PEREKONOMIAN INDONESIA
“Kebijakan Fiskal dan Kebijakan Moneter di Indonesia”
Dosen Pengampu : Asrizal Efendi Nst, SE., M.Si
DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 6
Assalamualaikum wr.wb.
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan nikmat
kesehatan dan nikmat kesempatan serta riho-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah yang berjudul “Kebijakan Fiskal dan Kebijakan Moneter di Indonesia” ini
guna memenuhi salah satu tugas mata kuliah Perekonomian Indonesia.
Tidak lupa juga kami mengucakan terima kasih kepada Bapak Asrizal Efendi Nst,
SE., M.Si selaku dosen pangampu mata kuliah perekonomian indonesia, orang tua
serta teman-teman yang telah mendukung terselesaikannya makalah ini.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ilmiah ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun
sehinga kami dapat memperbaiki makalah ini. Akhir kata, kami berharap semoga
makalah ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................................. i
DAFTAR ISI ................................................................................................................ ii
BAB 1 PENDAHULUAN ............................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................. 1
1.2 Rumuan masalah .......................................................................................... 3
1.3 Tujuan .......................................................................................................... 3
BAB 2 PEMBAHASAN ............................................................................................... 4
2.1 Kebijakan Moneter di Indonesia .................................................................. 4
2.2 Kebjakan Fiskal di Indonesia ....................................................................... 13
2.3 Kebijakan Moneter dan Fiskal di Indonesia Tahun 2021 ............................ 15
2.4 Sektor Pendidikan dan Kesehatan akan dikenakan PPN Final ................... 20
2.5 Penetapan Pajak Progresif............................................................................ 20
BAB 3 PENUTUP......................................................................................................... 23
4.1 Implikasi Praktis........................................................................................... 23
4.2 Kesimpulan .................................................................................................. 24
DAFTAR PUSTAKA
ii
BAB 1
PENDAHULUAN
Pulau Jawa sebagai basis industri dan merupakan salah satu kontributor utama
pertumbuhan ekonomi berhasil tumbuh positif sebesar 3,66% (yoy). Sementara itu,
pertumbuhan ekonomi tertinggi dicapai oleh wilayah Maluku dan Papua sebesar
10,09 (yoy), sejalan dengan tingginya pertumbuhan sektor pertambangan di kedua
daerah tersebut serta imbas dari kenaikan harga komoditas sepanjang 2021. Selain itu,
wilayah Bali dan Nusa Tenggara juga berhasil tumbuh positif sebesar 0,07% (yoy),
walaupun sangat bergantung terhadap sektor pariwisatanya yang mengalami
penurunan kinerja sejak terjadi pandemi Covid-19.
1
Kemudian Paket kebijakan ketiga meningkatkan investasi di sektor properti khusunya
pembangunan perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Akan tetapi
yang menjadi pertanyaan kemudian adalah apakah ketiga paket kebijakan tersebut
telah dilaksanakan sepenuhnya dan memberi sumbangan yang berarti dalam
peningkatan perekonomian di Indonesia atau malah justru sebaliknya.
2
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah pada makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah kebijakan fiskal di indonesia pada tahun 2021?
2. Bagaimanakah Kebijakan moneter di indonesia pada tahun 2021?
3. Apa saja kebijakan fiskal dan moneter yang dibuat oleh presiden Republik
Indonesia?
4. Apakah kebijakan tersebut telah terlaksana sepenuhnya?
3
BAB 2
PEMBAHASAN
1. Kebijakan diskonto
Kebijakan diskonto adalah satu kebijakan yang dilakukan oleh bank sentral
dengan menambah atau mengurangi jumlah uang dengan cara menaikkan atau
menurunkan tingkat suku bunga.
Jika bank sentral menaikkan suku bunga diharapkan masyarakat tertarik untuk
menyimpan uang di bank dengan demikian jumlah uang yang beredar
4
berkurang. Selain itu kenaikan suku bunga tabungan akan meningkatkan suku
bunga kresit, dengan naiknya suku bunga kredit orang akan enggan
untuk mengajukan kredit.
Jika suku bunga turun, tentu mencerminkan keadaan bahwa jumlah uang yang
beredar di masyarakat harus ditambah. Dengan suku bunga yang rendah
masyarakat tidak tertarik untuk menabung dan suku bunga kredit akan
menurun dan mengakibatkan masyarakat banyak tertarik untuk mengajukan
pinjaman ke bank. dengan demikian jumlah uang yang beredar di masyarakat
bertambah. Penurunan suku bunga biasanya dilakukan pada saat
perekonomian mengalami kelesuan (resesi).
2. Operasi pasar terbuka (open market operation)
Operasi pasar terbuka adalah cara mengendalikan uang yang beredar dengan
menjual atau membeli surat berharga pemerintah (government securities). jika
ingin menambah jumlah uang beredar, pemerintah akan membeli surat
berharga pemerintah. Namun, bila ingin jumlah uang yang beredar berkurang,
maka pemerintah akan menjual surat berharga pemeritah kepada masyarakat.
Surat berharga pemerintah antara lain adalah SBI (Sertifikat Bank Indonesia)
dan SBPU ( Surat Berharga Pasar Uang ).
3. Rasio Cadangan Wajib (reserve requirement ratio)
Rasio cadangan wajib adalah mengatur jumlah uang yang beredar dengan
memainkan jumlah dana cadangan perbankan yang harus disimpan pada
pemerintah. Untuk menambah jumlah uang, pemerintah menurunkan rasio
cadangan wajib. Untuk menurunkan jumlah uang beredar, pemerintah
menaikkan rasio cadangan wajib.
4. Himbauan Moral (Moral Persuasion)
Himbauan moral adalah kebijakan moneter untuk mengatur jumlah uang
beredar dengan jalan memberi imbauan kepada pelaku ekonomi. Contohnya
seperti menghimbau perbankan pemberi kredit untuk berhati hati dalam
mengeluarkan kredit untuk mengurangi jumlah uang beredar dan menghimbau
agar bank meminjam uang lebih ke bank sentral untuk memperbanyak jumlah
uang beredar pada perekonomian.
5. Kredit selektif
Politik bank sentral untuk mengurangi jumlah uang yang beredar dengan cara
memperketat pemberian kredit.
6. Politik sanering yang dilakukan bila sudah terjadi hiper inflasi.
5
Periode Tahun 1945-1953
Pada tahun 1946 Pemerintah Indonesia Mendirikan bank sirkulasi untuk pertama
kalinya yang berbentuk bank milik negara dan pelaksanaannya berupa Bank
Negara Indonesia (BNI) dan Bank Rakyat Indonesia (BRI). Kedua bank milik
negara ini dan beberapabank swasta ditunjuk oleh pemerintah untuk
melaksanakan penukaran mata uang Hindia Belanda dan Jepang dengan mata
uang Republik Indonesia yang dikeluarkan oleh pemerintah Indonesia. Tujuan
diedarkannya mata uang ini adalah untuk menggantikan peranan mata uang
Hindia Belanda dan Jepang dalam perekonomian Indonesia.
Mata Uang Republik Indonesia ini hanya mencapai usia 3 tahun 5 bulan saja,
sebelum akhirnya ditarik dari peredaran dan diganti dengan uang yang
dikeluarkan De Javasche Bank. De Javasche Bank akhirnya diputuskan sebagai
bank sentral pada penyerahan kedaulatan Indonesia pada pemerintah Republik
Indonesia (RIS). Beberapa setelah pembentukan NKRI dilakukan nasionalisasi
terhadap De Javasche Bank melalui Undang –undang nasionalisasi De Javasche
bank tanggal 6 Desember 1951.
Sesuai dengan Undang-undang No.11 Tahun 1953 tersebut terfokus pada fungsi
bank Indonesia sebagai bank sirkulasi. Tantangan terbesar pada saat itu adlah
menyatukan mata uang yang sudah banyak beredar dan berbeda-beda di
berbagai Wilayah Indonesia.
Bank Indonesia menerbit kan uang baru yaitu Rupiah sebagai satu-satunya alat
pembayaran yang sah di seluruh wilayah Indonesia. Pada awal berdirinya Bank
Indonesia selain sebagai bank sirkulasi juga berperan sebagai bank komersil
dengan memberikan kredit langsung kepada pihak swasta, pemerintah, yayasan-
yayasan pemerintah, bank-bank dan lembaga perkreditan lainnya.
6
Pemerintah berkeinginan agar Bank Indonesia berperan lebih aktif dalam
meningkatkan kegiatan ekonomi, dimana betuk dari peran tersebut adalah:
a. Bentuk pembiayaan oleh Bank Indonesia melalui pencetakkan uang
terhadap deficit anggaran pemerintah yang relatif besar dan tidak
terkontrol karena besarnya kepentingan politik pada saat itu.
b. Bentuk pembiayaan secara langsung oleh Bank Indonesia dalam
sejumlah kegiatan ekonomi.
Perkembangan politik pada saat itu cenderung menimbulkan ketimpangan dalam
pelaksanaan kebijakan moneter yang dicerminkan oleh pencetakan uang yang
berlebihan untuk membiayai defisit anggaran sebagai akibat kebijakan fiscal
yang ekspansioner. Kondisi seperti ini telah menimbulkan melonjaknya jumlah
uang beredar yang melebihi kebutuhan riil perekonomian sehingga mendorong
naiknya harga-harga barang secara tajam. Akibatnya laju inflasi membumbung
tinggi hingga mencapai 650% pada tahun 1965.
7
pengeluaran rutin dan pembangunan dalam APBN. Dengan peran aktif dan
kecenderungan dominasi pemerintah, kebijakan fiscal telah memungkinkan
terdorongnya kegiatan ekonomi ril. Sedangkan sisi negatifnya adalah peningkatan
penerimaan devisa dan pengeluaran pemerintah yang telah menyebabkan ekspansi
jumlah uang beredar dari sisi fiskal. Kondisi mengharuskan kebijakan moneter
untuk melakukan penyerapan ekspansi moneter dari sisi fiskal tersebut agar tidak
menimbulkan klebihan likuiditas dalam perekonomian yang dapat meningkatkan
laju inflasi.
Dengan latar belakang tersebut, pada tahun 1974 pemerintah menempuh
kebijakan moneter kontraksioner yaitu dengan kebijakan kredit selektif
(pengaturan terhadap besarnya ekspansi kredit yang diperbolehkan oleh
perbankan). Setiap tahunnya pemerintah menyusun rencana ekspansi kredit
secara nasional dengan menghitung jumlah uang beredar yang sesuai dengan
perkiraan laju inflasi dan pertumbuhan ekonomi. Kemudian masing-masing bank
diminta untuk menyampaikan rencana kreditnya kepada Bank Indonesia untuk
kemudian ditetapkan kredit setahun kedepan untuk masing-masing bank.
Pada masa ini, pemerintah lebih banyak melakukan investasi karena perbankan
mengalami kelangkaan sumber dana karena menurunnya penghimpunan dana
masyarakat dan adanya pembatasan kredit. Untuk memberikan ruang gerak yang
lebih besar kepada bank-bank dalam memanfaatkan dana terutama pemberian
kredit kepada swasta, maka Bank Indonesia tahun 1978 menurunkan reserve
requirement dari 30% menjadi 15% (kebijakan moneter ekspansioner).
8
deposito) tetapi juga bentuk kredit dan jenis pembiayaan yang dilakukan
perbankan. di pasar keuangan terjadi perkembangan yang pesat baik dari sisi
volume transaksi maupun produk-produk keuangan. dengan demikian semakin
banyak dana yang berputar di sektor keuangan mempengaruhi keeratan
hubungan antara uang, inflasi dan output dibandingkan periode sebelumnya.
Pelaksanaan kebijakan moneter oleh Bank Indonesia juga berubah. yang tadinya
dilakukan secara langsung dengan kebijakan kredit selektif mulai beralih ke cara-
cara tidak langsung dan berorientasi pasar (misalnya operasi pasar terbuka) dan
pinjaman jangka pendek. Untuk mendorong kegiatan ekonomi dalam negeri
dalam menghadapi persaingan global, maka pemerintah mengeluarkan paket
kebijakan 27 Oktober 1988 (Pakto) yang berisikan :
9
selain itu pemerintah juga meminta bantuan pendanaan dengan mengikuti
program IMF.
Selanjutnya terjadi kelangkaan dana perbankan akibat rush yang dilakukan
masyarakat setelah pemerintah menutup sejumlah barang yang bernilai tidak sehat
sesuai dengan langkah-langkah yang ditetapkan dalam program IMF.
Perubahan yang besar pada bank Indonesia sebagai Bank sentral yang
independen dalam menjalankan tugasnya tertuang dalam undang-undang No.
23/1999 tentang Bank Indonesia, yang berlaku pada tanggal 17 Mei 1999.
undang-undang ini telah diubah dengan undang-undang republik Indonesia
10
nomor 6/2009. dalam undang-undang ini status dan kedudukan Bank Indonesia
adalah lembaga negara yang independen dalam melaksanakan tugas dan
wewenangnya, bebas dari campur tangan pemerintah dan/atau pihak lain.
terdapat perubahan mendasar, di mana tugas bank Indonesia adalah menetapkan
dan melaksanakan kebijakan moneter untuk mencapai dan memelihara kestabilan
nilai rupiah.
Periode 2015-2019
Berbagai upaya deregulasi yang tertuang dalam Paket Kebijakan Ekonomi
ini membuat kepercayaan pasar mulai membaik. Ini terlihat dari pergerakan
nilai tukar yang semakin stabil, meminimalisasi pemutusan hubungan kerja
(PHK) dan iklim ekonomi (kegiatan berusaha) yang lebih kondusif.
Pemerintah juga berupaya agar penyerapan anggaran bisa ditingkatkan. Kalau
pada semester I tahun 2015, penyerapan anggaran baru mencapai Rp 436,1 triliun
atau 33,1 persen dari pagu Rp 1.319,5 triliun, maka pada bulan September 2015,
penyerapan anggaran sudah di atas 60 persen. Menurut Menteri keuangan,
hingga akhir tahun pemerintah optimistik penyerapan anggaran bisa mencapai
94-95 persen.
Beberapa kebijakan yang telah dikeluarkan pemerintah untuk mendorong
perbaikan ekonomi antara lain:
Di bidang perdagangan, pemerintah telah meluncurkan Indonesia National Single
Window (INSW) yang diperbarui, sehingga siapa pun dapat memantau keluar-
masuk barang ekspor-impor melalui satu sistem. Dengan demikian akurasi data
dan informasi kepabeanan dapat dipertanggung-jawabkan dengan transparan atau
dapat diakses oleh semua pihak yang berkepentingan.
Semua perizinan, dokumen, data, dan informasi lain yang diperlukan dalam
pelayanan dan pengawasan kegiatan ekspor impor dan distribusi kini sudah harus
dilakukan melalui Indonesia Nasional Single Window (INSW). Melalui INSW,
tidak akan ada lagi proses birokrasi yang dilakukan secara manual dan tatap
muka yang selama ini menjadi hambatan kelancaran arus barang, bahkan
membuat distorsi yang membebani daya saing industri dan melemahkan daya
beli konsumen.
Dengan pelayanan perizinan dan non perizinan melalui sistem elektronik, INSW
diharapkan dapat meningkatkan kepastian usaha dan efisiensi dalam kegiatan
ekspor, kebutuhan industri dan investasi, serta mengoptimalkan penerimaan
negara dari kegiatan perdagangan internasional.
11
Di bidang energi, pemerintah telah menurunkan harga solar sebesar Rp 200 pada
Oktober 2015 ini. Selain itu, pemerintah juga mendorong nelayan untuk beralih
dari penggunaan bahan bakar solar menjadi bahan bakar gas. Pemerintah juga
memberi diskon tarif listrik bagi industri antara jam 23.00-08.00 WIB.
Di bidang perbankan, pemerintah memberikan akses yang lebih luas bagi
masyarakat, terutama golongan kelas menengah-bawah untuk mendapatkan akses
ke sistem perbankan melalui fasilitas Kredit Usaha Rakyat (KUR) dengan bunga
rendah, yakni 12 persen. Tak cuma itu, melalui Lembaga Pembiayaan Ekspor
Indonesia (LPEI) untuk mendukung UKM yang berorientasi ekspor atau yang
terlibat dalam produksi untuk produk ekspor, pemerintah juga memberikan
fasilitas pinjaman atau kredit modal kerja dengan tingkat bunga yang lebih
rendah dari tingkat bunga komersial. Fasilitas ini terutama diberikan kepada
perusahaan padat karya dan rawan PHK.
Di bidang fiskal, pemerintah menyediakan fasilitas pengurangan pajak
penghasilan (PPh) badan mulai dari 10 hingga 100 persen untuk jangka waktu 5-
10 tahun (tax holiday). Persyaratan penerima tax holiday adalah wajib pajak baru
yang berstatus badan hukum, membangun industri pionir dengan rencana
investasi minimal Rp 1 triliun, rasio utang terhadap ekuitas (debt equity ratio)
1:4, serta mengendapkan dana di perbankan nasional minimal 10 persen dari total
rencana investasi hingga realisasi proyek.
Yang disebut industri pionir meliputi industri logam hulu, pengilangan minyak
bumi, kimia dasar organik, industri permesinan, industri pengolahan berbasis
pertanian, kehutanan dan perikanan, industri telekomunikasi, informasi dan
komunikasi, transportasi kelautan, industri pengolahan di Kawasan Ekonomi
Khusus (KEK), dan infrastruktur.
Insentif fiskal lainnya yang ditawarkan pemerintah adalah pengurangan
penghasilan netto sebesar 5 persen setahun selama enam tahun sebagai dasar
pengenaan PPh badan (tax allowance). Fasilitas ini berbeda dengan tax holiday
karena tidak mengurangi tarif PPh badan sebesar 25 persen, tetapi mengurangi
penghasilan kena pajak maksimal 30 persen selama enam tahun. Tax allowance
juga memperhitungkan penyusutan dan amortisasi yang dipercepat, pemberian
tambahan jangka waktu kompensasi kerugian, serta mengurangi 10 persen tarif
PPh atas dividen yang dibayarkan kepada wajib pajak di luar negeri.
Pada sektor perburuhan, kebijakan untuk menerapkan formula pada
penghitungan Upah Minimum juga disambut baik karena memberikan kepastian,
baik kepada pengusaha maupun buruh, tentang kenaikan upah yang bakal
diterima buruh setiap tahun dengan besaran yang terukur.
12
2.2 KEBIJAKAN FISKAL DI INDONESIA
13
B. Kebijakan Fiskal yang dilakukan oleh pemerintah
Kebijakan fiskal yang dilakukan oleh pemerintah antara lain :
Kebijakan fiskal stabilisator otomatis
Kebijakan fiskal ini bisa ditemui di negara-negara maju di mana
kebijakan fiskal yang memiliki stabilisator otomatis, yaitu pajak dan
pengeluaran dikatakan dalam transfer payment
Kebijakan fiskal diskresioner
Kebijakan ini merupakan langkah-langkah pemerintah untuk mengubah
pengeluaran atau pemungutan pajak nya untuk mengatasi masalah
ekonomi yang sedang dihadapi.
14
Billing yang dimaksud adalah format APBN hanya terdiri dari satu kolom
dimana sebelumnya terjadi dua kolom dengan sistem anggaran yang
berimbang.
Perubahan ini merupakan salah satu wujud reformasi kebijakan fiskal
pemerintah Indonesia. dengan format anggaran yang baru, APBN menjadi lebih
transparan dan mudah untuk dianalisis. Sumber anggaran, pengeluaran dan
defisit anggaran jelas terlihat dalam format ini. Perhitungan anggaran dimulai
Januari dan berakhir Desember juga dinilai lebih efektif dalam penyusunan dan
realisasi anggaran.
Untuk pengeluaran terdapat dua pengeluaran dalam APBN yaitu pengeluaran
pemerintah pusat dan transfer ke daerah untuk pengeluaran pemerintah pusat
diantaranya terdapat pengeluaran untuk belanja pegawai belanja barang belanja
modal pembayaran bunga utang subsidi belanja hibah bantuan sosial dan lain-
lain untuk transfer ke daerah pengeluaran terdiri dari dana perimbangan adapun
dana perimbangan terdiri dari pertama bagi hasil pajak dan sumber daya alam
kedua dana alokasi umum dan dana alokasi khusus pengeluaran lain adalah
dana otonomi khusus dan dana Penyesuaian.
15
Setelah pada tahun 2020 melakukan pembelian dari pasar perdana sebesar
Rp473,42 triliun untuk pendanaan APBN 2020, pada 2021 Bank Indonesia
melanjutkan pembelian SBN dari pasar perdana untuk pembiayaan APBN
Tahun 2021 melalui mekanisme sesuai dengan Keputusan Bersama Menteri
Keuangan dan Gubernur Bank Indonesia tanggal 16 April 2020, sebagaimana
telah diperpanjang tanggal 11 Desember 2020, hingga 31 Desember 2021.
Besarnya pembelian SBN di pasar perdana hingga 16 Maret 2021 sebesar
Rp65,03 triliun, terdiri dari sebesar Rp22,90 triliun melalui mekanisme lelang
utama dan sebesar Rp42,13 triliun melalui mekanisme Greenshoe Option
(GSO). Kondisi likuiditas yang longgar pada Februari 2021 telah mendorong
tingginya rasio Alat Likuid terhadap Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) yakni
32,86%
16
E. Respons Kebijakan Bank Indonesia
17
mendukung pengembangan ekosistem ekonomi dan keuangan digital
yang inklusif dan efisien khususnya UMKM dalam rangka mendorong
pemulihan ekonomi, termasuk Gerakan Nasional Bangga Buatan
Indonesia (Gernas BBI) dan Gerakan Bangga Berwisata Indonesia
(GBWI) melalui antara lain implementasi reformasi regulasi sistem
pembayaran sesuai PBI No.22/23/PBI/2020, memperpanjang MDR QRIS
0% bagi usaha mikro hingga 31 Desember 2021, perluasan akseptasi
QRIS 12 juta merchant, dan mendorong kolaborasi e-commerce, UMKM
dan Pemerintah untuk memperkuat daya saing produk UMKM domestik
baik untuk penjualan dalam negeri maupun ekspor.
7. Melanjutkan percepatan pendalaman pasar keuangan melalui penguatan
Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) sebagai acuan nilai tukar
Rupiah terhadap dolar AS guna meningkatkan kredibilitas pasar valas
domestik dan mendukung stabilitas nilai tukar di Indonesia.
8. Memfasilitasi penyelenggaraan promosi perdagangan dan investasi pada
sektor-sektor produktif, sektor pariwisata, serta melakukan sosialisasi
penggunaan local currency settlement (LCS), baik di dalam maupun luar
negeri, bekerja sama dengan instansi dan stakeholders terkait.
18
3. Memperluas penggunaan instrumen Sukuk Bank Indonesia (SukBI) pada
tenor 1 minggu sampai dengan 12 bulan dalam rangka memperkuat
operasi moneter syariah mulai berlaku 16 April 2021.
4. Memperkuat transparansi Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK) perbankan
secara lebih rinci serta berkoordinasi dengan Pemerintah dan otoritas
terkait untuk mendukung percepatan transmisi kebijakan moneter dan
peningkatan kredit/pembiayaan kepada dunia usaha.
5. Memperkuat kebijakan Rasio Intermediasi Makroprudensial (RIM/RIM
Syariah) dengan memasukkan wesel ekspor sebagai komponen
pembiayaan, serta memberlakukan secara bertahap ketentuan disinsentif
berupa Giro RIM/RIMS, untuk mendorong penyaluran kredit/pembiayaan
perbankan kepada dunia usaha dan ekspor guna mengakselerasi
pemulihan ekonomi.
6. Mempercepat pendalaman pasar uang melalui pengembangan transaksi
repo antar pelaku pasar dan penguatan infrastruktur transaksi guna
mendukung efektivitas transmisi kebijakan moneter dan manajemen
likuiditas sektor keuangan.
7. Memfasilitasi penyelenggaraan promosi perdagangan dan investasi serta
sosialisasi penggunaan Local Currency Settlement (LCS) bekerjasama
dengan instansi terkait. Pada Maret dan April 2021 akan diselenggarakan
promosi investasi dan perdagangan di Singapura, Malaysia, Jepang,
Amerika Serikat, Australia, Tiongkok, dan Perancis, serta kegiatan
sosialisasi penggunaan LCS di Jepang dan Malaysia.
8. Melanjutkan dukungan pengembangan ekosistem ekonomi dan keuangan
digital yang inklusif dan efisien khususnya UMKM melalui perluasan
penggunaan dan fitur QR Code Indonesian Standard (QRIS),
penyelenggaraan Festival Ekonomi Keuangan Digital Indonesia (FEKDI)
dan Karya Kreatif Indonesia (KKI), dalam rangka mendorong pemulihan
ekonomi, termasuk Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia (GBBI)
dan Gerakan Bangga Berwisata Indonesia (GBWI);
9. Mendukung pembentukan Tim Percepatan dan Perluasan Digitalisasi
Daerah (TP2DD) dalam rangka mendorong inovasi, mempercepat dan
memperluas pelaksanaan Elektronifikasi Transaksi Pemda (ETP), serta
integrasi ekonomi dan keuangan digital. Bank Indonesia terus
memperkuat koordinasi kebijakan dengan Pemerintah dan KSSK,
termasuk implementasi Paket Kebijakan Terpadu KSSK, untuk
mempercepat penyaluran kredit/pembiayaan dari perbankan kepada dunia
usaha pada sektor-sektor prioritas yang mendukung pertumbuhan
ekonomi dalam rangka pemulihan ekonomi nasional.
19
2.4 SEKTOR PENDIDIKAN & KESEHATAN DIKENAKAN PPN FINAL
Pemerintah berencana memberlakukan pengenaan Pajak Pertambahan Nilai
(PPN) final pada sektor jasa kesehatan dan pendidikan. Ekonom Center of
Reform on Economics (CORE) Yusuf Rendy Manilet mengatakan, jika
berbicara potensi penerimaan pada sektor PPN, terlihat ruang peningkatan
untuk PPN masih sangat lebar di Indonesia. Hal ini tercermin
dari cefficiency Indonesia yang masih lebih rendah jika dibandingkan dengan
beberapa negara peers seperti Singapura dan Thailand. pemerintah
menjadikan PPN sebagai objek pajak yang dirombak melalui UU Harmonisasi
Peraturan Perpajakan (HPP). berkaitan dengan pengenaan PPN final. terutama
pada sektor jasa kesehatan dan pendidikan.Pemerintah kurang bijak jika
dilakukan saat ini. Menteri Keuangan Sri Mulyani menyampaikan bahwa PPN
final akan dikenakan pada barang dan jasa tertentu yang bisa ditetapkan
sebagai barang atau jasa kena pajak. Tarif yang ditetapkan adalah sebesar 1
persen, dua persen, atau tiga persen. sektor jasa kesehatan dan pendidikan
merupakan dua sektor yang berpengaruh pada seluruh kelompok golongan
masyarakat. Pengenaan PPN akan mendorong kenaikan harga pada kedua jasa
tersebut.
Dengan demikian, pengenaan PPN final pada dua sektor ini dikhawatirkan
akan semakin menekan daya beli masyarakat kelas menengah ke bawah. jika
kondisi ini dibarengi dengan keputusan untuk juga menjalankan tarif PPN
[menjadi] 11 persen, yang dikhawatirkan akan semakin menekan purchasing
power kelompok menengah ke bawah pemerintah sebaiknya kembali
mengkaji rencana tersebut sebelum memberlakukan tarif PPN final kepada
dua sektor ini. Misal, dengan tarif PPN 11 persen, apakah kemudian
penerimaan negara dari sektor PPN bisa tercapai atau meningkat seberapa
tinggi, jika sudah cukup maka seharusnya PPN Final ke kedua sektor ini bisa
tetap dikecualikan.
20
seiring bertambahnya jumlah kendaraan sehingga kendaraan pertama, kedua,
ketiga, dan seterusnya dikenai tarif berbeda.
Misalnya saja Anda menjual mobil ke orang lain, namun Anda tidak
melakukan balik nama kepemilikan mobil tersebut, maka pajak progresif akan
ditanggungkan pada pemilik lama karena nama dan alamat tempat tinggal
pemilik mobil tersebut masih sama.Dengan demikian, jika Anda menjual
kendaraan bermotor kepada orang lain, sebaiknya segera melakukan proses
balik nama sehingga Anda tidak lagi membayar pajak progresif untuk
kendaraan tersebut. Dasar pengenaan pajak bagi kendaraan bermotor diatur
dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah.Undang-undang ini menyebutkan bahwa kepemilikan kedua
untuk pembayaran pajak dikelompokkan menjadi tiga, yaitu:
Contoh: Anda memiliki satu mobil, satu motor, dan satu truk dalam satu
rumah. Semua kendaraan tersebut atas nama pribadi. Masing-masing
kendaraan ditetapkan menjadi kepemilikan pertama karena berbeda jenis.
Otomatis, Anda hanya dikenakan pajak progresif pertama.
21
Meski persentase tarif sudah ditetapkan, setiap daerah memiliki kewenangan
untuk menetapkan besarannya. Syaratnya, jumlah tarif tersebut tidak melebihi
rentang yang dicantumkan dalam pasal 6 Undang-Undang Nomor 28 Tahun
2009. Berikut ini tarif pajak progresif untuk wilayah DKI Jakarta berdasarkan
Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 2 tahun 2015:
Kendaraan pertama 2%
Kendaraan kedua 2,5%
Kendaraan ketiga 3%
Kendaraan keempat 3,5%
Kendaraan kelima 4%
Kendaraan keenam 4,5%
Kendaraan ketujuh 5%
Kendaraan kedelapan 5,5%
Kendaraan kesembilan 6%
Kendaraan kesepuluh 6,5%
Kendaraan kesebelas 7%
Kendaraan keduabelas 7,5%
Kendaraan ketigabelas 8%
Kendaraan keempatbelas 8,5%
Kendaraan Kelimabelas 9%
Kendaraan Keenambelas 9,5%
Kendaraan Ketujuhbelas 10%
Gambar 2.1
Tabel Pengenaan Tarif Pajak Progresif
22
BAB 3
PENUTUP
23
6. Paket kebijakan tersebut belum sepenuhnya dilaksankan. Seperti yang kita
ketahui virus covid 19 yang menyerang hampir di seluruh negara
menyebabkan perekonomian di Indonesia memburuk sehingga banyak
karyawan yang terkena dampak berupa Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
Arus lalu lintas baik perjalanan maupun pengiriman bahkan terputus ke
beberapa kota maupun negara dan kalaupun bisa harus memiliki surat berupa
PCR dan lain-lain sebagai akibat kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar
yang diambil oleh pemerintah untuk mengurangi penyebaran virus covid 19
tersebut.
24
DAFTAR PUSTAKA
https://m.bisnis.com/amp/read/20220314/259/1510327/sektor-pendidikan-
kesehatan-bakal-kena-ppn-final-ekonom-daya-beli-masyarakat-makin-
anjlok
https://indonesia.go.id/kategori/kependudukan/1442/pajak-progresif-
kendaraan bermotor#:~:text=Pajak%20progresif%20adalah%20tarif
%20pemungutan ,nilai%20objek%20pajak%20mengalami%20kenaikan
https://kominfo.go.id/index.php/content/detail/5971/Paket+Kebijakan+Ekon
omi/0/berita