maupun spiritual.
2. Syarat Manajemen
1) Mempunyai kapasitas dan kapabilitas yang baik dalam leadership.
2) Visioner

10
3) Mempunyai kecerdasan yang baik secara intelektual, sosial dan
pemberdayaan.
4) Profesional dalam bidang pengelolaan harta.
5) Memiliki program kerja yang jelas.
3. Syarat bisnis
1) Mempunyai keinginan.
2) Mempunyai pengalaman.
3) Punya ketajaman melihat peluang usaha sebagaimana layaknya
entrerpreneur.
4) Dari persyaratan diatas menunjukan bahwa nadzir menenpati pada pos
yang sangat sentral dalam pola pengelolaan harta wakaf. Ditinjaun
dari segi tugas nadzir, dimana nadzir berkewajiban untuk menjaga,
mengembangkan dan melestarikan manfaat dari harta yang
diwakafkan bagi orang-orang yang berhak menerimanya.
Sebagai pelaksan hukum, nadzir memiliki tugas-tugas atau kewajiban
dan hak. Tugas-tugas nadzir menurut undang-undang adalah:
1. Melakukan pengadministrasian harta benda wakaf.
2. Mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf sesuai dengan tujuan,
fungsi dan peruntukannya.
3. Mengawasi dan melindungi harta benda wakaf.
4. Melaporkan pelaksaan tugas kepada badan wakaf Indonesia.
Sedangkan hak nadzir ada dua, ialah:
1. Nadzir berhak mendapat imbalan, upah atau bagian maksimal 10% dari
keuntungan atas pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf.
2. Nadzir berhak mendapat pembinaan dari menteri yang menangani wakaf
dan badan wakaf Indonesia untuk melaksanakan tugas-tugasnya secara
baik dan benar.
F. Harta Benda Wakaf
Harta dan benda wakaf adalah segala benda baik benda bergerak atau
tidak bergerak yang memiliki daya tahan yang tidak hanya sekali pakai dan
bernilai menurut ajaran Islam.

11
Benda wakaf harus merupakan benda milik yang bebas segala
pembebanan, ikatan, sitaan dan sengketa. Harta benda wakaf hanya dapat
diwakafkan apabila dimiliki dan dikuasai oleh Wakif (pihak yang
mewakafkan harta benda miliknya) secara sah. Harta benda wakaf terdiri
dari:8
a. Benda tidak bergerak
b. Benda bergerak selain uang
c. Benda bergerak berupa uang.
 Benda tidak bergerak meliputi:
1. Hak atas tanah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku baik yang sudah maupun yang belum terdaftar
2. Bangunan atau bagian bangunan yang berdiri di atas tanah
sebagaimana dimaksud pada huruf a;
3. Tanaman dan benda lain yang berkaitan dengan tanah;
4. Tak milik atas satuan rumah susun sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku;
5. enda tidak bergerak lain sesuai dengan ketentuan syariah dan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Hak atas tanah yang dapat diwakafkan terdiri dari:
1. Hak milik atas tanah baik yang sudah atau belum terdaftar
2. ak guna bangunan, hak guna usaha atau hak pakai di atas tanah
negara
3. Hak guna bangunan atau hak pakai di atas hak pengelolaan atau hak
milik wajib mendapat izin tertulis pemegang hak pengelolaan atau
hak milik
4. Hak milik atas satuan rumah susun.
Benda bergerak adalah harta benda yang tidak bisa habis karena
dikonsumsi, meliputi:
1. Uang

8
Suparman Usma, Hukum Perwakafan di Indonesia, (Cet. I; jakarta: Darul Ulum Press,
1994), h.35

12
2. Logam dan batu mulia
3. Surat berharga
4. Kendaraan (kapal, pesawat terbang, kendaraan bermotor)
5. Mesin atau alat industri yang tidak tertancap pada tanah
6. Hak atas kekayaan intelektual
7. Hak sewa
8. Benda bergerak lain sesuai dengan ketentuan syariah dan peraturan
perundang-undangan yang berlaku karena sifatnya dan memiliki
manfaat jangka panjang.
Benda bergerak selain uang karena Peraturan Perundang-undangan yang
dapat diwakafkan sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip syariah
sebagai.
Jadi, benda yang bisa diwakafkan tidak hanya berupa benda tidak
bergerak seperti hak atas tanah saja, tetapi bisa juga benda tidak bergerak
lainnya seperti bangunan atau bagian bangunan yang berdiri di atas tanah, hak
milik atas satuan rumah susun, atau benda bergerak seperti uang, logam
mulia, kendaraan, hak atas kekayaan intelektual, dan sebagainya.
G. Ikrar Wakaf
Ikrar wakaf adalah pernyataan atau kehendak dari wakif ( pewakaf
harta ) yang diucapkan baik menggunakan lisan atau tulisan kepada Nadzir
atau lembaga penerima wakaf untuk mewakafkan harta bendanya guna
kesejahteraan masyarakat umum.
Dalam Undang–undang perwakafan Pasal 1 angka 4 menjelaskan bahwa
ikrar wakaf adalah bukti dari kehendak wakif untuk mewakafkan harta benda
miliknya untuk di kelola nazir yang sesuai dengna peruntukanya yang mana
di tuangkan dalam bentuk akta.Mengacu kepada peraturan yang diatur dalam
Pasal 32 angka (4) PP No 42 Tahun 2006 yang mana didalamnya paling
sedikit memuat :9
1. Nama dan Identitas wakif
2. Nama dan identitas Nazhir

9
Pasal 32 angka (4) PP No 42 Tahun 2006

13
3. Nama dan identitas saksi Data dan keterangan harta benda wakaf
( yang diwakafkan )
4. Pertuntukan harta benda wakaf ( mauquf ‘laih )
5. Jangka waktu wakaf
Namun berbeda dengan wakaf tanah, bangunan atau lainya sertifikat
untuk wakaf uang sekurang–kurangnya memuat keterangan mengenai :
1. Nama LKS ( lembaga keuangan syariah ) penerima wakaf uang
2. Nama wakif
3. Alamat wakif
4. Jumlah wakaf uang
5. Peruntukan wakaf
6. Jangka waktu wakaf
7. Nama nazhir yang dipilih
8. Alamat nazhir yang dipilih
9. Tempat dan tanggal penerbitan sertifikat wakaf uang.
Sesuai dengan perundang undangan berdasarlam Pasal 34 PP 42/2006
pembuatan ikrar wakaf benda bergarak atau benda tidak bergerak selain uang
dilakukan dengan cara sebagai berikut :
1. Sesuai dengan perundang – undangan
2. PPAIW meneliti kelengkapan persyaratan administrasi perwakafan
dan keadaan fisik dari benda wakaf
3. Dalam hal ketentuan terpenuhi, maka pelaksanaan dan pembuatan
akta dianggap sah apabila dilakukan dalam majelis
4. Akta ikrar wakaf sudah di tandatangani oleh Wakif, Nadzir, 2 Orang
saksi dan Mauquf alaih kemudian disahkan oleh PPAIW
Salinan ikrar disampaikan kepada :
1. Wakif
2. Nadzir
3. Mauquf alaih
4. Kantor pertanahan kabupate/kota dalam hal benda wakaf berupa
tanah

14
5. Instansi berwenang lainya dalam hal benda wakaf berupa benda tidak
bergerak selain tanah atau benda bergerak selain uang.
Pentingya ikrar wakaf secara resmi di lindungi oleh hukum yang berlaku
di Indonesia. Akibatnya tidak sedikit ahli waris yang di kemudian hari
menarik kembali benda yang di wakafkan dengan mudah. Permasalahan
tersebut disebabkan karena tidak adanya akrar atau persetujuan tertulis dari
wakaf itu sendiri.
Sehingga untuk meminimalisi persoala yang kemungkinan timbul
kesalah pahaman dari benda wakaf di kemudian hari, maka peraturan tentang
wakaf di Indonesia yang di tuangkan dalam perundang – undangan
mencantumkan tentang ikrar wakaf sebagai unsur yang harus terpenuhi pada
saat perwakafan berlangsung
H. Pendaftaran dan Pengumuman Harta Benda Wakaf
Praktik wakaf yang terjadi dalam kehidupan masyarakat belum
sepenuhnya berjalan tertib dan efisien sehingga dalam berbagai kasus harta
benda wakaf tidak terpelihara sebagaimana mestinya, terlantar atau beralih ke
tangan pihak ketiga dengan cara melawan hukum. Keadaan demikian itu,
tidak hanya karena kelalaian atau ketidakmampuan nadzir dalam megelola
dan mengembangkan harta benda wakaf tetapi karena juga sikap masyarakat
yang kurang peduli atau belum memahami status harta benda wakaf yang
seharusnya dilindungi demi kesejahteraan umum sesuai dengan tujuan,
fungsi, dan peruntukan wakaf.10
Berdasarkan pertimbangan di atas dan untuk memenuhi kebutuhan
hukum dalam rangka pembangunan hukum nasional, serta untuk menciptakan
tertib hukum dan administrasi wakaf guna melindungi harta benda wakaf,
dibentuklah Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf. Dalam
undang-undang tersebut ditegaskan, bahwa perbuatan hukum wakaf wajib
dicatat dan dituangkan dalam ikrar wakaf dan didaftarkan serta diumumkan
yang pelaksanaannya dilakukan sesuai dengan tata cara yang diatur dalam

10
Abdul Manan, Aneka Masalah Hukum perdata Islam Di Indonesia, h.256-257.

15
peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai wakaf dan harus
dilaksanakan. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf Pasal
32 dan 33 menentukan bahwa, Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW)
atas nama nadzir mendaftarkan harta benda wakaf kepada Instansi yang
berwenang paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak akta ikrar wakaf
ditandatangani. Dalam pendaftaran harta benda wakaf, PPAIW menyerahkan:
a. Salinan akta ikrar wakaf
b. Surat-surat dan/atau bukti-bukti kepemilikan dan dokumen terkait
lainnya.
Bukti pendaftaran harta benda wakaf disampaikan oleh PPAIW kepada
nazhir. Dalam hal harta benda wakaf ditukar atau diubah peruntukannya,
nadzir melalui PPAIW mendaftarkan kembali kepada instansi yang
berwenang dan Badan Wakaf Indonesia atas harta benda wakaf yang ditukar
atau diubah peruntukannya itu, sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam
tata cara pendaftaran harta benda wakaf. (Pasal 35-36) Menteri dan Badan
Wakaf Indonesia mengadministrasikan pendaftaran harta benda wakaf dan
mengumumkan kepada masyarakat harta benda wakaf yang telah terdaftar.
(Pasal 37-38) Sebelumnya, berdasarkan seiring dengan hal itu. Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Poko Agraria
(LN 1960 Nomor 104), telah memberikan pengaturan khusus akan masalah
ini di dalam pasal mengenai kewajiban pembentuk undang-undang untuk
mengindahkan unsur-unsur yang bersandarkan pada hukum agama11.
Dalam rangka menjamin kepastian hak dan kepastian hukum atas tanah,
UUPA telah menggariskan adanya keharusan untuk melaksanakan
pendaftaran tanah diseluruh tanah air. Untuk melaksanakan hal tersebut telah
dikeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tentang
Pendafataran Tanah (LN 1961 Nomor28), yang memuat pengaturan secara
tekhnis penyelenggaraan pendaftaran tanah. Peraturan Pemerintah Nomor 28
Tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah Milik dan Peraturan Menteri Agama

11
Abd. Shomad, Hukum Islam: Penormaan Prinsip Syariah dalam Hukum Islam, h.398.

16
Nomor 1 Tahun 1978 tentang Peraturan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah
Nomor 28 Tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah Milik, telah menentukan
prosedur perwakafan tanah milik, termasuk di dalamnya kewajiban untuk
mendaftarkannya.
Keharusan untuk pendaftaran tanah wakaf sebenarya telah ada sejak
tahun 1950, yang mengharuskan tanah wakaf didaftarkan di tiap-tiap
kabupaten. Dengan adanya ketentuan ini diharapakan pengelolaan dan
pemeliharaan serta pelaksanaan di masa yang akan datang lebih baik dan
tertib administrasi serta manajemennya.
I. Perubahan Status Hukum Wakaf
Dalam perundang-undangan tentang wakaf di Indonesia tidak
diklasifikasikan jenis benda wakaf yang bagaimana yang dapat diubah
statusnya, sehingga dalam hal ini undang-undang secara mutlak
membolehkan perubahan status harta benda wakaf apapun jenis bendanya.
Sebab yang menjadi sorotan bukan bentuk, akan tetapi yang terpenting dari
wakaf adalah fungsi dan tujuannya.
Pada dasarnya, terhadap benda yang yang telah diwakafkan tidak dapat
dilakukan perubahan, baik peruntukan maupun statusnya. Dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah Milik Pasal 11
dijelaskan:
1) Pada dasarnya terhadap tanah milik yang telah diwakafkan tidak
dapat dilakukan perubahan peruntukan atau penggunaan lain dari
pada yang dimaksud dalam ikrar wakaf.
2) Penyimpangan dari ketentuan tesebut dalam ayat (1) hanya dapat
dilakukan terhadap hal-hal tertentu setelah terlebih dahulu mendapat
persetujuan tertulis dari Menteri Agama, yakni:
a. karena tidak sesuai lagi dengan tujuan wakaf seperti diikrarkan
oleh wakif.
b. karena kepentingan umum.
3) Perubahan status tanah milik yang telah diwakafkan dan perubahan
penggunaannya sebagai akibat ketentuan tersebut dalam ayat (2)

17
harus dilaporkan oleh Nadzir kepada kepada Bupati/Walikotamadya
Kepala Daerah, cq. Kepala Sub Direktorat Agraria setempat untuk
mendapatkan penyelesaian lebih lanjut.
Dalam Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi
Hukum Islam (Buku III Hukum Perwakafan) pasal 225 ditentukan, bahwa
benda yang telah diwakafkan tidak dapat dilakukan perubahan atau
penggunaan lain dari pada yang dimaksud dalam ikrar wakaf. Penyimpangan
dari ketentuan dimaksud hanya dapat dilakukan terhadap hal-hal tertentu
setelah terlebih dahulu mendapatkan persetujuan tertulis dari Kepala Kantor
Urusan Agama Kecamatan berdasarkan saran dari Majelis Ulama Kecamatan
dan Camat setempat dengan alasan: 12
a. Karena tidak sesuai lagi dengan tujuan wakaf seperti dikrarkan oleh
wakif.
b. Karena kepentingan umum.
Dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf Pasal 40
juga mengatur tentang perubahan dan pengalihan harta wakaf yang sudah
dianggap tidak atau kurang berfungsi sebagaimana maksud wakaf itu sendiri.
Secara prinsip, harta benda wakaf yang sudah diwakafkan dilarang; dijadikan
jaminan; disita; dihibahkan; dijual; diwariskan; ditukar; atau dialihkan dalam
bentuk pengalihan hak lainnya.
Namun, ketentuan tersebut dikecualikan apabila harta benda wakaf yang
telah diwakafkan digunakan untuk kepentingan umum sesuai dengan Rencana
Umum Tata Ruang (RUTR) berdasarkan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku dan tidak bertentangan dengan syariah dan hanya
dapat dilakukan setelah memperoleh izin tertulis dari Menteri atas persetujuan
Badan Wakaf Indonesia. Harta benda wakaf yang sudah diubah statusnya
karena ketentuan pengecualian tersebut wajib ditukar dengan harta benda
yang manfaat dan nilai tukar sekurang-kurangnya sama dengan harta benda
wakaf semula (Pasal 41).
12
Farid Wadjdy dan Mursyid, Wakaf dan Kesejahteraan Umat: Filantropi Islam yang Hampir
Terlupakan (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), h.155.

18
Selain dari pertimbangan sebagaimana dimaksud pada Pasal 41 di atas,
izin perubahan status/pertukaran harta benda wakaf hanya dapat diberikan,
jika pengganti harta benda penukar memiliki sertifikat atau bukti kepemilikan
sah sesuai dengan peraturan perundang-undangan (Pasal 49 ayat 3 (a)
Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Undang–
Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf).
Dengan demikian, hukum asal perubahan dan atau pengalihan benda
wakaf dalam perundang-undangan di Indonesia adalah dilarang, akan tetapi
selama memenuhi syarat-syarat tertentu dan dengan mengajukan alasanalasan
sebagaimana yang telah ditentukan oleh perundang-undangan yang berlaku,
perundang-undangan tetap memberikan peluang dibolehkannya melakukan
perubahan dan atau pengalihan terhadap harta benda wakaf, meski dengan
melalui prosedur dan proses yang panjang.
Ketatnya prosedur perubahan dan atau pengalihan harta benda wakaf itu
bertujuan untuk meminimalisir penyimpangan dan menjaga keutuhan harta
benda wakaf agar tidak terjadi tindakan-tindakan yang dapat merugikan
eksistensi wakaf itu sendiri, sehingga wakaf tetap menjadi alternatif untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat banyak.

19
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dalam KHI jo. Pasal 1 (1) PP.No.28/1977 wakaf di definisikan sebagai
berikut :
"Perbuatan hukum seorang atau kelompok atau badan hukum yang
memisahkan sebahagian dari benda miliknya dan melambangkannya untuk
selama-lamanya guna kepentingan ibadah atau keperluan umum lainnya
sesuai dengan ajaran islam”
Asas-asas hukum wakaf yaitu :
1. Asas Keadilan Sosial
2. Asas Kebaikan Manfaat
3. Asas Pertanggungjawaban
4. Asas Profesionalitas Manajemen
Berbicara mengenai unsur – unsur wakaf, menurut mayoritas ulama’
madzab unsur – unsur (rukun) wakaf itu terdiri atas empat hal, orang yang
mewakafkan (wakif); barang yang diwakafkan; pihak yang diberi wakaf
(mauquf ‘alaih) dan sighat (ikrar wakaf).
Mengenai syarat kecakapan, al-Kabisi menyebutkan lima syarat yang
harus dimiliki wakif, yaitu berakal, baligh, tidak dalam tanggungan karena
boros dan bodoh, kemauan sendiri, dan merdeka.
Tugas nadzir menyangkut harta benda yang manfaatnya harus
disampaikan pada pihak yang berhak menerimanya, jabatan nadzir harus
diberikan kepada orang yang memang mampun menjalankan tugas itu.
Harta dan benda wakaf adalah segala benda baik benda bergerak atau
tidak bergerak yang memiliki daya tahan yang tidak hanya sekali pakai dan
bernilai menurut ajaran Islam. Benda wakaf harus merupakan benda milik
yang bebas segala pembebanan, ikatan, sitaan dan sengketa. Harta benda
wakaf hanya dapat diwakafkan apabila dimiliki dan dikuasai oleh Wakif
(pihak yang mewakafkan harta benda miliknya) secara sah.

20
Ikrar wakaf adalah pernyataan atau kehendak dari wakif ( pewakaf
harta ) yang diucapkan baik menggunakan lisan atau tulisan kepada Nadzir
atau lembaga penerima wakaf untuk mewakafkan harta bendanya guna
kesejahteraan masyarakat umum. Dalam Undang–undang perwakafan Pasal 1
angka 4 menjelaskan bahwa ikrar wakaf adalah bukti dari kehendak wakif
untuk mewakafkan harta benda miliknya untuk di kelola nazir yang sesuai
dengna peruntukanya yang mana di tuangkan dalam bentuk akta.
Bukti pendaftaran harta benda wakaf disampaikan oleh PPAIW kepada
nazhir. Dalam hal harta benda wakaf ditukar atau diubah peruntukannya,
nadzir melalui PPAIW mendaftarkan kembali kepada instansi yang
berwenang dan Badan Wakaf Indonesia atas harta benda wakaf yang ditukar
atau diubah peruntukannya itu, sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam
tata cara pendaftaran harta benda wakaf.
hukum asal perubahan dan atau pengalihan benda wakaf dalam
perundang-undangan di Indonesia adalah dilarang, akan tetapi selama
memenuhi syarat-syarat tertentu dan dengan mengajukan alasanalasan
sebagaimana yang telah ditentukan oleh perundang-undangan yang berlaku,
perundang-undangan tetap memberikan peluang dibolehkannya melakukan
perubahan dan atau pengalihan terhadap harta benda wakaf, meski dengan
melalui prosedur dan proses yang panjang.

21
DAFTAR PUSTAKA

Al-alabij, Adijani,Perwakafan Tanah di Indonesia Dalam Teori dan Praktek, Cet.


Jakarta : CV Rajawali Pers, 1992

Manan, Abdul. Aneka Masalah Hukum Perdata Di Indonesia. Jakarta: Kencana,


2008.

Nasution,Hasan Mansur.Wakaf dan pemberdayaan umat.Jakarta : Sinar


grafika.2010

Nico Ngani,Dalam Suroso.Tinjauan Yuridis tentang Perwakafan Tanah Hak


Milik. Yogyakarta. 1984

Pasal 11 Undang – Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf.

Pasal 32 angka (4) PP No 42 Tahun 2006

Rofiq,Ahmad. Hukum Islam di indonesia, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1977

S. Praja ,Juhaya. Perwakafan di Indonesia:Sejarah, Pemikiran, Hukum dan


Perkembangannya. Bandung:Yayasan Piara, 1995

Shomad, Abd. Hukum Islam: Penormaan Prinsip Syariah dalam Hukum


Indonesia. Jakarta: Kencana, 2010.

Tjitrosudibio,R. Subekti, R.Kitab Undang – Undang Hukum Perdata Dengan


Tambahan Undang-Undang Pokok Agraria dan Undang – Undang
Perkawinan. Jakarta. PT Pradnya paramita.2008

Usma,Suparman. Hukum Perwakafan di Indonesia. Jakarta: Darul Ulum Press,


1994)

Wadjdy, Farid dan Mursyid. Wakaf dan Kesejahteraan Umat (Filantropi Islam
yang Hampir Terlupakan). Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007.

Anda mungkin juga menyukai