Anda di halaman 1dari 19

APLIKASI FIQH MUAMALAH DALAM BISNIS

SEJARAH DAN PRODUK DALAM


PERBANKAN SYARIAH

Disusun Oleh :
Kelompok 5
Nama : M. Diansyah Putra
: Melinda Febriana
: Rismawati
Unit : 04
Semester : III

Dosen Pembimbing:
Agus Ismawan, S.E., S.H., M.Si., M.H.

JURUSAN EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS EKONOMI BISNIS DAN ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) LANGSA
2019
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah
memberikan nikmat dan rahmat kepada kita semua, sehingga kita mampu menyelesaikan
tugas pembuatan makalah Fiqh Muamalah ini, sesuai dengan waktu yang telah di tentukan.
Kami juga menyampaikan banyak terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu
dalam penyusunan makalah ini. Sehingga kami mampu melaksanakan tugas mata kuliah
ini.
Kami juga memohonkan maaf kepada semuanya apabila dalam makalah yang kami
buat ini, karena masih terdapat banyak sekali kekurangan-kekurangan, lebih-lebih
mengenai referensi. Untuk itu kami kelompok tiga sangat menunggu kritik maupun saran
dari semua pembaca agar kedepannya kami bisa membuat makalah yang lebih baik lagi.

Langsa, 24 Oktober 2019

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................................

DAFTAR ISI...........................................................................................................................

ii

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................................

A. Latar Belakang................................................................................................................

B. Rumusan Masalah...........................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN........................................................................................................

A. Sejarah Perbankan Syariah...........................................................................................

B. Produk-Produk Perbankan Syariah..............................................................................

BAB III PENUTUP................................................................................................................

14

Kesimpulan.............................................................................................................................

14

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................

15

ii
iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Setiap aspek kehidupan dalam Islam telah mendapatkan pengeturan dari Allah SWT.
sebagaiman yang terdapat dalam Alquran, meskipun hanya secara umum. Pengaturan
lainnya terdapat dalam sumber hukum lain yaitu hadis nabi, ijma’ ulama, dan qiyas.
Walaupun demikian karna perkembangan manusia begitu cepat, sehingga hukum
tertinggal dibelakangnya. Untuk itu setiap muslim harus menggali hukum yang ada dalam
Alquran, hadis, ijmak, qiyas yang sudah ada sehingga dapat diterapkan dalam situasi
konkrit saat ini.
Dasar-dasar suatu akad yang menjadi pilar dalam operasional perbankan syariah,
sebenarnya telah diatur. Namun demikian masih dibutuhkan tindakan lanjutan agar konsep
yang ada dapat diimplementasikan. Salah satu contoh kemajuan besar umat Islam dalam
menjalankan agamanya secara kaffah, termasuk di bidang ekonomi Islam. hal ini tampak
dalam dunia perbankan yang kegiatan berdasarkan pada prinsip perbankan syariah, yang
dikenal dengan bank syariah (Islamic Banking).
Upaya awal penerapan sistem profit and loss sharing tercatat di Pakistan dan Malaysia
(1940-an), yaitu adanya upaya mengelola dana jamaah haji secara nonkonvensional.
Sejarah perbankan syariah pertama kali adalah pendirian sebuah bank di Mesir, yaitu
didirikannya Islamic Rural Bank di Desa Mit Ghamr pada tahun 1963 di Kairo Mesir.1
Namun karena pengelolaan politik di Mesir, pada tahun 1967) masa Presiden Gamal
Abdul Naser, maka Mit Ghamr di ambil alih oleh negara dan menjalankan operasional
usahanya secara konvensional. Baru kemudian pada tahun 1971 masa Presiden Anwar
Sadat, ia kembali menjalankan kegiatan berdasarkan prinsip syariah dan mengubah
namanya menjadi Nasser Social Bank dan tujuan lebih bersifat sosial daripada komersil.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah perbankan syariah?
2. Apa saja produk dalam perbankan syariah?

Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, Jakarta: Gema Insani Press, 2001,
1

hlm. 18.

1
BAB II

PEMABAHASAN

A. Sejarah Perbankan Syariah


1. Sejarah Secara Universal
Bank Islam pertama yang bersifat swasta adalah Dubai Islamic Bank didirikan tahun
1975 oleh sekelompok usahawan muslim dari berbagai negara. Pada tahun 1977 berdiri
dua bank Islam dengan nama Faysal Islamic Bank di Mesir dan Sudan, serta tahun yang
sama di Kuwait didirikan Kuwait Finance House.2
Perkembangan bank syariah secara Internasional dimulai dengan adanya Sidang
Menteri Luar Negeri yang diselenggarakan oleh Organisasi Konferensi Islam (OKI) di
Karachi, Pakistan, Desember 1970. Mesir mengajukan sebuah proposal pendirian bank
syariah internasional untuk perdagangan dan pembangunan, serat proposal pendirian
Federasi Bank Islam. inti dari proposal tersebut yaitu mengusulkan bahwa sistem
keuangan berdasarkan bunga harus digantikan dengan suatu sistem kerja sama dengan
skema bagi hasil atas keuntungan maupun kerugian. Setelah mengadakan pembahasan dari
18 negara Islam, proposal pun diterima. Sidang menyetujui rencana mendirikan Bank
Islam Internasional dan Federasi Bank Islam. Pada tahun 1975 sidang Menteri Keuangan
OKI di Jedah, menyetujui pendirian Islamic Development Bank (IDB) dengan modal 2
miliar dinar Islam atau ekuivalen 2 miliar SDR (Special Drawing Right), semua anggota
OKI menjadi anggota IDB.3
Untuk membantu mendirikan Bank Islam di berbagai negara, IDB mendirikan sebuah
Institut riset dan pelatihan untuk pengembangan penelitian dan pelatihan ekonomi Islam,
baik dalam perbankan maupun keuangan secara umum. Lembaga ini dikenal sebagai
Islamic Research and Training Institute (IRTI).
Perkembangan sejarah berikutnya terhadap perbankan syariah, adalah mulai
meningkatnya minat bank-bank konvensional barat untuk membuka layanan syariah
melalui Islamis Widow. Dengan demikian setelah melihat keunggulan sistem perbankan
syariah dan besarnya prospek perkembangan perbankan syariah, mereka mulai

Peri Umar Farouk, Sejarah Perkembangan Hukum Perbankan Islam di Indonesia, Jakarta: Inlawnesia,
2

2002.
3
Muhammad Syafi’i Antonio, Op cit, hlm. 19.

2
menyediakan jasa keuangan syariah. Tercatat pada tahun 2005, Deutsche Bank, HSBC,
Citigroup, dan BNP Paribas mendirikan unit layanan syariah. Lebih lanjut tahun 2006 ini
dikatakan sebagai tahun yang bagus untuk setiap bekerja menurut ketentuan syariah yaitu
dengan memanfaatkan produk-produk dari bank syariah.
Secara singkat dapat disimpulkan bahwa secara universal bank syariah sampai saat ini
menganut dua pola. Pertama, khusus untuk negara-negara Islam seperti Timur Tengah pola
pendirian bank syariah adalah cenderung berupa bank syariah murni, arinya semua produk
yang diberikan bank berdasarkan pada ketentuan syariah semata, meskipun demikian tidak
semua negara di kawasan Timur Tengah menerapkan prinsip syariah secara murni.
Sedangkan pola kedua, melaui apa yang disebut dengan dual banking system, yaitu suatu
bank membuka unit usaha syariah melalui islamic widow, disampung juga membuka unit
usaha bank secara konvensional. Pola kedua banyak digunakan di negara sekuler, seperti
Eropa dan Amerika, termasuk Indonesia.
Islamic Development Bank (IDB) secara kelembagaan telah bekerjasama dengan
berbagai bank sentral, termasuk BI dan juga organisasi lain seperti IMF. Untuk
mempercepat penguatan infrastruktur dan sistem keuangan Islam secara internasional,
didirikan 7 lembaga yaitu:4
1) Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Institution (AAOIFI)
2) Islamic Financial Service Board (IFSB)
3) International Islamic Financial Market (IIFMI)
4) Liqiudity Management Center (LMC)
5) Islamic International Rating Agency (IIRA)
6) General Council of Islamic Banks and Financial Intitutions (GCIBFI)
7) Arbitration and Reconciliation for Islamic Financial Institutions (ARCIFI)

2. Sejarah Perbankan Syariah di Indonesia


Pada awal berdirinya negara Indonesia perbankan masih berpegang pada sistem
konvensional atau sistem bungan bank (interest system). Pada tahun 1983 dikeluarkan
kebijakan berkaitan dengan pemberian keleluasaan penentuan tingkat suku bunga,
termasuk bunga nol persen. Hal ini terus berlangsung hingga keluarnya paket kebijakan
Oktober 1988 (Pakto 88) sebagai kebijakan delegurasi di bidang perbankan yang
memperkenankan berdirinya bank-bank baru.

4
Ibid, hlm. 51.

3
Secara kelembagaan bank syariah pertama kali yang berdiri di Indonesia adalah Bank
Muamalat Indonesia (BMI), kemudian baru meyusul bank-bank lain yang membuka
jendela syariah (Islamic Widow) dalam menjalankan kegiatan usahanya. Melalui Islamic
widow, bank konvensional dapat memberikan jasa pembiayaan bebas dari unsur riba
(usury), gharar (uncertainty), dan maysyir (speculative) dengan terlebih dahulu mebentuk
Unit Usaha Syariah (UUS). UUS adalah unit kerja di kantor pusat bank umum
konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor cabang syariah dan atau unit
syariah.
Sedangkan secara yurudis di tataran UU dimulai pada tahun 1992 dengan
diundangkannya UU No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan yang memuat ketentuan-
ketentuan yang secara implisit memperbolehkan pengelolaan bank berdasarkan prinsip
bagi hasil, terutama melalui Peraturan Pemerintah No. 72 tahun 1992 tentang bank
berdasarkan prinsip bagi hasil. Kemudian dipertegas dalam UU No. 10 tahun 1998 tentang
pembedaan bank berdasarkan pada pengelolaan terdiri dari bank konvensional dan bank
syariah, baik itu umum maupun bank perkreditan rakyat. Adanya UU ini juga sekaligus
menghapus Pasal 6 PP No. 72/1992 yang melarang adanya dual banking system.
Setelah di undangkannya UU No. 10 tahun 1998, perkembangan bank syariah di
Indonesia semakin pesat, yaitu ditandai dengan berdirinya bank syariah baru dengan
sistem dual banking system antara lain, Bank IFI (membuka cabang syariah tanggal 28 juni
1999), Bank Syariah Mandiri (konversi dari Bank Susila Bakti), anak perusahaan Bank
Mandiri, serta pendirian 5 cabang baru dari PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk.
pada bulan Februari 2000, tercatat di BI bank-bank yang membuka cabang syariah yakni:
Bank Niaga, Bank BTN, Bank Mega, Bank BRI, bank Bukopin, BPD Jabar, dan BPD
Aceh.
Perkembangan terakhir muncul konsep office chanelling, yang intinya menyatakan
bahwa bank-bank konvensional diperbolehkan membuka counter syariah dalam
operasional usahanya. Dalam menghindari tercampurnya dana, maka dilakukan pemisahan
atas dana-dana tersebut melalui pembedaan pembukuan.
Adapun visi dari pengembangan perbankan syariah di Indonesia adalah terwujudnya
sistem perbankan syariah yang kompetitif, efisien, dan memenuhi prinsip kehati-hatian
serta mampu mendukung sektor riil secara nyata melalui pembiayaan berbasis bagi hasil
dan transaksi riil dan kerangka keadilan, tolong-menolong, dan menuju kebaikan guna
mencapai kemaslahatan masyarakat.

4
Dalam peraturan BI dikatakan bahwa bank konvensional dapat melakukan konversi
menjadi bank syariah, tetapi tidak sebaliknya bank syariah tidak diperbolehkan konversi
menjadi bank konvensional, bahkan bank konvensional yang telah menjadi bank syariah
dilarang mengkonversikan menjadi bank konvensional. Dengan demikian mikian tujuan
akhir dan ideal dari sistem perbankan di Indonesia mengarah pada pengembangan bank
syariah.5

B. Produk-Produk Perbankan Syariah


1. Produk Perbankan Syariah di Bidang Penghimpunan Dana (Funding)
Masyarakat
Dalam sistem perbankan dikenal produk-produk berupa giro (demond deposit),
tabungan (saving deposit), deposito (time deposit) sebagai sarana untuk menghimpun dana
masyarakat. Produks tersebut sama seperti produk dalam perbankan konvensional tetapi
dalam perbankan syariah tidak dikenal adanya bunga sebagai kontraprestasi terhadap
nasabah deposan, melainkan melalui mekanisme bagi hasil dan bonus yang bergantung
pada jenis produk apa yang dipilih oleh nasabah. Dengan demikian produk penghimpunan
dana dalam perbankan syariah terdiri dari: (1) Giro: Giro Wadiah dan Giro Mudharabah,
(2) Tabungan: Tabungan Wadiah dan Tabungan Mudharabah, (3) Deposito: Deposito
Wadiah dan Deposito Mudharabah.
a. Giro (Demond Deposit)
1) Pengertian
Giro adalah simpanan pada bank yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat,
artinya uang yang disimpan direkening giro dapat diambil setiap waktu setelah memenuhi
persyaratan yang ditetapkan. dalam Pasal 1 angka 23 Undang-Undang Nomor 21 Tahun
2008 tentang Perbankan Syariah, yakni simpanan berdasarkan akad wadiah atau akad lain
yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah yang penarikannya dapat dilakukan setiap
saat dengan menggunakan cek, bilyet giro, sarana perintah pembayaran lainnya atau
dengan perintah pemindahbukuan.
Dalam perbankan syariah dikenal adanya produk berupa giro yang berprinsip titipan
(wadiah) dan giro yang berprinsip bagi hasil (mudharabah). Dalam praktiknya lebih
banyak menggunakan giro wadiah, mengingat motivasi utama nasabah memilih giro

Abdul Ghofur Anshori, Perbankan Syariah di Indonesia, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press,
5

2007, hlm. 24-30.

5
adalah untuk kemudahan lalulintas pembayaran, bukan untuk mendapatkan keuntungan.
Sedangkan, apabila prinsip mudharabah yang dipakai, maka penarikan sewaktu-waktu
akan sulit dilaksanakan karena sifat dari akad mudharabah yang memerlukan jangka
waktu untuk menentukan untung atau rugi.
Secara singkat Giro Wadiah adalah simpanan yang penarikannya dapat dilakukan setiap
saat dengan menggunakan cek, bilyet giro, sarana perintah pembayaran lainnya atau
dengan perintah pemindahbukuan yang berdasarkan pada prinsip titipan. Oleh karena itu,
nasabah tidak mendapatkan keuntungan berupa bunga, melainkan bonus yang nilainya
tidak boleh diperjanjikan diawal akad.
2) Landasan Syariah
Ketentuan hukum mengenai wadiah terdapat pada Alquran, Hadis dan Ijma’.
a) Alquran

....‫ى أ َۡهلِهَا‬ َ َ ۡ َّ ‫۞إن ٱلل‬


َٰ ‫م ُرك ُ مۡ أن تُؤَدُّوا ْ ۡٱل أ‬
َ ِ َٰ ‫من‬
ٰٓ ‫ت إِل‬ ُ ‫ه يَأ‬
َ َّ ِ
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak
menerimanya....”(QS. An-Nisa:58)

‫ق‬ ‫ت‬ ‫ي‬‫ل‬ۡ ‫هۥ و‬ ‫ت‬ ‫ن‬‫م‬ َ ‫ٱؤمن أ‬ ‫ت‬ ۡ ‫ي‬ ‫ذ‬َّ ‫ض 'ا فَ ۡلي ُ 'ؤَد ِّ ٱل‬ ‫ع‬ ۡ ‫ب‬ ‫م‬ُ ‫ك‬ ' ‫ض‬ ‫ع‬ۡ ‫ب‬ ‫ن‬ ‫م‬ َ ‫فَإ ۡنأ‬....
ِ َّ َ َ ُ َ َ َ ٰ َ ِ ُ ِ ٗ َ ُ َ َ ِ ِ
.... ‫موا ْ ٱلشَّ هَٰد َ ۚ َة‬ ُ ُ ‫هۥۗ وَاَل ت َ ۡكت‬
ُ َّ ‫ه َرب‬َ َّ ‫ٱلل‬
“...Jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang
dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa
kepada Allah Tuhannya....”(QS. Al-Baqarah: 283)
b) Hadis
Ketentuan hadis dalam prinsip wadiah terdapat dalam riwayat Abu Dawud yang
artinya:
“Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda, Sampaikanlah
(tunaikanlah) amanat kepada yang berhak menerimanya dan jangan membalas
khianat kepada orang yang telah mengkhianatimu.”
c) Ijma’
Dalam Islam wadiah dapat dibedakan menjadi dua macam ditinjau dari dari kebolehan
penerima titipan untuk menggunakan objek titipan, yaitu wadiah yad amanah (barang
titipan tidak boleh digunakan oleh penerima titipan), dan wadiah yad dhamanah
(barang titipan boleh digunakan oleh penerima titipan).

6
b. Tabungan (Saving Deposit)
1) Pengertian
Tabungan adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat
tertentu yang disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan bilyer giro, atau alat lainnya
yang sama. Terdapat dua prinsip perjanjian Islam terhadap produk perbankan berupa
tabungan, yaitu wadiah dan mudharabah. Jika motifnya hanya hanya menyimpan saja
maka bisa dipakai produk tabungan wadiah, sedangkan untuk memenuhi nasabah yang
ingin berinvestasi atau ,encari keuntungan maka tabungan mudharabah yang sesuai.
Secara teknis mudharabah adalah akad kerja sama usaha antara dua pihak di mana pihak
pertama (shahibul maal) menyediakan seluruh modal, sedangkan pihak lainnya menjadi
pengelola dana (mudharib) dalam kegiatan produktif.
2) Landasan Syariah
a) Alquran

... ِ‫ل ٱللَّه‬ ۡ َ‫من ف‬ َ ‫ضربون في ۡٱلأ‬


ِ ‫ض‬ َ ‫ض ي َ ۡبتَغُو‬
ِ ‫ن‬ ِ ‫ر‬ۡ ِ َ ُ ِ ۡ َ‫ن ي‬
َ ‫وَءَاخ َُرو‬...
“...Dan orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia
Allah...”(QS. Al-Muzammil: 20)

‫ل‬ ۡ َ ‫ف‬ ‫ن‬ ‫م‬ ْ ‫'وا‬


' ‫غ‬ ‫ت‬ۡ ‫و‬ ‫ض‬ ۡ َ ‫فَ''إذ َا قُض 'يت ٱلص 'لَوة فَٱنتش 'روا ْ في ۡٱلأ‬
ِ ‫ض‬ ِ ُ َ ‫ٱب‬ َ ِ ‫ر‬ ِ ُ ِ َ ُ ٰ َّ ِ َ ِ ِ
...ِ‫ٱللَّه‬
“Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan
carilah karunia Allah...”(QS. Al-Jumu’ah: 10)
Dari ayat Alquran di atas pada intinya adalah berisi dorongan bagi manusia untuk
melakukan perjalanan usaha.
b) Hadis
Ketentuan hadis dalam prinsip wadiah terdapat dalam riwayat Thabarani yang artinya:
“Diriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa Sayyidina Abbas bin Abdul Muthalib jika
memberikan dana ke mitra usahanya secara mudharabah ia mensyaratkan agar
dananya tidak dibawa mengarungi lautan, menuruni lembah yang berbahaya, atau
membeli ternak. Jika menyalahi peraturan tersebut, yang bersangkutan harus
bertanggung jawab atas dana tersebut. Disampaikanlah syarat-syarat tersebut
kepada Rasulullah dan Rasulullah pun membolehkanya.”

7
c) Ijma’
Telah tercapai kesepakatan konsensus terhadap akad mudharabah di kalangan ulama,
bahkan sejak masa sahabat.

c. Deposito (Time Deposit)


1) Pengertian
Berdasarkan UU No. 10 Tahun 1998, deposito adalah simpanan yang penarikannya
hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu berdasarkan perjanjian nasabah penyimpan
dengan bank atau pada saat jatuh tempo. Deposito ditujukan untuk kepentingan investasi
dalam surat-surat berharga, sehingga dalam perbankan syariah akan memakai prinsip
mudharabah. Bank dan nasabah masing-masing mendapat keuntungan, keuntungan bagi
bank adalah uang yang tersimpan relatif lebih lama, mengingat deposito memiliki jangka
waktu relatif panjang, sehingga bank akan lebih leluasa mengelola dana untuk kegiatan
yang produktif. Sedangkan nasabah akan mendapatkan keuntungan berupa bagi hasil yang
besarnya sesuai dengan nisbah yang disepakati di awal perjanjian.
2) Landasan Syariah
Berdasarkan pada fatwa DSN No. 03/DSN-MUI/IV//2000, tanggal 1 April 2000 yang
menyatakan bahwa keperluan masyarakat dalam peningkatan kesejahteraan dan dalam
bidang investasi, memerlukan jasa perbankan, deposito yang dibenarkan adalah
berdasarkan prinsip mudharabah dengan ketentuan sebagai berikut:
a) Dalam transaksi nasabah bertindak sebagai pemilik dana, dan bank sebagai pengelola
dana.
b) Sebagai mudharib, bank dapat melakukan berbagai macam usaha yang tidak
bertentangan dengan prinsip syariah dan mengembangkannya.
c) Modal harus dinyatakan dengan jumlahnya, dalam bentuk tunai dan bukan piutang.
d) Pembagian keuntungan harus dinyatakan dalam bentuk nisbah dan dituangkan dalam
akad pembukaan rekening.
e) Bank sebagai mudharib menutup biaya operasional deposito dengan menggunakan
nisbah keuntungan yang menjadi haknya.
f) Bank tidak diperkenankan untuk mengurangi nisbah keuntungan.

2. Produk Perbankan Syariah di Bidang Penyaluran Dana


a. Produk Pembiayaan Perbankan Syariah Berdasarkan Akad Jual Beli

8
1) Pengertian
Akad jual beli merupakan salah satu cara yang ditempuh bank dalam rangka
menyalurkan dana kepada masyarakat. Produk dari bank yang berdasarkan akad jual beli
yaitu:
a) Murabahah, artinya suatu perjanjian antara bank dengan nasabah dalam bentuk
pembiayaan pembelian atas sesuatu barang yang dibutuhkan oleh nasabah. 6 Objeknya
bisa berupa barang modal seperti mesin industri dan barang untuk kebutuhan sehari-
hari seperti sepeda motor.
b) Salam, adalah jual beli barang dengan cara pemesanaa dengan syarat tertentu dan
pembayaran tunai terlebih dahulu secara penih.
c) Istishna, adalah kegiatan jual beli barang dalam bentuk pemesanan pembuatan barang
dengan kriteria tertentu dan persyaratan tertentu yang disepakati dengan pembayaran
sesuai dengan kesepakatan.
2) Landasan Syariah
a) Alquran

‫''ل إِٓاَّل أَن‬ ‫ط‬ ‫ب‬ ۡ ِ ‫من ُ''وا ْ اَل ت َ ۡأكُلُوا ْ أ َ ۡمولَكُم ب َ ۡينَكُم ب‬
‫ٱل‬ ‫َا‬ ‫ء‬ ‫ين‬ ‫ذ‬ َّ ‫ل‬‫ٱ‬ ‫''ا‬ ‫ه‬ ‫ي‬َ ‫يأ‬
ِ ِ َ ٰ َٰ ٓ َ َ ِ َ ُّ َٰٓ
.... ۚۡ‫منك ُ م‬ ِّ ‫ج َرةً عَن ت َ َرا ٖض‬ َٰ ِ ‫ن ت‬ َ ‫تَكُو‬

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu
dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka
sama-suka di antara kamu...”(QS. An-Nisa:29)
b) Hadis
Kegiatan jual beli merupakan kegiatan yang sangat dianjurkan oleh Nabi Muhammad.
Sejak masa kecil Beliau telah ikut pamannya untuk melakukan perniagaan.
c) Ijma’
Para ulama telah sepakat mengenai kehalalan jual beli berbagai transaksi riil yang
sangat dianjurkan dan merupakan sunnah Rasulullah.
Sebagai sebuah produk perbankan yang berdasarkan perjanjian jual beli, maka demi
keabsahannya harus memenuhi rukun dan syarat sebagai berikut:
1) Adanya pihak yang berakad yaitu penjual dan pembeli
2) Adanya objek akad berupa barang dan harga

6
Suhrawardi K. Lubis, Hukum Ekonomi Islam, Jakarta: Sinar Grafika, 2000, hlm. 62.

9
3) Adanya sighat akad yang terdiri dari ijab dan kabul

b. Produk Pembiayaan Perbankan Syariah Berdasarkan Akad Sewa-Menyewa


(Ijarah)
1) Pengertian
Ijarah adalah transaksi sewa menyewa atas suatu barang dan atau upah-mengupuh
atas suatu jasa dalam waktu tertentu melalui pembayaran sewa atau imbalan jasa. Ijarah
juga dapat digunakan sebagai suatu akad pemindahan hak guna atas barang atau jasa
melalui pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan atas barang
itu sendiri. Bank syariah menyediakan pembiayaan kepada nasabah dalam bentuk sewa-
menyewa, baik sewa murni atau sewa yang meberikan opsi kepada nasabah selaku
penyewa untuk memiliki objek sewa diakhir perjanjian sewa atau dikenal dengan ijarah
muntahiyah bittamlik (ijarah wa iqtina). ijarah wa iqtina bisa memakai mekanisme janji
hibah maupun mekanisme janji menjual, dimana janji tersebut berlaku diahir masa sewa.
2) Landasan Syariah
a) Alquran

‫ح عَل َ ۡيك ُ مۡ إِذ َا‬ َ ‫وَإ ِ ۡنأ َ َردت ُّ مۡ أَن ت َ ۡت‬...


َ ‫جن َ'''ا‬ُ ‫ض'''عُوٓا ْ أ ۡل َٰو'''دَك ُ مۡ فَاَل‬ِ ‫س َ ۡر‬
َ
‫ما‬َ ِ‫ه ب‬ َ َّ ‫ن ٱلل‬ َّ ‫موٓا ْ أ‬
ُ َ ‫ٱعل‬
ۡ َ‫ه و‬َ َّ ‫فِ وَٱتَّقُوا ْ ٱلل‬ۗ ‫م ۡع ُرو‬َ ‫مٓا ءَات َ ۡيتُم ب ِ ۡٱل‬
َّ ‫سل َّ ۡتمُم‬ َ
٢٣٣ ‫ر‬ٞ ‫صي‬ ِ َ‫ن ب‬ َ ‫معلُو‬ َۡ َ ‫ت‬
“...Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa
bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertakwalah
kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu
kerjakan”(QS. Al-Baqarah: 233)
b) Hadis
Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Ibnu Abbas bahwa
Rasulullah SAW. bersabda,
“Berbekamlah kamu, kemudian berikanlah olehmu upahnya kepada tukang bekam
itu.”
c) Ijma’

10
Menurut ijma’ ulama akad ijarah atau sewa-menyewa diperbolehkan. Hal ini sejalan
dengan prinsip muamalah, bahwa segala bentuk muamalah adalah boleh, kecuali ada
dalil yang melarangnya.

c. Produk Pembiayaan Perbankan Syariah Berdasarkan Akad Bagi Hasil


1) Pengertian
Bentuk penyaluran dana yang ditujukan untuk kepentingan investasi dalam perbankan
syariah dapat dilakukan berdasarkan akad bagi hasil yang secara umum dapat dibedakan
menjadi dua macam yaitu mudharabah dan musyarakah.
al-mudharabah atau qiradh adalah menyerahkan sejumlah modal kepada seseorang
untuk diperdagangkan. Adapun keuntungannya bagi diantara yang mempunyai modal dan
yang memperdagangkan menurut presentase yang disepakati kedua belah pihak. Dalam
praktik bank syariah hanya berperan sebagai penghubung antara nasabah dengan pemilik
usaha.
Musyarakah adalah penanaman modal dari pemilik dana untuk mencampurkan dana
mereka pada suatu usaha tertentu, dengan pembagian keuntungan berdasarkan nisbah yang
telah disepakati sebelumnya, sedangkan kerugian ditanggung semua pemilik dana
berdasarkan bagian dana masing-masing.
2) Landasan Hukum
a) Pembiayaan mudharabah
Landasan hukum terhadap akad mudharabah terdapat dalam UU No. 10 Tahun 1998
tentang perubahan atas UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, yakni pada ketentuan
pasal 1 ayat 13 yang mendefinidikan mengenai prinsip syariah dimana Mudharabah secara
eksplisit merupakan salah satu akad yang dipakai dalam produk pembiayaan perbankan
syariah. Terdapat beberapa ketentuan hukum dalam pembiayaan mudharabah, yaitu:
1) Mudharabah boleh dibatasi pada priode tertentu
2) Kontrak tidak boleh dikaitkan dengan kejadian masa depan yang belum tentu terjadi
3) Pada dasarnya mudharabah tidak ada ganti rugi, karena akad ini bersifat amanah,
kecuali akubat kesalahan disengaja, kelalaian atau pelanggaran kesepakatan.

b) Pembiayaan Musyarakah
Pembiayaan ini diatur dalam UU No. 10 Tahun 1998 tentang perubahan atas UU No.
7 Tahun 1992 tentang Perbankan, yakni pada ketentuan pasal 1 ayat 13 secara eksplisit

11
disebutkan bahwa musyarakah ialah salah satu dari produk pembiayaan pada perbankan
syariah. Tahun 2008 secara khusus telah diatur melalui UU No. 21 Tahun 2008 tentang
perbankan syariah, yakni pasa 1 ayat 25 yang menyebutkan bahwa pembiayaan adalah
penyediaan dana atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berupa transaksi bagi hasil
dalam bentuk mudharabah dan musyarakah.

d. Produk Pembiayaan Perbankan Syariah Berdasarkan Akad Pinjam-Meminjam


Nirbunga
1) Pengertian
Salah satu produk perbankan syariah yang lebih mengarah pada misi sosial ini adalah
qardh. Qardh adalah pemberian harta kepada orang lain yang dapat ditagih atau diminta
kembali atau dengan kata lain meminjamkan tanpa mengharapkan imbalan. Dalam
ketentuan bank syariah tidak boleh mengambil untung berapa pun darinya dan hanya
diberikan pada saat emergency. Bank terbatas hanya dapat memungut biaya administrasi
dari nasabah. Nasabah hanya berkewajiban membayar pokoknya saja, dan untuk jenis
qiradh al-hasan pada dasarnya nasabah apabila memang dalam keadaan tidak mampu ia
tidak perlu mengembalikannya.
2) Landasan Syariah
a) Alquran

‫ر‬ٞ ‫هۥٓ أ َ ۡج‬


ُ َ ‫هۥ وَل‬
ُ َ ‫هۥ ل‬ َٰ ُ ‫س''نٗا فَي‬
ُ ‫ض''عِ َف‬ َ ‫ح‬ ً ‫ه قَ ۡر‬
َ ‫ض''ا‬ ُ ِ‫من ذ َا ٱلَّذِي ي ُ ۡقر‬
َ َّ ‫ض ٱلل‬ َّ
١١ ‫م‬ٞ ‫كَرِي‬
“Siapakah yang mau meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, maka Allah
akan melipat-gandakan (balasan) pinjaman itu untuknya, dan dia akan memperoleh
pahala yang banyak”(QS. Al-Hadid: 11)
b) Hadis
Ketentaun qardh terdapat dalam hadis riwayat Ibnu Majah:
“Ibnu Mas’ud meriwayatkan bahwa, Nabi SAW, bersabda, ‘Bukan seorang muslim
(mereka) yang meminjamkan muslim (lainnya) dua kali kecuali yang satunya adalah
(senilai) sedekah.”

c) Ijma’

12
Para ulama telah sepakat bahwa qard boleh dilakukan. Kesepakatan ini didasari tabiat
manusia yang tidak bisa hidup tanpa dilandasi oleh sikap saling membantu.7

7
Khotibul Umam, Setiawan Budi Utomo, Perbankan Syariah: Dasar-Dasar dan Dinamika Perbankan di
Indonesia, Jakarta: Rajawali Pers, 2017, hlm. 77-149.

13
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan
Perkembangan bank syariah secara Internasional dimulai dengan adanya Sidang
Menteri Luar Negeri yang diselenggarakan oleh Organisasi Konferensi Islam (OKI) di
Karachi, Pakistan, Desember 1970. Mesir mengajukan sebuah proposal pendirian bank
syariah internasional untuk perdagangan dan pembangunan, serat proposal pendirian
Federasi Bank Islam. inti dari proposal tersebut yaitu mengusulkan bahwa sistem
keuangan berdasarkan bunga harus digantikan dengan suatu sistem kerja sama dengan
skema bagi hasil atas keuntungan maupun kerugian. Setelah mengadakan pembahasan dari
18 negara Islam, proposal pun diterima. Sidang menyetujui rencana mendirikan Bank
Islam Internasional dan Federasi Bank Islam. Pada tahun 1975 sidang Menteri Keuangan
OKI di Jedah, menyetujui pendirian Islamic Development Bank (IDB) dengan modal 2
miliar dinar Islam atau ekuivalen 2 miliar SDR (Special Drawing Right), semua anggota
OKI menjadi anggota IDB.
Secara kelembagaan bank syariah pertama kali yang berdiri di Indonesia adalah Bank
Muamalat Indonesia (BMI), kemudian baru meyusul bank-bank lain yang membuka
jendela syariah (Islamic Widow) dalam menjalankan kegiatan usahanya. Melalui Islamic
widow, bank konvensional dapat memberikan jasa pembiayaan bebas dari unsur riba
(usury), gharar (uncertainty), dan maysyir (speculative) dengan terlebih dahulu mebentuk
Unit Usaha Syariah (UUS). UUS adalah unit kerja di kantor pusat bank umum
konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor cabang syariah dan atau unit
syariah.
Produk-produk perbankan syariah dibagi menjadi
1. Produk perbankan syariah di bidang penghimpunan dana (funding) masyarakat berupa
giro (demond deposit), tabungan (saving deposit), deposito (time deposit) sebagai
sarana untuk menghimpun dana masyarakat.
2. Produk perbankan syariah di bidang penyaluran dana berupa produk pembiayaan
perbankan syariah berdasarkan akad jual beli, akad sewa-menyewa (ijarah), akad bagi
hasil, dan akad pinjam-meminjam nirbunga

14
DAFTAR PUSTAKA

Ghofur Anshori, Abdul, 2007, Perbankan Syariah di Indonesia, Gadjah Mada University
Press, Yogyakarta.

K. Lubis, Suhrawardi, 2000, Hukum Ekonomi Islam, Sinar Grafika, Jakarta.

Syafi’i Antonio, Muhammad, 2001, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, Gema Insani
Press, Jakarta.

Umam, Khotibul, Setiawan Budi Utomo, 2017, Perbankan Syariah: Dasar-Dasar dan
Dinamika Perbankan di Indonesia, Rajawali Pers, Jakarta.

15

Anda mungkin juga menyukai