Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH

KEBIJAKAN DAN INSTRUMEN FISKAL DALAM


PEMERINTAHAN ISLAM DAN INDONESIA
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Kelompok pada Mata Kuliah Ekonomi Makro
Islam

Dosen Pengampu :
Nurhaeti, M. Pd

Disusun Oleh :

1. Ikhfa Fauzurrahman Z ( 1219210050 )


2. Indri Damayanti ( 1219210051 )
3. Izzul Haq Firman Maulana ( 1219210055 )
4. Maya Alawiyah ( 1219210065 )
5. Nadia Annisa Putri ( 1219210081 )
Kelas : Akuntansi Syariah/3/B

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI

BANDUNG

2021/2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Allah Yang Maha Esa. Atas rahmat dan karunia-Nya,
penulis dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul " KEBIJAKAN DAN
ISTRUMEN FISKAL DALAM PEMERINTAHAN ISLAN DAN INDONESIA "
dengan tepat waktu.
Makalah disusun untuk memenuhi tugas kelompok Mata Kuliah Ekonomi
Makro Islam. Selain itu, makalah ini bertujuan menambah wawasan tentang
Perkembangan Ekonomi Makro di masa sekarang khususnya dalam bidang
kebijakan dan istrumen Fiskal dalam pemerintahan Islam dan Indonesia.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Nurhaeti, M. Pd selaku Dosen
Pengampu Mata kuliah Ekonomi Makro Islam. Ucapan terima kasih juga
disampaikan kepada semua pihak yang telah membantu dalam proses
menyelesaikannya makalah ini.
Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, saran
dan kritik yang membangun diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Bandung, 12 Oktober 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................... i


DAFTAR ISI ......................................................................................... ii
BAB 1 PENDAHULUAN .................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................... 1
1.3 Tujuan ....................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN ...................................................................... 3
2.1. Pengertian Fiskal dan Kebijakan Fiskal ................................................... 3
2.2. Tujuan Kebijakan Fiskal ........................................................................... 5
2.3. Kebijakan dan Manajemen Kebijakan Fiskal dalam Islam ...................... 6
2.4. Instrumen Kebijakan Fiskal Menurut Ekonomi Konvensional ................ 7
2.5. Instrumen Kebijakan Fiskal Menurut Ekonomi Islam ............................. 9
2.6. Kebijakan Fiskal di Indonesia dari Masa ke Masa ................................. 17
2.7. Kebijakan Fiskal Negara Islam .............................................................. 20
BAB III PENUTUP............................................................................. 24
3.1. Kesimpulan ............................................................................................. 24
3.2. Saran ....................................................................................................... 24
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................... 25

ii
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Kebijakan fiskal berarti kebijakan untuk mengatur pendapatan dan


pengeluaran negara dalam rangka menjaga stabilitas dan mendorong
pertumbuhan ekonomi. Instrument kebijakan fiskal adalah penerimaan dan
pengeluaran pemerintah. Suatu pemerintahan setiap tahun menyusun suatu
Rencana Anggaran Pendapatan Belanja negara (RAPBN) yang diajukan
kepada DPR untuk disahkan menjadi APBN. Dimana pertumbuhan ekonomi
sangat berpengaruh pada kebijakan fiskal yang terwujud pada APBN.
Lahirnya kebijakan fiskal ini karena adanya kesadaran terhadap
pengaruh penerimaan dan pengeluaran pemerintah. Kebijakan fiskal ini
merupakan salah satu pembahasan dalam kajian ekonomi Islam. Pada ekonomi
Islam, kebijakan fiskal telah dikenal sejak masa Rasulullah dan para shahabat.
konsep ekonomi Islam yang telah ada sejak pemerintahan Islam Madinah
merupakan konsep siap pakai yang tinggal dijadikan alternatif pengganti sistem
fiskal modern. Penerimaan begitu saja dari konsep klasik fiskal Islam tanpa
mereformulasikan dalam konteks kontemporer hanya akan memutar waktu ke
zaman primitif. Bila hanya menerima zakat sebagai tulang punggung fiskal
Islam, lalu menolak pajak, maka hal itu hanya akan berujung pada konsep fiskal
Islam yang utopis.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa Pengertian Fiskal dan Kebijakan Fiskal ?


2. Bagaimana Kebijakan Fiskal Dan Manajemen Fiskal dalam Islam ?
3. Bagaimana Instrumen Kebijakan Fiskal Dalam Ekonomi Konvensional ?
4. Bagaimana Instrumen Kebijakan Fiskal dalam Ekonomi Islam?
5. Bagaimana Perkembangan Kebijakan Fiskal Di Indonesia dari masa ke
masa ?
6. Bagaimana Kebijakan Fiskal yang dianut oleh Negara Islam Tertama Pada
zaman Rosulullah dan Khulafa ur-Rosyidin ?

1
1.3 Tujuan

1. Mengetahui pengertian tentang konsep fiskal nasional.


2. Mengetahui kebijakan fiskal nasional dalam islam.
3. Mengetahui istrumen fiskal dalam ekonomi konvensional maupun syari’ah.
4. Mengetahui perkembangan kebijakan fiskal diindonesia.
5. Mengetahui konsep fiskal dalam negara islam.
6. Memenuhi tugas mata kuliah Ekonomi Makro Islam semester tiga.

2
BAB II

PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Fiskal dan Kebijakan Fiskal

Fiskal adalah suatu bentuk pendapatan dalam suatu negara yang


diperoleh dari masyarakat dan juga pemerintahan yang digunakan untuk
pengeluaran dengan melalui program-program yang di buat oleh
pemerintahan untuk menghasilkan pencapaian terhadap pendapatan nasional,
produksi dan perekonomian dan juga digunakan untuk suatu perangkat
keseimbangan dalam perekonomian negara.
Kebijakan fiskal adalah salah satu kebijakan yang berguna sebagai
mengendalikan keseimbangan perekonomian dalam suatu negara. Kebijakan
fiskal bertujuan untuk mengatur segala pendapatan dan pengeluaran negara.
Negara sebagai pemegang otoritas tertinggi maka negara yang berhak dalam
perumusan kebijakan salah satunya kebijakan fiskal dimana negara sangat
berperan penting di dalam kebijkan tersebut. Negara juga berperan dalam
mengatur seuatu kegiatan perekonomian agar selalu tetap terjaga stabilitas
nya dan juga kesejahteraan rakyatnya,sehingga dapat mengatasi kemiskinan
dan pengangguran.
Kebijakan fiskal juga disebut kebijakan pemerintah dalam suatu
bidang anggaran dan belanja negara yang bertujuan untuk mengatur jalannya
perekonomian negara. Kebijakan fiskal bukan hanya kebijakan yang
mengatur dalam bidang perpajakan, tetapi juga mengatur bagaimana dalam
mengelola pemasukan dan pengeluaran negara untuk mengatur
perekonomian negara. Kebijakan fiskal dan kebijakan moneter memiliki
tujuan yang sama persis. Perbedaan ada di insturmen dari suatu kebijakan
tersebut, yaitu pada kebijakan moneter pemerintah yang berhak
mengendalikan jumlah uang yang beredar di masyarakat, tapai kalau
kebijakan fiskal pemerintah yang akan mengendalikan pemasukan dan
pengeluaran uang tersebut atau anggaran tersebut.

Faktor yang bisa membentuk suatu arah perekonomi negara adalah


kebijakan fiskal itusendiri. Kebijakan fiskal digunakan pemerintah sebagai

3
pengaruh perekonomian dengan menyesuaikan tingkat pendapatan dan
pengeluaran negara. Dasar teori kebijakan fiskal adalah ekonom Inggris John
Maynard Keynes, yang mengatakan bahwa peningkatan atau penurunan
pendapatan (pajak) dan tingkat pengeluaran mempengaruhi inflasi, lapangan
pekerjaan dan aliran uang melalui sistem ekonomi suatu negara.

Faktor berhasilnya ekonomi dalam suatu negara,yaitu salah satunya


termasuk produk domestik bruto atau disebut juga (PDB), PDB adalah
merupakan nilai barang dan jasa yang dihasilkan oleh suatu negara dalam
waktu 1 tahun. Faktor yang kedua adalah permintaan agregat, yaitu suatu
jumlah barang dan jasa yang telah diproduksi oleh negara yang sudah dibeli
dalam titik harga tertentu. Misal Jika dalam kurva permintaan agregat
menunjukkan bahwa tingkat harga yang lebih rendah, maka akan lebih
banyak barang dan jasa yang akan diproduksi. Kebijakan fiskal sanagat
mempengaruhi dalam kurva tersebut, tujuan dari kebijakan tersebut adalah
agarmeningkatkan PDB dan juga permintaan agregat secara konstinten.

Kebijakan fiskal juga terdiri dari tiga fungsi


1. fungsi alokasi,

2. fungsi distribusi,

3. fungsi stabilisasi
Selain itu kebijakan fiskal mempunyai tujuan dan juga peran dalam negara
indonesia.
Di kebijakan fiskal ada dua instrumen utama yaitu pengeluaran
pemerintah dan pajak. Melalui dua instrumen utama tersebut pemerintah bisa
mengatur dan mengelola perekonomian negara. Salah satu Contohnya adalah
untuk mengatasi pengangguran di dalam negara, pemerintah dapat menambah
sedikit anggaran pengeluaran untuk mengatasi pengangguran bisa juga
dengan mengubah tarif pajak dalam negara, jika pajak telah diturunkan,
jumlah barang dan jasa menjadi meningkat sehingga dapat peningkatan daya
beli pada masyarakat. Jika sebaliknya, jika pajak akan dinaikkan, akan dapat
menurunkan barang dan juga jasa maka akan dapat menurunkan daya beli
pada masyarakat.

4
Kebijakan fiskal dapat digolongkan dalam 2 jenis:
1. Kebijakan Fiskal Ekspansif
Yaitu dilakukan dengan menaikkan anggaran belanja negara dan
menurunkan pajak. Nah, kebijakan fiskal dalam jenis ini dapat dilakukan pada
waktu perekonomian sedang mengalami penurunan daya beli pada
masyarakat dan juga pengangguranyang meningkat. Tujuan dari kebijakan
tersebut adalah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang berjalan
dengan stabil dan sehat.
Amerika mengeluarkan kebijakan ini disebut juga dengan American
Recovery and Reinvestment Act pada tahun 2009. Hal ini dilakukan karena
pada waktu itu Amerika sedang mengalami resesi besar hingga mencapai
$831 miliar. Sebagian besar belanja ini ditargetkan pada sektor
infrastruktur,bidang pendidikan dan juga perpanjangan untuk tunjangan
kepada pengangguran dalam negara tersebut.

2. Kebijakan Fiskal Kontraktif

Yaitu kebijakan yang menurunkan anngaran belanja negara dan


meningkatkan tingkat pajak. Tujuan kebijakan ini adalah agar menurunkan
daya beli pada masyarakat dan mengatasi inflasi negara. Yaitu dengan Cara
membuat pemasukan negara lebih besar dari pada pengeluaran negara. Pada
kebijakan jenis ini dilaksanakan atau dijalankan pada saat perekonomian
sedang dalam kondisi yang mulai memanas agar menurunkan tekanan
permintaan pasar.
2.2. Tujuan Kebijakan Fiskal

Tujuan utama kebijakan fiskal adalah bertanggung jawab atas warga


negaranya dari kemiskinan dan krisis ekonomi ,maka dari itu pemerintah
membuat progam rencana,perancangan dalam berbagai bentuk agar warga
negara nya menjadi sejahtera.selain itu Kebijakan fiskal menggambarkan
tindakan yang diambil pemerintah untuk mempengaruhi ekonomi melalui
perubahan dalam pengeluaran dan perpajakan.jika tujuan kebijakan fiskal ini
berjalan dengan baik maka kemungkinan besar negara yang sebelumnya
negara berkembang akan menjadi negara maju.Dan tujuan kebijakan fiskal

5
yang sudah direncanakan tidak berjalan dengan baik ataupun tidak terlaksana
maka kemungkinan besar negara tersebut akan mengalami krisis ekonomi dan
akan memiliki utang yang banyak dan juga hal lain yang memungkinkan yaitu
negara tersebut akan memliki hutang yang banyak atau lebih besar dari negara
negara tetanggnya. Jadi kita mengharapkan agar pemerintah dalam mengatur
anggaran maupun progam progam dalam negara bisa dengan tepat
merencanakan dan menjalankannya.
2.3. Kebijakan dan Manajemen Kebijakan Fiskal dalam Islam

1. Kebijakan Fiskal dalam Islam


Zaman Rasulullah, sisi penerimaan APBN Islam terdiri dari: kharraj,
zakat, khums, jizyah, dan penerimaan lain yaitu dari kaffarah (denda). Tujuan
dari kebijakan fiskal dalam Islam adalah untuk menciptakan stabilitas
ekonomi, tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan pemerataan
pendapatan, ditambah dengan tujuan lain yang terkandung dalam aturan Islam
yaitu Islam menetapkan pada tempat yang tinggi akan terwujudnya persamaan
dan demokrasi. Dalam Islam konsep kesejahteraannya sangat luas meliputi
kehidupan didunia dan di akhirat serta peningkatan spiritual lebih ditekankan
daripada pemilikan material.

2. Manajemen Kebijakan Fiskal Islam


Islam menggunakan dana yang diperoleh dari pajak hanya untuk
pengeluaran yang penting dan harus didistribusikan kembali kepada
masyarakat dengan jalan yang benar dan jujur. Islam melarang pejabat
pemerintah untuk menggunakan fasilitas negara bagi diri dan keluarganya
kecuali dalam rangkan tugas pemerintahan. Dalam kebijakan fiskal menurut
Islam, selain pajak dikenal pula zakat yang merupakan salah satu inti ajaran
Islam. Islam menentukan infak dan mewajibkan zakat kepada orang kaya.
Zakat merupakan sarana penyucian diri dan harta karena pada dasarnyaa
dalam harta manusia terdapat harta orang lain yang harus diberikan. Negara
berhak mengumpulkan zakat dan menyalurkannya kepada yang berhak
menerimanya serta memaksa siapa saja yang tidak mau mengeluarkan zakat
dan megingatkan para wajib zakat.
Untuk melakukan tugas tersebut, negara dapat membuat undang-

6
undang dan membentuk lembaga yang bertugas mengurus masalah tersebut
dan juga harus memgang amanah (mengelola zakat) dan menyampaikannya
kepada yang berhak serta mencegah semua bentuk kezaliman dan praktek
yang dilarang oleh islam seperti penimbunan, mempermainkan harga dan
perilaku pemborosan.
Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa dalam Islam negara
berhak menarik pajak dan disalurkan kembali berupa fasilitas dari pajak
secara berlebihan dan hanya dalam rangka tugas pemerintahan. Demikian
pula negara dapat mengelola dan menyalurkan zakat, sehingga dengan
demikian negara dapat berperan sebagai agen yang efektif yang mampu
menerapkan aturan-aturan dalam Al-Quran dan Al-Hadis serta pendapat
ulama yang berhubungan dengan prisnsip-prinsip distribusi pendapatan.
2.4. Instrumen Kebijakan Fiskal Menurut Ekonomi Konvensional

Dalam perspektif ekonomi konvensional, Adiwarman A. Karim


menjelaskan bahwa dalam struktur Anggaran Pendapatan Belanja Negara
(APBN) terdapat beberapa instrumen (alat) dan cara yang digunakan untuk
menghimpun dana guna menjalankan pemerintahan, antara lain (Karim,
2007:255-257):
1. Melakukan Bisnis
Pemerintah dapat melakukan bisnis seperti perusahaan lainnya, misalnya
dengan mendirikan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Seperti halnya
perusahaan lain, dari perusahaan negara ini diharapkan memberikan
keuntungan yang dapat digunakan sebagai salah satu sumber pendapatan
negara.
2. Pajak
Penghimpunan dana yang umum dilakukan adalah dengan cara menarik
pajak dari masyarakat. Pajak dikenakan dalam berbagai bentuk seperti pajak
pendapatan, pajak penjualan, pajak bumi dan bangunan, dan lain-lain.Pajak
yang dikenakan kepada masyarakat tidak dibedakan terhadap bentuk usahanya
sehingga dapat menimbulkan ketidakstabilan.Pajak juga dibebankan oleh
produsen kepada konsumen dengan menaikkan harga barang/jasa.
3. Meminjam Uang

7
Pemerintah dapat meminjam uang dari masyarakat atau sumber-sumber
yang lainnya dengan syarat harusdikembalikan di kemudian
harinya.Masyarakat harus mengetahui dan mendapat informasi yang jelas
bahwa di kemudian hari mereka harus membayar pajak yang lebih besar untuk
membayar utang yang dipinjam hari ini.Meminjam uang hanya bersifat
sementara dan tidak boleh dilakukan secara terus-menerus.
Dalam perspektif ekonomi Islam, kebijakan fiskal memiliki dua
instrument. Pertama: Kebijakan pendapatan, yang tercermin dalam kebijakan
pajak.Kedua: Kebijakan belanja (pengeluaran). Kedua instrument tersebut
akanterlihat dalam anggaran belanja negara. Instrument kebijakan pendapatan
(sumber penerimaan negara) terdiri dari zakat, kharaj (pajak bumi/tanah
pertanian), usyur (pajak perdagangan/bea cukai), jizyah (pajak yang dikenakan
pada kalangan non muslim), ghanimah (harta rampasan perang), khums, fai,
kaffarat, dan pendapatan lain yang bersumber dari usaha yang halal
(Suprayitno, 2011:159). Pemungutan zakat, kharaj, jizyah dan berbagai sumber
pendapatan negara lainnya itu mempunyai dasar sesuai dengan ajaran Islam,
baik yang terdapat dalam al-Qur‟an maupun sunnah. Dengan demikian
perintah membayar pajak-pajak tersebut dalam Islam merupakan tindakan
religius yang didorong untuk menciptakan kesejahteraan kepada seluruh
lapisan masyarakat baik Muslim maupun non Muslim (Rozalinda, 2014:212).
Dalam sejarah Islam, kebijakan fiskalmenempati posisi strategis dalam
rangkamembangun tata kelola keuangan negaradengan terencana dan terarah.
Adiwarman Azwar Karim dalam bukunya Sejarah PemikiranEkonomi Islam,
menyebutkan bahwa palingtidak instrument kebijakan fiskal yang terekamdi
awal pemerintahan Islam sebagai berikut:
a. Peningkatan pendapatan nasional dantingkat partisipasi kerja.
Sebagai pemimpin, Rasulullah telah mengantongi langkah-langkah
perencanaan untuk memulai intensifikasi pembangunan masyakarakat.
Ukhuwwah islamiyah,persaudaraan sesama muslim, antaragolongan Muhajirin
dan golongan Anshor dijadikan kunci oleh Rasulullah untuk
meningkatkanpenpatan nasional. Hal ini menyebabkanterjadinya distribusi
pendapatan yang berimplikasipada peningkatan permintaan total di Madinah.

8
Selain itu, persaudaraan ini berdampakpositif terhadap tersedianya
lapangankerja, terutama bagi kaum Muhajirin. Dalamaplikasinya,
menggunakan akad muzara‟ah, musaqah, dan mudharabah.
b. Kebijakan Pajak.
Penerapan kebijakan pajak yang dilakukan Rasulullah seperti kharaj,
jizyah, khums, dan zakat menyebabkan terciptanya kestabilan harga dan
mengurangi tingkat inflasi. Pajak ini, khususnya khums, mendorongstabilitas
pendapatan dan produksi total padasaat terjadi stagnasi dan penurunan
permintaandan penawaran agregat. Kebijakan ini jugatidak menyebabkan
penurunan harga ataupun jumlah produksi.
c. Anggaran.
Dalam menyusun anggaran,selalu diprioritaskan untuk pembelanjaan
yangmengarah pada kepentingan umum, sepertipembangunan infrastruktur.
Sehingga padagilirannya, menciptakan pertumbuhan danpemerataan ekonomi
masyarakat. Dengandemikian, nampak pada zaman Rasulullah,pengaturan
APBN dilakukan secara cermat, efektif, dan efisien, menyebabkan jarang
terjadinya defisit anggaran meskipun seringterjadi peperangan.
d. Kebijakan Fiskal Khusus.
Dalam menerapkan kebijakan fiskal secara khusus, Rasulullah
melakukannya dengan berlandaskandengan persaudaraan. Adapun instrument
kebijakan yang diterapkan yaitu: Pertama,memberikan bantuan secara
sukarela untukmemenuhi kebutuhan kaum muslimin yangkekuarangan. Kedua,
meminjam peralatan darikaum non-muslim secara cuma-cuma denganjaminan
pengembalian dan ganti rugi bilaterjadi kerusakan. Ketiga, meminjam
uangtertentu dan diberikan kepada mua‟allaf.Keempat, menerapkan kebijakan
insentif untukmenjaga pengeluaran dan meningkatkanpartisipasi kerja dan
produksi kaum muslimin (Karim, 2016:152-155).

2.5. Instrumen Kebijakan Fiskal Menurut Ekonomi Islam

Intrumen kebijikan fiskal adalah penerimaan dan pengeluaran


pemerintah yang berhubungan yang berhubungan erat dengan pajak. Pada
masa kenabian hingga masa kekhalifahan, kaum muslimin cukup
berpengalaman dalam menerapkan beberapa instrumen sebagai kebijakan

9
fiskal yang diselenggarakan pada lembaga baitulmal.Sejarah Islam telah
mencatat bagaimana perkembangan peran kebijakan fiskal dalam sistem
ekonomi Islam, mulai dari zaman awal Islam sampai kepada puncak kejayaan
Islam pada zaman pertengahan.Setelah zaman pertengahan, seiring dengan
kemunduran-kemunduran dalam pemerintahan Islam yang ada pada waktu itu,
maka kebijakan fiskal islami sedikit demi sedikit mulai ditinggalkan dan
digantikan dengan kebijakan fiskal lainnya dari sistem ekonomi sekarang yang
dikenal dengan sistem ekonomi konvensional.
a. Kebijakan Pendapatan
Rasulallah saw. Menanamkan prinsip saling membantu terhadap
kebutuhan saudara seiman selama berada di Makkah. Setelah Rasulallah saw.
Pindah dan memimpin Madinah, dalam waktu yang singkat Madinah
mengalami pertumbuhan yang cepat. Sebagai pemimpin dari suatu negara yang
baru terbentuk, ada beberapa hal yang segera mendpat perhatian beliau, seperti
membangun masjid utama. Pemasukan lain yang dilembagakan adalah jizyah,
dalam satu riwayat disebutkan terkumpul sebanyak dua ribu hullah.
Rasulallah saw. Pun mengkhususkan area untuk kemashlatan umum,
seperti tempat pengembalaan kuda perang, bahkan menentukan beberapa
petugas untuk menjaga harta kekayaan negara seperti kekayaan hasil bumi
khaibar yang dipercayakan kepada Abdullah bin Rawahah. Sementara
penjagaan tugas Baitul mal dan pendistribusiannya diamanahkan kepada Abi’
Rafi dan Bilal, sedangkan ternak pembayaran zakat diamanahkan kepada salah
seorang dari Bani Giffar.
Secara umum sumber pemasukan negara dalam perspektif ekonomi
Islam adalah zakat, kharaj (pajak pertanian), jizyah (pajak perorangan), khums
(pajak harta rampasan perang), usyur (pajak perdagangan), warisan kalalah
(orang yang tidak mempunyai ahli waris), kaffarat (denda), hibah dan
pendapatan lain yang bersumber dari usaha yang halal. Beberapa sumber
penerimaan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut;
1) ZISWAF (zakat, infak, sedekah, dan wakaf)
Zakat merupakan kewajiban untuk mengeluarkan sebagian pendapatan
atau harta seseorang yang telah memenuhi syarat syariah Islam, guna diberikan

10
kepada berbagai unsur masyarakat yang juga telah ditetapkan dalam syariat
Islam.Sementara infak, sedekah, dan wakaf merupakan pemberian sukarela
yang juga sangat dianjurkan dalam Islam.Dengan demikian ZISWA
merupakan unsur-unsur yang terkandung dalam kebijakan fiskal. Salah satu
tujuan penting kebijakan fiskal secara umum adalah memaksimumkan
kesejahteraan hidup manusia, dan untuk mencapai kesejahteraan itu diperlukan
adanya distribusi kekayaan berimbang dalam masyarakat, dan konsep dalam
fikih zakat menyebutkan bahwa sistem zakat berusaha mempertemukan pihak
surplus muslim dengan pihak defisit muslim.Hal demikian dengan harapan
terjadi proyeksi pemerataan pendapatan antara surplus dan defisit muslim atau
bahkan menjadi kelompok yang defisit (mustahik) menjadi surplus (muzakki).
Bila hal yang demikian terjadi dalam masyarakat, maka dapat dikatakan harta
dapat didistribusikan secara merata di masyarakat.
2) Kharaj

Kharaj adalah pajak yang dibebankan atas tanah yang dimiliki. Kharaj
pertama kali diperkenalkan oleh Rasulullah adalah setelah perang khaibar.
Kharaj atau pajak dipungut dari non- Muslim ketika Khaibar dikuasai pada
tahun ketujuh Hijrah. Ketika itu Rasulullah membolehkan orang-orang Yahudi
memilki tanahnya kembali dengan syarat mengeluarkan setengah dari hasil
produksi. Dalam perkembangannya, sebagaimana diungkapkan Adiwarman A.
Karim, kharaj menjadi semacam pajak tanah seperti Pajak Bumi danBangunan
(PBB) yang dibayarkan oleh seluruh anggota masyarakat baik orang-orang
muslim maupun orang-orang non muslim. Berbeda dengan sistem PBB, kharaj
ditentukan berdasarkan tingkat produktivitas dari tanah bukan berdasarkan
zoning (penetapan daerah/ wilayah). Hal tersebut dengan mempertimbangkan
karakteristik tanah/ tingkat kesuburan tanah, jenis tanaman, dan jenis irigasi.
Kemudian yang menentukan jumlah besar pembayaran kharaj adalah
pemerintah. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa untuk tanah yang
bersebelahan sekalipun meski luas tanahnya samasementara jenis tanaman dan
hasilnya berbeda, maka mereka akan membayar jumlah kharaj atau pajak yang
berbeda pula. Sementara dalam PBB, pajak dikenakan terhadap setiap tanah
dan bangunan yang merupakan hak milik dan dikenakan setiap tahun.

11
3) Jizyah
Jizyah merupakan pajak yang dibayar oleh kalangan Non muslim sebagai
kompensasi atas fasilitas sosial, ekonomi, layanan kesejahteraan, serta jaminan
keamanan yang mereka terima dari Negara Islam. Jizyah diambil dari orang-
orang nonMuslim selama mereka tetap pada kepercayaannya. Namun apabila
mereka telah memeluk agama Islam, maka kewajiban membayar jizyah
tersebutgugur.Jizyah tidak wajib jika orang non Muslim yangbersangkutan
tidak mempunyai kemampuanmembayarnya karena kefakiran atau
kemiskinannya.Kewajiban membayar jizyah diatur dalam QS al-Taubah (9)
ayat 29. Setelah peradaban Islam mengalami kemunduran, yakni setelah
keruntuhan Islam di Turki Usmani dan Spanyol, istilah jizyah tidak ada
lagi.Hal ini disebabkan daerah-daerah Islam telah dikuasai oleh non Muslim
sehingga pajak terhadap warga non Muslim tidak ada lagi. Pada zaman modern,
jizyah ini seperti pajak jiwa yang dikenakan pemerintah terhadap warga asing
yang masuk dan/menetap dalam wilayah kekuasaan suatu pemerintahan, yang
mana istilah itu dikenal dengan Visa.
4) Khums

Khums adalah dana yang diperoleh dari seperlima bagian dari harta
rampasan perang (ghanimah). Tentang pengaturan alokasi harta rampasan
perang ini diatur dalam Q.S. al-Anfal ayat 41. Dalam ayat ini ditentukan tata
cara pembagian harta rampasan perang sebagai berikut: Seperlima untuk Allah
dan Rasul-Nya (seperti untuk negara yang dialokasikan bagi kesejahteraan
umum), untuk para kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan para
musafir. Seperlima ini dikenal dengan istilah khums.Sedangkan yang
empatperlima bagian lainnya dibagikan kepada para anggota pasukan
yangterlibat dalam peperangan. Ayat tersebut mengindikasikan bahwa
dalamsistem ekonomi Islam dikenal adalah sistem proportional tax. Harta
rampasan perang dikenakan "pajak" 20 % (khumus). Dalam menafsirkan
“ghanimtum min syai’’” (dari apa saja yang kamuperoleh) dalam Q.S. al-Anfal
ayat 41 tersebut ada perbedaan pendapat di antara para ulama Sunni dan
Syi‟ah. Para ulama Syi‟ah berpendapat bahwa sumber pendapatanapa saja
harus dikenakan khums sebesar 20 % sedangkan ulama Sunnimemandang ayat

12
tersebut hanya berlaku untuk harta rampasan perang saja. Imam Abu Ubaid,
sebagaimana dikutip Adiwarman A. Karim,menyatakan bahwa yang dimaksud
khums itu bukan saja hasil dari perangtetapi juga barang temuan dan barang
tambang.

5) Usyur
Usyur adalah pajak yang dikenakan atas barang-barang dagangan yang
masuk ke negara Islam, atau datang dari negara Islam sendiri. Pajak ini
berbentuk bea impor yang dikenakan pada semua pedagang, dibayar sekali
dalam setahun dan hanya berlaku bagi barang yang nilainya lebih dari 200
dirham.Pada mulanya, kebijakan pajak ini merupakan kebijakan resiprokal,
untuk mengimbangi tindakan penguasa non-Muslim yang mengenakan pajak
terhadap barang-barang dagangan kaum muslimin.
6) Pinjaman.
Pinjaman atau utang, baik luar negeri maupun dalam negeri dalam Islam
sifatnya adalah hanya sebagai penerimaan sekunder. Alasannya, ekonomi
Islam tidak mengenal bunga, demikian pula untuk pinjaman dalam Islam
haruslah bebas bunga, sehingga pengeluaran pemerintah akan dibiayai dari
pengumpulan pajak atau bagi hasil. Dalam pengertian ini, Islam tidak melarang
untuk melakukan utangpiutang asalkan tidak membebani pengutang, karena
sifatnya hanya membantu dan harus segera diselesaikan dalam waktu yang
singkat.
7) Penerimaan lain.

Ada yang disebut kaffarat yaitu denda, misalnya denda yang dikenakan
kepada suami istri yang berhubungan di siang hari pada bulan puasa. Mereka
harus membayar denda dan denda tersebut masuk dalam pendapatan Negara.
Contoh lainnya adalah warisan kalalah, yaitu orang yang meninggal dan tidak
mempunyai ahli waris, maka harta warisannya dimasukkan sebagai pendapatan
negara. Dari penjelasan di atas perlu dipahami bahwa setiap instrumen
memiliki karakteristiknya masing-masing. Dilihat dari aturan pemungutannya
ada instrumen fiskal yang sifatnnya menjadi ketentuan yang mengikat
(regulated), maksudnya instrumen tersebut dikenakan pada objek pembayar
tertentu dengan sanksi-sanksi tertentu dari Negara bagi yang tidak membayar

13
kewajibannya, misalnya instrumen zakat, kharaj, jizyah, dan usyur. Pada zakat,
peemungutannya dilakukan hanya pada masyarakat yang harta wajib zakatnya
melebihi batas nisab (batas minimal harta terkena zakat). Ada juga instrumen
yang bersifat sukarela seperti infaq, shadaqah dan wakaf.Sedangkan instrumen
yang bersifat kondisional dapat berupa khums, kaffarat, pinjaman dan lain-lain.

b. Kebijakan Belanja
Pembelanjaan pemerintah dalam koridor Negara Islam sebagaimana
dikemukakan oleh Abdurrahman al-Maliki yang dikutip oleh Mustafa Edwin
Nasution, yaitu negara menjamin pemenuhan kebutuhan-kebutuhan primer per
individu secara menyeluruh, dan membantu dalam memenuhi kebutuhan
sekunder dan tersiernya sesuai kadar kemampuannya. Jaminan pemenuhan
kebutuhan primer ini meliputi: Pertama, jaminan kebutuhan-kebutuhan primer
bagi setiap individu secara menyeluruh. Kebutuhan ini meliputisandang
(pakaian), pangan (makanan), dan papan (tempat tinggal). Kedua, jaminan
kebutuhan-kebutuhan primer bagi rakyat secara keseluruhan. Kebutuhan-
kebutuhan katagori ini meliputi keamanan, kesehatan dan Pendidikan.
Terkait kebijakan pengeluaran pemerintah, pengendalian anggaran yang
efisien dan efektif merupakan landasan pokok dalam kebijakan pengeluaran
pemerintah, yang dalam ajaran Islam dipandu oleh kaidahkaidah syariah dan
penentuan skala prioritas.Para ulama terdahulu telah memberikan kaidah-
kaidah umum yang didasarkan dari Alquran dan Hadis dalam memandu
kebijakan belanja pemerintah. kaidah- kaidah umum yang didasarkan pada
alquran dan sunnah dalam memandu kebijakan belanja pemerintah sebagai
berikut
1. Timbangan kebijakan pengeluaran atau belanja pemerintah harus
senantiasa mengikuti kaidah maslahah
2. Menghindari masyaqah [kesulitan] dan mudarat harus didahulukandripda
melakukan pembenahan
3. Mudarat individu dapat dijadikan alasan demi menghindari mudarat dalam
skala umum
4. Pengorbanan individu dapat dikorbankan demi menghindarkan kerugian
dan pengorbanan dalam skala umum

14
5. Kaidah al-giurmu bi al-gunmi, yaitu kaidah yang menyatakan bahwa yang
mendapatkan manfaat harus siap menanggung beban
6. Kaidah ma la yatimmu al waajibu ilaabihi fahua wajib, yaitu kaidah yang
menyatakan bahwa sesuatu hal yang wajib ditegakkan, tanpa ditunjang
oleh faktor penunjang lainnya tidak dapat dibangun, maka mengambil
faktor menunjang tersebut menjadi wajib hukumnya.

Secara lebih terperinci pembelanjaan negara harus didasari pada halhal


berikut ini :

1. Kebijakan belanja rutin harus sesuai denga asas maslahat umum


2. Kaidah atau prinsip efisiensi dalam belanja rutin
3. Kaidah yang tidak berpihak pada kelompok kaya kaya dalam
pembelanjaan
4. Kaidah atau prinsip komitmen dengan aturan Syariah
5. Kaidah atau prinsip komitmen dengan skala prioritas Syariah
Kaidah-kaidah tersebut dapat membantu dalam mewujudkan efektifitas
dan efesiensi pembelanjaan pemerintah dalam Islam. Adapun kebijakan
belanja umum pemerintah dalam sistem ekonomi Islam dapat dibagi menjadi
tiga bagian, yaitu:
1. Belanja kebutuhan operasional pemerintah yang rutin;
2. Belanja umum yang dapat dilakukan pemerintah apabila sumber dananya
tersedia;
3. Belanja umum yang berkaitan dengan proyek yang disepakati oleh
masyarakat berikut sistem pendanaannya
Terkait dari beberapa kaidah tentang pembelanjaan dalam negara Islam
di atas, kaidah-kaidah tersebut adalah hasil pemahaman dari ayat-ayat al-Quran
dan Hadis Rasul, di antaranya:
1. Q.S. al-Dzariyat (51): 19 disebutkan, “Dan pada harta-harta mereka ada
hak umtuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak
mendapat bagian.”
2. Q.S. al-Baqarah (2): 219 yang artinya: “…Dan mereka bertanya kepadamu
apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah “yang lebih dari keperluan”

15
demikianlah Allah menerangkan ayat-ayatnya kepadamu supaya kamu
berpikir”.
3. Q.S. al-Hasyr (59): 7 disebutkan, “…Supaya harta itu jangan hanya
beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu…”.
Adapun tujuan pembelanjaan pemerintah dalam islam adalah sebagai
berikut;
1. Pengeluaran demi memenuhi kebutuhan hajat masyarakat
2. Pengeluaran sebagai alat redistribusi kekayaan
3. Pengeluaran yang mengarah pada semakin bertambahnya permintaan
efektif
4. Pengeluaran yang berkaitan dengan investasi dan produksi
5. Pengeluaran yang bertujuan menekan tingkat inflasi dengan kebijakan
intervensi pasar.
c. Kebijakan Anggaran/Politik Anggaran
Dalam menyusun anggaran,selalu diprioritaskan untuk pembelanjaan
yang mengarah pada kepentingan umum, seperti pembangunan infrastruktur.
Sehingga pada gilirannya, menciptakan pertumbuhan dan pemerataan ekonomi
masyarakat. Dengan demikian, nampak pada zaman Rasulullah, pengaturan
APBN dilakukan secara cermat, efektif, dan efisien, menyebabkan jarang
terjadinya defisit anggaran meskipun sering terjadi peperangan.
Di masa Nabi kebijakan anggaran masih sangat sederhana dan tidak
serumit sistem anggaran modern. Hal ini sebagian karena telah berubahnya
keadaan sosio-ekonomik secara fundamental, dan sebagian lagi karena negara
Islam yang didirikan juga dilaksanakan oleh Rasulullah Saw. Negara yang
menganut demokrasi, biasanya membuat anggaran belanja negara secara
umum tiap tahun. Fakta anggaran belanja negara yang menganut demokrasi
tersebut adalah bahwa anggaran belanjanya dinyatakan melalui peraturan yang
disebut dengan peraturan anggaran belanja negara sekian tahunan. Kemudian
ditetapkan sebagai peraturan setelah dibahas dengan parlemen. Di Indonesia
misalnya, anggaran belanja negara tersebut dimuat dalam RAPBN (Rencana
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) yang diajukan pemerintah kepada

16
DPR untuk kemudian diundangkan menjadi Undang-Undang APBN setiap
tahunnya.

Dari penjelasan di atas dapat dipahami bahwa sistem perekonomian


mengenai anggaran belanja, ada suatu perbedaan yang mendasar mengenai
sistem anggaran belanja Islam dengan modern. Islam menitik beratkan pada
masalah pelayanan terhadap urusan ummat, yang telah diserahkan oleh syara‟
dan ditetapkan sesuai dengan apa yang menjadi pandangan agama Islam.
Berbeda dengan anggaran belanja modern lebih menekankan pada suatu
campuran rumit antara rencana dan proyek.

Terdapat juga beberapa hadis Nabi yang menguatkan beberapa ayat di


atas. Di antaranya adalah hadis dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW. bersabda,
“Sebaik-baik sedekah adalah sesuatu yang (diberikan) dari seseorang yang
tidak membutuhkan dan mulailah dari orang yang menjadi tanggunganmu.”
Demikian pula al-Hakim meriwayatkan dari Abu al-Ahwash, bahwa
Rasulullah bersabda, “Apabila engkau telah dianugerahi harta oleh Allah, maka
hendaknya tanda-tanda nikmat dan kemudian (yang diberikan) Allah
kepadamu tersebut ditambahkan.

2.6. Kebijakan Fiskal di Indonesia dari Masa ke Masa

Sistem kebijakan fiskal Negara Indonesia telah dinyatakan dalam


Undang-Undang Dasar 1945 pasal 23: 1. Apabila Dewan Perwakilan Rakyat
tidak menyetujui anggaran yang diusulkan oleh pemerintah, maka pemerintah
menjalankan anggaran tahun yang lalu; 2. Segala pajak untuk keperluan negara
berdasarkan undang-undang; 3. Macam-macam dan harga mata uang
ditetapkan dengan undang-undang; 4. Hal keuangan negara selanjutnya diatur
dengan undang-undang; 5. Untuk memeriksa tanggung jawab tentang
keuangan negara diadakan suatu Badan Pemeriksa Keuangan, yang
peraturannya ditetapkan dengan undang-undang. Hasil pemeriksaan itu
diberitahukan kepada Dewan Perwakilan rakyat.
UUD 1945 di atas memberikan amanat kepada pemerintah agar
senantiasa membuat kebijakan fiskal setahun sekali yang diformasikan dalam
APBN. Untuk itu, kebijakan fiskal Negara Indonesia mengikuti asas berkala.

17
Di samping itu, kebijakan fiskal juga menganut asas terbuka dan fleksibel.
Terbuka karena melibatkan DPR sebagai wakil rakyat, dan fleksibel
sebagaimana tercermin dalam ketentuan “Apabila Dewan Perwakilan Rakyat
tidak menyetujui anggaran yang diusulkan pemerintah, maka pemerintah
menjalankan anggaran tahun yang lalu”. APBN berasal dari Rancangan
Anggaran Pendapatan Belanja Negara (RAPBN) yang telah disetujui oleh
DPR. RAPBN tersebut dibuat oleh Menteri Keuangan bersama ketua Badan
Perencanaan Pembangunan Nasional (Pappenas).
APBN mencakup penerimaan dan pengeluaran negara. Penerimaan
negara terdiri dari penerimaan dalam negeri dan penerimaan pembangunan.
Penerimaan dalam negeri terbagi juga atas penerimaan dari minyak bumi dan
gas alam (migas) dan penerimaan di luar minyak bumi dan gas alam seperti
penerimaan pajak, baik langsung maupun tidak langsung, dan penerimaan
bukan pajak. Suparmoko menyebutkan sembilan sumber penerimaan negara
antara lain: pajak, restribusi, keuntungan dari berbagai perusahaan negara,
denda dan perampasan yang dijalankan pemerintah, sumbangan masyarakat
untuk berbagai jasa diberikan oleh pemerintah, percetakan uang kertas, hasil
dari undian negara, pinjaman dari luar negeri maupun dalam negeri dan hibah.
Upaya pengklasifikasian penerimaan migas dan nonmigas menunjukkan
adanya ketergantungan keuangan negara pada kekayaan alam: padahal,
kekayaan alam itu terbatas dan dapat habis. Ketergantungan berisiko tinggi,
terutama jika ada tekanan atas harga minyak tanah dari dunia internasional.
Peristiwa tersebut pernah dialami oleh pemerintah Indonesia (orde baru)
sehingga memaksa dilakukannya deregulasi perpajakan. Untuk itu, pemerintah
harus menggalakkan sumber penerimaan di luar migas.
Pajak atau pungutan lain yang diterima oleh pemerintah harus didasarkan
pada Undang-Undang. Hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi
kesewenangwenangan dari pihak pemerintah. Selain berfungsi sebagai alat
anggaran, pajak juga digunakan sebagai alat untuk mengatur dan mengawasi
kegiatan-kegiatan swasta dalam perekonomian.3 Penting pula dicatat bahwa
pemungutan pajak di Indonesia menggunakan sistem self-assesment, yaitu

18
masyarakat wajib pajak diberi kepercayaan sepenuhnya untuk menghitung,
membayar dan melapor sendiri pajak yang terhitung.
Asas keadilan dan pemerataan dalam pemungutan pajak dapat
ditunjukkan oleh sistem progresif terhadap pajak penghasilan sehingga
semakin besar penghasilan wajib pajak, semakin besar pula pajak yang
dikenakan. Hal itu ditenggarai oleh dua sebab. Pertama, administrasi
perpajakan masih terbuka terhadap praktik tawar-menawar sehingga cukup
banyak orang yang berhasil menghindari pajak, terutama golongan
berpendapatan tinggi. Kedua, kebijakan pemerintah lebih melindungi golongan
berpendapatan tinggi. Oleh karena itu, sering terjadi pemungutan pajak atas
pendapat karyawan, bukan pendapatan milik perusahaan. Pemungutan pajak
juga mengenal penghasilan bebas (tidak terkena) pajak serta pengecualian
dalam pajak. Hal itu berarti terdapat kriteria tertentu yang dikenakan pajak dan
tidak dikenakan pajak. Harta yang menjadi milik negara atau milik umum tidak
dikenai pajak.
Sementara itu, pengeluaran negara dalam APBN terdari dari pengeluaran
rutin dan pengeluaran pembangunan. Pengeluaran rutin mencakup belanja
pegawai, belanja barang, subsidi, bunga dan cicilan hutang serta pengeluaran
rutin lainnya. Demikian pula pengeluaran pembangunan diarahkan untuk
pembiayaan dan bantuan proyek. Seluruh jenis pengeluaran tersebut, jika
dinilai dari sisi fungsinya, dapat diklasifikasi menjadi lima macam. Pertama,
pengeluaran yang self-liquiditing, sebagian atau seluruhnya. Artinya,
pengeluaran pemerintah mendapatkan pembayaran kembali dari masyarakat
yang menerima jasa atau barang yang bersangkutan, misalnya pengeluaran
untuk perusahaan negara atau proyek-proyek produktif barang ekspor. Kedua,
pengeluaran yang produktif. Artinya, pengeluaran yang dilakukan dengan
mewujudkan keuntungan ekonomis bagi masyarakat. Sehingga, secara tidak
langsung, dapat meningkatkan jumlah pajak, misalnya pengeluaran untuk
pertanian, pendidikan, dan sebagainya. Ketiga, pengeluaran yang langsung
menambah kegembiraan dan kesejahteraan masyarakat, misalnya pengeluaran
untuk bidang pariwisata dan penanggulangan bencana. Keempat, pengeluaran
yang merupakan pemborosan, misalnya pengeluaran untuk biaya perang.

19
Kelima, pengeluaran yang merupakan penghematan di masa mendatang,
misalnya pengeluaran untuk membuka lapangan kerja.
Secara yuridis, pengeluaran negara harus diarahkan untuk tujuan negara.
Tujuan negara Indonesia termaktub dalam pembukaan UUD 1945 alenia
keempat. Pertama, melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah
darah Indonesia. Kedua, memajukan kesejahteraan umum. Ketiga,
mencerdaskan kehidupan bangsa. Keempat, ikut melaksanakan ketertiban
dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Dengan demikian, prioritas distribusi keuangan negara harus diarahkan kepada
bidang ekonomi, pertahanan dan keamanan, pendidikan, dan politik dalam
negeri maupun luar negeri.

2.7. Kebijakan Fiskal Negara Islam

Kebijakan fiskal merupakan suatu kewajiban negara demi menjadi hak


rakyat, sehingga kebijakan fiskal bukan hanya sebagai suatu kebutuhan untuk
perbaikan ekonomi maupun peningkatan kesejahteraan rakyat, tetapi lebih
pada penciptaan mekanisme distribusi ekonomi yang adil.
1. Kebijakan Fiskal Masa Rasulullah
Kebijakan fiskal dimasa Rasulullah memegang kekuasaan pemerintahan
pertama di kota Madinah. Ketika itu negara tidak mempunyai kekayaan
apapun, karena sumber penerimaan negara hampir tidak ada. Segala kegiatan
dilakukan oleh Rasulullah dalam awal masa pemerintahan dilakukan
berdasarkan keikhlasan sebagai bagian dari kegiatan dakwah yang ada. Dengan
adanya perang Badar pada abad ke-2H, negara mulai mempunyai pendapatan.
Sumber penerimaan pada masa Rasulullah digolongkan menjadi tiga golongan
besar, yakni dari kaum muslim, dari nonmuslim, dan dari sumber lain. Dari
golongan muslim terdiri atas: zakat, ushr, zakat fitrah, wakaf, amwal fadhla,
nawaib, dan tentu saja sedekah seperti kurban dan kafarat. Ushr adalah bea
impor yang dikenakan kepada semua pedagang, dibayar hanya sekali dalam
setahun dan hanya berlaku barang yang nilainya lebih dari 20 dirham.ushr juga
dipungut terhadap pedagang kafir zimi yang melewati perbatasan, disebabkan
adanya perjanjian damai antara kaum muslimin dengan mereka yang salah satu
poinnya menyebut tentang ushr. Zakat dan ushr merupakan pendapatan yang

20
paling utama bagi negara pada masa Rasulullah. Kedua jenis pendapatan ini
berbeda dengan pajak dan tidak diperlakukan seperti pajak. Amwal fadhla
adalah harta benda kaum muslim yang meninggal tanpa ahli waris, atau berasal
dari barang- barang seorang muslim yang meninggalkan negerinya. Nawaib
adalah pajak yang jumlanya besar yang dibebankan pada kaum muslim dalam
rangka menutupi pengeluaran negara selama masa darurat.

Dari kaum nonmuslim terdiri atas jizyah, kharaj, dan ushr. Jizyah adalah
pajak yang dibayarkan oleh orang nonmuslim khususnya ahli kitab, untuk
jaminan perlindungan jiwa, properti, ibadahh, bebas dari nilai-nilai, dan tidak
wajib militer. Kharaj (pajak tanah) adalah kebijakan fiskal yang diwajibkan
atas tanah pertanian di negara-negara Islam yang baru berdiri. Sedangkan dari
sumber-sumber lain misalnya ghanimah, fay, uang tebusan, hadiah dari
pemimpin dan negara lain, pinjaman dari kaum muslimin dan non muslim.
Ghanimah adalah harta yang diperoleh dari orang-orang kafir dengan melalui
pertempuran, sedangkan yang diperoleh tidak dengan pertempuran disebut fay.

Belanja pemerintahan pada masa Rasulullah untuk hal-hal pokok yang


meliputi biaya pertahanan negara, penyaluran zakat, dan ushr untuk mereka
yang berhak menerimanya, pembayaran gaji pegawai pemerintahan,
pembayaran utang negara serta bantuan untuk musafir. Sedangkan untuk yang
sifatnya sekunder diperuntukkan bagi bantua orang yang belajar agama di
Madinah, hiburan untuk para delegasi keagamaan dan utusan suku, hadiah
untuk pemerintah lain, atau pembayaran utang orang yang meninggal dalam
keadaan miskin. Untuk mengelola sumber penerimaannegara dan sumber
pengeluaran negara maka Rasulullah menyerahkannya kepada Baitumal
dengan menganut asas anggaran berimbang (balance budget) artinya semua
penerimaan habis digunakan untuk pengeluaran negara (goverment
expenditure).

Dasar-dasar kebijakan fiskal menyangkut penentuan subjek dan objek


kewajiban membayar kharaj, zkat, ushr, jizyah, dan kafarat, termasuk
penentuan batas minimal terkena kewajiban (nisab), umur objek terkena
kewajiban (haul), dan tarifnya.

21
2. Kebijakan Fiskal Masa Sahabat
a) Khalifah Abu Bakar Ash-Shidiq (51 SH- 13 H/ 573-634 M)
Langkah yang dilakukan Abu Bakar dalam menyempurnakan ekonomi
Islam
• Perhatian terhadap keakuratan perhitungan zakat.
• Pengembangan pembangunan baitulmal dan penanggung jawab
baitulmal (Abu Ubaida)
• Menerapkan konsep balance budget policy pada baitulmal.
• Melakukan penegakan hukum terhadap pihak yang tidak membayar
zakat dan pajak.
• Secara individu Abu bakar adalah seseorang praktisi akad-akad
perdagangan.
b) Khalifah Umar Bin Khatab (40 SH-23 H/ 548-644 M)
Kontribusi yang diberikan Umar untuk mengembangkan ekonomi
Islam:
• Reorganisasi baitulmal, dengan mendirikan Diwan Islam yang
pertama yang disebut al-Divan (sebuah kantor yang ditujukan untuk
membayar tunjangan-tunjangan angkatan perang dan pensiunan dan
tunjangan-tunjangan lain.
• Pemerintah bertanggung jawab terhadap warga negaranya.
• Diversifikasiterhadap objek zakat dan tarif.
• Pengembangan ushr (pajak) pertanian (misalnya pembebanan
sepersepuluh hasil pertanian)
• Undang-undang perubahan pemilikan tanah (land reform)
• Pengelompokan pendapatan negara dalam pembagian:

Sumber Pendapatan Pengeluaran

Zakat dan Ushr Pendistribusian untuk lokal


jika berlebihan disimpan
Khums dan Shadaqah Fakir miskin dan

kesejahteraan

22
Kharaj, Fay, Jizyah, ushr, Dana pensiun, dana

Sewa pinjaman
Pendapatan dari semua Pekerja, pemeliharaan anak

Sumber terlantar dan dana sosial.

c) Khalifah Usman Bin Affan (47 SH- 35 H/ 577-656 M)


Pada awal pemerintahan Usman mencoba melanjutkan dan
mengembangkan kebijaksanaan khalifah Umar. Pada 6 tahun
kepemimpinannya hal-hal yang dilakukan:
• Pembangunan perairan
• Pembentukan organisasi kepolisian untuk menjaga keamanan
perdagangan.
• Pembangunan gedung pengadilan, guna penegakan hukum.
• Kebijakan pembagian lahan luas milik raja Persia kepada individu
dan hasilnya mengalami peningkatan bila dibandingkan pada masa
Umar dari 9 tahun menjadi 50 tahun.
d) Khalifah Ali Bin Abi Talib (23 SH-40 H/ 600-661 M)
Khalifah Ali memiliki konsep yang jelas tentang pemerintahan dan
adiministrasi umum. Konsep ini dijelaskan dalam suratnya yang
terkenal yang mendiskripsikan tugas kewajiban dan tanggung jawab
penguasa penyusun prioritas dalam melakukan dispensasi terhadap
keadilan, kontrol terhadap pejabat tinggi dan staf, mengurangi
pendapatan pegawai administrasi dan pengadaan bendahara. Beberapa
perubahan kebijaksanaan yang dilakukan pada masa khalifah Ali antara
lain:
• Pendistribusian seluruh pendapatan yang ada pada baitulmal berbeda
dengan Umar yang menyisihkan untuk cadangan.
• Pengeluaran angkatan laut dihilangkan.
• Adanya kebijakan pengetatan anggaran.

23
BAB III
PENUTUP
3.1.Kesimpulan

Kebijakan fiskal adalah kebijakan ekonomi yang digunakan pemerintah


untuk mengelola perekonomian kekondisi yang lebih baik dengan cara
mengubah penerimaan dan pengeluaran pemerintah. Kebijakan fiskal adalah
kebijakan pemerintah dalam memungut pajak dan membelanjakan pajak
tersebut untuk membiayai kegiatan ekonomi. Kebijakan fiskal merupakan
kebijakan pemerintah dalam mengatur setiap pendapatan dan pengeluaran
negara yang digunakan untuk menjaga stabilitas ekonomi dalam rangka
mendorong pertumbuhan ekonomi. Kebijakan fiskal adalah kebijakan yang
diambil pemerintah untuk membelanjakan pendapatannya dalam
merealisasikan tujuan-tujuan ekonomi. Dan kebijakan fiskal tersebut
memiliki dua instrumen, pertama: kebijakan pendapatan, yang tercermin
dalam kebijakan pajak, kedua kebijakan belanja. Kedua instrumen tersebut
akan tercermin dalam anggaran belanja negara. Kebijakan fiskal akan sangat
tergantung pada dua instrumen tersebut, yaitu pendapatan dan pengeluaran.
Berikut akan diuraikan beberapa sumber penerimaan yang cukup
penting dalam pemerintahan Islam; Zakat,Wakaf ,Nawa’ib ,Jizyah ,Kharaj
(Pajak atas tanah) dan ‘Ushur,Khums ,‘Ushur (pajak perdagangan),Kaffarah
,Pinjaman ,Amwal fadla.

3.2. Saran

Dengan membaca makalah ini, diharapkan kita mampu memahami


lebih jauh tentang Kebijakan Fiskal Islami lebih dalam lagi walaupun penulis
menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih terdapat banyak
kekurangan. Untuk itu, penulis menyarankan agar mencari referensi-referensi
bacaan lebih banyak lagi selain dari makalah ini.

24
DAFTAR PUSTAKA
Aini, I. (2019, Desember). Kebijakan Fiskal dalam Ekonomi Islam. Al-Qisthu : Jurnal
Kajian Ilmu-Ilmu Hukum, 17, 44-45. Retrieved Oktober 2022, from
http://jurnal.fs.iainkerinci.ac.id/index.php/alqisthu.

Nadia, F. (n.d.). Kebijakan Fiskal Dalam Ekonomi Islam. Mashlahah : Journal of


Islamics Economics, 39-50.

Ramadhan, D. A. (t.thn.). eprints.umsida. Diambil kembali dari


http://eprints.umsida.ac.id/6925/1/Devany_191020700057_jurnal%20ekonomi.pd
f

Supangat. (2013, November). Kebijakan Fiskal Negara Indonesia dalam


Persepektif Ekonomi Islam. Jurnal Pemikiran dan Penelitian Ekonomi
Islam, IV, 93-98.

25

Anda mungkin juga menyukai