“KEBIJAKAN FISKAL”
OLEH :
SANTI
NUR ALISA
TP 2021/2022
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada ALLAH SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayahnya
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Kebijakan Fiskal”.
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dosen pada
mata kuliah Ekonomi Makro. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan.
Kami mengucapkan terima kasih kepada bapak Joni Hendra K, M.Ag selaku Dosen mata kuliah
Ekonomi Makro, yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan
wawasan sesuai dengan bidang studi yang kami tekuni.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian
pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini. Kami menyadari, makalah
yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami mengharapkan kritik dan
juga saran dari para pembaca.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB 1 PENDAHULUAN
Kebijakan fiskal merupakan salah satu kebijakan dalam perekonomian yang dilakukan
oleh pemerintah melalui instrumen Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). APBN
merupakan instrumen yang mengatur penerimaan dan pengeluaran negara dalam rangka
membiayai pelaksanaan kegiatan pemerintahan dan pembangunan, mencapai pertumbuhan
ekonomi, meningkatkan pendapatan nasional, mencapai stabilitas perekonomian, dan
menentukan arah serta prioritas pembangunan secara umum.
Kebijakan fiskal merupakan wahana utama bagi peran aktif pemerintah dibidang
ekonomi. Pada dasarnya sebagian besar upaya stabilisasi makro ekonomi berfokus pada
pengendalian atau pemotongan anggaran belanja pemerintah dalam rangka mencapai
keseimbangan neraca anggaran. Oleh karena itu, setiap upaya mobilisasi sumber daya untuk
membiayai pembangunan publik yang penting hendaknya tidak hanya difokuskan pada sisi
pengeluaran saja, tetapi juga pada sisi penerimaan pemerintah. Pinjaman dalam dan luar
negeri dapat digunakan untuk menutupi kesenjangan tabungan. Dalam jangka panjang,
salah satu potensi pendapatan yang tersedia bagi pemerintahan untuk membiayai segala usaha
pembangunan adalah penggalakan pajak.
4
BAB 11 PEMBAHASAN
Kebijakan fiskal adalah kebijakan yang dilaksanakan pemerintah dengan cara mengatur
anggaran pendapatan dan belanja Negara artinya pemerintah dapat meningkatkan atau
menurunkan pendapatan negara atau belanja negara dengan tujuan untuk mempengaruhi tinggi
rendahnya pendapatan nasional.
Kebijakan fiskal merupakan bagian penting dari kebijakan publik. Secara umum,
kebijakan fiskal merupakan kebijakan yang mengatur pendapatan dan belanja negara.1 Kebijakan
fiskal yang rumit diartikan sebagai kebijakan ekonomi yang bertujuan untuk memandu perbaikan
kondisi perekonomian dengan menyesuaikan pendapatan dan pengeluaran pemerintah.
Kebijakan ini serupa dengan kebijakan moneter yang mengatur jumlah uang beredar, namun
kebijakan fiscal lebih menitikberatkan pada pengaturan penerimaan dan pengeluaran
pemerintah.2
Kebijakan fiskal merupakan pengelolaan keuangan negara dan terbatas pada sumber-
sumber penerimaan serta alokasi pengeluaran negara yang tercantum dalam APBN. Di antara
pendapatan negara seperti: bea dan cukai, devisa negara, pariwisata, pajak penghasilan, pajak
bumi dan bangunan, impor, dan lain-lain. Sedangkan untuk pengeluaran negara misalnya:
belanja persenjataan, pesawat, proyek pemerintah, pembangunan sarana dan prasarana umum,
1
Ayief Fathurrahman, “Kebijakan Fiskal Indonesia dalam perpektif Ekonomi Islam : Studi Kasus dalam
Mengentaskan kemiskinan”, Jurnal Ekonomi Studi Pembangunan, Vol. 13 No. 1, 2012, hlm. 73
2
Telisa Aulia Falianty, Teori Ekonomi Makro dan penerapannya di Indonesia (Depok: Rajawali Pers, 2019), hlm.
107.
3
Ali Murtadho, “Konsep…., h. 38
4
Ani Sri Rahayu, Pengantar Kebijakan Fiskal, (Jakarta: Bumi Aksara, 2014), h. 1
5
atau program lain yang berkaitan dengan kesejahteraan masyarakat. Kebijakan fiskal merupakan
salah satu sub bidang pengelolaan keuangan Negara yang demikian luas, di samping subbidang
pengelolaan moneter, dan sub bidang pengelolaan kekayaan negara. Subbidang pengelolaan
fiskal meliputi enam fungsi, yaitu:
(1) Fungsi pengelolaan kebijakan ekonomi makro dan fiskal. Fungsi pengelolaan kebijakan
ekonomi makro dan fiskal ini meliputi penyusunan Nota Keuangan dan RAPBN, serta
perkembangan dan perubahannya, analisis kebijakan, evaluasi dan perkiraan
perkembangan ekonomi makro, pendapatan negara, belanja negara, pembiayaan, analisis
kebijakan, evaluasi dan perkiraan perkembangan fiskal dalam rangka kerjasama
internasional dan regional, penyusunan rencana pendapatan negara.
(2) Fungsi penganggaran. Fungsi ini meliputi penyiapan, perumusan, dan pelaksanaan
kebijakan, serta perumusan standar, norma, pedoman, kriteria, prosedur dan pemberian
bimbingan teknis dan evaluasi di bidang APBN.
(3) Fungsi administrasi perpajakan.
(4) Fungsi administrasi kepabeanan.
(5) Fungsi perbendaharaan. Fungsi perbendaharaan meliputi perumusan kebijakan, standard,
sistem dan prosedur di bidang pelaksanaan penerimaan dan pengeluaran negara,
pengadaan barang dan jasa instansi pemerintah serta akuntansi pemerintah pusat dan
daerah, pelaksanaan penerimaan dan pengeluaran negara, pengelolaan kas negara dan
perencanaan penerimaan dan pengeluaran, pengelolaan utang dalam negeri dan luar
negeri, pengelolaan piutang, pengelolaan barang milik/ kekayaan negara (BM/KN).
(6) Fungsi pengawasan keuangan. Menurut Boediono, terdapat tiga fungsi pokok kebijakan
fiskal, yaitu: Pertama, fungsi alokasi yaitu untuk mengalokasikan faktor-faktor produksi
yang tersedia dalam masyarakat sedemikian rupa sehingga kebutuhan masyarakat akan
barang dan jasa dapat terpenuhi.. Kedua, fungsi distribusi, yang pada pokoknya
mempunyai tujuan berupa terselenggaranya pembagian pendapatan nasional yang adil.
Ketiga, fungsi stabilisasi, yaitu terjaminnya stabilisasi dalam pemerintahan suatu negara,
terrnasuk dalam fungsi ini adalah terpeliharanya tingkat kesempatan kerja yang tinggi,
tingkat harga yang relatif stabil dan tingkat pertumbuhan ekonomi yang cukup memadai.
Berdasarkan teori
Kebijakan fiskal fungsional. Kebijakan fiskal fungsional adalah kebijakan dalam pertimbangan
pengeluaran dan penerimaan anggaran pemerintah yang ditentukan dengan melihat akibat tidak
langsung terhadap pendapatan nasional terutama untuk meningkatkan kesempatan kerja.
Kebijakan fiskal yang disengaja. Kebijakan fiskal yang disengaja adalah kebijakan yang
digunakan untuk mengatasi masalah ekonomi dengan cara memanipulasi anggaran belanja secara
sengaja, baik melalui perubahan perpajakan ataupun perubahan pengeluaran pemerintah. 3
bentuk kebijakan fiskal yang disengaja adalah; (1) membuat perubahan pada pengeluaran
pemerintah, (2) membuat perubahan pada sistem pemungutan pajak, dan (3) membuat perubahan
secara serentak baik dalam pengelolaan pemerintah ataupun sistem pemungutan pajaknya.
Kebijakan fiskal yang tidak disengaja. Kebijakan fiskal yang tidak disengaja adalah kebijakan
dalam mengendalikan kecepatan siklus bisnis agar tidak terlalu fluktuatif. Jenis kebijakan fiskal
tak disengaja adalah proposal, pajak progresif, kebijakan harga minimum, dan asuransi
pengangguran.
Berdasarkan jumlah penerimaan dan pengeluaran
7
Berikut adalah jenis kebijakan fiskal berdasarkan jumlah penerimaan dan pengeluaran:
Kebijakan fiskal seimbang. Kebijakan fiskal seimbang adalah kebijakan yang membuat
penerimaan dan pengeluaran menjadi seimbang atau sama jumlahnya. Dampak positif dari
kebijakan ini adalah negara jadi tidak usah meminjam sejumlah dana, baik dari dalam negeri
maupun luar negeri. Namun dampak negatifnya adalah kondisi perekonomian negara bisa
terpuruk jika ekonomi negara sedang dalam kondisi yang tidak menguntungkan.
Kebijakan fiskal surplus. Dalam kebijakan fiskal surplus, jumlah pendapatan harus lebih tinggi
dibandingkan dengan pengeluaran. Kebijakan ini merupakan cara untuk menghindari inflasi.
Kebijakan fiskal defisit. Kebijakan fiskal defisit merupakan kebijakan yang berlawanan dengan
kebijakan surplus. Kebijakan fiskal defisit mampu mengatasi kelesuan dan depresi pertumbuhan
perekonomian, yang merupakan kelebihan dari kebijakan ini. Sedangkan kekurangannya adalah
negara selalu dalam keadaan defisit.
Kebijakan fiskal dinamis. Kebijakan fiskal dinamis menyediakan pendapatan yang bisa
digunakan oleh pemerintah dalam pemenuhan kebutuhannya yang terus bertambah seiring
berjalannya waktu.
Berdasarkan penggolongannya, kebijakan fiskal dibagi menjadi dua jenis utama, yaitu:
Kebijakan Fiskal Ekspansif: Adalah kebijakan yang dilakukan ketika perekonomian mengalami
penurunan daya beli masyarakat dan jumlah pengangguran yang tinggi, yakni dengan cara
meningkatkan belanja negara dan menurunkan tingkat pajak.
Kebijakan Fiskal Kontraktif: sebaliknya, kebijakan fiskal jenis ini merupakan kebijakan yang
dilakukan untuk membuat pemasukan lebih besar dibandingkan pengeluarannya, dengan cara
menurunkan tingkat belanja negara dan meningkatkan tingkat pajak. Hal ini bertujuan untuk
menurunkan daya beli masyarakat sekaligus mengatasi inflasi. Kebijakan ini termasuk jarang
digunakan dan akan dikeluarkan pada saat kondisi perekonomian mengalami ekspansi yang
memanas (overheating) untuk menentukan permintaan.
8
2. Sistem pajak proporsional, pajak dalam ekonomi Islam dibebankan berdasarkan
tingkat produktifitas. Misalnya kharaj, besarnya pajak ditentukan berdasarkan
tingkat kesuburan tanah, metode irigasi maupun jenis tanaman.
3. Penghitungan zakat berdasarkan hasil keuntungan bukan pada jumlah barang.
Misalnya zakat perdagangan, yang dikeluarkan zakatnya adalah hasil keuntungan,
sehingga tidak ada pembebanan terhadap biaya produksi.
Pada masa kenabian hingga masa kekhalifahan, kaum muslimin cukup berpengalaman
dalam menerapkan beberapa instrument sebagai kebijakan fiskal yang diselenggarakan pada
lembaga baitulmal.Sejarah Islam telah mencatat bagaimana perkembangan peran kebijakan fiskal
dalam sistem ekonomi Islam, mulai dari zaman awal Islam sampai kepada puncak kejayaan
Islam pada zaman pertengahan.Setelah zaman pertengahan, seiring dengan kemunduran-
kemunduran dalam pemerintahan Islam yang ada pada waktu itu, maka kebijakan fiskal islami
sedikit demi sedikit mulai ditinggalkan dan digantikan dengan kebijakan fiskal lainnya dari
sistem ekonomi sekarang yang dikenal dengan sistem ekonomi konvensional.
Perbedaan substansial antara Islam dengan konvensional dalam kebijakan fiskal adalah
tidak ada kebijakan moneter yang memakai alat suku bunga, khususnya dalam peran dan
manajemen dari kewajiban hutang publik.Seluruh mekanisme pinjaman (loan) dalam Islam
diproses dengan bebas bunga (free – interest). Penekanan dalam sistem Islam mengenai
kebijakan pembelanjaan berorientasi pada keadilan dan bukan kepada pinjaman. Bandingkan
dengan sistem berbasis bunga yang menitikberatkan varian problematika pada keefisienan dan
ketidakefisienan, atau usaha-usaha menguntungkan dan tidak menguntungkan. Artinya variasi-
variasi sistem bunga relatif terbatas dan jarang yang secara khusus didasarkan pada penerapan
kriteria efisiensi dalam bidang ekonomi yang secara informal memiliki sektor moneter yang
sangat luas dan terorganisasi. Walaupun dalam beberapa tujuan hampir sama dengan kebijakan
fiskal antara ekonomi Islam dengan ekonomi modern seperti dalam aspek keseimbangan,
pertumbuhan dan pembagian yang adil. Akan tetapi, Islam mengaplikasikannya dengan tujuan
untuk menerjemahkan aspek dan nilai hukum Islam. Seperti penetapan Islam terhadap kewajiban
zakat merupakan bukti realisasi dari layanan Islam. Juga larangan Islam terhadap pembayaran
dalam segala model pinjaman (loan) dengan mekanisme bunga, membuktikan bahwa ekonomi
Islam tidak dapat dimanipulasi oleh pekerjaan dengan perhitungan suku bunga tersebut untuk
dapat mencapai keseimbangan dalam pasar uang. Instrumen kebijakan model pinjaman tanpa
bunga diaplikasikan dengan beragai ragam model, seperti equity financing (penyertaan modal)
dalam skim mudharabah, yaitu fully- equity financing atau penyertaan modal secara penuh
dalam suatu proyek usaha bagi negara dan skim musyarakah atau penyertaan modal secara
bersama-sama antara negara dengan swasta dalam suatu proyek- proyek tertentu. Ada juga skim
ijarah untuk suatu kontrak usaha dalam pengadaan atau pembangunan infrastruktur yang dapat
dikerjakan oleh negara ataupun swasta untuk kepentingan publik. Tanggung jawab negara
(pemerintah) untuk mewujudkan kesejahteraan dan kemaslahatan warga memerlukan anggaran
9
yang memadai, berikut merupakan sumber pendapatan dan pengeluaran pemerintah dalam sistem
ekonomi konvensional dan ekonomi Islam, diantaranya:
b. Sistem Ekonomi Islam Dalam Islam, walaupun pola anggaran negara hampir sama
dengan perekonomian konvensional, namun penggalian sumber dana didasarkan pada syariah.
Terhadap peraturan pendapatan publik, Rasulullah merupakan kepala negara pertama yang
memperkenalkan konsep baru di bidang keuangan negara pada abad ketujuh, yakni semua hasil
pengumpulan negara harus dikumpulkan terlebih dahuu kemudian dibelanjakan sesuai dengan
kebutuhan negara. Status harta tersebut adalah milik negara dan bukan milik individu. Mengenai
sumber pendapatan negara dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok: Pertama, bersumber
dari kalangan muslim (zakat, zakat fitrah, wakaf, nawaib, sedekah dan amwal fadla). Kedua,
penerimaan yang bersumber dari kalangan nonmuslim seperti jizyah, kharaj dan „ushur. Dan
ketiga, penerimaan dari sumber lain seperti ghanimah, fai‟, uang tebusan, hadiah dari pimpinan
negara lain dan pinjaman pemerintah baik dari kalangan muslim maupun nonmuslim.
10
berimbang dalam masyarakat, dan konsep dalam fikih zakat menyebutkan bahwa sistem zakat
berusaha mempertemukan pihak surplus muslim dengan pihak defisit muslim. Hal demikian
dengan harapan terjadi proyeksi pemerataan pendapatan antara surplus dan defisit muslim atau
bahkan menjadi kelompok yang defisit (mustahik) menjadi surplus (muzakki). Bila hal yang
demikian terjadi dalam masyarakat, maka dapat dikatakan harta dapat didistribusikan secara
merata di masyarakat.
2. Kharaj
Kharaj adalah pajak yang dibebankan atas tanah yang dimiliki. Kharaj pertama kali
diperkenalkan oleh Rasulullah adalah setelah perang khaibar. Kharaj atau pajak dipungut dari
non-Muslim ketika Khaibar dikuasai pada tahun ketujuh Hijrah. Ketika itu Rasulullah
membolehkan orangorang Yahudi memilki tanahnya kembali dengan syarat mengeluarkan
setengah dari hasil produksi Mutadho, 2013:33). Dalam perkembangannya, sebagaimana
diungkapkan Adiwarman A. Karim, kharaj menjadi semacam pajak tanah seperti Pajak Bumi dan
Bangunan (PBB) yang dibayarkan oleh seluruh anggota masyarakat baik orang-orang muslim
maupun orang-orang non muslim. Berbeda dengan sistem PBB, kharaj ditentukan berdasarkan
tingkat produktivitas dari tanah bukan berdasarkan zoning (penetapan daerah/ wilayah). Hal
tersebut dengan mempertimbangkan karakteristik tanah/ tingkat kesuburan tanah, jenis tanaman,
dan jenis irigasi. Kemudian yang menentukan jumlah besar pembayaran kharaj adalah
pemerintah (Karim, 2016:257). Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa untuk tanah yang
bersebelahan sekalipun meski luas tanahnya samasementara jenis tanaman dan hasilnya berbeda,
maka mereka akan membayar jumlah kharaj atau pajak yang berbeda pula. Sementara dalam
PBB, pajak dikenakan terhadap setiap tanah dan bangunan yang merupakan hak milik dan
dikenakan setiap tahun.
3. Jizyah
Jizyah merupakan pajak yang dibayar oleh kalanganNon muslim sebagai kompensasi atas
fasilitas sosial, ekonomi, layanan kesejahteraan, serta jaminan keamananyang mereka terima dari
Negara Islam. Jizyah diambil dariorang-orang nonMuslim selama mereka tetap pada
kepercayaannya. Namun apabila mereka telah memelukagama Islam, maka kewajiban membayar
jizyah tersebutgugur.Jizyah tidak wajib jika orang non Muslim yangbersangkutan tidak
mempunyai kemampuanmembayarnya karena kefakiran atau kemiskinannya.Kewajiban
membayar jizyah diatur dalam QS al-Taubah (9) ayat 29. Pada masa Rasulullah besarnya jizyah
adalah 1 dinar per tahun untuk orang dewasa yang mampu membayarnya. Sedangkan ketetapan
pada masa „Umar adalah 48 Dirham untuk orang kaya yang berpenghasilan tinggi, 24 dirham
untuk yang berpenghasilan menengah dan 12 dirham untuk orang miskin yang bekerja
(Rahmawati, 2016:37). Setelah peradaban Islam mengalami kemunduran, yakni setelah
keruntuhan Islam di Turki Usmani dan Spanyol, istilah jizyah tidak ada lagi.Hal ini disebabkan
daerah-daerah Islam telah dikuasai oleh non Muslim sehingga pajak terhadap warga non Muslim
tidak ada lagi. Pada zaman modern, jizyah ini seperti pajak jiwa yang dikenakan pemerintah
11
terhadap warga asing yang masuk dan/menetap dalam wilayah kekuasaan suatu pemerintahan,
yang mana istilah itu dikenal dengan Visa (Rozalinda, 2014:221).
4. Khums
Khums adalah dana yang diperoleh dari seperlima bagian dari harta rampasan perang
(ghanimah). Tentang pengaturan alokasi hartarampasan perang ini diatur dalam Q.S. al-Anfal
ayat 41.Dalam ayat ini ditentukan tata cara pembagian harta rampasan perang sebagai berikut:
Seperlima untuk Allah dan Rasul-Nya (seperti untuk negara yang dialokasikan bagi
kesejahteraan umum), untuk para kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan para
musafir. Seperlima ini dikenal dengan istilah khums.Sedangkan yang empatperlima bagian
lainnya dibagikan kepada para anggota pasukan yangterlibat dalam peperangan (Rozalinda,
2014:221). Ayat tersebut mengindikasikan bahwa dalamsistem ekonomi Islam dikenal adalah
sistem proportional tax. Harta rampasan perang dikenakan "pajak" 20 % (khumus). Dalam
menafsirkan “ghanimtum min syai‟‟” (dari apa saja yang kamuperoleh) dalam Q.S. al-Anfal ayat
41 tersebut ada perbedaan pendapat di antara para ulama Sunni dan Syi‟ah. Para ulama Syi‟ah
berpendapat bahwa sumber pendapatanapa saja harus dikenakan khums sebesar 20 % sedangkan
ulama Sunnimemandang ayat tersebut hanya berlaku untuk harta rampasan perang saja. Imam
Abu Ubaid, sebagaimana dikutip Adiwarman A. Karim,menyatakan bahwa yang dimaksud
khums itu bukan saja hasil dari perangtetapi juga barang temuan dan barang tambang.
5. Usyur
Usyur adalah pajak yang dikenakan atas barang-barang dagangan yang masuk ke negara
Islam, atau datang dari negara Islam sendiri. Pajak ini berbentuk bea impor yang dikenakan pada
semua pedagang, dibayar sekali dalam setahun dan hanya berlaku bagi barang yang nilainya
lebih dari 200 dirham.Pada mulanya, kebijakan pajak ini merupakan kebijakan resiprokal, untuk
mengimbangi tindakan penguasa non-Muslim yang mengenakan pajak terhadap barang-barang
dagangan kaum muslimin. Besarnya pajak ini bervariasi, 2,5 % bagi pedagang muslim, 5 % bagi
pedagang kafir Dzimmi, dan 10 % bagi pedagang kafir Harbi (Amalia, 2005:38).
6. Pinjaman.
Pinjaman atau utang, baik luar negeri maupun dalam negeri dalam Islam sifatnya adalah
hanya sebagai penerimaan sekunder. Alasannya, ekonomi Islam tidak mengenal bunga, demikian
pula untuk pinjaman dalam Islam haruslah bebas bunga, sehingga pengeluaran pemerintah akan
dibiayai dari pengumpulan pajak atau bagi hasil. Dalam pengertian ini, Islam tidak melarang
untuk melakukan utang-piutang asalkan tidak membebani pengutang, karena sifatnya hanya
membantu dan harus segera diselesaikan dalam waktu yang singkat (Rahmawati, 2016:39).
7. Penerimaan lain.
12
Ada yang disebut kaffarat yaitu denda, misalnya denda yang dikenakan kepada suami istri yang
berhubungan di siang hari pada bulan puasa. Mereka harus membayar denda dan denda tersebut
masuk dalam pendapatan Negara. Contoh lainnya adalah warisan kalalah, yaitu orang yang
meninggal dan tidak mempunyai ahli waris, maka harta warisannya dimasukkan sebagai
pendapatan negara.
Kebijakan fiskal adalah komponen penting bagi kebijakan publik. Kebijakan publik
adalah suatu alat untuk mencapai kesejahteraan hidup manusia.6Peranan kebijakan fiskal dalam
ekonomi ditentukan oleh keterlibatan pemerintah dalam aktivitas ekonomi, yang khususnya
kembali ditentukan oleh tujuan sosio- ekonomi, komitmen ideologi dan hakikat sistem ekonomi.
Pada sistem ekonomi sekuler konsep kesejahteraan hidup adalah dibatasi untuk mendapatkan
keuntungan maksimum bagi individu di dunia. Di dalam Islam, konsep kesejahteraan adalah
luas, meliputi kehidupan di dunia dan akhirat dan peningatan spiritual lebih ditekankan daripada
kepemilikan material. Kebijakan fiskal dalam ekonomi kapitalis berperan sebagai:
Dalam hal pengalokasian, maka digunakan untuk apa saja sumber -sumber keuangan
7
negara. Tidak dibenarkan pengalokasian sumber daya untuk kebijakan pengeluaran yang israf,
yaitu kebijakan tidak terdimensi substansial dan tidak untuk kepentingan rakyat. Pengalokasian
kebijakan fiskal mencakup sektor individu (private sector) dan sektor publik (public sector),
yang kesemuanya harus sesuai dengan syariah dan dalam konteks pemanfaatan sumber daya
harus mempertimbangkan kepentingan generasi berikutnya.
6
Muhammad, Kebijakan Fiskal dan Moneter dalam Ekonomi Islam, (Jakarta: Salemba Empat, 2002), h. 197
7
Lilik Rahmawati, “Kebijakan...., h. 454
8
Ahmad Dahlan, Keuangan ..., h. 97-98
13
b. Stabilitas Ekonomi
Pada stabilitas ini adalah bagaimana negara menciptakan perekonomian yang stabil. Pada
Negara-negara berkembang kebijakan fiskal lebih ditekankan pada pembentukan modal daripada
laju pertumbuhan.Karena tingkat tabungan (S) di negara maju cukup tinggi sehingga modal dari
masyarakat bisa bisa terserap dalam jumlah yang cukup tinggi pula.Adapun pada Negara
berkembang, tingkat tabungan (S) rendah lebih rendah daripada tingkat konsumsi (C).dengan
formula pendapatan Y = C + S, dengan ini diketahui bahwa semakin tinggi tabungan suatu
Negara, maka semakin tinggi tingkat pendapatannya. Sebaliknya, pada Negara berkembang
kecendrungan pendapatan rendah, sedangkan kebutuhan konsumsi rumah tangga tidak bisa
dikurangi. Maka secara otomatis akan mengurangi tabungan atau bahkan tidak ada tabungan
sama sekali.
Untuk menciptakan stabilitas ekonomi, suatu Negara memerlukan sistem pemasukan dan
pengeluaran yang fleksibel dan elastis. Kebijakan fiskal berfungsi untuk mendukung iklim
investasi. Berbagai langkah yang dapat dilakukan untuk meningkatkan produktivitas
perekonomian, diantaranya:
a) Mengupayakan terjadinya perubahan alokasi dana dari dana- dana konsumsi tidak
penting (non essential consumption) digunakan untuk menjadi dana modal kerja atau
pembangunan.
b) Meningkatkan iklimm investasi. Konsekuensinya, pemerintah harus menjamin bahwa
investasi tersebut diarahkan kepada sektor utama (hogh priority areas) dan investasi
swasta harus didorong untuk membantu menciptakan laju petumbuhan ekonomi.
c) Efisiensi dalam penggunaan summber daya alam (SDA) karena sumber-sumber tersebut
sifatnya terbatas, tidak dapat dibentuk kembali dan untk menjamin kebutuhan generasi
mendatang.
d) Tidak menutup diri terhadap penggunaan teknologi maju yang berasal dari investasi
negara asing selama hal itu dapat meningkatkan ekonomi masyarakat. Kebijakan
pemerintah Indonesia dalam mengatur aset permodalan pada tahun 2007 telah
mennerbitkan dua Perpres No. 76 dan 77 tahun 2007, dimana ada 47 jenis usaha yang
modalnya tidak boleh dari asing. Peraturan Presiden tersebut meemperkuatt UU No.25
tahun 2007 tentang Penanaman Modal.
c. Distribusi Pendapatan
9
Lilik Rahmawati, “Kebijakan...., h. 454
14
perencanaan pembangunan di negara berkembang yang ditujukan untuk mengurangi kesenjangan
dan penghapusan kemiskinan, namun terlalu terkonsentrasi pada upaya peningkatan Gross
National Bruto.10 Hal ini mengakibatkan kebijakan fiskal dalam konteks distribusi, kebijakan
pemerintah hanya berpihak kepada kelompok yang kaya dan kuat. Hasil pembangunan lebih
dinikmati oleh lapisan tertentu saja sehingga menimbulkan kesenjangan. Dalam kebijakan yang
berpijak pada pertumbuhan ekonomi yang membatasi peredaran harta di kalangan orang kaya
saja. Allah SWT dengan tegas melarang peredaran harta dengan cara seperti ini, sebagaimana
firman dalam QS. AL-Hasyr ayat 7:
“.... agar harta itu jangan hanya beredar diantara orang-orang kaya saja di antara kamu
...”11
Kebijakan fiskal dalam ekonomi Islam digunakan untuk mencapai tujuan yang sama
sebagaimana kebijakan fiskal dalam ekonomi konvensional (yaitu untuk stabilitas ekonomi,
alokasi dan distribusi),12akan tetapi terdapat perbedaan komitmen yaitu nilai-nilai spiritual,
keadilan sosio- ekonoomi dan persaudaraan manusia.13 Menurut Metwally, setidaknya ada tiga
tujuan yang hendak dicapai kebijakan fiskal dalam ekonomi Islam, diantaranya14:
Islam mendirikan tingkat kesetaraan ekonomi dan demokrasi yang lebih tinggi melalui,
diantara prinsip- prinsip dan hukum lain, prinsip bahwa “kekayaan seharusnya tidak
boleh hanya beredar di antara orang-orang kaya saja.” Prinsip ini menegaskan bahwa
setiap anggota masyarakat seharusnya dapat memperoleh akses yang sama terhadap
kekayaan melalui kerja keras dan usaha yang jujur.
Islam melarang pembayaran bunga dalam berbagai bentuk pinjaman. Hal ini berarti
bahwa ekonomi Islam tidak dapat memanipulasi tingkat suku bunga untuk mencapai
keseimbangan (equilibrium) dalam pasar uang (yaitu antara penawaran dan permintaan
terhadap uang).
Ekonomi Islam mempunyai komitmen untuk membantu ekonomi masyarakat yang
kurang berkembang dan untuk menyebarkan pesan dan ajaran Islam seluas mungkin.
Kebijakan fiskal lebih banyak peranannya dalam ekonomi Islam dibandingkan dengan ekonomi
konvensional. Hal ini disebabkan antara lain sebagai berikut:
a) peranan moneter relative lebih terbatas dalam ekonomi Islam dibandingkan dengan
ekonomi konvensional yang tidak bebas bunga. Hal ini setidaknya disebabkan oleh dua
10
Ahmad Dahlan, Keuangan ...,, h. 102
11
Kementrian Agama Republik Indonesia, Al- Qur’an dan Terjemahnya, (Bandung: Fokusmedia,2010), h. 546
12
Nuruddin Mhd Ali, Zakat Sebagai Instrumen Dalam Kebijakan Fiskal, (Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 2006), h.
13
Muhammad, Kebijakan...., h. 203
14
2Nuruddin Mhd Ali, Zakat ...., h. 130-131
15
alasan yaitu tingkat suku bunga tidak memainkan peranan apapun dalam ekonomi Islam.
Kaum Muslim dilarang menerima bunga pinjaman dalam bentuk apapun.
b) ada perbedaan substansial antara ekonomi Islam dan non-Islam dalam peranan
pengelolaan utang publik. Hal ini karena utang dalam Islam adalah bebas bunga (interest
free), sebagian besar pengeluaran pemerintah dibiayai dari pajak atau (dalam kasus
proyek-proyek produktif) berdasarkan atas bagi hasil. Dengan demikian, ukuran utang
publik jauh lebih sedikit dalam ekonomi Islam dibandingkan ekonomi konvensional.
Stabilitas fiskal merupakan bagian penting dalam kajian keuangan publik karena sumber
daya keuangan negara (fiskal) yang telah dikeluarkan dan didistribusikan secara baik, tidak
secara otomatis indikatornya jika sebagian besar anggarannya dikeluarkan untuk jaminan atau
perlindungan sosial. Misalnya untuk asuransi kesehatan orang-orang miskin atau pendidikan
gratis, maka pengeluaran dan distribusi pemerintah tersebut sudah baik. Padahal, kondisi fiskal
sangat ditentukan oleh stabilitas keuangan suatu negara.
a. Aspek Stabilitas Fiskal F.R Faridi menulis stabilitas fiskal suatu negara dapat dilihat
dari tiga aspek kajian, diantaranya yaitu pertama, pengumpulan modal. Pengumpulan modal
selalu diartikan sebagai investasi aset-aset nyata yang kemungkinan besar akan meningkatkan
income di masa mendatang dan batas minimum hanya pada modal material nonkemanusiaan
saja. Preferensi utama dalam masalah modal adalah Islam mengizinkan hak milik atas modal.
Namun, yang berbeda dengan konvvensional adalah penekanan pada mekanisme yang tanpa
bunga terhadap peminjaman modal dan mengeliminasi agar modal tidak terpusat pada beberapa
sekelompok saja.15 kedua, Hasil produksi. Persaingan pasar sangat dipengaruhi oleh hasil
produksi, sedangkan persaingan pasar sangat berpengaruh pada stabilitas fiskal suatu negara.
Dengan produktivitas barang yang stabil dan dapat mempengaruhi kestabilan pasar, dengan
sendirinya fiskal juga akan stabil. Dalam ekonomi Islam, pasar stabil tidak hanya diciptakan
dengan kebijakan hasil produksi.Namun, memperhatikan dampak terhadap lingkungan,
kesehatan dan gaji buruh. Ketiga, Anggaran publik. Kestabilan fiskal yang terkait dengan
anggaran publik dapat ditekankan pada proses dan stuktur anggaran negara.
b. Proses Anggaran Negara Anggaran belanja publik yang dikalkulasi untuk memperbaiki
kondisi rakyat dan menggambarkan nilai-nilai dan tujuan masyarakat Islam, maka yang harus
diprioritaskan adalah determinasi dengan melibatkan partisipasi masyarakat yang lebih luas.
c. Stuktur Anggaran Negara Struktur dan skema kajian anggaran belanja publik
pemerintah dalam Islam merupakan mekanisme yang terkait dengan fokus prioritas dalam
anggaran. Anggarannya terdiri atas: anggaran pelayanan; dalam belanja pemerintah Islam
mencakup arus anggaran belanja yang lazim sebagai fungsi pada pemerintah modern seperti
administrasi, polisi, keadilan pertahanan dan sebagainya. yang kedua, anggaran restribusi
15
Ahmad Dahlan, Keuangan ...,, h.73
16
merupakan pembagian neraca keuangan secara valid dari aspek pokok ekonomi Islam yang harus
didahulukan, yakni institusi zakat, pengharaman riba, larangan terhadap pemusatan harta
kekayaan, hukum waris dan nilai dasar masyarakat Islam. Dan ketiga, Anggaran pembangunan
selektif yaitu selektif dalam pengembangan anggaran belanja yang terdiri dari arus anggaran
pendapatan dan belanja seperti menghitung kenaikan dan menciptakan semua aset sektor riil,
serta berhati-hati dalam memutuskan jalan pertumbuhannya.
Dapat dijelaskan bahwa proses dan strukturisasi anggaran belanja merupakan peta
evaluasi dan rancangan fiskal menuju pembangunan ekonomi ke depan. Dengan proses yang
bagus dan sistematis akan tercipta suatu rancangan anggaran yang mengarah pada stabilitas
fiskal. Sebaliknya, fiskal akan tidak stabil karena salah satu sebabnya dipengaruhi oleh proses
rencana anggaran yang kurang matang sehingga pengeluaran dan distribusi tidak sesuai arah
pendapatan dan ketersediaan sumber daya keuangan.
Secara garis besar, tujuan dari kebijakan fiskal ialah untuk mempengaruhi jalannya
perekonomian dalam suatu negara dengan berbagai sasaran seperti berikut ini:
a. Meningkatkan Pertumbuhan Ekonomi Serta Pdb Suatu Negara Kebijakan Fiskal Memiliki
Tujuan Guna Meningkatkan Pertumbuhan Perekonomian Secara Maksimal Sebab Sangat
Berperan Dalam Pemasukan Atau Pendapatan Negara. Hal Itu Meliputi: Bea Dan Cukai, Pajak
bumi dan bangunan, pajak penghasilan, devisa negara, impor, pariwisata, dan lain sebagainya.
Tak hanya itu, contoh pengeluaran negara yang dimaksud yaitu:
b. Mengurangi angka pengangguran dan memperluas lapangan kerja. Karna bukan rahasia, kalau
pengangguran merupakan salah satu pokok masalah dalam suatu negara. Di Indonesia sendiri,
tingkat pengangguran telah berkurang sebanyak 140.000 Jiwa. Dalam persentase tingkat
pengangguran terbuka,dalam bulan Februari tahun 2017 angkanya mencapai hingga 5,33%, dan
dalam bulan Februari tahun ini angkanya telah berkurang di level 5,13%. Hal Itu,tak lepas dari
16
Ibid, h. 75-76
17
pelaksanaan kebijakan fiskal Indonesia. Kebijakan fiskal memang dilakukan serta menjadi
prioritas utama dalam usaha pencegahan timbulnya angka pengangguran.
c. Menstabilkan harga berbagai produk serta mengatasi terjadinya inflasi. Turunnya dari harga
suatu produk tentunya membuat hilangnya harapan dalam mendapat keuntungan terhadap sektor
swasta.Namun, harga suatu produk yang terus meningkat juga dapat mengakibatkan Terjadinya
inflasi. Di sisi lain, inflasi dapat juga memberikan keuntungan, contohnya dalam menciptakan
kesempatan kerja penuh. Namun, inflasi juga dapat berdampak negatif terhadap suatu kelompok
atau orang yang memiliki penghasilan rendah sebab daya beli menjadi turun. Permasalahan
inflasi yang tidak kunjung stabil memiliki potensi besar dalam membuat keyakinan masyarakat
kepada pemerintah menjadi berkurang. Melalui kebijakan fiskal, tingkat dari pendapatan
nasional, kesempatan kerja, tinggi rendahnya investasi nasional, serta distribusi penghasilan
nasional pun diharapkan mampu berjalan dengan baik.
18
BAB 111 PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kebijakan fiskal merupakan suatu komponen kebijakan publik, yang merupakan tindakan
kebijaksanaan yang dilakukan oleh pemerintah, yang berkaitan dengan pendapatan dan
pengeluaran uang sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan umum. Kebijakan fiskal memiliki
peran penting dalam sebuah negara sehingga dapat menunjang stabiitas ekonomi, alokasi sumber
daya serta distribusi pendapatan pada suatu negara. Kebijakan-kebijakan fiskal yang strategis dan
sesuai dengan prinsip- prinsip ekonomi Islam dalam operasionalnya yang tetap patuh pada
syariah. Dengan demikian dapat melakukan terobosan-terobosan yang progresif serta diharapkan
pendapatan negara akan optimal dan menciptakan kesejahteraan rakyat akan terjamin. Dan juga
kebijakan fiskal memiliki tujuan yaitu Meningkatkan pertumbuhan ekonomi serta PDB suatu
Negara, mengurangi angka pengangguran dan memperluas lapangan kerja, menstabilkan harga
berbagai produk serta mengatasi terjadinya inflasi.
3.2 Saran
Saran penulis agar pemerintah melaksanakan kebijakan fiskal dengan baik yaitu harus sesuai
dengan kebijakan fiskal dalam ekonomi islam.
19
DAFTAR PUSTAKA
Muhammad, Kebijakan Fiskal dan Moneter dalam Ekonomi Islam, Jakarta: Salemba Empat, 2002
https://kamus.tokopedia.com/k/kebijakan-fiskal
https://journal.umy.ac.id/index.php/esp/article/viewFile/1265/1320
https://journal.umy.ac.id/index.php/esp/article/download/1265/1320
20