Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH

PEREKONOMIAN INDONESIA
“Kebijakan Fiskal dan Kebijakan Moneter di Indonesia”
Dosen Pengampu : Asrizal Efendi Nst, SE., M.Si

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 6

1. SIFA USSAUKINA 2005170198


2. MEISYIE ZERLINA 2005170167
3. APRILIYA ANANDA PUTRI 2105170238P

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
PROGRAM STUDI AKUNTANSI
2021/2022
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr.wb.

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan nikmat
kesehatan dan nikmat kesempatan serta riho-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah yang berjudul “Kebijakan Fiskal dan Kebijakan Moneter di Indonesia” ini
guna memenuhi salah satu tugas mata kuliah Perekonomian Indonesia.

Tidak lupa juga kami mengucakan terima kasih kepada Bapak Asrizal Efendi Nst,
SE., M.Si selaku dosen pangampu mata kuliah perekonomian indonesia, orang tua
serta teman-teman yang telah mendukung terselesaikannya makalah ini.

Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ilmiah ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun
sehinga kami dapat memperbaiki makalah ini. Akhir kata, kami berharap semoga
makalah ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca.
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................. i
DAFTAR ISI ................................................................................................................ ii
BAB 1 PENDAHULUAN ............................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................. 1
1.2 Rumuan masalah .......................................................................................... 3
1.3 Tujuan .......................................................................................................... 3
BAB 2 PEMBAHASAN ............................................................................................... 4
2.1 Kebijakan Moneter di Indonesia .................................................................. 4
2.2 Kebjakan Fiskal di Indonesia ....................................................................... 13
2.3 Kebijakan Moneter dan Fiskal di Indonesia Tahun 2021 ............................ 15
2.4 Sektor Pendidikan dan Kesehatan akan dikenakan PPN Final ................... 20
2.5 Penetapan Pajak Progresif............................................................................ 20
BAB 3 PENUTUP......................................................................................................... 23
4.1 Implikasi Praktis........................................................................................... 23
4.2 Kesimpulan .................................................................................................. 24
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pulau Jawa sebagai basis industri dan merupakan salah satu kontributor utama
pertumbuhan ekonomi berhasil tumbuh positif sebesar 3,66% (yoy). Sementara itu,
pertumbuhan ekonomi tertinggi dicapai oleh wilayah Maluku dan Papua sebesar
10,09 (yoy), sejalan dengan tingginya pertumbuhan sektor pertambangan di kedua
daerah tersebut serta imbas dari kenaikan harga komoditas sepanjang 2021. Selain itu,
wilayah Bali dan Nusa Tenggara juga berhasil tumbuh positif sebesar 0,07% (yoy),
walaupun sangat bergantung terhadap sektor pariwisatanya yang mengalami
penurunan kinerja sejak terjadi pandemi Covid-19.

Upaya pengendalian pandemi Covid-19 yang dilakukan Pemerintah bersama


seluruh stakeholders, termasuk semua masyarakat Indonesia, telah berhasil
mendongkrak pertumbuhan perekonomian nasional sebesar 3,69% (yoy) di 2021.
Dengan angka pertumbuhan tersebut, PDB per kapita Indonesia meningkat menjadi
Rp62,2 juta (atau setara dengan US$4.349,5), lebih tinggi dari PDB per kapita
sebelum pandemi yang sebesar Rp59,3 juta di 2019.

Upaya pengendalian tersebut ditempuh dengan menetapkan strategi pengendalian


yang didukung dengan kebijakan fiskal dan moneter yang ditetapkan oleh Presiden
Republik Indonesia adaapun beberapa paket kebijakan ekonomi pada pemerintahan
Presiden Joko Widodo adalah paket pertama mendorong daya saing industri nasional
melalui deregulasi, debirokratisasi serta penegakan hukum dan kepastian usaha.

Paket kebijakan kedua adalah mempercepat proyek strategis nasional dengan


menghilangkan berbagai hambatan seperti penyederhanaan perijinan, penyelesaian
tata ruang dan penyediaan lahan, percepatan pengadaan barang dan jasa pemerintah,
direksi dalam penyelesaian hambatan dan perlindungan hukum.

1
Kemudian Paket kebijakan ketiga meningkatkan investasi di sektor properti khusunya
pembangunan perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Akan tetapi
yang menjadi pertanyaan kemudian adalah apakah ketiga paket kebijakan tersebut
telah dilaksanakan sepenuhnya dan memberi sumbangan yang berarti dalam
peningkatan perekonomian di Indonesia atau malah justru sebaliknya.

2
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah pada makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah kebijakan fiskal di indonesia pada tahun 2021?
2. Bagaimanakah Kebijakan moneter di indonesia pada tahun 2021?
3. Apa saja kebijakan fiskal dan moneter yang dibuat oleh presiden Republik
Indonesia?
4. Apakah kebijakan tersebut telah terlaksana sepenuhnya?

1.3 Tujuan Rumusan Masalah


Adapun tujuan dari perumusan masalah makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui kebijakan fiskal di indonesia pada tahun 2021
2. Untuk mengetahui kebijakan moneter di indonesia pada tahun 2021
3. Untuk mengetahui apa saja kebijakan fiskal dan moneter yang dibuat oleh
presiden Republik Indonesia.
4. Untuk mengetahui apakah kebijakan tersebut telah terlaksana sepenuhnya

3
BAB 2
PEMBAHASAN

2.1 KEBIJAKAN EKONOMI MONETER DI INDONESIA

A. Pengertian dan Instrumen Kebijakan Moneter


Kebijakan moneter adalah kebijakan yang dilakukan oleh otoritas moneter (bank
sentral) dalam bentuk pengendalian besaran moneter (uang beredar, uang primer
dan kredit perbankan) dana atau suku bunga untuk mencapai perkembangan
kegiatan perekonomian yang diinginkan. Kebijakan moneter terbagi atas 2 yaitu :
1. Kebijakan moneter ekspansioner yaitu kebijakan moneter yang ditujukan
untuk mendorong kegiatan ekonomi.
2. Kebijakan moneter kontraksioner yaitu kebijakan moneter yang ditujukan
untuk memperlambat kegiatan ekonomi.
Tujuan dari kebijakan moneter adalah :
1. Mengedarkan mata uang sebagai alat pertukaran (medium of exchange)
dalam perekonomian.
2. Mempertahankan keseimbangan antara kebutuhan likuiditas perekonomian
dan stabilitas tingkat harga.
3. Distribusi likuiditas yang optimal dalam rangka mencapai pertumbuhan
ekonomi yang diinginkan pada berbagai sektor ekonomi.
4. Membantu pemerintah melaksanakan kewajibannya yang tidak dapat
terealisasi melalui sumber penerimaan yang normal.

Untuk mengatasi inflansi pemerintah mengambil beberapa kebijakan moneter


atau biasa disebut sebagai instrument atau alat dari kebijakan moneter, antara lain:

1. Kebijakan diskonto
Kebijakan diskonto adalah satu kebijakan yang dilakukan oleh bank sentral
dengan menambah atau mengurangi jumlah uang dengan cara menaikkan atau
menurunkan tingkat suku bunga.
Jika bank sentral menaikkan suku bunga diharapkan masyarakat tertarik untuk
menyimpan uang di bank dengan demikian jumlah uang yang beredar

4
berkurang. Selain itu kenaikan suku bunga tabungan akan meningkatkan suku
bunga kresit, dengan naiknya suku bunga kredit orang akan enggan
untuk mengajukan kredit.
Jika suku bunga turun, tentu mencerminkan keadaan bahwa jumlah uang yang
beredar di masyarakat harus ditambah. Dengan suku bunga yang rendah
masyarakat tidak tertarik untuk menabung dan suku bunga kredit akan
menurun dan mengakibatkan masyarakat banyak tertarik untuk mengajukan
pinjaman ke bank. dengan demikian jumlah uang yang beredar di masyarakat
bertambah. Penurunan suku bunga biasanya dilakukan pada saat
perekonomian mengalami kelesuan (resesi).
2. Operasi pasar terbuka (open market operation)
Operasi pasar terbuka adalah cara mengendalikan uang yang beredar dengan
menjual atau membeli surat berharga pemerintah (government securities). jika
ingin menambah jumlah uang beredar, pemerintah akan membeli surat
berharga pemerintah. Namun, bila ingin jumlah uang yang beredar berkurang,
maka pemerintah akan menjual surat berharga pemeritah kepada masyarakat.
Surat berharga pemerintah antara lain adalah SBI (Sertifikat Bank Indonesia)
dan SBPU ( Surat Berharga Pasar Uang ).
3. Rasio Cadangan Wajib (reserve requirement ratio)
Rasio cadangan wajib adalah mengatur jumlah uang yang beredar dengan
memainkan jumlah dana cadangan perbankan yang harus disimpan pada
pemerintah. Untuk menambah jumlah uang, pemerintah menurunkan rasio
cadangan wajib. Untuk menurunkan jumlah uang beredar, pemerintah
menaikkan rasio cadangan wajib.
4. Himbauan Moral (Moral Persuasion)
Himbauan moral adalah kebijakan moneter untuk mengatur jumlah uang
beredar dengan jalan memberi imbauan kepada pelaku ekonomi. Contohnya
seperti menghimbau perbankan pemberi kredit untuk berhati hati dalam
mengeluarkan kredit untuk mengurangi jumlah uang beredar dan menghimbau
agar bank meminjam uang lebih ke bank sentral untuk memperbanyak jumlah
uang beredar pada perekonomian.
5. Kredit selektif
Politik bank sentral untuk mengurangi jumlah uang yang beredar dengan cara
memperketat pemberian kredit.
6. Politik sanering yang dilakukan bila sudah terjadi hiper inflasi.

5
Periode Tahun 1945-1953
Pada tahun 1946 Pemerintah Indonesia Mendirikan bank sirkulasi untuk pertama
kalinya yang berbentuk bank milik negara dan pelaksanaannya berupa Bank
Negara Indonesia (BNI) dan Bank Rakyat Indonesia (BRI). Kedua bank milik
negara ini dan beberapabank swasta ditunjuk oleh pemerintah untuk
melaksanakan penukaran mata uang Hindia Belanda dan Jepang dengan mata
uang Republik Indonesia yang dikeluarkan oleh pemerintah Indonesia. Tujuan
diedarkannya mata uang ini adalah untuk menggantikan peranan mata uang
Hindia Belanda dan Jepang dalam perekonomian Indonesia.
Mata Uang Republik Indonesia ini hanya mencapai usia 3 tahun 5 bulan saja,
sebelum akhirnya ditarik dari peredaran dan diganti dengan uang yang
dikeluarkan De Javasche Bank. De Javasche Bank akhirnya diputuskan sebagai
bank sentral pada penyerahan kedaulatan Indonesia pada pemerintah Republik
Indonesia (RIS). Beberapa setelah pembentukan NKRI dilakukan nasionalisasi
terhadap De Javasche Bank melalui Undang –undang nasionalisasi De Javasche
bank tanggal 6 Desember 1951.

Periode Tahun 1953-1967


Perkembangan selanjutnya pemerintah Indonesia mengeluarkan Undang-undang
No. 11 Tahun 1953 Tentang pokok Bank Indonesia. Dengan undang-undang
tersebut dibentuklah Dewan Moneter dengan Menteri Keuangan sebagai ketua
dan Menteri Ekonomi dan Gubernur Bank Indonesia sebagai anggota. Adapun
tugas dan wewenang Dewan Moneter adalah :
a. Menentukan kebijakan moneter secara umum
b. Mengatur dan menstabilkan mata uang
c. Memajukan urusan kredit dan perbankan

Sesuai dengan Undang-undang No.11 Tahun 1953 tersebut terfokus pada fungsi
bank Indonesia sebagai bank sirkulasi. Tantangan terbesar pada saat itu adlah
menyatukan mata uang yang sudah banyak beredar dan berbeda-beda di
berbagai Wilayah Indonesia.
Bank Indonesia menerbit kan uang baru yaitu Rupiah sebagai satu-satunya alat
pembayaran yang sah di seluruh wilayah Indonesia. Pada awal berdirinya Bank
Indonesia selain sebagai bank sirkulasi juga berperan sebagai bank komersil
dengan memberikan kredit langsung kepada pihak swasta, pemerintah, yayasan-
yayasan pemerintah, bank-bank dan lembaga perkreditan lainnya.

6
Pemerintah berkeinginan agar Bank Indonesia berperan lebih aktif dalam
meningkatkan kegiatan ekonomi, dimana betuk dari peran tersebut adalah:
a. Bentuk pembiayaan oleh Bank Indonesia melalui pencetakkan uang
terhadap deficit anggaran pemerintah yang relatif besar dan tidak
terkontrol karena besarnya kepentingan politik pada saat itu.
b. Bentuk pembiayaan secara langsung oleh Bank Indonesia dalam
sejumlah kegiatan ekonomi.
Perkembangan politik pada saat itu cenderung menimbulkan ketimpangan dalam
pelaksanaan kebijakan moneter yang dicerminkan oleh pencetakan uang yang
berlebihan untuk membiayai defisit anggaran sebagai akibat kebijakan fiscal
yang ekspansioner. Kondisi seperti ini telah menimbulkan melonjaknya jumlah
uang beredar yang melebihi kebutuhan riil perekonomian sehingga mendorong
naiknya harga-harga barang secara tajam. Akibatnya laju inflasi membumbung
tinggi hingga mencapai 650% pada tahun 1965.

Periode Tahun 1968-1997


Periode stabilisasi dan rehabilitasi ekonomi (1968-1972)
Pada masa ini, perkembangan ekonomi dan keuangan terus terjadi. Pada awalnya
kebijakan pemerintah lebih diprioritaskan untuk memulihkan stabilitas ekonomi
yang sempat terancam pada pertengahan tahun 1960-an. Di sisi moneter,
pencetakan uang baru untuk pembiayaan defisit anggaran pemerintah dihentikan
dan jumlah uang beredar dikendalikan, sehingga laju inflasi turun drastic hingga
dibawah 10%. Penataan dibidang moneter dimantapkan dengan dikeluarkannya
Undang-undang No. 13 Tahun 1968 tentang Bank Sentral. Dalam hal ini tugas
bank Indonesia adalah membantu pemerintah dalam 2 hal yaitu :
a. Mengatur, menjaga dan memelihara kestabilan nilai rupiah.
b. Mendorong kelancaran produksi dan pembangunan serta memperluas
kesempatan kerja guna meningkatkan taraf hidup rakyat.
Kebijakan moneter dirumuskan oleh Dewan Moneter dan Bank Indonesia dengan
melakukan tugas kebijakan moneter sesuai dengan keputusan Dewan Moneter.

Periode pertumbuhan ekonomi dengan hasil minyak (1973-1983)


Peningkatan harga minyak dunia di awal decade tahun 1970-an dan ditemukannya
ladang-ladang minyak Indonesia telah memberikan sisi positif dan negatif. Sisi
positifnya adalah penerimaan pemerintah bertambah sehingga dapat membiayai

7
pengeluaran rutin dan pembangunan dalam APBN. Dengan peran aktif dan
kecenderungan dominasi pemerintah, kebijakan fiscal telah memungkinkan
terdorongnya kegiatan ekonomi ril. Sedangkan sisi negatifnya adalah peningkatan
penerimaan devisa dan pengeluaran pemerintah yang telah menyebabkan ekspansi
jumlah uang beredar dari sisi fiskal. Kondisi mengharuskan kebijakan moneter
untuk melakukan penyerapan ekspansi moneter dari sisi fiskal tersebut agar tidak
menimbulkan klebihan likuiditas dalam perekonomian yang dapat meningkatkan
laju inflasi.
Dengan latar belakang tersebut, pada tahun 1974 pemerintah menempuh
kebijakan moneter kontraksioner yaitu dengan kebijakan kredit selektif
(pengaturan terhadap besarnya ekspansi kredit yang diperbolehkan oleh
perbankan). Setiap tahunnya pemerintah menyusun rencana ekspansi kredit
secara nasional dengan menghitung jumlah uang beredar yang sesuai dengan
perkiraan laju inflasi dan pertumbuhan ekonomi. Kemudian masing-masing bank
diminta untuk menyampaikan rencana kreditnya kepada Bank Indonesia untuk
kemudian ditetapkan kredit setahun kedepan untuk masing-masing bank.
Pada masa ini, pemerintah lebih banyak melakukan investasi karena perbankan
mengalami kelangkaan sumber dana karena menurunnya penghimpunan dana
masyarakat dan adanya pembatasan kredit. Untuk memberikan ruang gerak yang
lebih besar kepada bank-bank dalam memanfaatkan dana terutama pemberian
kredit kepada swasta, maka Bank Indonesia tahun 1978 menurunkan reserve
requirement dari 30% menjadi 15% (kebijakan moneter ekspansioner).

Periode deregulasi, debirokratisasi dan liberalisasi ekonomi (1983-1997)


Awal dekade 1980-an terjadi kemerosotan harga minyak di pasar dunia sebagai
akibat adanya kecenderungan terjadinya resesi dunia. Akibatnya penerimaan
negara terbatas untuk membiayai APBN. Peran utama pemerintah dalam
meningkatkan kegiatan ekonomi tidak dapat lagi dipertahankan, sehingga
kelangsungan pembangunan ekonomi terancam. Untuk mengatasi hal tersebut
pemerintah melakukan serangkaian kebijakan reformasi dibidang ekonomi dalam
bentuk deregulasi, debirokratisasi dan liberalisasi di berbagai sektor ekonomi
seperti perbankan dan keuangan, perdagangan, investasi dan lainnya. tujuannya
untuk menumbuhkan mendorong dan meningkatkan peran swasta dalam setiap
aspek kehidupan ekonomi menggantikan peran pemerintah demi keseimbangan
pembangunan nasional.
Deregulasi di sektor perbankan dan keuangan dimulai dengan dikeluarkannya
paket kebijakan 1 Juni 1983 yang mencabut pagu kredit perbankan. Dampaknya
bukan hanya peningkatan dalam mobilitas dana masyarakat (tabungan, giro dan

8
deposito) tetapi juga bentuk kredit dan jenis pembiayaan yang dilakukan
perbankan. di pasar keuangan terjadi perkembangan yang pesat baik dari sisi
volume transaksi maupun produk-produk keuangan. dengan demikian semakin
banyak dana yang berputar di sektor keuangan mempengaruhi keeratan
hubungan antara uang, inflasi dan output dibandingkan periode sebelumnya.
Pelaksanaan kebijakan moneter oleh Bank Indonesia juga berubah. yang tadinya
dilakukan secara langsung dengan kebijakan kredit selektif mulai beralih ke cara-
cara tidak langsung dan berorientasi pasar (misalnya operasi pasar terbuka) dan
pinjaman jangka pendek. Untuk mendorong kegiatan ekonomi dalam negeri
dalam menghadapi persaingan global, maka pemerintah mengeluarkan paket
kebijakan 27 Oktober 1988 (Pakto) yang berisikan :

a. Penurunan reserve requirement dari 15% menjadi 2%


b. Pelanggaran pemberian izin pendirian bank baru dan bank campuran

Permasalahan baru timbul dalam pelaksanaan kebijakan moneter, khususnya


berkaitan dengan upaya pengendalian M1 dan M2. operasi dan produk perbankan
tidak hanya terbatas pada rekening giro, tabungan dan deposito saja tetapi telah
bervariasi dalam berbagai bentuk instrumen pasar uang. Perkembangan pasar
modal juga demikian pesat baik dalam bentuk volume maupun surat-surat
berharga. akibatnya terjadi pelepasan berkaitan antara sektor keuangan dengan
sektor riil, sehingga semakin renggang hubungan antara inflasi dan output riil
khususnya dalam jangka pendek.
Periode krisis ekonomi tahun 1997
Melemahnya rupiah telah mendorong investor luar negeri menarik dana secara
bersamaan dari Indonesia diinvestasikan dalam bentuk portofolio surat berharga.
kepanikan yang terjadi di pasar valuta asing terutama karena perusahaan dan
Bank mandiri dalam negeri ini mau memborong devisa untuk membayar atau
melindungi kewajiban luar negerinya risiko nilai tukar.
Menghadapi tekanan yang begitu besar terhadap melemahnya nilai tukar rupiah,
Bank Indonesia pada awalnya melakukan intervensi di pasar valuta asing untuk
mempertahankan kisaran valuta asing yang ditetapkan. untuk menyelamatkan
cadangan devisa, Bank Indonesia beberapa kali memperlebar kisaran intervensi
nilai rupiah. tetapi karena tekanan yang sangat kuat dan melemahnya nilai tukar
rupiah yang sangat cepat dengan disertai penurunan cadangan devisa yang cukup
besar, maka pemerintah terpaksa mengubah sistem nilai tukar yang berlaku. sejak
tanggal 14 Agustus 1997, Indonesia menganut sistem nilai tukar mengambang.

9
selain itu pemerintah juga meminta bantuan pendanaan dengan mengikuti
program IMF.
Selanjutnya terjadi kelangkaan dana perbankan akibat rush yang dilakukan
masyarakat setelah pemerintah menutup sejumlah barang yang bernilai tidak sehat
sesuai dengan langkah-langkah yang ditetapkan dalam program IMF.

Periode setelah krisis ekonomi 1997


Strategi dan kebijakan yang ditempuh pemerintah dalam upaya pemulihan
ekonomi nasional mencakup sejumlah langkah kebijakan penataan kelembagaan
di bidang moneter. kebijakan moneter yang ditempuh lebih diarahkan pada upaya
menciptakan dan menjaga stabilitas moneter. kebijakan moneter lebih ditekankan
pada pengendalian jumlah uang beredar melalui pencapaian sasaran operasional
premier dengan program yang disepakati pemerintahan dan IMF.
Dari segala kelembagaan, diberlakukannya Undang-undang No.23 tahun 1999
tentang Bank Indonesia sebagai pengganti Undang-undang No.13 tahun 1968.
Dalam undang-undang yang baru ini, Bank Indonesia mempunyai tujuan yang
lebih fokus yaitu mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah dalam arti
terkendalinya laju inflasi. stabilnya nilai rupiah merupakan salah satu persyaratan
mendasar bagi tercapainya pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan yang
akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat untuk mencapai tujuan
tersebut Bank Indonesia melakukan tiga tugas pokok yaitu :
a. menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter
b. mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran
c. mengatur dan mengawasi sistem perbankan.

Periode tahun 2009-2015


Tahun-tahun berikutnya menunjukkan perkembangan lebih baik sampai tahun
2009. perkembangan berbagai indikator ekonomi menjelang akhir tahun terus
berlanjutnya perbaikan kondisi makro ekonomi Indonesia. perbaikan tersebut
ditopang oleh meningkatnya terhadap pertumbuhan ekonomi domestik dan
global terjaganya kestabilan ekonomi domestik.

Perubahan yang besar pada bank Indonesia sebagai Bank sentral yang
independen dalam menjalankan tugasnya tertuang dalam undang-undang No.
23/1999 tentang Bank Indonesia, yang berlaku pada tanggal 17 Mei 1999.
undang-undang ini telah diubah dengan undang-undang republik Indonesia

10
nomor 6/2009. dalam undang-undang ini status dan kedudukan Bank Indonesia
adalah lembaga negara yang independen dalam melaksanakan tugas dan
wewenangnya, bebas dari campur tangan pemerintah dan/atau pihak lain.
terdapat perubahan mendasar, di mana tugas bank Indonesia adalah menetapkan
dan melaksanakan kebijakan moneter untuk mencapai dan memelihara kestabilan
nilai rupiah.

Periode 2015-2019
Berbagai upaya deregulasi yang tertuang dalam Paket Kebijakan Ekonomi
ini membuat kepercayaan pasar mulai membaik. Ini terlihat dari pergerakan
nilai tukar yang semakin stabil, meminimalisasi pemutusan hubungan kerja
(PHK) dan iklim ekonomi (kegiatan berusaha) yang lebih kondusif.
Pemerintah juga berupaya agar penyerapan anggaran bisa ditingkatkan. Kalau
pada semester I tahun 2015, penyerapan anggaran baru mencapai Rp 436,1 triliun
atau 33,1 persen dari pagu Rp 1.319,5 triliun, maka pada bulan September 2015,
penyerapan anggaran sudah di atas 60 persen. Menurut Menteri keuangan,
hingga akhir tahun pemerintah optimistik penyerapan anggaran bisa mencapai
94-95 persen.
Beberapa kebijakan yang telah dikeluarkan pemerintah untuk mendorong
perbaikan ekonomi antara lain:
Di bidang perdagangan, pemerintah telah meluncurkan Indonesia National Single
Window (INSW) yang diperbarui, sehingga siapa pun dapat memantau keluar-
masuk barang ekspor-impor melalui satu sistem. Dengan demikian akurasi data
dan informasi kepabeanan dapat dipertanggung-jawabkan dengan transparan atau
dapat diakses oleh semua pihak yang berkepentingan.
Semua perizinan, dokumen, data, dan informasi lain yang diperlukan dalam
pelayanan dan pengawasan kegiatan ekspor impor dan distribusi kini sudah harus
dilakukan melalui Indonesia Nasional Single Window (INSW). Melalui INSW,
tidak akan ada lagi proses birokrasi yang dilakukan secara manual dan tatap
muka yang selama ini menjadi hambatan kelancaran arus barang, bahkan
membuat distorsi yang membebani daya saing industri dan melemahkan daya
beli konsumen.
Dengan pelayanan perizinan dan non perizinan melalui sistem elektronik, INSW
diharapkan dapat meningkatkan kepastian usaha dan efisiensi dalam kegiatan
ekspor, kebutuhan industri dan investasi, serta mengoptimalkan penerimaan
negara dari kegiatan perdagangan internasional.

11
Di bidang energi, pemerintah telah menurunkan harga solar sebesar Rp 200 pada
Oktober 2015 ini. Selain itu, pemerintah juga mendorong nelayan untuk beralih
dari penggunaan bahan bakar solar menjadi bahan bakar gas. Pemerintah juga
memberi diskon tarif listrik bagi industri antara jam 23.00-08.00 WIB.
Di bidang perbankan, pemerintah memberikan akses yang lebih luas bagi
masyarakat, terutama golongan kelas menengah-bawah untuk mendapatkan akses
ke sistem perbankan melalui fasilitas Kredit Usaha Rakyat (KUR) dengan bunga
rendah, yakni 12 persen. Tak cuma itu, melalui Lembaga Pembiayaan Ekspor
Indonesia (LPEI) untuk mendukung UKM yang berorientasi ekspor atau yang
terlibat dalam produksi untuk produk ekspor, pemerintah juga memberikan
fasilitas pinjaman atau kredit modal kerja dengan tingkat bunga yang lebih
rendah dari tingkat bunga komersial. Fasilitas ini terutama diberikan kepada
perusahaan padat karya dan rawan PHK.
Di bidang fiskal, pemerintah menyediakan fasilitas pengurangan pajak
penghasilan (PPh) badan mulai dari 10 hingga 100 persen untuk jangka waktu 5-
10 tahun (tax holiday). Persyaratan penerima tax holiday adalah wajib pajak baru
yang berstatus badan hukum, membangun industri pionir dengan rencana
investasi minimal Rp 1 triliun, rasio utang terhadap ekuitas (debt equity ratio)
1:4, serta mengendapkan dana di perbankan nasional minimal 10 persen dari total
rencana investasi hingga realisasi proyek.
Yang disebut industri pionir meliputi industri logam hulu, pengilangan minyak
bumi, kimia dasar organik, industri permesinan, industri pengolahan berbasis
pertanian, kehutanan dan perikanan, industri telekomunikasi, informasi dan
komunikasi, transportasi kelautan, industri pengolahan di Kawasan Ekonomi
Khusus (KEK), dan infrastruktur.
Insentif fiskal lainnya yang ditawarkan pemerintah adalah pengurangan
penghasilan netto sebesar 5 persen setahun selama enam tahun sebagai dasar
pengenaan PPh badan (tax allowance). Fasilitas ini berbeda dengan tax holiday
karena tidak mengurangi tarif PPh badan sebesar 25 persen, tetapi mengurangi
penghasilan kena pajak maksimal 30 persen selama enam tahun. Tax allowance
juga memperhitungkan penyusutan dan amortisasi yang dipercepat, pemberian
tambahan jangka waktu kompensasi kerugian, serta mengurangi 10 persen tarif
PPh atas dividen yang dibayarkan kepada wajib pajak di luar negeri.
Pada sektor perburuhan, kebijakan untuk menerapkan formula pada
penghitungan Upah Minimum juga disambut baik karena memberikan kepastian,
baik kepada pengusaha maupun buruh, tentang kenaikan upah yang bakal
diterima buruh setiap tahun dengan besaran yang terukur.

12
2.2 KEBIJAKAN FISKAL DI INDONESIA

A. Pengertian dan Tujuan Kebijakan Fiskal


Teori kebijakan fiskal muncul ketika kebijakan moneter tidak sanggup
menanggulangi depresi yang melanda banyak negara di dunia pada tahun 1930-
an. teori ini didasarkan pada gagasan pemikiran John M Keynes dalam buku
“The General Theory of Employment Interest and Money”. pada awalnya
kebijakan ini hanya diarahkan untuk menghadapi masalah pengangguran, tetapi
kemudian dipergunakan juga untuk mengatasi inflasi.
Kebijakan fiskal adalah kebijakan yang dibuat pemerintah untuk mengarahkan
ekonomi suatu negara melalui pengeluaran dan pendapatan (berupa pajak)
pemerintah. Instrumen utama kebijakan fiskal adalah pengeluaran pajak
perubahan tingkat dan komposisi pajak dan pengeluaran pemerintah dapat
mempengaruhi variabel-variabel berikut:
a. permintaan agregat dan tingkat aktivitas aktivitas ekonomi
b. pola persebaran sumber daya
c. distribusi pendapatan

Kebijakan fiskal sering disebut juga sebagai kebijakan anggaran, karena


mengakibatkan perubahan angka-angka yang ada dalam APBN. jika dilihat dari
perbandingan jumlah penerimaan dengan jumlah pengeluaran kebijakan fiskal
dapat dibedakan menjadi :
 Kebijakan anggaran seimbang
Kebijakan ini merupakan kebijakan anggaran yang menyusun
pengeluaran sama besar dengan penerimaan.
 Kebijakan anggaran surplus
Kebijakan anggaran surplus merupakan kebijakan anggaran yang
menyusun pengeluaran lebih kecil daripada penerimaan.
 Kebijakan anggaran defisit
Kebijakan anggaran ini menyusun jumlah pengeluaran lebih besar
daripada penerimaan.
 Kebijakan anggaran dinamis
Kebijakan ini merupakan kebijakan anggaran dengan cara terus
menambah jumlah penerimaan dan pengeluaran sehingga semakin lama
semakin besar atau tidak statis.

13
B. Kebijakan Fiskal yang dilakukan oleh pemerintah
Kebijakan fiskal yang dilakukan oleh pemerintah antara lain :
 Kebijakan fiskal stabilisator otomatis
Kebijakan fiskal ini bisa ditemui di negara-negara maju di mana
kebijakan fiskal yang memiliki stabilisator otomatis, yaitu pajak dan
pengeluaran dikatakan dalam transfer payment
 Kebijakan fiskal diskresioner
Kebijakan ini merupakan langkah-langkah pemerintah untuk mengubah
pengeluaran atau pemungutan pajak nya untuk mengatasi masalah
ekonomi yang sedang dihadapi.

C. Tujuan Kebijakan Fiskal


Secara garis besar tujuan kebijakan fiskal dapat digolongkan menjadi tiga
bagian yaitu :
1. Pertumbuhan kesempatan kerja penuh
Dengan cara mempertahankan kesempatan kerja penuh maka
pemerintah dalam mencegah laju peningkatan angka pengangguran.
meluasnya pengangguran dapat menyebabkan timbulnya gejolak social,
menghambat laju pertumbuhan ekonomi hingga akhirnya pendapatan
nasional terkini tidak tercapai.
2. Stabilitas harga
Stabilitas barang dan jasa harus tetap dijaga agar tidak terjadi fluktuasi
secara drastis penurunan harga yang terus-menerus dapat mematikan
sektor bisnis dalam arti perusahaan banyak yang tutup sehingga
menyebabkan peningkatan angka pengangguran. kenaikan harga
yang terus menerus akan menyulitkan masyarakat banyak dan
hanya menguntungkan segelintir pelaku bisnis saja.
3. Laju pertumbuhan potensial
Laju pertumbuhan yang lebih tinggi memerlukan modal dan tingkat
kecenderungan menabung marjinal yang lebih tinggi pada tingkat
kesempatan kerja penuh. dan sebagai akibatnya terjadi di tingkat
konsumsi secara besar-besar.

APBN SEBAGAI INSTRUMEN KEBIJAKAN FISKAL


Kebijakan fiskal di Indonesia digambarkan oleh perkembangan APBN
(Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) yang terus meningkat dari tahun ke
tahun. APBN merupakan salah satu lokomotif dalam mencapai pertumbuhan
ekonomi di Indonesia. pasca krisis moneter tahun 1997/1998 format APBN
mengalami perubahan dari format T-Billing menjadi format I-Billing. Format I-

14
Billing yang dimaksud adalah format APBN hanya terdiri dari satu kolom
dimana sebelumnya terjadi dua kolom dengan sistem anggaran yang
berimbang.
Perubahan ini merupakan salah satu wujud reformasi kebijakan fiskal
pemerintah Indonesia. dengan format anggaran yang baru, APBN menjadi lebih
transparan dan mudah untuk dianalisis. Sumber anggaran, pengeluaran dan
defisit anggaran jelas terlihat dalam format ini. Perhitungan anggaran dimulai
Januari dan berakhir Desember juga dinilai lebih efektif dalam penyusunan dan
realisasi anggaran.
Untuk pengeluaran terdapat dua pengeluaran dalam APBN yaitu pengeluaran
pemerintah pusat dan transfer ke daerah untuk pengeluaran pemerintah pusat
diantaranya terdapat pengeluaran untuk belanja pegawai belanja barang belanja
modal pembayaran bunga utang subsidi belanja hibah bantuan sosial dan lain-
lain untuk transfer ke daerah pengeluaran terdiri dari dana perimbangan adapun
dana perimbangan terdiri dari pertama bagi hasil pajak dan sumber daya alam
kedua dana alokasi umum dan dana alokasi khusus pengeluaran lain adalah
dana otonomi khusus dan dana Penyesuaian.

D. INDIKATOR KEBIJAKAN FISKAL


Salah satu tujuan dari kebijakan fiskal adalah mengurangi angka pengangguran
dalam upaya menurunkan angka pengangguran pemerintah kerap kali
menstimulus perekonomian dan kebijakan fiskal yang ekspansif dengan defisit
anggaran.

2.3 KEBIJAKAN MONETER DAN KEBIJAKAN FISKAL DI INDONESIA


PADA TAHUN 2021

Sejalan dengan kebijakan moneter akomodatif Bank Indonesia dan sinergi


dengan kebijakan fiskal Pemerintah untuk mendorong pemulihan ekonomi
nasional, kondisi likuiditas di perbankan dan pasar keuangan tetap longgar.
Sejak tahun 2020, Bank Indonesia telah menambah likuiditas (quantitative
easing) di perbankan sebesar Rp776,87 triliun (5,03% dari PDB), yang terdiri
dari Rp726,57 triliun pada tahun 2020 dan sebesar Rp50,29 triliun pada tahun
2021 (per 16 Maret 2021). Sinergi ekspansi moneter Bank Indonesia dengan
akselerasi stimulus fiskal Pemerintah terus diperkuat dengan pembelian SBN
oleh Bank Indonesia di pasar perdana.

15
Setelah pada tahun 2020 melakukan pembelian dari pasar perdana sebesar
Rp473,42 triliun untuk pendanaan APBN 2020, pada 2021 Bank Indonesia
melanjutkan pembelian SBN dari pasar perdana untuk pembiayaan APBN
Tahun 2021 melalui mekanisme sesuai dengan Keputusan Bersama Menteri
Keuangan dan Gubernur Bank Indonesia tanggal 16 April 2020, sebagaimana
telah diperpanjang tanggal 11 Desember 2020, hingga 31 Desember 2021.
Besarnya pembelian SBN di pasar perdana hingga 16 Maret 2021 sebesar
Rp65,03 triliun, terdiri dari sebesar Rp22,90 triliun melalui mekanisme lelang
utama dan sebesar Rp42,13 triliun melalui mekanisme Greenshoe Option
(GSO). Kondisi likuiditas yang longgar pada Februari 2021 telah mendorong
tingginya rasio Alat Likuid terhadap Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) yakni
32,86%

Dari besaran moneter, pertumbuhan besaran moneter M1 dan M2 pada


Februari 2021 tetap tinggi. M1 tumbuh sebesar 18,6% (yoy), relatif stabil
dibandingkan dengan pertumbuhan M1 bulan sebelumnya sebesar 18,7%
(yoy)-(Grafik 2.18). Perkembangan tersebut ditopang oleh peningkatan giro,
di tengah uang kartal di luar Bank Umum dan BPR-Cash Outside Bank
(COB) yang mengalami perlambatan. M2 tumbuh sebesar 11,3%, sedikit
melambat dibandingkan dengan pertumbuhan M2 bulan sebelumnya sebesar
11,8% (yoy). Berdasarkan faktor yang memengaruhinya, perlambatan M2
terutama dipengaruhi oleh perlambatan Net Foreign Assets (NFA) dan kredit
di tengah peningkatan Net Domestic Assets (NDA) lainnya. Berdasarkan
komponennya, perlambatan M2 terutama dipengaruhi oleh perlambatan uang
kuasi. Ke depan, ekspansi moneter Bank Indonesia dan percepatan realisasi
anggaran serta program restrukturisasi kredit perbankan diharapkan
mendorong penyaluran kredit dan pembiayaan bagi pemulihan ekonomi
nasional.
Penurunan suku bunga kebijakan moneter dan longgarnya likuiditas
mendorong suku bunga terus menurun, meskipun penurunan suku bunga
kredit perbankan perlu terus didorong. Likuiditas yang longgar dan penurunan
BI7DRR sebesar 150 bps sejak 2020 mendorong rendahnya rata-rata suku
bunga PUAB overnight sekitar 2,96% selama Februari 2021 Suku bunga
deposito 1 bulan juga telah menurun.

16
E. Respons Kebijakan Bank Indonesia

1. Penurunan suku bunga kebijakan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR)


sebesar 25 bps menjadi 3,50% pada Februari 2021, melanjutkan
penurunan sebanyak 5 (lima) kali dalam 2020 sebesar 125 bps. Keputusan
ini sejalan dengan perlunya mendorong pertumbuhan ekonomi, di tengah
inflasi yang rendah dan nilai tukar Rupiah yang relatif stabil.
2. Kebijakan stabilisasi nilai tukar Rupiah melalui intervensi di pasar spot,
Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF), dan pembelian SBN dari
pasar sekunder untuk menjaga stabilitas nilai tukar yang sejalan dengan
fundamental dan mekanisme pasar.
3. Pelonggaran moneter (Quantitative Easing) dengan injeksi likuiditas
dalam jumlah besar ke perbankan untuk mendukung program pemulihan
ekonomi nasional yang telah dilakukan sejak 2020. Pelonggaran moneter
dilakukan antara lain melalui ekspansi moneter dan penurunan Giro
Wajib Minimum (GWM).
4. Melanjutkan kebijakan makroprudensial akomodatif untuk mendorong
peningkatan kredit/pembiayaan, dengan melonggarkan uang muka kredit/
pembiayaan kendaraan bermotor menjadi paling sedikit 0% untuk semua
jenis kendaraaan bermotor baru dan kredit/pembiayaan Properti menjadi
paling tinggi 100% untuk semua jenis properti (rumah tapak, rumah
susun, serta ruko/rukan) bagi bank yang memenuhi kriteria NPL/NPF
tertentu, serta menghapus ketentuan pencairan bertahap property inden.
Kebijakan ini bertujuan untuk mendorong pertumbuhan kredit dengan
tetap memerhatikan prinsip kehati-hatian dan manajemen risiko, berlaku
efektif 1 Maret 2021 sampai dengan 31 Desember 2021. Bank Indonesia
juga mempublikasikan “Asesmen Transmisi Suku Bunga Kebijakan
Kepada Suku Bunga Dasar Kredit Perbankan” untuk mendukung
percepatan transmisi kebijakan moneter serta memperluas diseminasi
informasi kepada konsumen.
5. Melanjutkan pembelian SBN dari pasar perdana untuk pembiayaan
APBN Tahun 2021 melalui mekanisme sesuai dengan Keputusan
Bersama Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Indonesia tanggal 16
April 2020, sebagaimana telah diperpanjang tanggal 11 Desember 2020,
hingga 31 Desember 2021.
6. Mempercepat digitalisasi sistem pembayaran berdasarkan Blueprint
Sistem Pembayaran (BSPI) 2025 untuk memperluas ekonomi dan
keuangan digital sebagai bagian dari upaya pemulihan ekonomi, melalui
elektronifikasi penyaluran bantuan sosial Pemerintah, perluasan QRIS,
serta kolaborasi antara bank dan fintech untuk kemudahan akses UMKM
dan masyarakat kepada layanan ekonomi dan keuangan. Bank Indonesia

17
mendukung pengembangan ekosistem ekonomi dan keuangan digital
yang inklusif dan efisien khususnya UMKM dalam rangka mendorong
pemulihan ekonomi, termasuk Gerakan Nasional Bangga Buatan
Indonesia (Gernas BBI) dan Gerakan Bangga Berwisata Indonesia
(GBWI) melalui antara lain implementasi reformasi regulasi sistem
pembayaran sesuai PBI No.22/23/PBI/2020, memperpanjang MDR QRIS
0% bagi usaha mikro hingga 31 Desember 2021, perluasan akseptasi
QRIS 12 juta merchant, dan mendorong kolaborasi e-commerce, UMKM
dan Pemerintah untuk memperkuat daya saing produk UMKM domestik
baik untuk penjualan dalam negeri maupun ekspor.
7. Melanjutkan percepatan pendalaman pasar keuangan melalui penguatan
Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) sebagai acuan nilai tukar
Rupiah terhadap dolar AS guna meningkatkan kredibilitas pasar valas
domestik dan mendukung stabilitas nilai tukar di Indonesia.
8. Memfasilitasi penyelenggaraan promosi perdagangan dan investasi pada
sektor-sektor produktif, sektor pariwisata, serta melakukan sosialisasi
penggunaan local currency settlement (LCS), baik di dalam maupun luar
negeri, bekerja sama dengan instansi dan stakeholders terkait.

Berdasarkan berbagai asesmen yang telah dilakukan, Rapat Dewan Gubernur


(RDG) Bank Indonesia pada 17-18 Maret 2021 memutuskan untuk
mempertahankan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 3,50%, suku
bunga Deposit Facility sebesar 2,75%, dan suku bunga Lending Facility sebesar
4,25%.Keputusan ini sejalan dengan perlunya menjaga stabilitas nilai tukar
Rupiah dari meningkatnya ketidakpastian pasar keuangan global, di tengah
prakiraan inflasi yang tetap rendah. Untuk mendukung pemulihan ekonomi
nasional lebih lanjut, Bank Indonesia lebih mengoptimalkan kebijakan
makroprudensial akomodatif, akselerasi pendalaman pasar uang, dukungan
kebijakan internasional, serta digitalisasi sistem pembayaran. Sejalan dengan
itu, Bank Indonesia menempuh langkah-langkah kebijakan sebagai tindak lanjut
sinergi kebijakan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) dalam Paket
Kebijakan Terpadu untuk Peningkatan Pembiayaan Dunia Usaha sebagai
berikut:
1. Memperkuat kebijakan nilai tukar Rupiah dengan tetap berada di pasar
melalui triple intervention untuk menjaga stabilitas nilai tukar yang
sejalan dengan fundamental dan mekanisme pasar.
2. Melanjutkan penguatan strategi operasi moneter untuk mendukung stance
kebijakan moneter akomodatif.

18
3. Memperluas penggunaan instrumen Sukuk Bank Indonesia (SukBI) pada
tenor 1 minggu sampai dengan 12 bulan dalam rangka memperkuat
operasi moneter syariah mulai berlaku 16 April 2021.
4. Memperkuat transparansi Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK) perbankan
secara lebih rinci serta berkoordinasi dengan Pemerintah dan otoritas
terkait untuk mendukung percepatan transmisi kebijakan moneter dan
peningkatan kredit/pembiayaan kepada dunia usaha.
5. Memperkuat kebijakan Rasio Intermediasi Makroprudensial (RIM/RIM
Syariah) dengan memasukkan wesel ekspor sebagai komponen
pembiayaan, serta memberlakukan secara bertahap ketentuan disinsentif
berupa Giro RIM/RIMS, untuk mendorong penyaluran kredit/pembiayaan
perbankan kepada dunia usaha dan ekspor guna mengakselerasi
pemulihan ekonomi.
6. Mempercepat pendalaman pasar uang melalui pengembangan transaksi
repo antar pelaku pasar dan penguatan infrastruktur transaksi guna
mendukung efektivitas transmisi kebijakan moneter dan manajemen
likuiditas sektor keuangan.
7. Memfasilitasi penyelenggaraan promosi perdagangan dan investasi serta
sosialisasi penggunaan Local Currency Settlement (LCS) bekerjasama
dengan instansi terkait. Pada Maret dan April 2021 akan diselenggarakan
promosi investasi dan perdagangan di Singapura, Malaysia, Jepang,
Amerika Serikat, Australia, Tiongkok, dan Perancis, serta kegiatan
sosialisasi penggunaan LCS di Jepang dan Malaysia.
8. Melanjutkan dukungan pengembangan ekosistem ekonomi dan keuangan
digital yang inklusif dan efisien khususnya UMKM melalui perluasan
penggunaan dan fitur QR Code Indonesian Standard (QRIS),
penyelenggaraan Festival Ekonomi Keuangan Digital Indonesia (FEKDI)
dan Karya Kreatif Indonesia (KKI), dalam rangka mendorong pemulihan
ekonomi, termasuk Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia (GBBI)
dan Gerakan Bangga Berwisata Indonesia (GBWI);
9. Mendukung pembentukan Tim Percepatan dan Perluasan Digitalisasi
Daerah (TP2DD) dalam rangka mendorong inovasi, mempercepat dan
memperluas pelaksanaan Elektronifikasi Transaksi Pemda (ETP), serta
integrasi ekonomi dan keuangan digital. Bank Indonesia terus
memperkuat koordinasi kebijakan dengan Pemerintah dan KSSK,
termasuk implementasi Paket Kebijakan Terpadu KSSK, untuk
mempercepat penyaluran kredit/pembiayaan dari perbankan kepada dunia
usaha pada sektor-sektor prioritas yang mendukung pertumbuhan
ekonomi dalam rangka pemulihan ekonomi nasional.

19
2.4 SEKTOR PENDIDIKAN & KESEHATAN DIKENAKAN PPN FINAL
Pemerintah berencana memberlakukan pengenaan Pajak Pertambahan Nilai
(PPN) final pada sektor jasa kesehatan dan pendidikan. Ekonom Center of
Reform on Economics (CORE) Yusuf Rendy Manilet mengatakan, jika
berbicara potensi penerimaan pada sektor PPN, terlihat ruang peningkatan
untuk PPN masih sangat lebar di Indonesia. Hal ini tercermin
dari cefficiency Indonesia yang masih lebih rendah jika dibandingkan dengan
beberapa negara peers seperti Singapura dan Thailand. pemerintah
menjadikan PPN sebagai objek pajak yang dirombak melalui UU Harmonisasi
Peraturan Perpajakan (HPP). berkaitan dengan pengenaan PPN final. terutama
pada sektor jasa kesehatan dan pendidikan.Pemerintah kurang bijak jika
dilakukan saat ini. Menteri Keuangan Sri Mulyani menyampaikan bahwa PPN
final akan dikenakan pada barang dan jasa tertentu yang bisa ditetapkan
sebagai barang atau jasa kena pajak. Tarif yang ditetapkan adalah sebesar 1
persen, dua persen, atau tiga persen. sektor jasa kesehatan dan pendidikan
merupakan dua sektor yang berpengaruh pada seluruh kelompok golongan
masyarakat. Pengenaan PPN akan mendorong kenaikan harga pada kedua jasa
tersebut.
Dengan demikian, pengenaan PPN final pada dua sektor ini dikhawatirkan
akan semakin menekan daya beli masyarakat kelas menengah ke bawah. jika
kondisi ini dibarengi dengan keputusan untuk juga menjalankan tarif PPN
[menjadi] 11 persen, yang dikhawatirkan akan semakin menekan purchasing
power kelompok menengah ke bawah pemerintah sebaiknya kembali
mengkaji rencana tersebut sebelum memberlakukan tarif PPN final kepada
dua sektor ini. Misal, dengan tarif PPN 11 persen, apakah kemudian
penerimaan negara dari sektor PPN bisa tercapai atau meningkat seberapa
tinggi, jika sudah cukup maka seharusnya PPN Final ke kedua sektor ini bisa
tetap dikecualikan.

2.5 PENETAPAN PAJAK PROGRESIF

Pajak progresif adalah tarif pemungutan pajak dengan persentase yang


didasarkan pada jumlah atau kuantitas objek pajak dan juga berdasarkan harga
atau nilai objek pajak. Ini membuat tarif pemungutan pajak akan semakin
meningkat apabila jumlah objek pajak semakin banyak dan jika nilai objek
pajak mengalami kenaikan.Pajak progresif akan diterapkan pada kendaraan
bermotor yang memiliki kesamaan nama pemilik dengan alamat tempat
tinggal pemilik. Jadi, besaran biaya pajak akan mengalami peningkatan

20
seiring bertambahnya jumlah kendaraan sehingga kendaraan pertama, kedua,
ketiga, dan seterusnya dikenai tarif berbeda.

Misalnya saja Anda menjual mobil ke orang lain, namun Anda tidak
melakukan balik nama kepemilikan mobil tersebut, maka pajak progresif akan
ditanggungkan pada pemilik lama karena nama dan alamat tempat tinggal
pemilik mobil tersebut masih sama.Dengan demikian, jika Anda menjual
kendaraan bermotor kepada orang lain, sebaiknya segera melakukan proses
balik nama sehingga Anda tidak lagi membayar pajak progresif untuk
kendaraan tersebut. Dasar pengenaan pajak bagi kendaraan bermotor diatur
dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah.Undang-undang ini menyebutkan bahwa kepemilikan kedua
untuk pembayaran pajak dikelompokkan menjadi tiga, yaitu:

1. Kepemilikan kendaraan roda kurang dari empat.


2. Kepemilikan kendaraan roda empat.
3. Kepemilikan kendaraan roda lebih dari empat.

Contoh: Anda memiliki satu mobil, satu motor, dan satu truk dalam satu
rumah. Semua kendaraan tersebut atas nama pribadi. Masing-masing
kendaraan ditetapkan menjadi kepemilikan pertama karena berbeda jenis.
Otomatis, Anda hanya dikenakan pajak progresif pertama.

A. Pengenaan Tarif Pajak Progresif

Menurut pasal 6 Undang-Undang Nomor 28 tahun 2009, ketentuan tarif pajak


progresif bagi kendaraan bermotor ditetapkan sebagai berikut:

1. Kepemilikan kendaraan bermotor pertama dikenakan biaya paling


sedikit 1 persen, sedangkan paling besar 2 persen.
2. Kepemilikan kendaraan bermotor kedua, ketiga, dan seterusnya
dibebankan tarif paling rendah 2 persen dan paling tinggi 10 persen.

21
Meski persentase tarif sudah ditetapkan, setiap daerah memiliki kewenangan
untuk menetapkan besarannya. Syaratnya, jumlah tarif tersebut tidak melebihi
rentang yang dicantumkan dalam pasal 6 Undang-Undang Nomor 28 Tahun
2009. Berikut ini tarif pajak progresif untuk wilayah DKI Jakarta berdasarkan
Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 2 tahun 2015:

Urutan Kepemilikan Tarif Pajak

Kendaraan pertama 2%
Kendaraan kedua 2,5%
Kendaraan ketiga 3%
Kendaraan keempat 3,5%
Kendaraan kelima 4%
Kendaraan keenam 4,5%
Kendaraan ketujuh 5%
Kendaraan kedelapan 5,5%
Kendaraan kesembilan 6%
Kendaraan kesepuluh 6,5%
Kendaraan kesebelas 7%
Kendaraan keduabelas 7,5%
Kendaraan ketigabelas 8%
Kendaraan keempatbelas 8,5%
Kendaraan Kelimabelas 9%
Kendaraan Keenambelas 9,5%
Kendaraan Ketujuhbelas 10%

Gambar 2.1
Tabel Pengenaan Tarif Pajak Progresif

22
BAB 3
PENUTUP

3.1 PENETAPAN PAJAK PROGRESIF

1. Kebijakan fiskal merupakan kebijakan ekonomi yang berkiatan dengan


penerimaan pemerintah. Bentuk penerimaan ini adalah pajak bersih yang
diperoleh dari sektor rumah tangga. Pajak ini digunakan oleh pemerintah
untuk membiayai pengeluaran yang disebabkan oleh kegiatan pemerintahan.
Kebijakan fiskal merupakan bagian dari kebijakan ekonomi makro yang
digunakan untuk mencapai sasaran pembangunan. Fungsi kebijakan fiskal
secara umum terbagi menjadi tiga, yaitu fungsi penetapan sasaran anggaran,
fungsi distribusi pendapatan dan subsidi, serta fungsi stabilisasi ekonomi.
2. Kebijakan moneter adalah keputusan yang diambil oleh pemerintah dalam
rangka menunjang aktivitas ekonomi melalui berbagai hal yang berkaitan
dengan penetapan jumlah peredaran uang di masyarakat.Tujuan utama
kebijakan moneter adalah menjaga kestabilan ketersediaan uang suatu negara.
Karena persediaan uang negara mempengaruhi berbagai aktivitas ekonomi,
seperti inflasi, suku bunga bank, dan sebagainya.
3. Kebijakan Fiskal dan Moneter Pada masa pemerintahan presiden saat ini
terdiri atas 3 paket. Paket pertama mendorong daya saing industri nasional
melalui deregulasi, debirokratisasi serta penegakan hukum dan kepastian
usaha. Hal ini telah dilaksanakan terbukti dengan terbukanya perdagangan
bebas dan dukungan pemerintah terhadap ekspor dengan menerapkan tarif
pajak 0 persen.
4. Paket kebijakan kedua adalah mempercepat proyek strategis nasional dengan
menghilangkan berbagai hambatan seperti penyederhanaan perijinan,
penyelesaian tata ruang dan penyediaan lahan, percepatan pengadaan barang
dan jasa pemerintah, direksi dalam penyelesaian hambatan dan perlindungan
hukum. Membangkitkan kinerja industri dengan menghilangkan berbagai
peraturan dan perizinan yang menjadi beban waktu dan produksi yang
menjadi kendala masuknya investasi masayrakat, penghambat kelancaran
pergadangan, dan menyebabkan mahalnya penerapan bahan baku.
5. Kemudian Paket kebijakan ketiga meningkatkan investasi di sektor properti
khusunya pembangunan perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah.
Seperti yang dapat kita lihat program ini telah dilaksankan oleh pemerintah
dengan membangun rumah subsidi dengan cicilan yang rendah.

23
6. Paket kebijakan tersebut belum sepenuhnya dilaksankan. Seperti yang kita
ketahui virus covid 19 yang menyerang hampir di seluruh negara
menyebabkan perekonomian di Indonesia memburuk sehingga banyak
karyawan yang terkena dampak berupa Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
Arus lalu lintas baik perjalanan maupun pengiriman bahkan terputus ke
beberapa kota maupun negara dan kalaupun bisa harus memiliki surat berupa
PCR dan lain-lain sebagai akibat kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar
yang diambil oleh pemerintah untuk mengurangi penyebaran virus covid 19
tersebut.

24
DAFTAR PUSTAKA

Sri Endang Rahayu, dkk, 2020, “Perekonomian Indonesia”, Perdana


Publishing, Medan.

https://m.bisnis.com/amp/read/20220314/259/1510327/sektor-pendidikan-
kesehatan-bakal-kena-ppn-final-ekonom-daya-beli-masyarakat-makin-
anjlok

https://indonesia.go.id/kategori/kependudukan/1442/pajak-progresif-
kendaraan bermotor#:~:text=Pajak%20progresif%20adalah%20tarif
%20pemungutan ,nilai%20objek%20pajak%20mengalami%20kenaikan

https://kominfo.go.id/index.php/content/detail/5971/Paket+Kebijakan+Ekon
omi/0/berita

Anda mungkin juga menyukai