PEREKONOMIAN INDONESIA
DOSEN PEMBIMBING
ASRIZAL EFENDY NASUTION, SE, M.Si
2021/2022
KATA PENGANTAR
SyukurAlhamdulillah senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini guna memnuhi tugas kelompok
untuk mata kuliah Perekonomian Indonesia dengan judul : “Kemiskinan dan Kesenjangan Pendapatan”.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna dikarenakan terbatasnya
pengetahuan yang kami miliki.
Oleh karena itu, kami mengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan kritik yang
membangun dari berbagai pihak. Akhirnya kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat
bagi pembacanya.
Penulis
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian Kemiskinan
Pengertian kemiskinan adalah suatu kondisi dimana seseorang tidak mampu untuk memenuhi
kebutuhan dasarnya seperti pangan, sandang, tempat tinggal, pendidikan, dan kesehatan yang
layak.
a) Secara kuantitatif, kemiskinan merupakan suatu keadaan dimana taraf hidup manusia serba
kekurangan atau ‘tidak memiliki harta benda’
b) Sedangkan secara kualitatif, pengertian kemiskinan adalah keadaan hidup manusia yang tidak
layak. Kemiskinan sangat berhubungan dengan masalah kesejahteraan masyarakat dan menjadi
tingkat minimum yang didapatkan berdasarkan standar hidup masyarakat di suatu negara.
Kemiskinan sudah menjadi masalah global, dimana setiap negara memiliki anggota masyarakat
yang berada di bawah garis kemiskinan.
2
kesempatan untuk memperoleh atau memenuhi kebutuhan pokok semakin kecil (Bintoro, 1986 :
88).
3
karena kurangnya lapangan pekerjaan yang tersedia. Selain itu kurangnya skill juga sangan
berpengaruh pada kualitas seorang manusia. Manusia yang mempunyai skill rendah cenderung
tidak mempunyai keterampilan sehingga tidak bisa di gunakan dan menjadi pengangguran.
1. Kemiskinan Relatif
Kemiskinan relatif merupakan kondisi miskin karena pengaruh kebijakan pembangunan
yang belum mampu menjangkau seluruh lapisan masyarakat sehingga menyebabkan
ketimpangan distribusi pendapatan. Standar minimum disusun berdasarkan kondisi hidup
suatu negara pada waktu tertentu dan perhatian terfokus pada golongan penduduk termiskin,
misalnya 20 persen atau 40 persen lapisan terendah dari total penduduk yang telah diurutkan
menurut pendapatan/ pengeluaran. Kelompok ini merupakan penduduk relatif miskin. Dengan
demikian, ukuran kemiskinan relatif sangat tergantung pada distribusi pendapatan/
pengeluaran penduduk sehingga dengan menggunakan definisi ini berarti ”orang miskin selalu
hadir bersama kita”. Kenyataannya, negara kaya mempunyai garis kemiskinan relatif yang
lebih tinggi dari pada negara miskin seperti pernah dilaporkan oleh Ravallion (1998). Paper
tersebut menjelaskan mengapa, misalnya, angka kemiskinan resmi (official figure) pada awal
tahun 1990-an mendekati 15 persen di Amerika Serikat dan juga mendekati 15 persen di
Indonesia (negara yang jauh lebih msikin). Artinya, banyak dari mereka yang dikategorikan
miskin di Amerika Serikat akan dikatakan sejahtera menurut standar Indonesia. Ketika negara
menjadi lebih kaya (sejahtera), negara tersebut cenderung merevisi garis kemiskinannya
menjadi lebih tinggi, dengan pengecualian Amerika Serikat, dimana garis kemiskinan pada
dasarnya tidak berubah selama hampir empat dekade. Misalnya Uni Eropa umumnya
4
mendefinisikan penduduk miskin adalah mereka yang mempunyai pendapatan per kapita di
bawah 50 persen dari media (rata-rata) pendapatan. Ketika median/ rata-rata pendapatan
meningkat, garis kemiskinan relatif juga meningkat. Untuk mengidentifikasi dan menentukan
sasaran penduduk miskin, maka garis kemiskinan relatif cukup untuk digunakan, dan perlu
disesuaikan terhadap tingkat pembangunan negara secara keseluruhan. Garis kemiskinan relatif
tidak dapat dipakai untuk membandingkan tingkat kemiskinan antar negara dan waktu karena
tidak mencerminkan tingkat kesejahteraan yang sama (BPS, 2009).
2. Kemiskinan Absolut
Ditentukan berdasarkan ketidakmampuan untuk mencukupi kebutuhan dasar minimum
seperti pangan, perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan yang diperlukan untuk bisa
hidup dan bekerja. Kebutuhan dasar minimum diterjemahkan sebagai ukuran finansial dalam
bentuk uang dan nilainya dikenal dengan istilah garis kemiskinan. Penduduk yang memiliki
rata-rata pendapatan/ pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan digolongkan
sebagai penduduk miskin. Garis kemiskinan absolut tetap (tidak berubah) dalam hal standar
hidup sehingga garis kemiskinan absolut dapat membandingkan kemiskinan secara umum.
Garis kemiskinan absolut sangat penting jika seseorang ingin menilai efek dari kebijakan anti
kemiskinan antar waktu, atau memperkirakan dampak dari suatu proyek terhadap kemiskinan
(misalnya, pemberian kredit skala kecil). Angka kemiskinan akan terbanding anatar satu negara
dengan negara lain hanya jika garis kemiskinan absolut yang sama digunakan di kedua negara
tersebut. World Bank menghitung garis kemiskinan absolut dengan menggunakan pengeluaran
konsumsi yang dikonversi ke dalam PPP (Purchasing Power Parity/ Paritas Daya Beli).
Tujuannya adalah untuk membandingkan tingkat kemiskinan antar negara. Hal ini bermanfaat
dalam menentukan kemana menyalurkan sumber finansial (dana) yang ada, juga dalam
menganalisis kemajuan dalam memerangi kemiskinan. (BPS,2009). Pendapatan perkapita yang
tinggi sama sekali bukan merupakan jaminan tidak adanya kemiskinan absolut dalam jumlah
yang besar. Hal ini mengingat besar atau kecilnya porsi atau bagian pendapatan yang diterima
oleh kelompok-kelompok penduduk yang paling miskin tidak sama untuk masing-masing
negara, sehingga mungkin saja suatu negara dengan pendapatan per kapita yang tinggi justru
mempunyai persentase penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan internasional yang
lebih besar dibandingkan dengan suatu negara yang pendapatan per kapitanya lebih rendah.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kemiskinan tersebut antara lain struktur pertumbuhan
ekonomi yang berlangsung di negara yang bersangkutan, berbagai pengaturan politik dan
kelembagaan yang dalam prakteknya ikut menentukan pola-pola distribusi pendapatan
nasional.
Indikator untuk mengetahui ketimpangan dan kesenjangan pendapatan dapat dilakukan dengan :
1. Kurva Lorenz
Cara umum yang lain melihat penghasilan pribadi adalah dengan membuat apa yang
dinamakan dengan Kurva Lorenz. Jumlah penerimaan penghasilan ditempatkan diatas sumbu
horizontal sedangkan sumbu vertikal menggambarkan bagian jumlah penghasilan yang
diterima oleh masing-masing persentase populasi. Kedua sumbu tersebut dikombinasikan
sampai dengan 100 persen. Dengan demikian kedua sumbu tersebut sama panjang dan semua
5
angka ditempatkan dalam bujur sangkar. Pada garis diagonal, yang merupakan garis persamaan
digambarkan dari sudut bawah sebelah kiri bujur sangkar menuju kearah sebelah kanan pada
sudut atas Kurva Lorenz tersebut. Kurva Lorenz memperlihatkan hubungan kuantitatif yang
aktual antara persentase-persentase penerimaan penghasilan yang mereka terima sebenarnya.
Semakin jauh Kurva Lorenz dari garis diagonal berarti semakin besar pula ketimpangan
pendapatan yang terjadi, dan sebaliknya semakin dekat Kurva Lorenz dengan garis diagonal
maka akan semakin kecil tingkat ketimpangan pendapatan yang terjadi.
2. Koefisien Gini
Nama Koefisien Gini diambil dari nama seorang ahli statistik Italia yaitu C. Gini, orang
pertama yang memformulasikan hal tersebut pada tahun 1912. Pengukuran tingkat
ketimpangan dengan menggunakan Koefisien Gini diformulasikan sebagai berikut : G = 1-i ∑
Pi(Qi + Qi – 1) 10.000
Keterangan :
G = Koefisien Gini Pi = Persentase penduduk Qi = Persentase pendapatan Qi-1 = Persentase
pendapatan sebelumnya Koefisien Gini adalah persamaan ukuran ketimpangan dan bisa
berbeda-beda dari nol yang mengindikasikan suatu kemerataan sempurna (perfect equality)
sampai satu yang berarti suatu ketimpangan total (perfect inequality) dalam distribusi
pendapatan dan pengeluaran. Adapun kriteria ketimpangan pendapatan berdasarkan Koefisien
Gini adalah :
1. Lebih dari 0,5 adalah berat.
2. Antara 0,35 dan 0,5 adalah sedang.
3. Kurang dari 0,35 adalah ringan. Untuk mengetahui tingkat ketimpangan pendapatan perlu
pula membagi penduduk dalam kelompok-kelompok sebagai berikut : 1. Kelompok penduduk
dengan pendapatan tinggi yang merupakan 20% dari jumlah penduduk yang menerima
pendapatan nasional/regional/PDRB. 2. Kelompok penduduk dengan pendapatan menengah
yang merupakan 40% dari jumlah penduduk yang menerima pendapatan
nasional/regional/PDRB. 3. Kelompok penduduk dengan pendapatan rendah yang merupakan
40% dari jumlah penduduk yang menerima pendapatan nasional/regional/PDRB. (Emil Salim,
1984 : 20). Tingkat kepincangan pembagian pendapatan lazimnya diukur menurut besarnya
bagian pendapatan nasional atau regional yang dinikmati oleh kelompok penduduk dengan
pendaptan rendah yang merupakan 40% dari jumlah penduduk yang dikenal dengan kelompok
rendah 40%. Apabila kelompok rendah 40% menerima pendapatan nasional atau regional
sebesar 17% atau lebih maka tingkat kepincangan pembagian pendapatan tergolong bisa
dibilang rendah. Apabila terletak antara 12% sampai dengan 17% maka digolongkan dalam
tingkat kepincangan pembagian pendapatan yang tinggi (Emil Salim, 1984 : 21).
3. Kriteria Bank Dunia.
Bank dunia mengklasifikasikan ketidakmerataan berdasarkan tiga lapisan:
40 % penduduk berpendapatan terendah Penduduk termiskin 40 % penduduk berpendapatan
menengah 20 % penduduk berpendapatan tinggi
KLASIFIKASI DISTRIBUSI PENDAPATAN
Ketimpangan Parah 40 % penduduk berpendapatan rendah menikmati
< 12 % pendapatan nasional
Ketimpangan Sedang 40 % penduduk berpendapatan rendah menikmati
12 - 17 % pendapatan nasional
6
Ketimpangan Lunak (Distribusi 40 % penduduk berpendapatan rendah menikmati
Merata) > 17 % pendapatan nasional
Pertengahan tahun 1997 Pendapatan per kapita Indonesia $ US 1,000 dengan 10 % penduduk
saja yang menikmati 90% pendapatan nasional dan 90 % penduduk yang menikmati 10%
pendapatan nasional berarti pemerataan pendapatan pendapatan masih kurang.
Tabel di atas menunjukkan penurunan kemiskinan nasional secara perlahan dan konsisten. Namun,
pemerintah Indonesia menggunakan persyaratan yang tidak ketat mengenai definisi garis
kemiskinan, sehingga yang tampak adalah gambaran yang lebih positif dari kenyataannya. Tahun
2016 pemerintah Indonesia mendefinisikan garis kemiskinan dengan perdapatan per bulannya (per
kapita) sebanyak Rp. 354,386 (atau sekitar USD $25) yang dengan demikian berarti standar hidup
yang sangat rendah, juga buat pengertian orang Indonesia sendiri. Namun jika kita menggunakan
nilai garis kemiskinan yang digunakan Bank Dunia, yang mengklasifikasikan persentase penduduk
Indonesia yang hidup dengan penghasilan kurang dari USD $1.25 per hari sebagai mereka yang
hidup di bawah garis kemiskinan (dengan kata lain miskin), maka persentase tabel di atas akan
kelihatan tidak akurat karena nilainya seperti dinaikkan beberapa persen. Lebih lanjut lagi, menurut
Bank Dunia, kalau kita menghitung angka penduduk Indonesia yang hidup dengan penghasilan
kurang dari USD $2 per hari angkanya akan meningkat lebih tajam lagi. Ini menunjukkan bahwa
sebagian besar penduduk Indonesia hidup hampir di bawah garis kemiskinan. Laporan lebih anyar
lagi di media di Indonesia menginformasikan bahwa sekitar seperempat jumlah penduduk
Indonesia (sekitar 65 juta jiwa) hidup hanya sedikit saja di atas garis kemiskinan nasional. Dalam
beberapa tahun belakangan ini angka kemiskinan di Indonesia memperlihatkan penurunan yang
signifikan. Meskipun demikian, diperkirakan penurunan ini akan melambat di masa depan. Mereka
yang dalam beberapa tahun terakhir ini mampu keluar dari kemiskinan adalah mereka yang hidup
di ujung garis kemiskinan yang berarti tidak diperlukan sokongan yang kuat untuk mengeluarkan
mereka dari kemiskinan. Namun sejalan dengan berkurangnya kelompok tersebut, kelompok yang
berada di bagian paling bawah garis kemiskinanlah yang sekarang harus dibantu untuk bangkit dan
keluar dari kemiskinan. Ini lebih rumit dan akan menghasilkan angka penurunan tingkat
7
kemiskinan yang berjalan lebih lamban dari sebelumnya. Kemiskinan di Indonesia dan Distribusi
Geografis.
Salah satu karakteristik kemiskinan di Indonesia adalah perbedaan yang begitu besar antara
nilai kemiskinan relatif dan nilai kemiskinan absolut dalam hubungan dengan lokasi geografis. Jika
dalam pengertian absolut lebih dari setengah jumlah total penduduk Indonesia yang hidup
miskin berada di pulau Jawa (yang berlokasi di bagian barat Indonesia dengan populasi padat),
dalam pengertian relatif propinsi-propinsi di Indonesia Timur menunjukkan nilai kemiskinan yang
lebih tinggi. Tabel di bawah ini menunjukkan lima propinsi di Indonesia dengan angka kemiskinan
relatif yang paling tinggi. Semua propinsi ini berlokasi di luar wilayah Indonesia Barat seperti pulau
Jawa, Sumatra dan Bali (yang adalah wilayah-wilayah yang lebih berkembang dibanding pulau-
pulau di bagian timur Indonesia).
8
sebenarnya bukan saja disebabkan rendahnya tingkat pendidikan seseorang. Tetapi, juga
disebabkan kebijakan pemerintah yang terlalu memprioritaskan ekonomi makro atau
pertumbuhan.
2. Kekerasan.
Sesungguhnya kekerasan yang marak terjadi akhir-akhir ini merupakan efek
dari pengangguran. Karena seseorang tidak mampu lagi mencari nafkah melalui jalan yang
benar dan halal. Ketika tak ada lagi jaminan bagi seseorang dapat bertahan dan menjaga
keberlangsungan hidupnya maka jalan pintas pun dilakukan. Misalnya, merampok, menodong,
mencuri, atau menipu [dengan cara mengintimidasi orang lain] di atas kendaraan umum dengan
berpura-pura kalau sanak keluarganya ada yang sakit dan butuh biaya besar untuk operasi.
Sehingga dengan mudah ia mendapatkan uang dari memalak.
3. Pendidikan.
Tingkat putus sekolah yang tinggi merupakan fenomena yang terjadi dewasa ini. Mahalnya
biaya pendidikan membuat masyarakat miskin tidak dapat lagi menjangkau dunia sekolah atau
pendidikan. Jelas mereka tak dapat menjangkau dunia pendidikan yang sangat mahal itu.
Sebab, mereka begitu miskin. Untuk makan satu kali sehari saja mereka sudah kesulitan.
Tingginya tingkat putus sekolah berdampak pada rendahya tingkat pendidikan seseorang.
Dengan begitu akan mengurangi kesempatan seseorang mendapatkan pekerjaan yang lebih
layak. Ini akan menyebabkan bertambahnya pengangguran akibat tidak mampu bersaing di era
globalisasi yang menuntut keterampilan di segala bidang.
4. Kesehatan
Seperti kita ketahui, biaya pengobatan sekarang sangat mahal. Hampir setiap klinik pengobatan
apalagi rumah sakit swasta besar menerapkan tarif atau ongkos pengobatan yang biayanya
melangit. Sehingga, biayanya tak terjangkau oleh kalangan miskin.
5. Konflik sosial bernuansa SARA.
Tanpa bersikap munafik konflik SARA muncul akibat ketidakpuasan dan kekecewaan atas
kondisi miskin yang akut. Hal ini menjadi bukti lain dari kemiskinan yang kita alami. M Yudhi
Haryono menyebut akibat ketiadaan jaminan keadilan “keadilan” dan perlindungan hukum dari
negara, persoalan ekonomi – politik yang obyektif disublimasikan ke dalam bentrokan identitas
yang subyektif.
9
2. Kebijakan Anti Kemiskinan
Kebijakan anti kemiskinan dan distribusi pendapatan mulai muncul sebagai salah satu
kebijakan yang sangat penting dari lembaga-lembaga dunia, seperti Bank Dunia, ADB,ILO,
UNDP, dan lain sebagainya. Untuk mendukung strategi yang tepat dalam memerangi
kemiskinan diperlukan intervensi-intervensi pemerintah yang sesuai dengan sasaran atau
tujuan perantaranya dapat dibagi menurut waktu, yaitu : Intervensi jangka pendek, berupa :
Pembangunan sektor pertanian, usaha kecil, dan ekonomi pedesaan Manajemen lingkungan
dan SDA Pembangunan transportasi, komunikasi, energi dan keuangan Peningkatan
keikutsertaan masyarakat sepenuhnya dalam pembangunan Peningkatan proteksi sosial
Intervensi jangka menengah dan panjang, berupa :
1. Pembangunan/penguatan sektor usaha
2.Kerjsama regional
3.Manajemen pengeluaran pemerintah (APBN) dan administrasi
4.Desentralisasi
5.Pendidikan dan kesehatan
6.Penyediaan air bersih dan pembangunan perkotaan
7.Pembagian tanah pertanian yang merata
10
Para ekonom menilai kondisi deflasi pada tahun 2020 sangat wajar karena adanya pandemi
Covid-19. Deflasi tidak hanya disebabkan oleh Indeks Harga Konsumen (IHK) yang menurun tapi
disebabkan oleh meningkatnya pengangguran. Faktanya Indonesia mengalami deflasi dengan
tingkat inflasi berada pada 1,68 persen dimana angka ini menjadi angka terendah dan jauh dari
target Pemerintah yang tercantum pada PMK No.124/PMK.010/2017.
Berdasarkan kurva diatas, pandemi menyebabkan Indonesia mengalami supply shock dan
demand shock pada waktu yang bersamaan. Supply shock disebabkan adanya pemberlakuan
kebijakan PSBB berdampak meningkatkan pengangguran. Dikarenakan terjadinya pengurangan
kebutuhan ternaga kerja membuat kurva AS1 bergeser ke kiri menjadi kurva AS2. Kondisi demand
stock disebabkan akibat tidak ada kejelasan akan tindakan Pemerintah dalam memberikan
kebijakan ekonomi yang dapat meringankan masyarakat sehingga masyarakat yang terdampak
mengalami penurunan pendapatan. Penurunan pendapatan pada masyarakat mengakibatkan
kemampuan daya beli mereka berkurang. Pada kondisi seperti ini, para investor pastinya sangat
ragu untuk melakukan investasi sampai keadaan kembali seperti normal kembali. Kondisi demand
stock seperti ini membuat kurva AD1 ke arah kiri menjadi AD2. Dapat dilihat pada kurva diatas,
kondisi ouput yang awalnya Y1 menjadi Y2 dan berakhir pada Y3 dengan ouput semakin ke kiri
yaitu semakin berkurang mengartikan bahwa pendapatan negara pada tahun 2020 mengalami
kontraksi pada permintaan dan menjatuhkan surplus ekonomi. Dapat disimpulkan bahwa keadaan
pandemi Covid-19 seperti ini mengakibatkan kondisi ekonomi Indonesia menjadi sangat buruk.
Kebijakan yang dikeluarkan oleh Pemerintah Pusat adalah kebijakan fiskal dan kebijakan moneter.
Kebijakan ini direalisasikan bersama Pemerintah Daerah dan masyarakat karena keduanya
berperan strategis menjalankan kebijakan dengan lancar bertujuan memulihkan perekonomian
Indonesia. Pemerintah melakukan kebijakan fiskal dengan harapan dapat mengurangi dampak
negatif pada perekonomian Indonesia yang disebabkan oleh pandemi Covid-19. Selain itu,
kebijakan ini bertujuan agar menggerakkan kembali usaha para pelaku usaha termasuk UMKM.
Kebijakan fiskal mempunyai 3 (tiga) stimulus sebagai pergerakan perubahan, yaitu:
1. Percepatan belanja Pemerintah
Pemerintah melakukan percepatan pencairan belanja modal, mempercepat penunjukan pejabat
perbendaharaan negara, melaksanakan tender, mempercepat pencairan belanja bantuan sosial
dan tranfer ke dana daerah dan desa. Tujuan percepatan ini mengarahkan agar dapat adaptasi
dengan kebiasaan yang baru secara bertahap, menyelesaikan permasalahan yang terjadi pasca
pandemi, dan penguatan reformasi untuk keluar dari middle income trap.
11
2. Relaksasi pajak penghasilan
Pemerintah meringankan besaran pajak dengan menanggung pajak penghasilan Pasal 21,
pembebasan impor pajak penghasilan yang terdapat pada Pasal 22, pengurangan pajak
penghasilan Pasal 25, dan pengembalian PPN dipercepat. Selain relaksasi pajak penghasilan,
pemerintah melakukan simplifikasi dan percepatan proses ekspor impor. Percepatan ekspor
impor di utamakan untuk pedagang terkemuka, penyederhanaan dana pengurangan pembatasan
ekspor dan impor (manufaktur, makanan dan dukungan medis), dan layanan ekspor-impor
melalui ekosistem logistik nasional.
3. Pemulihan ekonomi nasional dengan melaksanakan kebijakan Keuangan Negara melalui
relaksasi APBN.
Relaksasi APBN mempersiapkan defisit yang dapat melampaui 3 persen dengan tujuan tahun
2023 akan kembali seperti semua ke level maksimal 3 persen. Relaksasi akan berkaitan dengan
alokasi belanja antar organisasi, antar fungsi, dan antar program serta mandatory spending.
Relaksasi alokasi atau realokasi Belanja Pemerintah Daerah, Pemberian Pinjaman kepada LPS,
Penerbitan SUN dan SBSN untuk dapat dibeli oleh Bank Indonesia , BUMN, investor
korporasi dan/atau investor ritel. Penggunaan sumber anggaran alternatif antara lain SAL, dana
abadi pendidikan, dan dana yang dikelola oleh Badan Layanan Umum.
Kebijakan moneter yang dilakukan Pemerintah yaitu bekerja sama dengan Bank Indonesia (BI)
agar ikut serta mengoptimalkan berbagai kebijakan moneter dan makroprudensial akodomatif
bertujuan mempercepat digitalisasi sistem pembayaran Indonesia untuk mendukung upaya
pemulihan ekonomi. Pemerintah melaksanakaan kebijakan moneter sebagai berikut:
melanjutkan kebijakan nilai tukar Rupiah untuk menjaga stabilitas nilai tukar yang sejalan
dengan fundamental dan mekanisme pasar, melanjutkan penguatan strategi operasi moneter
untuk memperkuat efektivitas stance kebijakan moneter akodomatif, memperkuat kebijakan
tranparansi suku bunga dasar kredit (SBDK) dengan penekanan pada kenaikan suku bunga
kredit baru, memperpanjang kebijakan penurunan nilai denda keterlambatan pembayaran kartu
kredit 1 persen dari outstanding, mempercepat program pendalaman pasar uang melalui
penguatan kerangka peraturan pasar uang dan implementasi Electronic Trading Platfom (ETP)
Mulitimatching khususnya pasar uang Rupiah dan valas, serta memfasilitasi penyelenggaraan
promosi perdagangan dan investasi dan melanjutkan sosialisasi pengginaan Local Currency
Settlement (LCS) bekerja sama dengan instansi terkait.
Kebijakan moneter bertujuan agar kinerja perekonomian dunia terus membaik sesuai prakiraan,
ditengah ketidakpastian pasar keuangan global yang menurun. Hal ini diakibatkan adanya
pandemi sehingga nilai tukar Indonesia mengalami penurunan yang drastis pada tahun 2020.
Akan tetapi, kebijakan moneter yang diberikan pemerintah akan menguatkan nilai tukar Rupiah
sejalan dengan kembalimnya masuk aliran modal asing. Terlihat pada awal kuartal III tahun
2021 nilai tukar Rupiah mengalami penguatan sebesar 0,49 persen secara rerata dan 0,30 persen
secara point to point dibandingkan level Mei 2021.
12
Berdasarkan kurva diatas, tetapnya kurva LM dipengaruhi oleh kebijakan moneter yang
dilakukan oleh Bank Indonesia untuk mencapai stabilisasi nilai tukar Rupiah saat pandemic
berlangsung. Kebijakan fiskal yang diberikan oleh Pemerintah seperti belanja pemerintah serta
insentif pajak menyebabkan kuva IS1 ke arah kanan menjadi kurva IS2 serta mendorong
kenaikan output yang menggeser Y1 ke arah kanan menjadi Y2. Kebijakan ini bertujuan
meningkatkan kemampuan daya beli masyarakat sehingga dapat mengembalikan kurva
demand seperti semula dan kebijakan ini diberikan oleh pemerintah dengan harapan mampu
meningkatkan perekonomian Indonesia yang menurun agar kembali seperti semula.
Kondisi perekonomian Indonesia setelah adanya kebijakan dari Pemerintah Pusat
Berdasarkan kurva diatas menunjukkan bahwa kurva AD-AS yang terjadi disaat Indonesia
mengalami kontraksi. Pada saat Indonesia mengalami kontraksi yang diakibatkan oleh
menurunnya jumlah uang yang beredar menyebabkan kurva aggregat demand bergeser ke kiri.
Pada saat penurunan ekonomi adanya pergeseran titik keseimbangan dari E1 menjadi E2 lalu
perlahan bergerak menjadi E3.
Oleh karena itu, Pemerintah akan melakukan kebijakan fiskal berupa intensif pajak dan
belanja membuat konsumsi belanja RumahTangga pada masyarakat meningkat. Selain itu,
Pemerintah terus memantau kebijakan moneter dengan tujuan jumlah uang beredar akan
meningkat dan menurunkan tingkat bunga. Manfaat dari penurunan tingkat bunga adalah
meningkatnya daya tarik para investor untuk melakukan investasi sehingga membantu Produk
Domestik Bruto (PDB) meningkat dan memulihkan ekonomi Indonesia. Pemerintah harus
melaksanakan kebijakan moneter agar mempertahankan jumlah uang yang beredar di
masyarakat dan suku bunga yang mempengaruhi investasi.
13
Berdasarkan kurva diatas , kebijakan yang diberikan oleh Pemerintah dalam rangka
pemulihan perekonomian nasional dampak dari pandemi Covid-19 menyebabkan Pemerintah
melaksanakan kebijakan fiskal maupun kebijakan moneter. Pelaksanaan kebijakan dengan
defisit APBN meningkatkan belanja pemerintah serta pemberian insentif pajak. Hal ini
bertujuan agar masyarakat mampu mencukupi daya belinya sehingga kurva aggregate demand
(AD1) mengalami pergeseran ke kanan menjadi AD2. Hal ini menyebabkan kembalinya keawal
output Y yang telah berubah menjadi Y1, menjabarkan bahwa adanya kenaikan income pada
perekonomian Indonesia. Kebijakan inipun sangat berpengaruh pada kenaikan harga, inflasi
dapat dilhat dari naiknya P1 menjadi P2. Dapat disimpulkan kebijakan dapat membantu
pemulihan ekonomi Indonesia menjadi seperti awal bahkan lebih baik.
14
Kenaikan gaji tahunan dalam satu tahun kalender (12 bulan) dapat dengan mudah dihitung sebagai
berikut: Kenaikan Gaji Tahunan = Tingkat Kenaikan x 12 ÷ Frekuensi Kenaikan “ Kenaikan gaji
rata-rata dalam satu tahun (12 bulan) di Indonesia adalah 5%. ”Upah per Jam rata-rata di Indonesia
Rp 70.100 per jam. Upah rata-rata per jam (gaji per jam) di Indonesia adalah Rp 70.100. Ini berarti
bahwa rata-rata orang di Indonesia mendapatkan kira-kira Rp 70.100 untuk setiap jam kerja. Upah
Per Jam = Gaji Tahunan ÷ (52 x 5 x 8). Upah per jam adalah gaji yang dibayarkan dalam satu jam
kerja. Biasanya pekerjaan diklasifikasikan ke dalam dua kategori: pekerjaan bergaji dan pekerjaan
per jam. Pekerjaan bergaji membayar jumlah tetap terlepas dari jam kerja. Pekerjaan per jam
dibayar per jam kerja. Untuk mengubah gaji menjadi upah per jam digunakan rumus di atas (dengan
asumsi 5 hari kerja dalam seminggu dan 8 jam kerja per hari yang merupakan standar untuk
sebagian besar pekerjaan).
Penghitungan upah per jam mungkin sedikit berbeda tergantung pada jam kerja per minggu dan
tunjangan liburan tahunan. Angka-angka yang disebutkan di atas merupakan perkiraan yang baik
dan dianggap sebagai standar. Salah satu perbedaan utama antara karyawan yang digaji dan
karyawan yang dibayar per jam adalah kelayakan lembur. Karyawan yang digaji biasanya
dibebaskan dari lembur dibandingkan dengan staf yang dibayar per jam.
Perbandingan Gaji Rata-rata di Indonesia Berdasarkan Kota
15
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dari masalah kemiskinan diatas kita bisa menyimpulkan bahwa kemiskinan dapat diatasi
dengan cara menambah lapangan pekerjaan, meningkatkan akses masyarakat miskin
terhadap pelayanan dasar, memberikan pelatihan wirausaha kepada masyarakat, dan memberi
bantuan kepada masyarakat miskin.
Kesenjangan ekonomi adalah terjadinya ketimpangan dalam distribusi pendapatan antara
kelompok masyarakat berpenghasilan tinggi dan kelompok masyarakat berpenghasilan rendah.
Kesenjangan dapat di atasi dengan cara mengutamakan pendidikan, menciptakan lapangan
pekerjaan dan meminimaliskan kemiskinan, meminimaliskan KKN dan memberantas korupsi
dalam upaya meningkatkan kesejahteraan, serta meningkatkan sistem keadilan di Indonesia
dan melakukan pengawasan ketat kepada mafia hukum.
Perekonomian krisis terlihat dari kontraksinya pertumbuhan produk domestik bruto (PDB)
sebesar 2,19 persen (y-on-y). Komponen yang sangat berpengaruh adalah pengeluaran
konsumsi rumahtangga dan pengeluaran konsumsi lembaga non profit yang melayani
rumahtangga yang mana kedua pengeluaran ini menurun karena adanya kebijakan dari
pemerintah akan upaya pemulihan perekonomian pada saat ini. Oleh karena itu, Pemerintah
mengadakan kebijakan dalam berbagai aspek guna memajukan perekonomian Indonesia.
Pemerintah lebih fokus kepada kebijakan fiskal dan moneter. Kebijakan fiskal yang diambil
mempunyai banyak ragamnya salah satunya insentif pajak yang sangat berpengaruh. Insentif
pajak membuat para masyarakat merasa keringanan akan kewajiban mereka dan tidak
mempengaruhi perekonomian mereka sehingga masyarakat tetap bisa memenuhi kebutuhan
hidupnya seperti sebelumnya.
Tidak hanya itu, Pemerintah melakukan kerja sama dengan Bank Indonesia untuk
memajukan kebijakan moneter. Kebijakan ini bertujuan menurunkan jumlah uang yang beredar
dan suku bunga pada bank. Ketika suku bunga mengalami penurunan pada saat itu juga para
investor menginvestasikan kepemilikan mereka kembali. Pandemi Covid-19 sangat
mempengaruhi perekonomian Indonesia mulai awal kuartal II tahun 2020. Hal ini disebabkan
adanya peraturan tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) sehingga menimbulkan
lockdown kepada beberapa kota bertujuan memutuskan mata rantai penyebaran Covid-19.
Peraturan ini menyebabkan meningkatnya penurunan perekomian pada perusahaan formal
maupun non formal. Penurunan perekonomian menyebabkan munculnya Pemutusan
Hubungan Kerja (PHK) disebabkan oleh perusahaan tidak dapat membayarkan upah yang
seharusnya. Pemintah juga membuat kebijakan agar ekonomi di Indonesia membaik selama
pandemic Covid-19.
16
Saran
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik
dan saran yang bersifat membangun sangat kami harapkan untuk perbaikan makalah ini
kedepannya. Untuk makalah-makalah selanjutnya kami akan lebih fokus dan details dalam
menjelaskan tentang makalah kami dengan sumber-sumber yang lebih banyak dan tentunya
dapat dipertanggung jawabkan.
17
DAFTAR PUSTAKA
https://smeru.or.id/id/article-id/situasi-kemiskinan-selama-pandemi
https://www.cnbcindonesia.com/news/20220117120320-4-307911/orang-miskin-ri-di-2021-capai-2650-
juta-orang-atau-971
https://www.bps.go.id/subject/23/kemiskinan-dan-ketimpangan.html
https://indonesiabaik.id/infografis/di-tengah-pandemi-angka-kemiskinan-meninggi
https://www.djkn.kemenkeu.go.id/kpknl-banjarmasin/baca-artikel/14769/Pemulihan-Perekonomian-
Indonesia-Setelah-Kontraksi-Akibat-Pandemi-Covid-19.html
https://id.wikipedia.org/wiki/Kesenjangan_ekonomi
https://www.kemenkeu.go.id/publikasi/berita/kondisi-perekonomian-indonesia-semakin-membaik/
https://smeru.or.id/id/research-id/studi-dampak-sosial-ekonomi-pandemi-covid-19-di-indonesia
https://bem.fmipa.unej.ac.id/kastrad-beraksi2-kondisi-perekonomian-indonesia-di-tengah-pandemi-covid-
19/
https://gajipokok.com/gaji-rata-rata-di-indonesia/
18