Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH FIQH MUAMALAH II

KELOMPOK 2
Tentang

“Pembiayaan Mudharabah dan Musyarakah dengan


Contoh Kasus dan Bagi Hasil”

Dosen Pengampu:
Dr. Fakhruddin, M.HI.

Disusun Oleh:

1. Wenita Febrianti (210202110009)


2. Yashinta (210202110017)
3. Rifqi Ahmad Zidan Fahrezy (210202110033)
4. Khoirunnisa (210202110152)

PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS SYARIAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
TAHUN AJARAN 2023
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Dengan menghaturkan puji syukur kehadapan Allah SWT karena atas segala rahmat dan
hidayah-Nya, makalah yang berjudul “Pembiayaan Mudharabah dan Musyarakah dengan
Contoh Kasus dan Bagi Hasil” dapat terselesaikan guna memenuhi tugas mata kuliah Fiqh
Muamalah II .

Dalam penyusunan dan pembuatan makalah ini tentu tidak terlepas dari bantuan pihak-
pihak yang telah mendukung dan membantu dalam penyelesaian makalah ini. Oleh karena itu,
ucapan terima kasih ditujukan kepada

1. Dr. Fakhruddin, M.HI., selaku dosen pengampu mata kuliah Fiqh Muamalah II yang
telah membimbing dan membagi ilmunya;
2. Kedua orang tua yang telah memberikan dukungan baik moril maupun materil; dan
3. Teman-teman dan pihak pihak yang telah memberikan dukungan dan dorongan
semangat untuk menyelesaikan makalah ini.

Tidak ada sesuatu yang sempurna di dunia, pun dengan makalah ini jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun untuk perbaikan dan
penyempurnaan makalah sangat diharapkan. Dan makalah ini dapat menambah wawasan dan
bermanfaat bagi pembaca.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Malang, 5 April 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................... i

DAFTAR ISI............................................................................................................................. ii

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ..................................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................................................ 1
C. Tujuan Penulisan .................................................................................................................. 1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Pembiayaan .............................................................................................. 4

B. Pengertian Mudharabah .............................................................................................. 5

C. Pengertian Musyarakah .............................................................................................. 8

D. Pembiayaan Mudharabah ......................................................................................... 10

E. Pembiayaan Musyarakah .......................................................................................... 11

F. Contoh Mudharabah dan Musyarakah ..................................................................... 11

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan............................................................................................................... 14

B. Saran.................................................................................................................................... 14

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 15

ii
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di Indonesia bunga bank masih menjadi polemik tersendiri karena para ulama masih
belum sepakat tentang boleh-tidaknya sehingga dalam praktek, baik perbankan syariah
maupun perbankan konvensional berjalan bersama-sama.1 Perbedaan pendapat ini
diklasifikasikan menjadi tiga pandangan, yaitu: pertama, bunga bank adalah termasuk
dalam kategori riba sehingga hukumnya haram, sedikit atau banyak unsur; kedua, bunga
bank bukan termasuk dalam kategori riba sehingga halal untuk dilakukan; ketiga, riba
termasuk dalam klasifikasi mutasyabihat sehingga sebaiknya bunga bank tidak dilakukan.2
Hikmah diharamkannya riba antara lain: pertama, riba dapat menimbulkan sikap
permusuhan antar individu dan juga menghilangkan tolong-menolong sesame manusia;
kedua, riba menumbuhkan mental boros dan malas yang mau mendapatkan harta tanpa
kerja keras, menjadi benalu yang tumbuh di atas jerih payah orang lain; ketiga, riba adalah
salah satu bentuk penjajahan; dan keempat, Islam mengajak manusia agar mendermakan
kepada saudaranya yang membutuhkan.
Alasan lain pelarangan riba antara lain: pertama, riba tak lain adalah perampasan hak
milik orang lain tanpa ada nilai imbangan; kedua, riba dilarang karena menghalangi orang
dari keikutsertaan dalam profesi-profesi aktif; ketiga, perjanjian riba menimbulkan
hubungan yang tegang antara sesama manusia; keempat, perjanjian riba adalah alat yang
digunakan orang kaya untuk mendapatkan kelebihan dari modal dan ini bertentangan
dengan keadilan dan persamaan; dan kelima, keharaman riba dinyatakan oleh nas Al-
Qur‟an dan manusia tidak harus mengetahui alasannya. Dengan melarang riba, Islam
berusaha membangun sebuah masyarakat berdasarkan kejujuran dan keadilan. Keadilan
dalam konteks ini memiliki dua dimensi, yaitu pemodal berhak untuk mendapatkan
imbalan, tetapi harus sepadan dengan resiko dan usaha yang dibutuhkan, dan imbalan yang
didapat ditentukan oleh keuntungan dari proyek yang dimodalinya.Yang dilarang dalam
Islam adalah keuntungan yang ditetapkan sebelumnya.
Perkembangan ekonomi syariah pada saat ini cukup menggembirakan dan mulai
bergairah. Kondisi ini antara lain disebabkan semakin banyaknya umat muslim yang

1
Edwin Nasution (et.al.), Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam, (Jakarta: Kencana Prenada Media
Group, 2007), cet. II, hlm. 294.
2
Muslimin H. Kara, Bank Syariah di Indonesia: Analisis Kebijakan Pemerintah Indonesia Tentang
Perbankan Syariah, (Yogyakarta: UII Press, 2005), hlm. 80.

1
berkeyakinan bahwa transaksi yang mengandung riba hukumnya haram. Bagi yang tidak
mau menanggung resiko dosa di akherat nanti, mereka akan beralih dari kebiasaan
bertransaksi dengan perbankan konvensional kepada transaksi dengan perbankan syariah.3
Masyarakat lebih meyakini, bahwa perbankan syariah telah menerapkan fatwa-fatwa
Dewan Syariah Nasional MajelisUlama Indonesia (DSN MUI), sehingga dalam melakukan
muamalah lebih bersih dari riba. Kebutuhan sumber daya insani bidang ekonomi syariah
semakin hari semakin banyak.Peluang ini dimanfaatkan oleh institusi pendidikan untuk
segera mencetak tenaga-tenaga terdidik dalam bidang ekonomi syariah. Yang paling
banyak disediakan antara lain bidang keuangan syariah dan akuntansi syariah. Kedua
bidang tersebut sangat diperlukan dalam mengelola lembaga-lembaga keuangan syariah.
Maka bermunculanlah perguruan tinggi, baik yang berada dibawah naungan Kemetrian
Agama maupun dibawah Kemenristekdikti membuka jurusan ekonomi islam dalam rangka
mengejar peluang ini. Dalam agama Islam dikenal berbagai akad yang dibenarkan dalam
bermuamalah. Diantaraya adalah akad mudharabah, musyarakah, dan murabahah.Akad-
akad tersebut lazim digunakan dalam transaksi antara perbankan syariah dengan para
nasabahnya.Namun tidak menutup kemungkinan, akad-akad itu digunakan oleh sebagian
masyarakat di luar perbankan syariah. Misalnya saja dalam praktek hubungan kerja di
rumah makan padang telah menerapkan akad mudharabah, para petani berusaha bersama
dengan cara patungan modal dan bekerja besama atau musyarakah, serta antara pedagang
dan pembeli menerapkan akad murabahah.
B. Rumusan Masalah
a. Apa pengertian pembiayaan?
b. Apa pengertian mudharabah?
c. Apa pengertian musyarakah?
d. Bagaimana pembiayaan mudharabah?
e. Bagaimana pembiayaan musyarakah?
f. Bagaimana contoh kasusnya?
C. Tujuan Penulisan
a. Untuk mengetahui pengertian mudharabah.
b. Untuk mengetahui pengertian musyarakah.
c. Untuk mengetahui bagaimana pembiayaan mudharabah.

3
Masyhuri (Ed), Teori Ekonomi dalam Islam, (Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2005), hlm. 138.

2
d. Untuk mengetahui bagaimana pembiayaan musyarakah.
e. Untuk mengetahui contoh kasusnya.

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Pembiayaan

Berdasarkan UU no 7 tahun 1992, yag dimaksud pembiayaan adalah: “penyediaan uang


atau tagihan atau yang dapat dipersamakan dengna itu berdasarkan tujuan atau kesepakatan
pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk
melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu ditambah dengan sejumlah bunga,
imbalan atau pembagian hasil”.4 Sedangkan menurut PP No. 9 tahun 1995, tentang
pelaksanaan simpan pinjam oleh koperasi, pengertian pinjaman adalah: “penyediaan uang
atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan tujuan atau kesepakatan
pinjam meminjam antara koperasi dengan pihak lain yang mewajibkan pihak meminjam
untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan disertai pembayaran
sejumlah imbalan”. Dari sekian banyak produk pembiayaan bank syariah, tiga produk
pembiayaan utama mendominasi portofolio pembiayaan bank syariah adalam pembiayaan
modal kerja, pembiayaan investasi dan, pembiayaan aneka barang dan property.5

Dalam menyalurkan dananya pada nasabah, secara garis besar produk pembiayaan
syariah terbagi ke dalam empat kategori yang dibedakan bedasarkan tujuan penggunaanya
yaitu: pembiayaan dengan prinsip jual-beli ditujukan untuk memiliki barang, prinsip sewa
ditujukan untuk mendapatkan jasa, prinsip bagi hasil digunakan untuk usaha kerja sama
yang ditujukan guna mendapatkan barang dan jasa, sedangkan akad pelengkap ditujukan
untuk memperlancar masing-masing produk.6

Berikut ini adalah jenis prosuk pada penyaluran dana:

a. Pembiayaan dengan Prinsip Jual Beli Pembiayaan bedasarkan prinsip jual beli
merupakan penyediaan barang modal maupun investasi untuk pemenuhan kebutuhan
modal kerja maupun investasi.
b. Pembiayaan dengan prinsip sewa (ijarah) Transaksi ijarah dilandasi adanya
perpindahan manfaat. Jadi pada dasarnya prinsip ijarah sama saja dengan prinsip jual
beli, tapi bedanya terletak pada objek transaksinya. Bila pada jualbeli objek
transaksinya adalah barang, pada ijarah objek transaksinya adalah jasa.

4
UU Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Pengertian Pembiayaan
5
Ascarya, Akad dan Produk Bank Syariah...., hal. 123
6
Adiwarman A. Karim, Bank Islam Analisis Fiqh dan Keuangan..., hal. 97

4
c. Pembiayaan dengan prinsip bagi hasil (syirkah)
Produk pembiayaan syariah yang didasarkan atas prinsip bagi hasil adalah sebagai
berikut:
• Pembiayaan Musyarakah, bentuk umum dari usaha bagi hasil adalah musyarakah.
Transaksi musyarakah dilandasi adanya keinginan para pihak yang bekerja sama
untuk meningkatkan nilai aset yang mereka miliki secara bersamasama.
• Pembiayaan Mudharabah, terdapat bentuk musyarakah yang populer dalam bentuk
perbankan syariah yaitu mudharabah. Mudharabah adalah bentuk kerja sama antara
dua atau lebih pihak dimana pemilik modal (shahib al-maal) mempercayakan
sejumlah modal kepada pengelola (mudharib) dengan suatu perjanjian pembagian
keuntungan. Perbedaan yang esensial dari musyarakah dan mudharabah terletak
pada besarnya kontribusi atas manajemen dan keuangan atau salah satu di antara
itu. Dalam mudharabah, modal hanya beasal dari satu pihak, sedangkan dalam
musyarakah modal berasal dari dua pihak atau lebih.
B. Pengertian Mudharabah

Mudharabah berasal dari kata adh-dharbu fil ardhi, yaitu berjalan di muka bumi. Dan
berjalan di muka bumi ini pada umumnya dilakukan dalam rangka menjalankan suatu
usaha, berdagang atau berjihad di jalan Allah, sebagaimana firman Allah di dalam surat Al-
Muzzammil, ayat ke-20. Mudharabah disebut juga qiraadh, berasal dari kata al–qardhu
yang berartial-qath‟u (sepotong), karena pemilik modal mengambil sebagian dari hartanya
untuk diperdagangkan dan ia berhak mendapatkan sebagian dari keuntungannya. 7

Sedangkan menurut istilah fiqih, Mudharabah ialah akad perjanjian (kerja sama usaha)
antara kedua belah pihak, yang salah satu dari keduanya memberi modal kepada yang lain
supaya dikembangkan, sedangkan keuntungannya dibagi antara keduanya sesuai dengan
ketentuan yang disepakati.8

Mudharabah hukumnya boleh berdasarkan dalil-dalil berikut:

1. Al-Qur‟an

Firman Allah: “Dia mengetahui bahwa akan ada di antara kamu orang-orang yang
sakit dan orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia

7
AFiqhus Sunnah, karya Sayid Sabiq III/220, dan Al-Wajiz Fi Fiqhis Sunnah Wal Kitabil „Aziz,karya
„Abdul „Azhim bin Badawi al-Khalafi,hal.359.
8
Fiqhus Sunnah Karya Sayid Sabiq III/220.

5
Allah;Ha dan orang-orang yang lain lagi yang berperang di jalan Allah..”.(QS. al-
Muzzammil: 20)

Firman Allah: “Maka, jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain,
hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya dan hendaklah ia bertakwa
kepada Allah Tuhannya…”. (QS. Al-Baqarah: 283).

2. Al-Hadits:

Ibnu Abbas radhiyallahu anhuma meriwayatkan bahwa Abbas bin Abdul Muthallib
(paman Nabi) jika menyerahkan harta sebagai mudharabah, ia mensyaratkan
kepada mudharib (pengelola)nya agar tidak mengarungi lautan dan tidak menuruni
lembah, serta tidak membeli hewan ternak. Jika persyaratan itu dilanggar, ia
(mudharib/pengelola) harus menanggung resikonya. Ketika persyaratan yang
ditetapkan Abbas itu didengar Rasulullah, beliau membenarkannya.” (HR.
AlBaihaqi)

3. Ijma

Para ulama telah berkonsensus atas bolehnya mudharabah. (Bidayatul Mujtahid,


karya Ibnu Rusyd (2/136))Diriwayatkan, sejumlah sahabat menyerahkan (kepada
orang, mudharib) harta anak yatim sebagai mudharabah dan tak ada seorang pun
mengingkari mereka.karenanya, hal itu dipandang sebagai ijma‟.9

4. Qiyas.

Transaksi mudharabah diqiyaskan kepada transaksi musaqah.

Sebagai sebuah akad, mudharabah memiliki syarat dan rukun.Imam AnNawawi


Menyebutkan bahwa Mudharabah memiliki Lima rukun:

1. Modal.

2. Jenis usaha.

3. Keuntungan.

4. Shighot (pelafalan transaksi)

9
al-Fiqhu al-Islami wa Adillatuhu, Wahbah Zuhaily, 4/838

6
5. Dua pelaku transaksi, yaitu pemilik modal dan pengelola. (Ar-Raudhah karya imam
Nawawi (5/117))

Sedangkan syarat-syarat dalam Mudharabah ialah sebagaimana berikut:

1. Penyedia dana (sahibul maal) dan pengelola (mudharib) harus cakap hukum.
2. Pernyataan ijab dan qabul harus dinyatakan oleh para pihak untuk menunjukkan
kehendak mereka dalam mengadakan kontrak (akad), dengan memperhatikan hal-hal
berikut:
a. Penawaran dan penerimaan harus secara eksplisit menunjukkan tujuan kontrak
(akad).
b. Penerimaan dari penawaran dilakukan pada saat kontrak.
c. Akad dituangkan secara tertulis, melalui korespondensi, atau dengan
menggunakan cara-cara komunikasi modern.
3. Modal ialah sejumlah uang dan/atau aset yang diberikan oleh penyedia dana kepada
pengelola (mudharib) untuk tujuan usaha dengan syarat sebagai berikut:
a. Modal harus diketahui jumlah dan jenisnya.
b. Modal dapat berbentuk uang atau barang yang dinilai. Jika modal diberikan dalam
bentuk aset, maka aset tersebut harus dinilai pada waktu akad.
c. Modal tidak dapat berbentuk piutang dan harus dibayarkan kepada mudharib
(pengelola modal), baik secara bertahap maupun tidak, sesuai dengan
kesepakatan dalam akad.
4. Keuntungan mudharabah adalah jumlah yang didapat sebagai kelebihan dari modal.
Syarat keuntungan berikut ini harus dipenuhi:
a. Harus diperuntukkan bagi kedua pihak dan tidak boleh disyaratkan hanya untuk
satu pihak.
b. Bagian keuntungan proporsional bagi setiap pihak harus diketahui dan
dinyatakan pada waktu kontrak disepakati dan harus dalam bentuk prosentasi
(nisbah) dari keuntungan sesuai kesepakatan. Perubahan nisbah harus
berdasarkan kesepakatan.
c. Penyedia dana menanggung semua kerugian akibat dari mudharabah, dan
pengelola tidak boleh menanggung kerugian apapun kecuali diakibatkan dari
kesalahan disengaja, kelalaian, atau pelanggaran kesepakatan.
5. Kegiatan usaha oleh pengelola (mudharib), sebagai perimbangan modal yang
disediakan oleh penyedia dana, harus memperhatikan hal-hal berikut:

7
a. Kegiatan usaha adalah hak eksklusif pengelola (mudharib), tanpa campur
tangan penyedia dana, tetapi ia mempunyai hak untuk melakukan pengawasan.
b. Penyedia dana tidak boleh mempersempit tindakan pengelola sedemikian rupa
yang dapat menghalangi tercapainya tujuan mudharabah, yaitu keuntungan.
c. Pengelola tidak boleh menyalahi hukum Syari‟ah Islam dalam tindakannya
yang berhubungan dengan mudharabah,dan harus mematuhi kebiasaan yang
berlaku dalam aktifitas itu.
C. Pengertian Musyarakah

Musyarakah adalah bentuk kerjasama dua orang atau lebih dengan pembagian
keuntungan secara bagi hasil. Menurut Dewan Syariah Nasional MUI dan PSAK Np. 106
mendefinisikan musyarakah sebagai akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk
suatu usaha tertentu, dimana masing – masing pihak memberikan kontribusi dana dengan
ketentuan dibagi berdasarkan kesepakatan sedangkan kerugian berdasarkan kontribusi
dana. Para mitra bersama – sama menyediakan dana untuk mendanai suatu usaha tertentu
dalam masyarakat, baik usaha yang sudah berjalan maupun yang baru. Investasi
musyarakah dapat dalam bentuk kas, setara kas atau asset non kas.

Jenis akad musyarakah berdasarkan eksistensi terdiri dari :10

1. Syirkah Al Milk atau perkongsian amlak


Mengandung kepemilikan bersama yang keberadaannya muncul apabila dua orang
atau lebih memperoleh kepemilikan bersama atas suatu kekayaan.Syirkah ini bersifat
memaksa dalam hukum positif. Misalnya : dua orang atau lebih menerima warisan atau
hibah atau wasiat sebidang tanah.
2. Syirkah Al Uqud
Yaitu kemitraan yang tercipta dengankesepakatan dua orang atau lebih untuk
bekerja sama dlam mencapai tujuan tertentu. Setiap mitra berkontribusi dana dan atau
dengan bekerja, serta berbagai keuntungan dan kerugian. Syirkah jenis ini dapat
dianggap kemitraan yang sesungguhnya karena pihak yang bersangkutan secara
sukarela berkeinginan untuk membuat kerjasama investasi dan berbagi keuntungn dan
resiko.Syirkah uqud sifatnya ikhtiariyah (pilihan sendiri).
• Rukun dan ketentuan syariah dalam akad musyarakah:
a) Unsur – unsur yang harus ada dalam akad musyarakah ada 4 :

10
Muhammad Syafii Antonio, Bank Syariah: Dari Teori ke Praktik.(Jakarta: Gema Insani, 2001) h.92.

8
(1) Pelaku terdiri dari para mitra
(2) Objek musyarakah berupa modal dan kerja
(3) Ijab qabul
(4) Nisbah keuntungan (bagi hasil)
b) Ketentuan syariah
(1) Pelaku : mitra harus cakap hukum dan baligh
(2) Objek musyarakah:
c) Modal :
(1) Modal yang diberikan harus tunai
(2) Modal yang diserahkan dapat berupa uang tunai, emas, asset perdagangan atau
asset tak berwujud seperti hak paten dan lisensi.
(3) Apabila modal yang diserahkan dalam bentuk nonkas, maka harus ditentukan
nilai tunainyaterlebih dahulu dan harus disepakati bersama.
(4) Modal para mitra harus dicampur, tidak boleh dipisah.
d) Kerja :
(1) Partisipasi mitra merupakan dasar pelaksanaan musyarakah
(2) Tidak dibenarkan jika salah satu mitra tidak ikut berpartisipasi
(3) Setiap mitra bekerja atas dirinya atau mewakili mitra‟
(4) Meskipun porsi mitra yang satu dengan yang lainnya tidak harus sama, mitra
yang bekerja lebih banyak boleh meminta bagian keuntungan lebih besar.
e) Ijab qabul
Ijab qabul disini adalah pernyataan tertulis dan ekspresi saling ridha antara para
pelaku akad.
f) Nisbah
(1) Pembagian keuntungan harus disepakati oleh para mitra.
(2) Perubahan nisbah harus disepakati para mitra.
g) Keuntungan yang dibagi tidak boleh menggunakan nilai proyeksi akan tetapi harus
menggunakan nilai realisasi keuntungan.

h) Berakhirnya akad musyarakah


(1) Jika salah satu pihak menghentikan akad
(2) Salah seorang mitra meninggal atau hilang akal. Dalam hal ini bisa digantikan
oleh ahli waris jika disetujui oleh para mitra lainnya.
(3) Modal musyarakah habis.
9
• Landasan Hukum Musyarakah
a. Al-Qur‟an
Firman Allah,” …maka mereka berserikat pada sepertiga…(an-nisa : 12)
Firman Allah,“Dan, sesungguhnya kabanyakan dari orang-orang yang berserikat itu
sebagian mereka berbuat zalim kepada sebagian yang lain kecuali orang yang beriman
dan mengerjakan amal shaleh.”(Shaad:24)
Kedua ayat di atas menunjukkan perkenan dan pengakuan Allah SWT akan adanya
perserikatan dalam kepemilikan harta. Hanya saja dalam surah an-nisa: 12 perkosian
terjadi secara otomatis (jabr) karena waris; Sedangkan dalam surah Shaad: 24 terjadi
atas dasar akad (ikhtiyari).
b. Al-hadits
Hadis yang diriwayatkan oleh abu hurairah yang artinya: Rasulullah saw bersabda,
“Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla berfiman, „Aku pihak ketiga dari dua orang yang
berserikat selama salah satuhnya tidak mengkhianati lainnya.” (HR Abu Dawud no
2936, dalam kitab al;buyu, dan hakim) Hadits qudsi tersebut menunjukkan kecintaan
Allah kepada hamba-hambanya yang melakukan perkongsian selama saling menjujung
tinggi amanat kebersamaan dan menjauhi pengkhianatan.
c. Ijma
Ibnu Qudamah dalam kitabnya, al-Mugni telah berkata, “kaum muslimin telah
berkonsensus terhadap legitimasi musyarakah secara global walaupun terdapat
perbedaan pendapat dalam beberapa elemen darinya.” 11
D. Pembiayaan Mudharabah
Fatwa Dewan Syari'ah Nasional No: 07/DSN-MUI/IV/2000 Tentang Pembiayaan
Mudharabah.
Ketentuan Pembiayaan:

1. Pembiayaan untuk suatu usaha yang produktif


2. LKS membiayai 100% kebutuhan proyek usaha, sedangkan nasabah bertindak sebagal
mudharib.
3. Jangka waktu usaha, tatacara pengembalian dana dan pembagian keuntungan
ditentukan berdasarkan kesepakatan.

11
Abdullah Ibn Ahmad Ibn Qudamah, mughni wa Syarh Kabir (Beirut: Darul-Fikr, 1979) vol. V,
hlm91

10
4. Mudharib boleh melakukan berbagai macam usaha yang telah disepakati bersama dan
sesuai dengan syariah; => LKS tidak (kut dalam managemen tetapi mempunyai hak
untuk melakukan pembinaan dan pengawasan.
5. Jumlah dana pembiayaan harus dinyatakan dengan jelas dalam bentuk tunal dan bukan
piutang.
6. LKS menanggung semua kerugian mudharabah kecuali jika mudharib melakukan
kesalahan yang disengaja, lalal, atau menyalahi perjanjian.
7. Pada prinsipnya, pembiayaan mudharabah tidak ada jaminan agar mudharib tidak
melakukan penyimpangan, LKS dapat meminta jaminan dari mudharib atau pihak
ketiga. Jaminan dapat dicairkan apabila mudharib terbukti melakukan pelanggaran akad
8. Kriteria pengusaha, prosedur pembiayaan, dan mekanisme pembagian keuntungan
diatur oleh LKS .
9. Biaya operasional dibebankan kepada mudharib.
10. LKS tidak melakukan kewajiban atau melakukan pelanggaran kesepakatan =>
mudharib berhak mendapat ganti rugi atau biaya yang telah dikeluarkan.

E. Pembiayaan Musyarakah
1. Kerjasama diantara para pemilik dana yang mencampurkan dana mereka untuk tujuan
mencari keuntungan.
2. Untuk membiayai suatu proyek tertentu, dimana mitra dapat mengembalikan dana
tersebut berikut bagi hasil yang disepakati baik secara bertahap maupun sekaligus.
3. Dapat diberikan dalam bentuk kas atau setara kas dan aktiva non kas termasuk aktiva
tidak berwujud, seperti lisensi, hak paten dsb
4. Setiap mitra tidak dapat menjamin modal mitra lainnya, namun mitra satu dapat diminta
lain untuk menyediakan jaminan atas kelalaian atau kesalahan yang disengaja.
5. Keuntungan musyarakah dpt dibagi diantara mitra secara proporsional sesuai modal
yang disetorkan dan sesuai nisbah yang disepakati.
6. Kerugian dibebankan secara proporsional sesuai dengan modal yang disetorkan.
F. Contoh Kasus Mudharabah dan Musyarakah
1. Contoh Mudharabah
Koperasi A memiliki kebutuhan untuk membiayai anggotanya dengan total
kebutuhan Rp.100 juta. Koperasi A menentukan harapan keuntungan (Exp. Yield)
kepada para anggotanya sebesar 20% eff pa. Kemudian Koperasi A mengajukan
pembiayaan ke Bank Syariah untuk berakad Mudharabah selama 5 th (60 Bulan). Bank

11
Syariah tersebut menentukan harapan keuntungan (Exp. Yield) sebesar 15 % eff pa
Berapakah besarnya porsi bagi hasil yang ditentukan dan jumlah kewajiban yang
dimiliki oleh Koperasi A dalam skema mudharabah di atas?
Jawaban:
• Plafond = Rp.100.000.000,-
• Porsi Bank=(15%/20% )x 100%=75%
• Porsi Koperasi =100%-75%=25%
• Jadi Bank Syariah akan berbagi hasil dengan koperasi dengan porsi nisbah 75: 25.
• Proyekti keuntungan dengan exp yield koperasi 20 % eff pa dari Rp.100.000.000
untuk 5 tahun adalah Rp. 42,739.660,-
• Porsi keuntungan Bank =75%x Rp 42.739.660-
=Rp. 32.054.745-
• Porsi Keuntungan Koperasi =Rp. 10. 684. 915-
• Kewajiban Koperasi =Pokok + Proyeksi bagi hasil porsi bank

=Rp 132,034,745

Keuntungan di atas merupakan proyeksi sedangkan pengakuan pendapatan secara ril


dapat diketahui ketika proyek sudah dijalankan

2. Contoh Musyarakah

Perusahaan A mempunyai proyek pengadaan barang ATK untuk sebuah kantor


dengan nilai provek Rp.1 milyar juta. Perusahaan A mempunyai modal awal Rp.700
juta untuk pengerjaan proyek tersebut. Proyeksi keuntungan dari proyek tersebut adalah
Rp.210 juta untuk pengadaan barang ATK. Kemudian perusahaan A mengajukan
pembiayaan ke Bank Syariah untuk berakad Musyarakah selama 3 bulan untuk
kekurangan biaya proyek tersebut sebesar Rp.300 juta. Berapakah besarnya porsi bagi
hasil yang ditentukan dan jumlah kewajiban yang dimiliki oleh Perusahaan A dalam
skema musyarakah di atas?

Jawaban:

• Nilai Proyek= Rp 1.000.000,000


• Porsi Perusahaan =70%
• Porsi Bank =100%-70%=30%

12
• Jadi Bank Syariah akan bermusyarakah dengan perusahaan A dengan porsi nishah
bagi hasil 30 : 70.
• Proyeksi keuntungan dari provek tersebut adala Rp.210 juta
• Porsi keuntungan Perusahaan =70%x Rp.210.000.000,-

=Rp. 197.000.000-

• Porsi Keuntungan Bank=Rp. 63.000.000,-


• Kewajiban Perusahaan A =Pokok+ Proveksi bag hasil porsi bank

=Rp. 363,000,000,-

Keuntungan di atas merupakan proyeksi sedangkan pengakuan pendapatan secara ril


slagnat dikenali ketika proyek sudah dijalankan.

13
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan UU no 7 tahun 1992, yag dimaksud pembiayaan adalah: “penyediaan
uang atau tagihan atau yang dapat dipersamakan dengna itu berdasarkan tujuan atau
kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak
peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu ditambah dengan
sejumlah bunga, imbalan atau pembagian hasil. Musyarakah adalah bentuk kerjasama
dua orang atau lebih dengan pembagian keuntungan secara bagi hasil. Menurut Dewan
Syariah Nasional MUI dan PSAK Np. 106 mendefinisikan musyarakah sebagai akad
kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu, dimana masing –
masing pihak memberikan kontribusi dana dengan ketentuan dibagi berdasarkan
kesepakatan sedangkan kerugian berdasarkan kontribusi dana. Jenis akad
Musyarakah adalah syirkah al milk atau perkongsian amlak dan syirkah al uqud.
Berakhirnya musyarakah apabila salah satu pihak menghentikan akad, salah seorang
mitra meninggal atau hilang akal dalam hal ini bisa digantikan oleh ahli waris jika
disetujui oleh Para mitra lainnya, modal musyarakah habis. Landasan hukum
musyarakah adalah Al- Qur’an, Hadits, ijma.
B. Saran
Dalam pembuatan makalah ini, penulis menyadari bahwa masih banyak
kekurangan. Oleh karena itu penulis mengharapkan adanya saran dan kritik dari
pembaca yang bersifat membangun agar makalah ini dapat lebih baik lagi. Semoga
dengan adanya makalah ini dapat menambah pengetahuan dan bermanfaat bagi
pembaca.

14
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah Ibn Ahmad Ibn Qudamah, mughni wa Syarh Kabir (Beirut: Darul-Fikr, 1979).
Adiwarman A. Karim, Bank Islam Analisis Fiqh dan Keuangan.
AFiqhus Sunnah, karya Sayid Sabiq III/220, dan Al-Wajiz Fi Fiqhis Sunnah Wal Kitabil
„Aziz,karya Abdul „Azhim bin Badawi al-Khalafi.
Al-Fiqhu al-Islami wa Adillatuhu, Wahbah Zuhaily, 4/838.
Ascarya, Akad dan Produk Bank Syariah.
Edwin Nasution (et.al.), Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam, (Jakarta: Kencana Prenada
Media Group, 2007).
Fiqhus Sunnah Karya Sayid Sabiq III/220.
Masyhuri (Ed), Teori Ekonomi dalam Islam, (Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2005).
Muhammad Syafii Antonio, Bank Syariah: Dari Teori ke Praktik.(Jakarta: Gema Insani, 2001).
Muslimin H. Kara, Bank Syariah di Indonesia: Analisis Kebijakan Pemerintah Indonesia
Tentang Perbankan Syariah, (Yogyakarta: UII Press, 2005).
UU Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Pengertian Pembiayaan.

15

Anda mungkin juga menyukai