Anda di halaman 1dari 15

EKONOMI MAKRO ISLAM

KEBIJAKAN FISKAL DAN INSTRUMEN KEBIJAKAN FISKAL

Oleh :
Kelompok 15
Ananda Salva Salsabila (4022018129)
Cindy Eysia (4022018114)
Indah Fara Dilla (4022018116)
Refina R. (4022018104)

Dosen Pembimbing:
Matura, S.E.I, M.E.I

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI LANGSA
2021
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Puja dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. Tuhan seru sekalian alam,
berkat hidayah dan pertolongan-Nya. Shalawat dan salam semoga senantiasa Allah
limpahkan kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarganya, sahabat-sahabatnya,
dan para yang setia hingga hari pembalasan.
Makalah Ekonomi Makro Islam yang dibuat untuk memenuhi tugas dari dosen
pembimbing. Dalam melaksanakan tugas tersebut, tidak sedikit kendala yang penulis
hadapi, namun berkat semangat dan kerja keras penulis serta dorongan berbagai pihak,
maka kesulitan dan hambatan itu dapat diatasi dengan sebaik-baiknya. Oleh karena itu,
penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu.
Penulis yakin bahwa dalam makalah ini masih banyak terdapat keselahan-
kesalahan, baik secara metodologinya maupun dalam pemaparan kata-kata dan isinya.
Untuk itu, kritik yang membangun dari pembaca selalu penulis harapkan. Segala
kekeliruan dan kesalahan dalam makalah ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab
penulis. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb.

Langsa, 27 April 2021

Kelompok 15

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................................i
DAFTAR ISI....................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................1
A. Latar Belakang.........................................................................................................1
B. Rumusan Masalah....................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................................2
A. Kebijakan Fiskal......................................................................................................2
B. Instrumen Kebijakan Fiskal...................................................................................6
BAB III PENUTUP.......................................................................................................10
Kesimpulan....................................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................11

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana kebijakan fiskal menurut ekonomi konvensional dan Syariah?
2. Bagaimaan instrument kebijakan fiskal menurut ekonomi konvensional dan
Syariah?

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Kebijakan Fiskal
Secara konvensional kebijakan fiskal dimaksudkan sebagai alat rekayasa
pemerintah dalam perekonomian yang menganut mekanisme pasar bebas yang
diharapkan dapat mempengaruhi jalannya aktvitas perekonomian suatu negara.
Kebijakan fiskal adalah suatu kebijakan ekonomi dalam rangka mengarahkan kondisi
perekonomian untuk menjadi lebih baik dengan jalan mengubah penerimaan dan
pegeluaran pemerintah Atau merupakan tindakan yang diambil oleh pemerintah dalam
bidang anggaran belanja negara dengan maksud untuk mempengaruhi jalannya
perekonomian. Dapat diartikan kebijakan fiskal adalah penyesuaian dalam pendapatan
dan pengeluaran pemerintah sebagaimana ditetapkan dalam anggaran pendapatan dan
belanja negara yang disingkat APBN untuk mencapai kestabilan ekonomi yang
dikehendaki pada umumnya ditetapkan dalam rencana pembangunan. Kebijakan fiskal
merupakan kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan penggunaan pajak, pinjaman
masyarakat, pengeluaran masyarakat oleh pemerintah untuk tujuan stabilitas atau
pembangunan sehingga terbentuk modal dan laju pertumbuhan ekonomi yang berjalan
secara baik. Dasar kebijakan fiskal secara umum bertujuan untuk pemerataan
pendapatan dan kesejahteraan. Akan tetapi, kesejahteraan dalam Islam mencakup
kesejahteraan material dan spiritual. Oleh karena itu, nilai-nilai moral harus selalu
medasari dalam setiap kebijakan fiskal.
Lebih spesifik lagi, kesejahteraan yang dimaksud dalam tujuan kebijakan fiskal
Islam, yaitu kebijakan pemerintah dalam pengembangan masyarakat yang didasarkan
atas distribusi kekayaan berimbang, dengan menempatkan nilai-nilai material dan
spiritual pada tingkat yang sama. Pemerintah Islam harus memastikan bahwa pajak
zakat yang dikumpulkan dari setiap muslim kaya yang telah melebihi nilai minimum
tertentu akan digunakan untuk tujuan yang telah ditentukan oleh syariah. Kebijakan
Islam dalam regulasi pengeluaran dan pemasukan merupakan salah satu dari berbagai
perangkat untuk mencapai tujuantujuan syariah, termasuk mencakup kesejahteraan
masyarakat. Tujuantujuan syariah tersebut secara spesifik berfungsi untuk melindungi

2
aqidah (faith), jiwa (life), akal (intellect), keturunan (posterity) dan kepemilikan
(property), kehormatan, keamanan dan kesatuan negara.
Perbedaan substansial antara Islam dengan konvensional dalam kebijakan fiskal
adalah tidak ada kebijaka moneter yang memakai alat suku bunga, khususnya dalam
peran dan manajemen dari kewajiban hutang publik. Seluruh mekanisme pinjaman
(loan) dalam Islam diproses dengan bebas bunga (free - interest). Penekanan dalam
sistem Islam mengenai kebijakan pembelanjaan berorientasi pada keadilan dan bukan
kepada pinjaman. Bandingkan dengan sistem berbasis bunga yang menitikberatkan
varian problematika pada keefisienan dan ketidakefisienan, atau usaha-usaha
menguntungkan dan tidak menguntungkan. Artinya variasivariasi sistem bunga relatif
terbatas dan jarang yang secara khusus didasarkan pada penerapan kriteria efisiensi
dalam bidang ekonomi yang secara informal memiliki sektor moneter yang sangat luas
dan terorganisasi."
Walaupun dalam beberapa tujuan hampir sama dengan kebijakan fiskal antara ekonomi
Islam dengan ekonomi modern seperti dalam aspek keseimbangan, pertumbuhan dan
pembagian yang adil. Akan tetapi, Islam mengaplikasikannya dengan tujuan untuk
menerjemahkan aspek dan nilai hukum Islam. Seperti penetapan Islam terhadap
kewajiban zakat merupaka bukti realisasi dari layanan Islam. Juga larangan Islam
terhadap pembayaran dalam segala model pinjaman (loan) dengan mekanisme bunga,
membuktikan bahwa ekonomi Islam tidak dapat dimanipulasi oleh pekerjaan dengan
perhitungan suku bunga tersebut untuk dapat mencapai keseimbangan dalam pasar
uang.
Instrumen kebijakan model pinjaman tanpa bunga diaplikasikan dengan beragai
ragam model, seperti equity financing (penyertaan modal) dalam skim mudharabah,
yaitu fullyequity financing atau penyertaan modal secara penuh dalam suatu proyek
usaha bagi negara dan skim musyarakah atau penyertaan modal secara bersama-sama
antara negara dengan swasta dalam suatu proyekproyek tertentu. Ada juga skim ijarah
untuk suatu kontrak usaha dalam pengadaan atau pembangunan infrastruktur yang dapat
dikerjakan oleh negara ataupun swasta untuk kepentingan publik.
Tanggung jawab negara (pemerintah) untuk mewujudkan kesejahteraan dan
kemaslahatan warga memerlukan anggaran yang memadai, berikut merupakan sumber

3
pendapatan da pengeluaran pemerintah dalam sistem ekonomi konvensional dan
ekonomi Islam, diantaranya:
1. Sistem Ekonomi Konvensional
Dalam sistem ekonomi konvensional, sumber penerimaan pemerintah terdiri dari
tiga bagian yaitu dana yang merupakan sumber penerimaan primer, berasal dari
pungutan pajak, terdiri dari pajak dalam negeri (pajak penghasilan, perseroan,
pertambahan nilai penjualan dan sebagainya) dan pajak perdagangan internasional.
Kemudian, penerimaan negara bukan pajak, terdiri dari penerimaan sumber daya alam,
bagian pemerintah atas laba BUMN dan penerimaan negara bukan pajak lainnya. Selain
itu, hibah atau bantuan dan pinjaman luar negeri. Bukan hanya itu, APBN dalam sistem
ekonomi konvensional sangat mengandalkan pajak dari rakyat dan hutang, terutama dari
luar negeri jika tidak mencukupi. Hal ini bisa dilihat dari Pendapatan Negara dan Hibah
dalam APBN-P 2009 Indonesia sebesar Rp 848 triliun, dimana 68 persennya adalah dari
pajak yaitu sebesar Rp 609,2 triliun. APBN dalam sistem sekular, pemasuka dari
berbagai sumber dilebur menjadi satu tanpa melihat dari mana asalnya apakah dari
kepemilikan umum atau negara dan memang demikian adanya aturannya. Setelah
semua pemasukan dilebur menjadi satu, baru digunakan untuk berbagai pembiayaan
negara.

2. Sistem Ekonomi Islam


Dalam Islam, walaupun pola anggaran negara hampir sama dengan perekonomian
konvensional, namun penggalian sumber dana didasarkan pada syariah. Terhadap
peraturan pendapatan publik, Rasulullah merupakan kepala negara pertama yang
memperkenalkan konsep baru di bidang keuangan negara pada abad ketujuh, yakni
semua hasil pengumpulan negara harus dikumpulkan terlebih dahuu kemudian
dibelanjakan sesuai dengan kebutuhan negara. Status harta tersebut adalah milik negara
dan bukan milik individu." Mengenai sumber pendapatan negara dapat dikelompokkan
menjadi tiga kelompok: Pertama, bersumber dari kalangan muslim (zukut, zukut fiiruh,
wukas, nawuib, sedekah da amwal fadla). Kedua, penerimaan yang bersumber dari
kalangan nonmuslim seperti jizyah, kharaj dan 'ushur. Dan ketiga, penerimaan dari
sumber lain seperti ghanimah, fai', uang tebusan, hadiah dari pimpinan negara lain dan
pinjaman pemerintah baik dari kalangan muslim maupun nonmuslim.

4
Terkait kebijakan pengeluaran pemerintah, pengendalian anggaran yang efisien dan
efektif merupakan landasan pokok dalam kebijakan pengeluaran pemerintah, yang
dalam ajaran Islam dipandu oleh kaidah-kaidah syariah dan penentuan skala prioritas.
Para ulama terdahulu telah memberikan kaidah-kaidah umum yang didasarkan dari al-
Qur'an dan alSunnah dalam memandu kebijakan belanja pemerintah. Diantara kaidah-
kaidah tersebut adalah!? pertama, pembelanjaan pemerintah harus ada dalam koridor
maslahah. Kedua, menghindari mashaqqah (kesulitan) dan mudarrat harus didahulukan
ketimbang melakukan pembenahan. Ketiga, kaidah alghiurm bi al-gunmy, yaitu kaidah
yang menyatakan bahwa yang medapatkan manfaat harus siap menanggung beban
(yang ingin beruntung harus siap menaggung kerugian). Keempat, kaidah ma la yatimm
al-wajib illa bihi fahuwa wajib, yaitu kaidah yang menyatakan bahwa "sesuatu hal yang
wajib ditegakkan dan tanpa ditunjang oleh faktor penunjang lainnya tidak dapat
dibangun, maka menegakkan faktor penunjang tersebut menjadi wajib hukumnya."
Kebijakan belanja umum pemerintah dalam sistem ekonomi syariah dapat dibagi
menjadi tiga bagian, yaitu pertama, belanja kebutuhan operasional pemerintah yang
rutin. Kedua, belanja umum yang dapat dilakukan pemerintah apabila sumber dananya
tersedia. Ketiga, belanja umum yang berkaitan dengan proyek yang disepakati oleh
masyarakat berikut sistem pendanaannya.
Adapun kaidah syariah yang berkaitan dengan belanja umum pemerintah mengikuti
kaidahkaidah yang telah disebutkan di atas. Secara rinci pembelajaan negara harus
didasarkan pada : pertama, prinsip efisiensi dalam belanja rutin, yaitu mendapatkan
sebayak mungkin manfaat dengan biaya yang semurah-murahnya. Dengan demikian
akan jauh dari sifat mubadzir dan kikir, di samping alokasinya harus sesuai syariah.
Kedua, prinsip keadilan, artinya tidak hanya berpihak pada orang kaya saja dalam
pembelanjaan. Ketiga, prinsip komitmen pada syariah dengan skala prioritas dari yang
wajib, sunnah, mubah atau darurah, hajiyyah dan kamaliyyah.
Dari penerimaan dan pengeluaran pemerintah di atas, dapat dikathui bahwa zakat
berorientasi pada sikap saling berbagi, diambil dari yang berlebih diberikan kepada
yang kekurangan Jizyah merupakan wujud kebersamaan masyarakat non Muslim dalam
kehidupan bernegara sebagai perwujudan rasa sepenanggungan. Kharaj juga
berorientasi pada distribusi kekayaan yang adil di masyarakat.

5
Kebijakan zakat dalam fiskal Islam sangat berbeda dengan kebijakan
perpajakan.Zakat berusaha mempertemukan pihak surplus ekonomi (aghniya) dengan
pihak defisit (fuqara'). Instrumen ini diproyeksikan pada sasaran pemerataan pendapatan
antara surplus da defisit atau bahkan menjadikan kelompok yang defisit atau pihak yang
berhak menerima zakat (mustahik) menjadi surplus atau pihak yang wajib zakat
(muzakki). Antara zakat dalam fiskal Islam dengan pajak dalam fiskal konvensinal
memiliki dampak yang berbeda dalam perekonomian. Adiwarman A. Karim mencatat
beberapa poin kebijakan fiskal Islam yang cukup maju dan berhasil menciptakan tata
keseimbangan ekonomi, antara lain bahwa sistem perhitungan zakat perdagangan yang
berdasarkan keuntungan (profit) tidak mempengaruhi kurva penawaran sehingga jumlah
barang yang ditawarkan tidak berkurang dan tidak terjadi kenaikan harga jual. Ini
berbeda dengan sistem pajak pertambahan nilai (PPN) dimmana pengenaan pajak
terhadap harga jual akan menyebabkan berkurangnya penawaran barang di pasar dan
harga akan naik.20 Kebijakan perpajakan yang memperlebar kesenjangan ekonomi
masyarakat serta pungutan pajak yang melemahkan semangat kreativitas usaha kecil
adalah betuk kebijakan fiskal yang kontradiktif dengan misi Islam di bidang ekonomi.1

B. Instrumen Kebijakan Fiskal


1. Sistem Ekonomi Konvensional
Dalam perspektif ekonomi konvensional, Adiwarman A. Karim menjelaskan bahwa dalam
struktur Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) terdapat beberapa instrumen (alat) dan
cara yang digunakan untuk menghimpun dana guna menjalankan pemerintahan, antara lain
(Karim, 2007:255-257):
1) Melakukan Bisnis
Pemerintah dapat melakukan bisnis seperti perusahaan lainnya, misalnya dengan
mendirikan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Seperti halnya perusahaan lain, dari perusahaan
negara ini diharapkan memberikan keuntungan yang dapat digunakan sebagai salah satu
sumber pendapatan negara
2) Pajak
Penghimpunan dana yang umum dilakukan adalah dengan cara menarik pajak dari
masyarakat. Pajak dikenakan dalam berbagai bentuk seperti pajak pendapatan, pajak
penjualan, pajak bumi dan bangunan, dan lain-lain. Pajak yang dikenakan kepada masyarakat

6
tidak dibedakan terhadap bentuk usahanya sehingga dapat menimbulkan ketidakstabilan Pajak
juga dibebankan oleh produsen kepada konsumen dengan menaikkan harga barang/jasa.
3) Meminjam Uang
Pemerintah dapat meminjam uang dari masyarakat atau sumber-sumber yang lainnya
dengan syarat harusdikembalikan di kemudian harinya. Masyarakat harus mengetahui dan
mendapat informasi yang jelas bahwa di kemudian hari mereka harus membayar pajak yang
lebih besar untuk membayar utang yang dipinjam hari ini. Meminjam uang hanya bersifat
sementara dan tidak boleh dilakukan secara terus-menerus.2
2. Sistem Ekonomi Islam
"Ambillah zakat dari sebagia harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan
dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu
(menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka dan Allah Maha mendengar lagi Maha
Mengetahui." (Qs. At-Taubah: 103)
Dalam sistem ekonomi Islam, dominasi kebijakan fiskal pemerintah di sektor riil
ekonomi begitu jelas terlihat. Hal ini juga tergambar bagaimana instrumen fiskal Islam
begitu mendominasi pembahasan ekonomi para pakar ekonomi Islam klasik. Apalagi
pilar utama dan pertama Al-Qur'an dengan perekonomian Islam menyebutkan
mekanisme fiskal zakat menjadi syarat dalam perekonomian riil.
Ada beberapa instrumen fiskal yang menjadi alat bagi negara untuk menjalankan
perekonomian menuju kesejahteraan spiritual dan material, baik yang disyaratkan secara
syariah maupun yang dilakukan sesuai wewenang negara, seperti zakat, kharaj, jizyah
dan ushur yang bersifat wajib (Obligatory) dan infaq, shodaqoh, hibah, wakaf yang
bersifat sukarela (Volutary) sedangkan ghonimah merupakan sebuah hasil yang
bergantung pada kemenangan dari sebuah peperangan yang dilakukan oleh negara.
Berikut penjelasannya;
a. Zakat
Instrumen fiskal yang menjadi syarat secara syariah adalah mekanisme zakat.
Asumsi awal dari bahasan ini adalah zakat menjadi sistem yang wajib (obligatory zakat
system) bukan sistem sukarela (volutary zakat system). Konsekuensi dari sistem adalah
wujudnya institusi negara yang beranama Baitul Mal (Treasury House). Fungsi pertama
dari negara Islam adalah oniamin terpenuhinya kebutuhan hidup minimal (quarantee of
a minimal level of living).

7
Jika dikaji lebih jauh instrumen zakat dapat digunakan sebagai perisai terakhir bagi
perekonomian agar tidak terpuruk pada kondisi krisis diaman kemampuan konsumsi
mengalami stagnasi (underconsumption). Zakat memungkinkan perekonomian terus
berjalan pada tingkat minimum, akibat penjaminan konsumsi kebutuhan dasar oleh
negara melalui Baitul Mal menggunakan akumulasi dana zakat. Bahakan Metwally
mengungkapkan bahwa zakat berpengaruh positif pada ekonomi, karena instrumen
zakat akan mendorong investasi dan menekan penimbunan uang (harta). Sehingga zakat
memiliki andil dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi secara makro.
b. Kharaj
Kharaj merupaka pajak khusus yang diberlakukan negara atas tanah produktif yang
dimiliki rakyat. Besarnya pajak je nis ini menjadi hak Negara dalam penentuannya. Dan
negara sebaiknya menetukan besarnya pajak ini berdasarkan kondisi perekonomian
yang ada.
c. Jizyah
Jizyah (poll tax) merupakan pajak yang hanya diperuntukkan bagi warga negara
bukan muslim yang mampu. Berdasarkan banyak literatur klasik ekonomi Islam, pajak
jenis ini dikenakan pada warga non muslim laki-laki. Bagi yang tidak mampu seperti
mereka yang uzur, cacat dan mereka yang memiliki kendala dalam ekonomi akan
terbebas dari kewajiban ini. Hal ini berkaitan erat dengan fungsi pertama dari Negara
yaitu untuk memenuhi kebutuhan minimal rakyatnya. Jadi pemenuhan kebutuhan tidak
terbatasa hanya pada penduduk muslim
d. 'Ushur
'Ushur merupakan pajak khusus yang dikenakan atas bara niaga yang masuk ke
Negara Islam (impor). Menurut Umar bin Khattab, ketentuan ini berlaku sepanjang
ekspor Negara Islam kepada Negara yang sama juga dikenakan pajak ini.
e. Infaq-Shodaqoh-Wakaf
Infaq-Shodaqoh-Wakaf merupakan pemberian sukarela dari rakyat demi
kepentingan umat untuk mengharapkan riho Allah SWT semata. Pada kondisi keimanan
rakyat yang begitu baik maka dapat saja (besar kemungkinannya) penerimaan negara
yang berasal dari variabel sukarela ini akan lebih besar dibandingkan dengan variabel
wajib, sepanjang faktor-faktor produksi digunakan pada tingkat yang maksimal.
f. Ghcimah

8
Ghonimah merupakan pendapatan Negara yang didapat dari kemenangan perang.
Penggunaan uang yang berasal dari ghonimah ini, ada ketentuannya dalam Al-Qur'an.
Distribusi ghonimah empat perlimanya diberikan kepada prajurit yang bertempur
(mujahidin), sementara seperlimanya adalah khums, yaitu sesuai dalam Al-Qur'an surat
Al-Anfal:41 “Ketahuilah, Sesungguhnya apa saja yang dapat kamu peroleh sebagai
rampasan perang, Maka Sesungguhnya seperlima untuk Allah, rasul, kerabat rasul,
anak-anak yatim, orang-orang miskin dan ibnussabil, jika kamu beriman kepada Allah
dan kepada apa yang kami turunkul kepada hamba kami (Muhammad) di hari Furqaan,
yaitu di luari ber temunya dua pasukan, dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu."
g. Fay'
Yaitu harta kekayaan negara musuh yang telah dikalahkan (di dapat bukan melalui
peperangan atau di medan perang), yang dimiliki dan dikelola oleh negara Islam. dapat
bukan melalui peperan kemudian dimiliki dan dikelola oleh negara Islam.
h. Pajak Khusus (Nawaib)
Pajak ini penentuan pemungutannya (keberadaannya) tergantung kondisi
perekonomian negara (sifatnya sementara) dan menjadi hak prerogrative.
i. Lain-lain
Penerimaan negara dapat juga bersumber dari variabel seperti warisan yang
memiliki ahli waris, hasil sitaaan, denda, hibah atau hadiah dari negara sesama Islam,
hima dan bantuan-bantuan lain yang sifatnya tidak mengikat baik dari negara luar
maupun lembaga-lembaga keuangan dunia.
Setiap tahu pemerintah membuat suatu Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (RAPBN) yang diajukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat untuk kemudian
disahkan menjadi undang-undang APBN. RAPBN itu berisikan berbagai rencana
keayakan yang intinya adalah kebijakan fiskal. Kebijakan fiskal itu sendiri adalah suatu
kebijakan yang meliputi kegiatan penerimaan pengeluaran negara yang digunakan oleh
pemerintah untuk jaga stabilitas ekonomi serta mendorong pertumbuhan ekonomi.3

9
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan

10
DAFTAR PUSTAKA

11

Anda mungkin juga menyukai