Anda di halaman 1dari 14

PERWAKAFAN DALAM PERSPEKTIF HUKUM POSITIF

DI INDONESIA

Makalah Ini Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah
“Fiqh dan Manajemen Wakaf di Indonesia”

Dosen pengampu : Vito Dasrianto, SHI, M.H

Disusun Oleh :

Umi Arifaini Hsb :19070035

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
MANDAILING NATAL
T.A 2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan hidayah-Nya
penyusun meneyelesaikan tugas makalah dengan judul "Perwakafan dalam
Perspektif Hukum Positif di Indonesia" dalam waktu ini. Makalah ini dibuat
untuk memenuhi tugas terstruktur yang diberikan. Maksud dan tujuan dari
penyusunan makalah ini adalah sebagai salah satu panduan mahasiswa dan
mahasiswi khususnya di dalam Mata Kuliah Fiqh dan Manajemen Wakaf di
Indonesia.

Penyusun menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih


banyak terdapat kesalahan-kesalahan, baik dari segi pengetikan maupun
materi yang disajikan. Oleh sebab itu, saran dan kritik dari semua pihak yang
sifatnya membangun sangat diharapkan. Akhir kata semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukannya. Tidak lupa pula
penyusun haturkan permohonan maaf sebesar-besarnya apabila dalam
penyusunan makalah ini terdapat kata-kata yang tidak berkenan di hati
pembaca dan tidak sesuai, karena penyusun hanya manusia biasa dan
kesempurnaan hanya milik Allah SWT.

Panyabungan, 24 November 2022

Penyusun
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ..................................................................................................... i


BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................. 1
C. Tujuan Makalah................................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengelolaan wakaf dalam hukum positif di Indonesia ...................... 3
B. Objek dan Subjek Wakaf dalam Hukum Positif di Indonesia .......... 5
C. Bentuk-bentuk Wakaf dalam Hukum Positif di Indonesia ............... 8
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan ........................................................................................ 10
B. Saran .................................................................................................. 10
DAFTAR PUSTAKA

i
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang wakaf (selanjutnya
disingkat UU No. 41 Tahun 2004 ) dan Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun
2006 tentang pelaksanaanya (selanjutnya disingkat PP No. 42 Tahun 2006),
dengan adanya peraturan tersebut umat islam tinggal menjalankan saja dan tidak
perlu lagi banyak berwacana, kalau dulu banyak orang berdiskusi dan berharap
adanya lembaga khusus yang menangani perwakafan di Indonesia, maka kini
hadir sebuah lembaga atau badan pengelola yang menangani tentang wakaf di
Indonesia yaitu BWI atau Badan Wakaf Indonesia (selanjutnya disingkat BWI)
sebagai perwujudan terselenggarakannya wakaf dengan baik di Indonesia, setelah
lembaga tersebut muncul kini yang harus dilakukan adalah bagaimana
memaksimalkan dan mengoptimalkan lembaga independen amanat undang-
undang tersebut.
Wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan atau
menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau
untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan peruntukannya guna keperluan ibadah
dan kesejahteraan umum menurut syariat dan peraturan perundang undangan yang
berlaku. Nadzir sebagai orang yang dipercaya dalam mengelola harta wakaf ini
sangat menentukan apakah tercapai atau tidak tujuan dari wakaf tersebut, karena
peran nadzir adalah sebagai pengendali, menentukan, memanajerial perwakafan
sehingga berdaya guna dan berhasil, inilah yang menjadi tanggung jawab dari
BWI dalam melakukan pembinaan dan pengawasan serta membantu segala bentuk
pembiayaan yang diperlukan terhadap nadzir guna untuk mencapai tujuan
tersebut.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Pengelolaan Wakaf di Indonesia?
2. Apa Objek dan Subjek Wakaf?
3. Apa Bentuk-bentuk Wakaf di Indonesia?

1
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk Mengetahui Pengelolaan Wakaf di Indonesia
2. Untuk mengetahui Objek dan Subjek Wakaf
3. Untuk mengetahui Objek dan Subjek Wakaf

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengelolaan Wakaf dalam Hukum Positif Indonesia

Badan Wakaf Indonesia sebagai institusi khusus dalam menangani


persoalan wakaf di Indonesia mempunyai fungsi pokok mengkoordinir nazhir-
nazhir yang telah ada dan mengelola secara mandiri terhadap harta wakaf yang
dipercayakan kepadanya, khususnya wakaf tunai. Nazhir adalah pihak yang
menerima harta benda wakaf dari wakif untuk dikelola dan dikembangkan
sesuai dengan peruntukannya. Hasil dari pengembangan dan pengelolaan dana
wakaf tunai tersebut kemudian dipergunakan secara optimal untuk keperluan
sosial yang berorientasi kemaslahatan umum.

Untuk menjalankan keseluruhan target dan tujuan yang dirumuskan, maka


Badan Wakaf Indonesia (BWI) sebagai lembaga pengelola wakaf tunai yang
berskala nasional memerlukan sumber daya manusia yang memiliki kemampuan,
kemauan, komitmen dan profesional dalam pengembangan dan pemberdayaan
pengelolaan wakaf tunai dengan kontruksi sistem pengelolaan dana wakaf tunai
yang terintegrasi. Diantara sistem pengelolaan yang dapat diaplikasikan antara
lain adalah:1
1. Sistem pemanfaatan Bank Syariah Sebagai Kustodian
Badan Wakaf Indonesia sebagai pengelola dana wakaf tunai dapat
menerbitkan Sertifikat Wakaf Tunai yang kemudian dititipkan kepada bank
Syari’ah. Wakif selaku orang yang berwakaf dapat menyetorkan dananya ke
Bank Syari’ah atas nama rekening BWI yang ada di Bank Syari’ah tersebut
dan akan mendapatkan Sertifikat Wakaf Tunai. Sertifikat Wakaf Tunai
tersebut akan diadminstrasikan secara terpisah dari kekayaan Bank, karena
Bank Syari’ah hanya berfungsi sebagai Kustodi, maka tanggung jawab
terhadap wakif terletak pada BWI. Dana wakaf yang ada di rekening BWI
akan dikelola tersendiri dan hasil pengelolaan tersebut akan disalurkan sesuai
dengan tujuan wakif.

1
Faishal Haq, Hukum Perwakafan di Indonesia, (UIN Sunan Ampel: Surabaya), h.116-117

3
Dalam UU Nomor: 7 Tahun 1992 tentang perbankkan sebagaimana yang
telah di ubah dengan UU Nomor: 10 Tahun 1998 pasal 6 huruf I disebutkan
bahwa bank umum dapat melakukan kegiatan penitipan untuk kepentingan
pihak lain berdasarkan satu kontrak. secara konkrit SK.Dir. BI
No.32/34/KEP/DIR tentang Bank umum berdasarkan prinsip Syari’ah pasal
28 ada beberapa aktifitas kustodi yang bisa dilakukan, yaitu:
a. Memindahkan uang untuk kepentingan sendiri dan/atau nasabah
berdasarkan prinsip wakalah (huruf: e)
b. Melakukan kegiatan penitipan termasuk penata usahannya untuk
kepentingan pihak lain berdasarkan suatu kontrak dengan prinsip wakalah
2. Sistem pemanfaatan Bank Syari’ah sebagi Kasir
Sistem kasir ini memanfaatkan Bank Syari’ah untuk menghimpun dana
dari wakif yang dimasukkan kedalam rekening Badan Wakaf Indonesia
(BWI), perbedaannya dengan sistem kustodian dalam sistem ini Bank Syari’ah
tidak mengadministrasi Sertifikat Wakaf Tunai yang diterbitkan BWI, Bank
Syari’ah hanya memelihara rekening BWI sebagaimana yang lainnya yang
akan mendapatkan bonus sesuai dengan jenis dan prinsip syari’ah yang
digunakan baik itu berupa Giro, Wadhi’ah, tabungan Wadhi’ah ataupun
Tabungan Mudlarabah. Tanggung jawab terhadap wakif, dalam pengelolaan
dan distribusi dana akan menjadi tanggung jawab Badan Wakaf Indonesia,
dengan demikian BWI secara langsung berkomunikasi dengan lembaga
penjamin untuk menjamin dana pokok wakaf tunai agar tidak berkurang.
3. Sistem Pengelolaan wakaf tunai berbasis manajemen Bank Syari’ah
Sistem ini dapat diklasifikasikan dalam beberapa bentuk pemanfatan
antara lain:
a. Bank Syari’ah sebagai pengelola (Fund manager) Dana Wakaf Tunai;
sistem ini memanfaatkan keungulan perbankkan syari’ah dari sisi
kemampuan profesionalisme dalam pengelolaan dana.
b. Bank syari’ah sebagai Nadzir penerima dan penyalur dana wakaf tunai;
Dalam sistem ini bank syari’ah hanya nadzir penerima dan penyalur saja,
sedangkan fungsi pengelolaan dana dilakukan oleh Badan Wakaf
Indonesia BWI atau lembaga lain yang ditunjuk wakif

4
c. Bank Syari’ah sebagai Nadzir, pengelola dan penyalur dana wakaf tunai;
sistem ini memberikan kewenangan kepada bank syari’ah secara luas
untuk menjadi Nadzir mulai dari penerimaan, pengelolaan, pengembangan
serta distribusi wakaf tunai.
B. Objek dan Subjek Wakaf dalam Hukum Positif di Indonesia
1. Objek Wakaf
Sayyid Sabiq menjelaskan bahwa benda, baik bersifat tetap (al-Uqar),
maupun bergerak (al-Manqul) seperti perlengkapan rumah, mashahif, buku-
buku, senjata, dan kendaraan boleh dijadikan objek wakaf. Disamping itu,
setiap benda yang boleh diperdagangkan dan dimanfaatkan (dengan tetap
kekal zatnya), boleh juga dijadikan objek wakaf. Sebaliknya, al- Sayyid Sabiq
berpendapat bahwa benda yang rusak (berubah) karena dimanfaatkan seperti
uang, lilin, makanan dan minuman, tidak syah untuk dijadikan objek wakaf.
Disamping itu, al-Sayyid Sabiq menjelaskan bahwa benda- benda yang tidak
boleh dijual karena zatnya seperti anjing, babi, dan binatang buas, dan tidak
boleh dijual karena yang lain seperti karena digadaikan, tidak boleh dijadikan
objek wakaf.2
Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2004 tentang
Wakaf. Dalam Pasal 16 Ayat (1) Sampai (3) menyebutkan bahwa obyek
wakaf (benda wakaf) terdiri dari benda tidak bergerak dan benda bergerak .
Benda tidak bergerak meliputi:
a. Hak atas tanah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan
yang berlaku baik yang sudah maupun yang belum terdaftar
b. Bangunan atau bagian dari bangunan yang terdiri atas tanah sebagaimana
dimaksud pada huruf a.
c. Tanaman dan benda lain yang berkaitan dengan tanah
d. Hak milik atas satuan rumah susun sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang- undangan yang berlaku
e. Benda tidak bergerak lain dengan ketentuan Syariah dan peraturan
Perundang- undangan yang berlaku.

2
Abdul Haris Naim, “Pengembangan Objek Wakaf dalam Fikih Islam dan Hukum Positif
di Indonesia”, Jurnal Zakat dan Wakaf, Vol. 4 m No. 2, Desember 2017.

5
Sedangkan benda bergerak meliputi:
a. Uang
b. Logam Mulia
c. Surat Berharga
d. Kendaraan
e. Hak Atas Kekayaan Intelektual
f. Hak Sewa
g. Benda bergerak lain sesuai dengan ketentuan Syariah dan Peraturan
Perundang- undangan yang berlaku.
2. Subjek Wakaf
a. Nazhir
Nazir adalah orang yang memegang amanat untuk memelihara dan
menyelenggarakan harta wakaf sesuai dengan tujuan perwakafan.
Mengurus atau mengawasi harta wakaf pada dasarnya menjadi hak wakif,
tetapi boleh juga wakif menyerahkan hak pengawasan wakafnya kepada
orang lain, baik perseorangan maupun organisasi.
Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 42 Tahun
2006,Nazhir adalah pihak yang menerima harta benda wakaf dari Wakif
untuk dikelola dan dikembangkan sesuai dengan peruntukannya.3

Adapun syarat-syarat seorang nazir, antara lain:


1) WNI.
2) Islam.
3) Dewasa.
4) Sehat jasmani dan rohani.
5) Tidak berada di bawah pengampuan.
6) Tinggal di kecamatan tempat tanah yang diwakafkan.
Apabila nazir berbentuk badan hukum, syarat-syarat yang harus
dipenuhi, antara lain:
1) Berbadan hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia.

3
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2006 Tentang Pelaksanaan
Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf

6
2) Mempunyai perwakilan di kecamatan tempat letaknya tanah yang
diwakafkan.
Selain itu, nazir juga harus didaftarkan dan mendapat pengesahan
di Kantor Urusan Agama kecamatan setempat. Bila syarat-syarat tersebut
tidak terpenuhi, wakif bisa menunjuk orang lain yang mempunyai
hubungan kerabat dengannya agar terjalin keserasian dengan prinsip hak
pengawasan. Bila orang yang mempunyai hubungan dengan wakif tidak
ada, diperbolehkan menunjuk orang lain.
Dalam pasal 11 Undang-Undang No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf, tugas
seorang nazir meliputi:
1) Melakukan pengadministrasian harta benda wakaf.
2) Mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf sesuai dengan
tujuan, fungsi, serta peruntukannya.
3) Mengawasi dan melindungi harta benda wakaf.
4) Melaporkan pelaksanaan tugas kepada Badan Wakaf Indonesia (BWI).

Nazir bisa diberhentikan dan diganti dengan nazir lain bila yang
bersangkutan:
1) Meninggal dunia bagi nazir perseorangan
2) Bubar atau dibubarkan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan
yang berlaku untuk nazir organisasi badan hukum.
3) Atas permintaan sendiri.
4) Tidak melaksanakan tugasnya dengan baik dan/atau melanggar
ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
5) Dijatuhi hukuman pidana oleh pengadilan yang telah mempunyai
kekuatan hukum tetap.
b. Wakif
Wakif, atau pihak yang mewakafkan hartanya, bisa perseorangan,
badan hukum, maupun organisasi. Jika perseorangan, ia boleh saja bukan
muslim karena tujuan disyariatkannya wakaf adalah untuk memajukan
kesejahteraan umum dan orang nonmuslim tidak dilarang berbuat
kebajikan. Syarat bagi wakif adalah balig dan berakal. Selain itu, ada juga
syaratsyarat lain wakif berdasarkan pemberi wakafnya, antara lain:

7
1) Wakif perseorangan
a) Dewasa.
b) Berakal sehat.
c) Tidak terhalang melakukan perbuatan hukum.
d) Pemilik sah harta benda wakaf.
2) Wakif badan hukum
Memenuhi ketentuan badan hukum untuk mewakafkan harta benda
wakaf milik badan hukum sesuai dengan anggaran dasar badan hukum
yang bersangkutan.
3) Wakif organisasi
Memenuhi ketentuan organisasi untuk mewakafkan harta benda wakaf
milik organisasi sesuai dengan anggaran dasar organisasi yang Memenuhi
ketentuan organisasi untuk mewakafkan harta benda wakaf milik
organisasi sesuai dengan anggaran dasar organisasi yang bersangkutan.

C. Bentuk-bentuk Wakaf dalam Hukum Positif di Indonesia


Berdasarkan peraturan pemerintah republik indonesia nomor 42 tahun
2006 tentang pelaksanaan undang-undang nomor 41 tahun 2004 tentang wakaf,
pada BAB III pasal 15 mengenai jenis harta benda wakaf meliputi :4
a. Benda tidak bergerak
b. Benda bergerak selain uang, dan
c. Benda bergerak berupa uang
Aset Tidak bergerak sebagaimana dimaksud yaitu :
1. Tanah
2. Bangunan
3. Tanaman
4. Hak milik rumah susun
5. Benda bergerak lainnya
Aset bergerak Selain Uang sebagaimana dimaksud yaitu:
1. Karena sifatnya bisa diwakafkan
a. Kapal

4
UU No. 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf

8
b. Pesawat terbang
c. Kendaraan bermotor
d. Mesin atau alat industri
e. Logam dan batu mulia
f. Benda lainnya yang memiliki manfaat jangka panjang
2. Surat berharga syariah
a. Saham
b. surat uang negara
c. obligasi pada umumnya
d. surat berharga lainnya
3. Hak Atas Kekayaan Intelektual yang berupa:
a. Hak cipta
b. Hak merk
c. Hak paten
d. Hak desain industri
e. Hak rahasia dagang
f. Hak sirkuit terpadu
g. Hak perlindungan varietas tanaman dan lainnya
Aset bergerak Berupa Uang yaitu uang rupiah

9
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Badan Wakaf Indonesia (BWI) sebagai lembaga pengelola wakaf tunai
yang berskala nasional memerlukan sumber daya manusia yang memiliki
kemampuan, kemauan, komitmen dan profesional dalam pengembangan dan
pemberdayaan pengelolaan wakaf tunai dengan kontruksi sistem pengelolaan dana
wakaf tunai yang terintegrasi. Yang menjadi objek wakaf adalah harta atau benda
yang akan diwakafkan, serta subjek wakaf adalah Nzhir dan Wakif(pewakaf).
Bentuk-bentuk wakaf berdasarkan UU No. 41 tahun 2004 yaitu Benda tidak
bergerak, Benda bergerak selain uang, dan, Benda bergerak berupa uang.

B. Saran
Penulis menyadari dalam penulisan makalah ini banyak terdapat
kekurangan, oleh karena kritik dan saran yang membangun kami perlukan untuk
penyempurnaan makalah ini. Semoga bermanfaat bagi pembacanya.

10
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Haris Naim, “Pengembangan Objek Wakaf dalam Fikih Islam dan Hukum
Positif di Indonesia”, Jurnal Zakat dan Wakaf, Vol. 4 m No. 2, Desember
2017.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2006 Tentang
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf
Faishal Haq, Hukum Perwakafan di Indonesia, UIN Sunan Ampel: Surabaya.
UU No. 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf

11

Anda mungkin juga menyukai