Disusun Oleh :
Kelompok 5
Nama : M. Diansyah Putra
: Melinda Febriana
: Rismawati
Unit : 04
Semester : III
Dosen Pembimbing:
Agus Ismawan, S.E., S.H., M.Si., M.H.
Alhamdulillah, puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah
memberikan nikmat dan rahmat kepada kita semua, sehingga kita mampu menyelesaikan
tugas pembuatan makalah Fiqh Muamalah ini, sesuai dengan waktu yang telah di tentukan.
Kami juga menyampaikan banyak terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu
dalam penyusunan makalah ini. Sehingga kami mampu melaksanakan tugas mata kuliah
ini.
Kami juga memohonkan maaf kepada semuanya apabila dalam makalah yang kami
buat ini, karena masih terdapat banyak sekali kekurangan-kekurangan, lebih-lebih
mengenai referensi. Untuk itu kami kelompok tiga sangat menunggu kritik maupun saran
dari semua pembaca agar kedepannya kami bisa membuat makalah yang lebih baik lagi.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................................
DAFTAR ISI...........................................................................................................................
ii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................................
A. Latar Belakang................................................................................................................
B. Rumusan Masalah...........................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................................
14
Kesimpulan.............................................................................................................................
14
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................
15
ii
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setiap aspek kehidupan dalam Islam telah mendapatkan pengeturan dari Allah SWT.
sebagaiman yang terdapat dalam Alquran, meskipun hanya secara umum. Pengaturan
lainnya terdapat dalam sumber hukum lain yaitu hadis nabi, ijma’ ulama, dan qiyas.
Walaupun demikian karna perkembangan manusia begitu cepat, sehingga hukum
tertinggal dibelakangnya. Untuk itu setiap muslim harus menggali hukum yang ada dalam
Alquran, hadis, ijmak, qiyas yang sudah ada sehingga dapat diterapkan dalam situasi
konkrit saat ini.
Dasar-dasar suatu akad yang menjadi pilar dalam operasional perbankan syariah,
sebenarnya telah diatur. Namun demikian masih dibutuhkan tindakan lanjutan agar konsep
yang ada dapat diimplementasikan. Salah satu contoh kemajuan besar umat Islam dalam
menjalankan agamanya secara kaffah, termasuk di bidang ekonomi Islam. hal ini tampak
dalam dunia perbankan yang kegiatan berdasarkan pada prinsip perbankan syariah, yang
dikenal dengan bank syariah (Islamic Banking).
Upaya awal penerapan sistem profit and loss sharing tercatat di Pakistan dan Malaysia
(1940-an), yaitu adanya upaya mengelola dana jamaah haji secara nonkonvensional.
Sejarah perbankan syariah pertama kali adalah pendirian sebuah bank di Mesir, yaitu
didirikannya Islamic Rural Bank di Desa Mit Ghamr pada tahun 1963 di Kairo Mesir.1
Namun karena pengelolaan politik di Mesir, pada tahun 1967) masa Presiden Gamal
Abdul Naser, maka Mit Ghamr di ambil alih oleh negara dan menjalankan operasional
usahanya secara konvensional. Baru kemudian pada tahun 1971 masa Presiden Anwar
Sadat, ia kembali menjalankan kegiatan berdasarkan prinsip syariah dan mengubah
namanya menjadi Nasser Social Bank dan tujuan lebih bersifat sosial daripada komersil.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah perbankan syariah?
2. Apa saja produk dalam perbankan syariah?
Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, Jakarta: Gema Insani Press, 2001,
1
hlm. 18.
1
BAB II
PEMABAHASAN
Peri Umar Farouk, Sejarah Perkembangan Hukum Perbankan Islam di Indonesia, Jakarta: Inlawnesia,
2
2002.
3
Muhammad Syafi’i Antonio, Op cit, hlm. 19.
2
menyediakan jasa keuangan syariah. Tercatat pada tahun 2005, Deutsche Bank, HSBC,
Citigroup, dan BNP Paribas mendirikan unit layanan syariah. Lebih lanjut tahun 2006 ini
dikatakan sebagai tahun yang bagus untuk setiap bekerja menurut ketentuan syariah yaitu
dengan memanfaatkan produk-produk dari bank syariah.
Secara singkat dapat disimpulkan bahwa secara universal bank syariah sampai saat ini
menganut dua pola. Pertama, khusus untuk negara-negara Islam seperti Timur Tengah pola
pendirian bank syariah adalah cenderung berupa bank syariah murni, arinya semua produk
yang diberikan bank berdasarkan pada ketentuan syariah semata, meskipun demikian tidak
semua negara di kawasan Timur Tengah menerapkan prinsip syariah secara murni.
Sedangkan pola kedua, melaui apa yang disebut dengan dual banking system, yaitu suatu
bank membuka unit usaha syariah melalui islamic widow, disampung juga membuka unit
usaha bank secara konvensional. Pola kedua banyak digunakan di negara sekuler, seperti
Eropa dan Amerika, termasuk Indonesia.
Islamic Development Bank (IDB) secara kelembagaan telah bekerjasama dengan
berbagai bank sentral, termasuk BI dan juga organisasi lain seperti IMF. Untuk
mempercepat penguatan infrastruktur dan sistem keuangan Islam secara internasional,
didirikan 7 lembaga yaitu:4
1) Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Institution (AAOIFI)
2) Islamic Financial Service Board (IFSB)
3) International Islamic Financial Market (IIFMI)
4) Liqiudity Management Center (LMC)
5) Islamic International Rating Agency (IIRA)
6) General Council of Islamic Banks and Financial Intitutions (GCIBFI)
7) Arbitration and Reconciliation for Islamic Financial Institutions (ARCIFI)
4
Ibid, hlm. 51.
3
Secara kelembagaan bank syariah pertama kali yang berdiri di Indonesia adalah Bank
Muamalat Indonesia (BMI), kemudian baru meyusul bank-bank lain yang membuka
jendela syariah (Islamic Widow) dalam menjalankan kegiatan usahanya. Melalui Islamic
widow, bank konvensional dapat memberikan jasa pembiayaan bebas dari unsur riba
(usury), gharar (uncertainty), dan maysyir (speculative) dengan terlebih dahulu mebentuk
Unit Usaha Syariah (UUS). UUS adalah unit kerja di kantor pusat bank umum
konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor cabang syariah dan atau unit
syariah.
Sedangkan secara yurudis di tataran UU dimulai pada tahun 1992 dengan
diundangkannya UU No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan yang memuat ketentuan-
ketentuan yang secara implisit memperbolehkan pengelolaan bank berdasarkan prinsip
bagi hasil, terutama melalui Peraturan Pemerintah No. 72 tahun 1992 tentang bank
berdasarkan prinsip bagi hasil. Kemudian dipertegas dalam UU No. 10 tahun 1998 tentang
pembedaan bank berdasarkan pada pengelolaan terdiri dari bank konvensional dan bank
syariah, baik itu umum maupun bank perkreditan rakyat. Adanya UU ini juga sekaligus
menghapus Pasal 6 PP No. 72/1992 yang melarang adanya dual banking system.
Setelah di undangkannya UU No. 10 tahun 1998, perkembangan bank syariah di
Indonesia semakin pesat, yaitu ditandai dengan berdirinya bank syariah baru dengan
sistem dual banking system antara lain, Bank IFI (membuka cabang syariah tanggal 28 juni
1999), Bank Syariah Mandiri (konversi dari Bank Susila Bakti), anak perusahaan Bank
Mandiri, serta pendirian 5 cabang baru dari PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk.
pada bulan Februari 2000, tercatat di BI bank-bank yang membuka cabang syariah yakni:
Bank Niaga, Bank BTN, Bank Mega, Bank BRI, bank Bukopin, BPD Jabar, dan BPD
Aceh.
Perkembangan terakhir muncul konsep office chanelling, yang intinya menyatakan
bahwa bank-bank konvensional diperbolehkan membuka counter syariah dalam
operasional usahanya. Dalam menghindari tercampurnya dana, maka dilakukan pemisahan
atas dana-dana tersebut melalui pembedaan pembukuan.
Adapun visi dari pengembangan perbankan syariah di Indonesia adalah terwujudnya
sistem perbankan syariah yang kompetitif, efisien, dan memenuhi prinsip kehati-hatian
serta mampu mendukung sektor riil secara nyata melalui pembiayaan berbasis bagi hasil
dan transaksi riil dan kerangka keadilan, tolong-menolong, dan menuju kebaikan guna
mencapai kemaslahatan masyarakat.
4
Dalam peraturan BI dikatakan bahwa bank konvensional dapat melakukan konversi
menjadi bank syariah, tetapi tidak sebaliknya bank syariah tidak diperbolehkan konversi
menjadi bank konvensional, bahkan bank konvensional yang telah menjadi bank syariah
dilarang mengkonversikan menjadi bank konvensional. Dengan demikian mikian tujuan
akhir dan ideal dari sistem perbankan di Indonesia mengarah pada pengembangan bank
syariah.5
Abdul Ghofur Anshori, Perbankan Syariah di Indonesia, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press,
5
5
adalah untuk kemudahan lalulintas pembayaran, bukan untuk mendapatkan keuntungan.
Sedangkan, apabila prinsip mudharabah yang dipakai, maka penarikan sewaktu-waktu
akan sulit dilaksanakan karena sifat dari akad mudharabah yang memerlukan jangka
waktu untuk menentukan untung atau rugi.
Secara singkat Giro Wadiah adalah simpanan yang penarikannya dapat dilakukan setiap
saat dengan menggunakan cek, bilyet giro, sarana perintah pembayaran lainnya atau
dengan perintah pemindahbukuan yang berdasarkan pada prinsip titipan. Oleh karena itu,
nasabah tidak mendapatkan keuntungan berupa bunga, melainkan bonus yang nilainya
tidak boleh diperjanjikan diawal akad.
2) Landasan Syariah
Ketentuan hukum mengenai wadiah terdapat pada Alquran, Hadis dan Ijma’.
a) Alquran
ق ت يلۡ هۥ و ت نم َ ٱؤمن أ ت ۡ ي ذَّ ض 'ا فَ ۡلي ُ 'ؤَد ِّ ٱل ع ۡ ب مُ ك ' ض عۡ ب ن م َ فَإ ۡنأ....
ِ َّ َ َ ُ َ َ َ ٰ َ ِ ُ ِ ٗ َ ُ َ َ ِ ِ
.... موا ْ ٱلشَّ هَٰد َ ۚ َة ُ ُ هۥۗ وَاَل ت َ ۡكت
ُ َّ ه َربَ َّ ٱلل
“...Jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang
dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa
kepada Allah Tuhannya....”(QS. Al-Baqarah: 283)
b) Hadis
Ketentuan hadis dalam prinsip wadiah terdapat dalam riwayat Abu Dawud yang
artinya:
“Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda, Sampaikanlah
(tunaikanlah) amanat kepada yang berhak menerimanya dan jangan membalas
khianat kepada orang yang telah mengkhianatimu.”
c) Ijma’
Dalam Islam wadiah dapat dibedakan menjadi dua macam ditinjau dari dari kebolehan
penerima titipan untuk menggunakan objek titipan, yaitu wadiah yad amanah (barang
titipan tidak boleh digunakan oleh penerima titipan), dan wadiah yad dhamanah
(barang titipan boleh digunakan oleh penerima titipan).
6
b. Tabungan (Saving Deposit)
1) Pengertian
Tabungan adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat
tertentu yang disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan bilyer giro, atau alat lainnya
yang sama. Terdapat dua prinsip perjanjian Islam terhadap produk perbankan berupa
tabungan, yaitu wadiah dan mudharabah. Jika motifnya hanya hanya menyimpan saja
maka bisa dipakai produk tabungan wadiah, sedangkan untuk memenuhi nasabah yang
ingin berinvestasi atau ,encari keuntungan maka tabungan mudharabah yang sesuai.
Secara teknis mudharabah adalah akad kerja sama usaha antara dua pihak di mana pihak
pertama (shahibul maal) menyediakan seluruh modal, sedangkan pihak lainnya menjadi
pengelola dana (mudharib) dalam kegiatan produktif.
2) Landasan Syariah
a) Alquran
7
c) Ijma’
Telah tercapai kesepakatan konsensus terhadap akad mudharabah di kalangan ulama,
bahkan sejak masa sahabat.
8
1) Pengertian
Akad jual beli merupakan salah satu cara yang ditempuh bank dalam rangka
menyalurkan dana kepada masyarakat. Produk dari bank yang berdasarkan akad jual beli
yaitu:
a) Murabahah, artinya suatu perjanjian antara bank dengan nasabah dalam bentuk
pembiayaan pembelian atas sesuatu barang yang dibutuhkan oleh nasabah. 6 Objeknya
bisa berupa barang modal seperti mesin industri dan barang untuk kebutuhan sehari-
hari seperti sepeda motor.
b) Salam, adalah jual beli barang dengan cara pemesanaa dengan syarat tertentu dan
pembayaran tunai terlebih dahulu secara penih.
c) Istishna, adalah kegiatan jual beli barang dalam bentuk pemesanan pembuatan barang
dengan kriteria tertentu dan persyaratan tertentu yang disepakati dengan pembayaran
sesuai dengan kesepakatan.
2) Landasan Syariah
a) Alquran
''ل إِٓاَّل أَن ط ب ۡ ِ من ُ''وا ْ اَل ت َ ۡأكُلُوا ْ أ َ ۡمولَكُم ب َ ۡينَكُم ب
ٱل َا ء ين ذ َّ لٱ ''ا ه يَ يأ
ِ ِ َ ٰ َٰ ٓ َ َ ِ َ ُّ َٰٓ
.... ۚۡمنك ُ م ِّ ج َرةً عَن ت َ َرا ٖض َٰ ِ ن ت َ تَكُو
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu
dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka
sama-suka di antara kamu...”(QS. An-Nisa:29)
b) Hadis
Kegiatan jual beli merupakan kegiatan yang sangat dianjurkan oleh Nabi Muhammad.
Sejak masa kecil Beliau telah ikut pamannya untuk melakukan perniagaan.
c) Ijma’
Para ulama telah sepakat mengenai kehalalan jual beli berbagai transaksi riil yang
sangat dianjurkan dan merupakan sunnah Rasulullah.
Sebagai sebuah produk perbankan yang berdasarkan perjanjian jual beli, maka demi
keabsahannya harus memenuhi rukun dan syarat sebagai berikut:
1) Adanya pihak yang berakad yaitu penjual dan pembeli
2) Adanya objek akad berupa barang dan harga
6
Suhrawardi K. Lubis, Hukum Ekonomi Islam, Jakarta: Sinar Grafika, 2000, hlm. 62.
9
3) Adanya sighat akad yang terdiri dari ijab dan kabul
10
Menurut ijma’ ulama akad ijarah atau sewa-menyewa diperbolehkan. Hal ini sejalan
dengan prinsip muamalah, bahwa segala bentuk muamalah adalah boleh, kecuali ada
dalil yang melarangnya.
b) Pembiayaan Musyarakah
Pembiayaan ini diatur dalam UU No. 10 Tahun 1998 tentang perubahan atas UU No.
7 Tahun 1992 tentang Perbankan, yakni pada ketentuan pasal 1 ayat 13 secara eksplisit
11
disebutkan bahwa musyarakah ialah salah satu dari produk pembiayaan pada perbankan
syariah. Tahun 2008 secara khusus telah diatur melalui UU No. 21 Tahun 2008 tentang
perbankan syariah, yakni pasa 1 ayat 25 yang menyebutkan bahwa pembiayaan adalah
penyediaan dana atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berupa transaksi bagi hasil
dalam bentuk mudharabah dan musyarakah.
c) Ijma’
12
Para ulama telah sepakat bahwa qard boleh dilakukan. Kesepakatan ini didasari tabiat
manusia yang tidak bisa hidup tanpa dilandasi oleh sikap saling membantu.7
7
Khotibul Umam, Setiawan Budi Utomo, Perbankan Syariah: Dasar-Dasar dan Dinamika Perbankan di
Indonesia, Jakarta: Rajawali Pers, 2017, hlm. 77-149.
13
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Perkembangan bank syariah secara Internasional dimulai dengan adanya Sidang
Menteri Luar Negeri yang diselenggarakan oleh Organisasi Konferensi Islam (OKI) di
Karachi, Pakistan, Desember 1970. Mesir mengajukan sebuah proposal pendirian bank
syariah internasional untuk perdagangan dan pembangunan, serat proposal pendirian
Federasi Bank Islam. inti dari proposal tersebut yaitu mengusulkan bahwa sistem
keuangan berdasarkan bunga harus digantikan dengan suatu sistem kerja sama dengan
skema bagi hasil atas keuntungan maupun kerugian. Setelah mengadakan pembahasan dari
18 negara Islam, proposal pun diterima. Sidang menyetujui rencana mendirikan Bank
Islam Internasional dan Federasi Bank Islam. Pada tahun 1975 sidang Menteri Keuangan
OKI di Jedah, menyetujui pendirian Islamic Development Bank (IDB) dengan modal 2
miliar dinar Islam atau ekuivalen 2 miliar SDR (Special Drawing Right), semua anggota
OKI menjadi anggota IDB.
Secara kelembagaan bank syariah pertama kali yang berdiri di Indonesia adalah Bank
Muamalat Indonesia (BMI), kemudian baru meyusul bank-bank lain yang membuka
jendela syariah (Islamic Widow) dalam menjalankan kegiatan usahanya. Melalui Islamic
widow, bank konvensional dapat memberikan jasa pembiayaan bebas dari unsur riba
(usury), gharar (uncertainty), dan maysyir (speculative) dengan terlebih dahulu mebentuk
Unit Usaha Syariah (UUS). UUS adalah unit kerja di kantor pusat bank umum
konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor cabang syariah dan atau unit
syariah.
Produk-produk perbankan syariah dibagi menjadi
1. Produk perbankan syariah di bidang penghimpunan dana (funding) masyarakat berupa
giro (demond deposit), tabungan (saving deposit), deposito (time deposit) sebagai
sarana untuk menghimpun dana masyarakat.
2. Produk perbankan syariah di bidang penyaluran dana berupa produk pembiayaan
perbankan syariah berdasarkan akad jual beli, akad sewa-menyewa (ijarah), akad bagi
hasil, dan akad pinjam-meminjam nirbunga
14
DAFTAR PUSTAKA
Ghofur Anshori, Abdul, 2007, Perbankan Syariah di Indonesia, Gadjah Mada University
Press, Yogyakarta.
Syafi’i Antonio, Muhammad, 2001, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, Gema Insani
Press, Jakarta.
Umam, Khotibul, Setiawan Budi Utomo, 2017, Perbankan Syariah: Dasar-Dasar dan
Dinamika Perbankan di Indonesia, Rajawali Pers, Jakarta.
15