Anda di halaman 1dari 19

“Wadi’ah, Syirkah, Mudharabah”

Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas


Mata Kuliah Hadis Ekonomi
Dosen pengampu : Masyhuri Rifa'i, M.Ag.

Oleh:
Riswan (19050102094)

PROGRAM STUDI PERBANKAN SYARIAH


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
KENDARI
2021

1
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha


Penyayang, puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah
melimpahkan Rahmat, Hidayah, dan Inayah-Nya sehingga saya dapat
merampungkan penyusunan makalah mata kuliah Hadist Ekonomi dengan judul "
Wadi’ah, Syirkah, Mudharabah " tepat pada waktunya.
 
Penyusunan makalah semaksimal mungkin saya upayakan dan didukung
bantuan berbagai pihak, sehingga dapat memperlancar dalam penyusunannya.
Untuk itu tidak lupa saya mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu saya dalam merampungkan makalah ini.

Namun tidak lepas dari semua itu, saya menyadari sepenuhnya bahwa
masih terdapat kekurangan baik dari segi penyusunan bahasa dan aspek lainnya.
Oleh karena itu, dengan lapang dada saya membuka selebar-lebarnya pintu bagi
para pembaca yang ingin memberi saran maupun kritik demi memperbaiki
makalah ini

Akhirnya penyusun sangat mengharapkan semoga dari makalah sederhana


ini dapat diambil manfaatnya dan besar keinginan kami dapat menginspirasi para
pembaca untuk mengangkat permasalahan lain yang relevan pada makalah-
makalah selanjutnya. 

Kendari, 18 Mei 2021

Penyusun

DAFTAR ISI

2
KATA PENGANTAR............................................................................................2

BAB I.......................................................................................................................3

PENDAHULUAN...................................................................................................3

A. Latar Belakang Masalah................................................................................3

B. Rumusan Masalah.........................................................................................3

BAB II PEMBAHASAN........................................................................................4

A. Al – Wadhi’ah...............................................................................................4

B. Syirkah..........................................................................................................7

C. Mudharabah................................................................................................13

BAB III..................................................................................................................17

PENUTUP..............................................................................................................17

A. Kesimpulan.................................................................................................17

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................18

3
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Di era globalisasi, maraknya perbankan Islam (syari’ah) merupakan
indikasi baru dalam dunia Islam. Hal ini disebabkan, semangat tinggi dari
berbagai kalangan ulama, akademisi dan praktisi untuk mengembangkan
perbankan model baru tersebut dari sekitar pertengahan abad 20 M dengan
mengacu pada ajaran al-Qur’an dan hadis, serta pemahaman bahwa bunga
bank adalah riba maka perbankan syari’ah dengan dipelopori negara-negara
berbasis Islam kuat, Mesir, Saudi Arabia, Yordania, dan lain-lain sampai ke
negara minoritas muslim seperti Inggris, Denmark, Philipina, Australia, dan
Amerika Serikat. Namun bersamaan dengan merebaknya lembaga-lembaga
perbankan syari’ah sebagai sebuah aplikasi dari sebuah sistem perekonomian
tersebut tidak diimbangi dengan teori yang memadai. Sehingga yang terjadi
adalah praktek mendahului teori.
Sejak diberlakukannya UU perbankan nomor 10 tahun 1998, industri
perbankan di Indonesia terbagi menjadi bank yang beroperasi berdasarkan
bunga dan bank yang beroperasi berdasarkan bagi hasil atau syariah Islam.
Bank syari’ah yang beroperasi berdasarkan syari’ah Islam, dilaksanakan
dengan menggunakan instrumen bagi hasil. Oleh karena itu, produk-produk
yang ditawarkan oleh bank syari’ah harus sejalan dengan konsep syari’ah.
Diantara produk yang ditawarkan oleh bank syari’ah kepada masyarakat
pengguna jasa perbankan syari’ah adalah produk financing yang meliputi
konsep pembiayaan bagi hasil yaitu syirkah dan mudharabah. Oleh karena itu,
penulis akan memaparkan lebih eksplisit mengenai syirkah dan mudharabah.
B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi wadi’ah syirkah dan mudharabah.?
2. Apa dasar hukum dari wadi’ah syirkah dan mudharabah?
3. Apa jenis-jenis dari wadi’ah, syirkah dan mudharabah.?
4. Apa syarat dan rukun dalam wadi’ah syirkah dan mudharabah.

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. Al – Wadhi’ah
1.      Pengertian Al –Whadi’ah
Dalam tradisi fiqih islam, prinsip titipan/simpanan dikenal
dengan prinsip wadi’ah. Al-wadhia’ah adalah titipan dari satu pihak
kepada pihak lain yang harus dijaga dan dikembalikan setiap saat
bilamana orang yang titip mengambilnya.
2.      Landasan Hukum
Menitipkan dan menerima titipan hukumnya jaiz (boleh).
Bahkan disunnahkan bagi orang yang dapat dipercaya dan
mengetahui bahwa dirinya mampu menjaga barang titipan. Dasarnya
adalah Alqur’an, Hadist, dan Ijma’:
a.       Dasar Q.S  An-Nisa : 58 yang artinya sebagai berikut:
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat
kepada yang berhak menerimanya”.
b.      Dasar hadist, yaitu Hadist riwayat Abu Daud dan Tirmidzi
sebagai berikut:
“Sampaikanlah amanat kepada orang yang memberi amanat
kepadamu, dan janganlah kamu mengkhianati orang-orang
yang mengkhianatimu.”
c.       Dasar dari Ijma’ yaitu ulama sepakat diperbolehkannay
wadhi’ah. Ia termasuk ibadah sunnah. Dalam
kitab Mubdi disebutkan: “ijma’ dalam setiap masa memperbolehkan
wadhi’ah. Dalam kitab Ishfah disebutkan : ulama sepakat bahwa
wadhi’ah termasuk ibadah sunnah dan menjaga barang titipan itu
mendapatkan pahala.
3.      Aplikasi Wadhi’ah dalam Dunia Perbankan
Secara umum ada dua jenis wadhi’ah yaitu:

5
1)   Wadhi’ah yad al-amanah
Yang memiliki kriteria sebagai berikut:
a) Harta atau barang yang dititipkan tidak boleh dimanfaatkan dan
digunakan oleh penerima titipan.
b) Penerima titipan hanya berfungsi sebagai penerima amanah yang
bertugas dan berkewajiban untuk menjaga barang yang dititipkan
tanpa boleh memanfaatkannya.
c) Sebagai konpensasi, penerima titipan diperkenankan untuk
membebankan biaya kepada yang menitipkan.
d) Mengingat barang atau harta yang dititipkan tidak boleh
dimanfaatkan oleh penerima titipan, aplikasi perbankan yang
memungkinkan untuk jenis ini adalah jasa penitipan (safe defosit
box)
2)   Wadhi’ah yad adh-dhamamah
Memiliki karakteristik sebagai berikut:
a) Harta dan barang yang dititipkan boleh dan dapat dimanfaatkan
oleh yang menerima titipan.
b) Karena dimanfaatkan, barang dan harta yang dititipkan tersebut
tentu dapat menghasilkan manfaat. Sekalipun demikian, tidak ada
keharusan bagi penerima titipan untuk memberikan hasil manfaat
kepada si penitip.
c) Produk perbankan adalah yang sesuai dengan akad ini.

Prinsip Wadhi’ah yad adh-dhamamah inilah yang secara luas kemudian


diaplikasikan dalam dunia perbankan syari’ah dalam bentuk produk-
produk perdana yaitu:
1)      Giro (Current Account) Wadhi’ah
Secara umum, yang dimaksud dengan giro adalah simpanan yang
penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek, bilyet
giro, sarana perintah bayar lainnya atau dengan pemindahbukuan.

6
 Adapun yang dimaksud dengan giro syariah adalah giro yang
dijalankan berdasarkan prinsip-prinsip syariah. Berdasarkan fatwa Dewan
Syari’ah Nasional (DSN) No: 01/DSN-MUI/IV/2000, menetapkan bahwa
Giro yang dibenarkan secara syari’ah, yaitu giro yang berdasarkan
prinsip Mudharabah dan Wadi’ah.

2)      Tabungan (Saving Account) Wadhi’ah


Tabungan adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat
dilakukan menurut syarat tertentu yang disepakati, tetapi tidak dapat
ditarik dengan cek, bilyet giro, dan atau alat lainnya yang dipersamakan
dengan itu.
Adapun yang dimaksud dengan tabungan syariah adalah tabungan yang
dijalankan berdasar prinsip-prinsip syariah.Berdasarkan Fatwa DSN No:
02//DSN-MUI/IV/2000, menyatakan bahwa tabungan yang dibenarkan,
yaitu tabungan yang berdasarkan prinsip Mudharabah dan Wadi’ah

Dalam muamalah ada beberapa metode kerjasama dalam modal


yang sering digunakan. Antara lain metode syirkah dan mudharabah,
muzaraah dan musyaqqah. Diantara yang empat metode  ini ada beberapa
metode yang sering digunakan bahkan lazim digunakan,
yaitu : syirkah dan mudharabah. Karena kedua metode ini beroperasi
dibidang usaha, baik usaha kecil (mikro) sampai dengan usaha besar
(makro). Sedangkan muzaraah dan musyaqqah digunakan dalam bidang
pertanian.

7
B. Syirkah
1. Pengertian syirkah
Secara etimologi syirkah atau perkongsian berarti percampuran,
yakni bercampurnya salah satu dari dua harta dengan harta lainya , tanpa
dapat di bedakan antara keduanya. Sedangkan, Menurut terminologi
ulama’ fiqih beragam pendapat dalam mengklasifikasikannya, antara
lain:
a. Menurut malikiyah:
“perkongsian adalah izin untuk mendayagunakan (tasharruf)
harta yang di miliki dua orang secara bersama-sama oleh keduanya,
yakni keduanya saling mengizinkan kepada salah satunya untuk
mendayagunakan harta milik keduanya, namun masing-masing
memiliki hak untuk tasharruf”.
b. Menurut hanabilah:
“perhimpunan adalah hak (kewenangan) atau pengolahan harta
(tasarruf)”.
c. Menurut syafi’iyah:
“ketetapan hak pada sesuatu yang dimiliki dua orang atau lebih
dengan cara yang masyhur (diketahui)”.
d. Menurut hanafiyah:
“ungkapan tentang adanya transaksi (akad) antara dua orang
yang bersekutu pada pokok harta dan keuntungan”.

2. Dasar hukum syirkah


Dasar  hukum syirkah (perseroan) terdapat dalam al-qur’an, al-
hadist, dan ijma’, berikut ini:1
a. Al-qur’an
ِ ُ‫الثل‬
.…‫ ُشَر َكاءَُف ُه ْم‬  ‫يِف‬ ‫ث‬ ُّ .…

8
Artinya: “mereka bersekutu dalam yang sepertiga”. (QS. An-Nisa’
ayat 12).

Artinya: “ sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang


berserikat itu sebagian meraka berbuat zholim kepada
sebagian yang lain , kecuali orang-orang yang beriman
dan beramal shaleh dan amat sedikitlah meraka ini”. (QS.
Shad ayat 24).

b. Al-hadist
‫ اَنَ ا‬: ‫اِ َّن اهللَ َع َّز َو َج َّل َي ُق ْو ُل‬:‫ال‬ ِ
َ ‫َع ْن اَيِب ُهَر ْي َر َة َر َف َع هُ ا‬
َ َ‫يل النَّيِب ِّ ص م ق‬
‫ت ِم ْن‬ ِ ِ ‫الش ِري َك ِ م امَل خَي ن اَح ُد مُه ا‬ ِ
ُ ‫ص احبَهُ فَ اذَا َخ ا نَ هُ َخ َر ْج‬ َ َ َ ْ ُ ْ َ ‫ َّ ْ نْي‬  ‫ث‬ ُ ‫ثَ ال‬
)‫(روه ابوداودواحلاكم وصحه اسناده‬ ‫َبْينِ ِه َما‬
Artinya: “ Dari abu huraira yang di rafa’kan kepada Nabi SAW ,
bahwa Nabi SAW bersabda, “ sesungguhnya allah SWT .
berfirman, “aku adalah yang ketiga pada dua orang yang
bersekutu, selama salah seorang dari keduanya tidak
menghianati temanya, aku akan keluar dari persekutuan
tersebut apabila salah seorang menghianatinya”.
(HR. Abu Dawud dan Hakim dan menyahitkan sanadnya).

Maksudnya, allah SWT. Akan menjaga dan menolong dua


orang yang bersekutu dan menurunkan berkah pada pandangan
meraka. Jika salah seorang yang bersekutu itu menghianati temanya,
allah SWT. Akan menghilangkan pertolongan dan keberkahan
tersebut.
Legalitas perkongsian pun di perkuat, ketika nabi diutus,
masyarakat sedang melakukan perkongsian. Beliau bersabda:

)‫(رواه البخاري ومسلم‬ ‫يد اهلل على الشريكني ما مل يتخاونا‬


Artinya: “Kekuasaan allah SWT senantiasa berada pada dua orang
yang bersekutu selam keduanya tidak berkhianat”. (HR.
Bukhari dan Muslim).

c. Al-ijma’
Umat islam sepakat bahwa syirkah di bolehkan. Hanya saja,
meraka berbeda pendapat tentang jenisnya.

9
3. Syarat–syarat syirkah
Syarat–syarat syirkah sebagai berikut.
a. Lafad akad atau surat perjanjian yang berarti izin untuk
membelanjakan barang serikat dan penentuan persentase
keuntungan. Dengan kata lain, anggaran dasar dan anggaran rumah
tangganya jelas, sehingga ada pedoman operasional yang jelas.
b. Anggota perseorangan atau perkongsian harus memenuhi syarat:
1) Sehat akalnya.
2) Balig (setidaknya sudah berumur 15).
3) Merdeka dan dengan kehendak sendiri (tidak dipaksa).
c. Pokok atau modal harus jelas, dengan ketentuan sebagai berikut:
1) Jika modal bukan berupa uang, yakni berupa barang, maka barang
tersebut dapat dihitung dengan nilai uang atau dapat diuangkan.
2) Jika terjadi dua jenis barang pokok yang berbeda, maka keduanya
dicampurkan sehingga sebelum akad, kedua jenis barang ini tidak
dapat dibedakan lagi.

4. Rukun syirkah
Rukun-rukun syirkah (berwakil) adalah:
a. Muwakil (orang yang berwakil). Disyartkan bahwa orang yang
berwakil itu sah melaukan apa yang di wakilkannya, sebab milik atu
di bawah kekuasaanya. Maka tidaklah sah berwakil orang yang tidak
ahli milik, atau ahli wilayah, seperti anak kecil, orang gila, dan lain-
lain.
b. Wakil. Disyaratkan bahwa wakil itu sah melakukan apa yang di
wakilkan kepadanya, tak ubahnya seperti orang yang berwakil. Maka
tidaklah sah wakil bagi anak kecil, orang gila, dll, sebab ia tidak
ahlitassaruf (tidak boleh mengendalikan harta benda).
c. Muakkal fih (sesuatu yang diwakilkan). Disyaratkan bahwa
muwakkal fih itu adalah:

10
1) Menerima penggantian,  artinya boleh di wakilan kepada orang lain
untuk mengerjakanya. Tidaklah sah mewakilkan shalat dan ibadah
yang sifatnya fardhu ain sebagaimana telah disebutkan diatas.
2) Dimiliki oleh orang yang berwakil. Tidaklah sah mewakilkan
menjual barang yang akan dibeli.
3) Diketahui dengan jelas. Tidaklah sah wakil orang yang berkata
“aku mewakilkan kepada engkau untuk menikahkan salah seorang
anakku”, dan lainya.
4) Shigat (lafal wakil). Disyaratkan bahwa shigat itu adalah ucapan
dari orang yang berwakil menyatakan kerelaannya, yaitu hendaklah
ia berkata, “aku wakilkan ini….kepada engkau, atau kepada si….”
Tidak disyaratkan Kabul dari ysng menerima wakil, tetapi
disyarakan agar ia tidak menolak

5. Macam-macam syirkah
Syirkah/perkongsian terbagi atas dua macam, yaitu
perkongsian amla’(kepemilikan) dan perkongsian uqud (kontrak), sabagi
berikut:
a. Perkongsian amla’
Adalah dua orang atau lebih yang memiliki barang tanpa
adanya akad. Perkongsian ini ada dua macam, yakni:
1) Perkongsian sukarela (ikhtiar) adalah perkongsian yang muncul
karena adanya kontrak dari dua orang yang bersekutu. Contohnya:
dua orang membeli/memberi atau berwasiat tentang sesuatu dan
keduanya menerima, maka jadilah pembeli , yanag di beri , dan
yang di beri wasiat bersekutu diantara keduanya, yakni
perkongsian milik.
2) Perkongsian paksaan (ijbar) adalah perkongsian yang di tetapkan
kepada dua orang atau lebih yang bukan di dasarkan atas perbuatan
keduanya, seperti dua orang mewariskan sesuatu, maka yang di
beri waris menjadi sekutu mereka.

11
Hukum kedua jenis perkongsian ini adalah salah seorang yang
bersekutu seolah-olah sebagai orang lain di hadapan yang bersekutu
lainya. Oleh karena itu, salah seorang di antara meraka tidak boleh
mengolah (tasharruf) harta perkongsian tersebut tanpa izin dari teman
sekutunya, kaerena keduanya tidak mempunyai wewenang untuk
menentukan bagian masing-masing.
b. Perkongsian uqud
Perkongsian ini merupakan bentuk transaksi yang terjadi antara
dua orang atau lebih untuk bersekutu dalam harta dan keuntunganya.
Pegertian ini sama dengan pengertian perseroan yang telah di
kemukakan oleh ulama’ hanafiyah di atas.
Secara umum, fuqaha mesir, yang kebanyakan bermadzhab
syafi’i dan maliki, berpendapat bahwa perkongsian terbagi atas empat
macam, yaitu:
1) Perkongsian ‘inan
Adalah persekutuan antara dua orang dalam harta milik
untuk berdagang  secara bersama-sama, dan membagi laba atau
kerugian bersama-sama.Ulama’ fiqih sepakat membolehkan
perkongsian jenis ini. Hanya saja meraka berbeda pendapat dalam
menentukan persyaratanya, sebagaimana meraka berbeda pedapat
dalam memberikan namanya.
Perkongsian ini banyak dilakukan oleh manusia karena di
dalamya tidak di syaratkan adanya kesamaan dalam modal dan
pengolahan (tasharruf). Boleh saja modal satu orang lebih banyak
di bandingkan lainya, sebagaimana di bolehkan juga seseorang
bertanggung jawab sedang yang lain tidak. Begitu pula dalam bagi
hasil, dapat sama dapat juga berbeda, bergantung pada
persetuhuan, yang mereka buat sesuai dengan syarat transaksi.
2) Perkongsian mufawidhah
Arti dari mufawidhah menurut bahasa adalah persamaan.
Dinamakan mufawidhah antara lain sebab harus ada kesamaan

12
dalam modal, keuntungan, serta bentuk kerja sama
lainnya.Menurut istilah, perkongsian mufawidhah adalah transaksi
dua orang atau lebih untuk berserikat dengan syarat memiliki
kesamaan dalam jumlah modal, penentuan keuntungan,
pengolahan, serta agama yang di anut.
Dengan demikian, setiap orang akan menjamin yang lain,
baik dalam pemberian atau penjualan. Orang yang bersekutu
tersebut saling mengisi dalam hak dan kewajibannya, yakni
masing-masing menjadi wakil yang lain atau menjadi orang yang
di wakili oleh lainnya.
3) Perkongsian wujuh
Adalah bersekutunya dua pemimpin dalam pandangan
masyarakat tanpa modal, untuk membeli barang secara tidak
kontan, kemudian keuntungan yang di peroleh di bagi di antara
mereka dengan syarat tertentu. Penamaan wujuh karena tidak
terjadi jual beli secara tidak kontan jika keduannya tidak di anggap
pemimpin dalam pandangan manusia secara adat. Perkongsian ini
pun di kenal sebagai bentuk perkongsian karena adanya tanggung
jawab bukan kerena modal atau pekerjaan.
4) Perkongsian a’mal atau abdan
Adalah persekutuan dua orang untuk menerima suatu
pekerjaan yang akan dikerjakan secara bersama-sama. Kemudian
keuntungan di bagi diantara keduannya dengan menetapkan
persyaratan tertentu. Perkongsian jenis ini terjadi, misalnya
diantara dua orang penjahit, tukang besi, dan lain-lain. Perkongsian
ini disebut juga dengan perkongsian shana’I dan taqabbul.

13
C. Mudharabah
1. Pengertian mudharabah
Mudharabah atau qiradh termasuk salah satu bentuk akad syirkah
atau perkongsian. Istilah mudharabah digunakan oleh orang irak,
sedangkan orang hijaz menyebutnya dengan istilah qiradh. Dengan
demikian, mudharabah atau qiradh adalah dua istilah untuk maksud yang
sama.
Menurut bahasa, qiradh diambil dari kata qordhu yang berarti
potongan, sebab pemilik memberikan potongan dari hartanya untuk
diberikan  kepada  pengusahah agar  mengusahakan  harta tersebut, dan 
pengusaha akan  memberikan potongan dari laba yang diperoleh. Bisa juga
diambil dari kata muqaradhah yang berarti kesamaan, sebeb pemilik modal
dan pengusaha memiliki hak  yang sama  terhadap laba.
Orang irak menyebutnya dengan istilah mudharabah. Sebab setiap
yang melakukan akad memiliki bagian dari laba, atau pengusaha harus
mengadakan perjalanan dalam mengusahakan harta modal tersebut.
Mengenai pengertian  mudharabah menurut istilah, diantara ulama
fiqih terjadi perbedaan pendapat, salah satunya adalah :
ِ ‫ الْع ا ِم ِل م ا الً لِيت‬  ‫اَ ْن ي ْد فَ ع الْم ا لِ ك اِيَل‬
‫َّج َر فِْي ِه َو يَ ُك ْو ُن ال ِّربْ ُح ُم ْش رَتِ ًك ا‬َ َ َ َ ُ َ َ َ
.‫ َما ُش ِر طَا‬ ‫ب‬ ِ ‫َبْيَن ُهما حِب َس‬
ْ َ
Artinya: “Pemilik harta menyerahkan  modal kepada pengusaha untuk
berdagang dengan modal tersebut, dan laba dibagi di antara
keduanya berdasarkan persyaratan yang disepakati.”

Apabila rugi, hal itu ditanggung oleh pemilik modal. Dengan kata
lain , pekerja tidak bertanggung jawab atas kerugiannya. Kerugian
pengusaha hanyalah dari segi kesungguhan dan pekerjaanya yang tidak
akan mendapat imbalan jika rugi.
Dari pengertian diatas , dapat diketahui bahwa modal boleh berupa
barang yang tidak dibayarkan, seperti rumah. Begitu pula tidak boleh
berupa hutang. Pemilik modal memiliki hak untuk mendapatkan laba

14
sebab modal tersebut memilikinya, sedangkan pekerja mendapatkan laba
dari hasil pekerjaanya.

2. Dasar hukum mudharabah


Ulama’ fiqih sepakat bahwa mudharabah disyaratkan dalam  islam
berdasarkan Al-qur’an , Sunah, Ijma’, dan Qiyas. Sebagai berikut:
a. Al-Qur’an
Ayat-ayat yang berkenaan dengan mudharabah , antara lain :
ِ ‫ض ِل‬
)‫اهلل (املزمل‬ ْ َ‫ض َيْبَتغُ ْو َن ِم ْن ف‬
ِ ‫ض ِربُ ْو َن يِف ْ االَْر‬
ْ َ‫َواَ َخ ُر ْو َن ي‬
Artinya:  “Dan orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari
sebagai karunia allah”. (QS. Al-mujammil: 20)
ِ ‫ض ِل‬
      )٠٢:‫(اجلمعة‬...... ‫اهلل‬ ْ َ‫ض َو ْابَتغُ ْوا ِم ْن ف‬
ِ ‫الصالَةُ فَا ْنتَ ِش ُر ْوا يِف األ َْر‬
َّ ‫ت‬ ِ ِ
ِ ‫ضي‬
َ ُ‫فَا َذا ق‬
Artinya: “Apabila telah ditunaikan shalat, bertebaranlah kamu
dimuka bumi dan carilaah karuniaa allah”. (QS. Al-
Jumu’ah : 10).
)۱۹۸:‫ضالًِم ْن َربِّ ُك ْم (البقرة‬
ْ َ‫اح اَ ْن َتْبَتغُ ْوا ف‬
ٌ َ‫س َعلَْي ُك ْم ُجن‬
َ ‫لَْي‬
Artinya: “Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezeki hasil
perniagaan) dari tuhan-Mu”. (QS. Al-Baqarah : 198).[12]
b. As-sunah
Di antara hadist yang berkaitan dengan mudharabah adalah
hadist yang diriwayatkan oleh Ibn Majah dari Shuhaib bahwanabi
SAW, bersabda:

ِ‫الش عِرْي‬
َّ ِ‫ط الُْب ِّر ب‬ ِ ِ ٌ َ‫ثَال‬
َ ‫ اَلَْبْي ُع ايَلَ اَ َج ٍل َوالْ ُم َق َار‬: ُ‫ث فْي ِه َّن الَْبَر َك ة‬
ُ ‫ض ةُ َو َخ ْل‬
)‫ صهيب‬ ‫الَ لِْلَبْي ِع (رواه ابن ما جه عن‬ ‫ت‬ ِ ‫لِْلبي‬
َْ
Artinya: “Tiga perkara yang mengandung berkah adalah jual-beli
yang ditangguhkan, melakukan qiradh (memberi modal
kepada orang lain), dan yang mencamprkan gandum dengan
jelas untuk keluarga, bukan untuk diperjualbelikan.” (HR.
Ibn Majah dan Shuhaib).

Dalam hadist yang lain diriwayatkan oleh Thabrani dari Ibn


Abbas bahwa Abbas Muthalib jika memberikan harta untuk
mudharabah, dia mensyaratkan kepada pengusaha untuk tidak
melewati lautan , menuruni jurang, dan membeli hati yang lembab.

15
Jika melanggar persyaratan tersebut, ia harus menanggungnya.
Persyaratan tersebut disampaiakan kepada Rasulullah SAW. Dan
beliau membolehkannya.
c. Ijma’
Di antara ijma’ dalam  mudharabah adanya riwayat yang
menyatakan bahwa jemaah dari sahabat menggunakan harta anak
yatim untuk mudharabah. Perbuatan tersebut tidak ditentang oleh
sahabat lainya.
d. Qiyas
Mudharabah diqiyaskan kepada al-musyaqah (menyuruh
seseorang untuk mengelola kebun). Selain di antara manusia, ada yang
miskin dan ada yang kaya. Distu sisi, banyak orang kaya yang tidak
dapat mengusahakan hartanya. Di sisi lain, tidak sedikit orang miskin
yang mau bekerja, tetapi tidak memiliki modal. Dengan demikian,
adanya mudharabah ditujukan antara lain untuk memenuhi kebutuhan
kedua golongan di atas, yakni untuk kemaslahatan manusia dalam
rangka memenuhi kebutuhan meraka.

3. Syarat–syarat mudharabah
Syarat–syarat mudharabah ada 3 macam, sebagai berikut:
a. Syarat Aqidani (dua orang yang akan akad)
Di syaratkan orang yang akan melakukan akad, yakni pemilik
modal dan pengusaha adalah ahli dalam mewakilkan atau menjadi
wakil, sebab mudharib mengusahakan harta pemilik modal, yakni
menjadi wakil. Namun demikian, tidak disyaratkan harus muslim.
Mudharabah dibolehkan dengan orang kafir dzimmi atau orang kafir
yang dilindungi di Negara islam.Adapun ulama malikiyah
memahruhkan mudharabah dengan kafir dzimmi jika mereka tidak
melakukan riba dan melarangnya jika meraka melakukan riba.
b. Syarat Modal
1) Modal harus berupa uang, seperti dinar, dirham, atau sejenisnya.

16
2) Modal harus diketahui dengan jelas dan memiliki ukuran.
3) Modal harus ada, bukan berupa utang, tetapi tidak berarti harus ada
di tempat akad.
Modal harus di berikan kepada pengusaha. Hal itu di
maksudkan agar pengusaha dapat mengusahakanya, yakni
menggunakan harta tersebut sebagai amanah.
c. Syarat Laba
1) Laba harus memiliki ukuran.
2) Laba harus berupa bagian yang umum (masyhur).

4. Rukun mudharabah
Rukun mudharabah adalah ijab dan qobul yang dilakukan oleh
orang yang layak yang  melakukan akad. Akad  mudharabah tidak
disyaratkan adanya lafadz tertentu, akan tetapi dapat diungkapkan dengan
bentuk apapun yang menunjukkan makna mudharabah. Akad dinilai dari
tujuan dan maknanya, bukan lafadz dan ungkapan verbal.

5. Macam-macam mudharabah
Secara umum mudharabah dapat dibagi menjadi dua macam yaitu:
a. Mudharabah muthlaqoh
Dimana pemilik modal (shahibul maal) memberikan
keleluasaan penuh kepada pengelola (mudharib) untuk
mempergunakan dana tersebut dalam usaha yang dianggapnya baik
dan menguntungkan. Namun pengelola tetap bertanggung jawab untuk
melakukan pengelolaan sesuai dengan praktek kebiasaan usaha normal
yang sehat (uruf).
b. Mudharabah muqoyyadah
Dimana pemilik dana menentukan syarat dan pembatasan
kepada pengelola dalam penggunaan dana tersebut dengan jangka
waktu, tempat, jenis usaha dan sebagainya.

17
BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan seluruh uraian yang sudah di bahas di atas, maka kami
dapat menarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Syirkah secara etimologi berarti percampuan, sedangkan menurut
terminologi ulama’ fiqih beragam pendapat. Seperti halnya menurut
malikiyah “perkongsian adalah izin untuk mendayagunakan (tasharuf)
harta yang dimiliki dua orang secara bersama-sama oleh keduanya, yakni
keduanya saling mengizinkan kepada salah satunya untuk
mendayagunakan harta milik keduanya, namun masing-masing memiliki
hak untuk tasharuf”. Dasar hukum syirkah ada tiga, yakni: Al-qur’an, Al-
hadist, dan Al-ijma’. Syarat syirkah ada tiga, yakni: lafad akad harus jelas,
anggota syirkah harus memenuhi syarat, dan modal harus jelas. Rukun
syirkah ada tiga, yakni: muwakil, wakil, dan muakkal fih. Sedangkan
macam-macam syirkah ada dua yakni: syirkah amla’ dan syirkah uqud.
2. Pengertian mudharabah sama halnya dengan qiradh yang berarti potongan.
Dasar hukum mudharabah ada empat, yakni: Al-qur’an, As-sunah, ijma’,
dan qiyas. Syarat mudharabah ada tiga, yakni: syarat aqidani, syarat
modal, syarat laba. Rukun mudharabah adalah ijab dan qobul. Macam-
macam mudharabah ada dua, yakni: mudharabah muthlaqoh dan
mudharabah muqoyyadah.

18
DAFTAR PUSTAKA

Achmadi W. 2005. Islam jalan hidupku. Klaten : Cempaka putih.

Al-Qur’an terjemah.

Mas’ud Ibnu  dan Abidin Zainal. 1997. Fiqih madzhab syafi’I, buku 2. Bandung :
Pustaka Setia.

Sabiq Sayyid. 2004. Fiqih Sunnah,  jilid 4. Jakarta Pusat : Pena Pundi Aksara.

Syafe’I Rachmat. 1997. Fiqih Muamalah. Bandung : Gunung Djati Press.

Syafi’I, Muhammad Antonio, 2001 Bank Syariah: dari Teori ke Praktik. Jakarta:


Gema Insani Press.

19

Anda mungkin juga menyukai