Anda di halaman 1dari 12

INSTRUMEN KEBIJAKAN FISKAL DALAM ISLAM

Revisi Makalah

Disusun guna memenuhi tugas

Mata Kuliah : Kebijakan Fiskal dan Moneter Dalam Islam

Dosen Pengampu : Muyassarah, MSI.

Disusun :

Kelompok 2

1. Riski Rhomadhona (1705036051)


2. Shinta Dewi Nur F (1705036059)
3. Amanda Putri Ihsani (1705036074)
4. Alwa Lida Sany T R (1705036103)

S1 PERBANKAN SYARIAH

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO

2018

1
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Salah satu kebijakan dalam bidang ekonomi yang dapat diambil pemerintah
guna mengarahkan kondisi perekonomian untuk menjadi lebih baik lagi dengan jalan
mengubah penerimaan dan pengeluaran ialah dengan kebijakan fiskal. Dimana di
dalamnya terdapat instrumen pajak yang merupakan salah satu sumber penerimaan
suatu negara dan masih ada lagi beberapa instrumen dari kebijakan fiskal itu sendiri
yang akan kami bahas pada makalah ini.

Serta keterkaitan antara kebijakan yang diambil dengan dampak yang


ditimbulkannya. Dimana kebijakan pemerintah ini juga pastinya akan memiliki
dampak bagi perkembangan ekonomi di suatu negara, sama halnya dengan dampak
kebijakan fiskal yang akan kami bahas dalam makalah ini.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana instrumen kebijakan fiskal dalam konvensional dan Islam?
2. Bagaimana dampak dari instrumen kebijakan fiskal?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui dan memahami instrumen kebijakan fiskal menurut pandangan
konvensional dan Islam.
2. Untuk mengetahui dan memahami dampak dari instrumen kebijakan fiskal.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. INSTRUMEN KEBIJAKAN FISKAL DALAM PERSPEKTIF


KONVENSIONAL
Perspektif ekonomi konvensional, Adiwarman Karim menjelaskan bahwa dalam
struktur Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) terdapat beberapa instrumen
(alat) dan cara yang digunakan untuk menghimpun dana guna menjalankan
pemerintahan, antara lain:
1. Melakukan Bisnis

Pemerintah dapat melakukan bisnis seperti perusahaan lainnya, misalnya


dengan mendirikan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Seperti halnya
perusahaan lain, dari perusahaan negara ini diharapkan memberikan keuntungan
yang dapat digunakan sebagai salah satu sumber pendapatan negara.

2. Pajak

Penghimpunan dana yang umum dilakukan adalah dengan cara menarik


pajak dari masyarakat. Pajak dikenakan dalam berbagai bentuk seperti pajak
pendapatan, pajak penjualan, pajak bumi dan bangunan, dan lain-lain. Pajak
yang dikenakan kepada masyarakat tidak dibedakan terhadap bentuk usahanya
sehingga dapat menimbulkan ketidakstabilan.

3. Meminjam Uang

Pemerintah dapat meminjam uang dari masyarakat atau sumber-sumber yang


lainnya dengan syarat harus dikembalikan di kemudian harinya. Masyarakat
harus mengetahui dan mendapat informasi yang jelas bahwa di kemudian hari
mereka harus membayar pajak yang lebih besar untuk membayar utang yang
dipinjam hari ini. Meminjam uang hanya bersifat sementara dan tidak
boleh dilakukan secara terus-menerus.1 Namun ada beberapa instrumen
kebijakan konvensional yang lain dari beberapa sumber yang kami baca
diantaranya adalah :

1
Karim, Adiwarman A. 2012. EKONOMI MAKRO ISLAMI. Jakarta: PT RAJAGRAFINDO PERSADA. Hlm.
255

3
1. Anggaran Belanja Seimbang

Sesuai dengan namanya yaitu seimbang, maka disini adalah


menggunakan perpaduan antara anggaran defisit dan anggaran surplus, yaitu
dengan memadukan antara konsep pengelauran lebih banyak daripada
pemasukan dan juga menggunakan konsep pemasukan yang lebih banyak
daripada pengeluaranya. Jadi pada dasarnya anggaran seimbang ini menjadi
salah satu poerantara diantara keduaanya, anggaran ini bisa menggunakan
anggaran sesuai dengan waktu dan kondisinya. Ketika keadaan atau kondisi
perekonomian negara mengalami inflasi maka konsep anggaran surplus, dan
ketika situasi menunjukkan keadaan yang tidak stabil maka anggaran yang
digunakan adalah anggaran defisit.

2. Pembiayaan Fungsional

Untuk kebijakan ini fokus pada penyesuaian anggaran negara dengan


menentukan biaya atau anggaran yang digunakan oleh pemerintah dengan
sedemikian rupa hingga tidak memiliki pengaruh bagi pendapatan atau
pemasukan negara secara langsung. Kebijakan pembiayaan fungsional ini
memiliki tujuan utama untuk menyerap sebanyak-banyaknya tenaga kerja
dnegan membuka berbagai lapangan pekerjaan baru. Dalam kebijakan ini pula
pajak dan pengeluaran pemerintah ditempatkkan atau diposisikan dalam
tempat yang berbeda. kebijakan ini dipelopori atau dicetuskan oleh A.P Liner.

3. Anggaran Defisit Atau Kebijakan Fiskal Ekspansif

Anggaran defisit merupakan salah satu kebijakan pemerintah yang


bertujuan untuk memeberikan stimulus pada sebuah perekonomian dengan
cara mengupayakan untuk membuat pengeluaran negara untuk belanja dan
pembangunana lebih besar daripada pemasukan yang ada selama kurun  waktu
tertentu. Mungkin kita berfikir mengapa cara atau kebijakan ini dipakai
padahal dilihat dari satu sisi hal ini merugikan negara, namun sebenarnya tidak
pada dasarnya kebijakan ini dilakukan hanya pada situasi ekonomi yang
resesif karena hal ini akan menguntungkan bagi negara.

4
4. Anggaran Surplus Atau Kebijakan Fiskal Kontraktif

Untuk anggaran surplus ini sebenarnya adalah kebalikan dari anggaran


defisit, jika pada anggaran defisit pengeluaran pemerintah lebih ditekankan
daripada pemasukannya, namun jika dalam anggaran surplus maka pemasukan
negara adalah menjadi fokus perhataian diharapkan pemasukan negara lebih
besar dari penegeluaran negara baik untuk pembangunan atau investasi dan
lainnya. Kebijakan ini diberlakukan ketika situasi ekonomi pada kondisi yang
ekspansi serta memanas (overheating). Hal ini semata hanya dilakukan untuk
menurunkan tekanan dan desakan yang kian tinggi dari permintaan.

5. Stabilitas Anggaran Otomatis

Stabilitas disini diartikan sebagai upaya untuk tetap mempertahankan


keadaan dan kondisi perekonomian yang sudah bagus dengan cara
menyesuaikan anggaran yang dimiliki negara, dengan memperhatikan
penggunaan biaya atau dana, dalam kebijakan ini diusahakan untuk menekan
pengeluaran negara dengan sesuatu yang lebih bermanfaat dan tentunya
dengan biaya minimum namun bisa menghasilkan banyak hasil.

5. Pengelolaan Anggaran

Pengelolaan anggaran ini merupakan salah satu usaha dari pemerintah


untuk menjaga sebuah kestabilan perekonomian negara. Cara atau alternatif
yang dilakukan adalah dengan memanfaatkan serta menggunakan hasil pajak
atau pinajaman sebagai modal dasarnya. Dimana hasil pajak dan pinajaman ini
menjadi satu kesatuan utuh dalam hal penerimaan dan pengeluaran negara.

B. INSTRUMEN KEBIJAKAN FISKAL DALAM PERSPEKTIF ISLAM


Dalam perspektif ekonomi Islam, kebijakan fiskal memiliki dua
instrumen:
1. Kebijakan pendapatan atau penerimaan
2. Kebijakan belanja (pengeluaran).

Kedua instrumen tersebut akan tercermin dalam anggaran belanja negara.


Instrumen kebijakan pendapatan (merupakan sumber penerimaan negara) terdiri dari

5
dari zakat, kharaj (pajak bumi/tanah), ghanimah (harta rampasan peran), jizyah
(pajak yang dikenakan pada kalangan non muslim, pajak atas pertambangan dan

harta karun, bea cukai dan pungutan. 2 Jika diklasifikasikan, maka sumber
penerimaan negara (pendapatan negara) ada yang bersifat rutin seperti zakat, kharaj,
ushr (cukai), infak, shadaqah, serta pajak jika diperlukan, dan ada yang bersifat
sewaktu-waktu seperti ghanimah, fa’i, dan harta yang tidak ada pewarisnya.Dalam
sistem kebijakan fiskal menurut perspektif Islam pastinya sungguh berbeda
dengan kebijakan fiskal konvensional. Dapat dilihat dari tujuan yang ingin
dicapai menurut perspektif Islam, yakni mencakup dua aspek, spiritual dan
material. Sedangkan menurut konvensional mencakup material dan nilai positif
saja.

Instrumen kebijakan fiskal menurut Islam diantaranya:

1. Sumber Penerimaan Negara


a. Zakat
Zakat menjadi sistem yang wajib (obligatory zakat system)
bukan sistem yang sukarela (voluntary zakat system). Konsekuensi
dari sistem ini adalah wujudnya institusi negara yang bernama
Baitul Mal (Treasury House). Fungsi pertama dari negara Islam
adalah menjamin terpenuhinya kebutuhan hidup minimal
(guarantee of a minimal level of living).
Instrumen zakat ini dapat digunakan sebgaai perisai terakhir
bagi perekonomian agar tidak terpuruk pada kondisi krisis dimana
kemampuan konsumsi mengalami stagnasi. Zakat memungkinkan
perekonomian terus berjalan pada tingkat minimum, akibat
penjaminan konsumsi kebutuhan dasar oleh negara melalui Baitul
Mal menggunakan akumulasi zakat. Bahkan Metwally
mengungkapkan bahwa zakat berpengaruh positif pada ekonomi,
karena instrumen zakat akan mendororng investasi dan menekan

2
Suprayitno. Eko . 2011. Ekonomi Islam Pendekatan Ekonomi Makro Islam dan Konvensional.
Yogyakarta: Graha Ilmu. Hlm. 159 dan 173

6
penimbunan uang (harta). Sehingga zakat memiliki andil dalam
meningkatkan pertumbuhan ekonomi secara makro.
b. Kharaj

Kharaj merupakan pajak khusus yang diberlakukan negara atas


tanah produktif yang dimiliki rakyat. Besarnya pajak jenis ini
menjadi hak negara dalam penentuannya. Dan negara sebaiknya
menentukan besarnya pajak ini berdasarkan perekonomian yang
ada.

c. Jizyah
Jizyah (poll tax) merupakan pajak yang hanya diperuntukan
bagi warga negara bukan muslim yang mampu. Berdasarkan
banyak literatur klasik ekonomi Islam, pajak jenis ini dikenakan
pada warga non muslim laki-laki. Bagi yang tidak mampu seperti
mereka yang uzur, cacat dan mereka yang memiliki kendala dalam
ekonomi akan terbebas dari kewajiban ini. Hal ini berkaitan erat
dengan fungsi utama negara yaitu untuk memenuhi kebutuhan
minimal rakyatnya. Jadi pemenuhan kebutuhan tidak terbatas
hanya pada penduduk muslim saja.
d. ‘Ushur
Merupakan pajak khusus yang dikenakan atas barang niaga
yanga masuk ke negara Islam (impor). Menurut Umar bin Khattab,
ketentuan ini berlaku sepanjang ekspor negara Islam kepada negara
yang sama juga dikenakan pajak ini.
e. Infaq, Shodaqoh, Wakaf
Merupakan pemberian sukarela dari rakyat demi
kepentingan umat untuk mengaharapkan ridho Allah SWT semata.
Pada kondisi keimanan rakyat yang begitu baik maka besar
kemungkinannya penerimaan negara yang berasal dari variabel
sukarela ini akan lebih besar dibandingkan dengan variabel wajib,
sepanjang faktor-faktor produksi digunakan pada tingkat yang
maksimal.
f. Fai’

7
Yaitu harta kekayaan negara musuh yang telah dikalahkan
(didapat bukan melalui peperangan atau di medan perang), yang
kemudian dimiliki dan dikelola oleh negara Islam.
g. Pajak Khusus (Nawaib)
Pajak ini penentuannya tergantung kondisi perekonomian
negara (sifatnya sementara) dan menjadi hak prerogatif. 3
h. Khums
Khums adalah dana yang diperoleh dari seperlima bagian
rampasan perang. Khums juga merupakan suatu sistem pajak
proporsional, karena ia adalah persentase tertentu dari rampasan
perang yang diperoleh tentara Islam sebagai ghanimah (harta
rampasan perang) setelah memenangkan peperangan. Persentase
tertentu dari pendapatan sumber daya alam, barang tambang, minyak
bumi dan barang-barang tambang lainnya juga dikategorikan khums.
i. Kaffarah
Kaffarah merupakan denda yang dulu dikenakan kepada
suami istri yang melakukan hubungan di siang hari pada bulan puasa
(Ramadhan). Denda tersebut dimasukkan dalam pendapatan negara.

j. Amwal fadla
Amwal fadla merupakan harta benda kaum muslimin yang
meninggal tanpa ahli waris, atau berasal dari barang- barang seorang
Muslim yang meninggalkan negerinya. 4 Dari kesepuluh isntrumen
tersebut merupakan sumber penerimaan suatu negara Islam,
sedangkan dilihat dari sisi pengeluarannya yakni seperti
pinjaman atau hutang negara serta biaya-biaya yang dikeluarkan
untuk pembangunan suatu negara mulai dari infrastruktur,
pertahanan, biaya untuk upah (misalnya gaji yang diberikan dari
pemerintah), subsidi dan lain sebagainya.
2. Pengeluaran Negara

3
Naf’an. 2014. EKONOMI MAKRO;Tinjauan Ekonomi Syariah. (Yogyakarta: GRAHA ILMU). Hlm. 188-
190
4
Rahmawati, Lilik. Sistem Kebijakan Fiskal Modern dan Islam. OECONOMICUS
Journal of Economics. (Vol. 1/No. 1, Desember/2016). Hlm. 52 dan 54

8
Berdasarkan sumber-sumber pengeluaran tersebut, maka
dapat disalurkan untuk pembelanjaan negara, yang kesemuanya
ditujukan untuk kemakmuran masyarakat. Kepentingan pertama
diarahkan pada biaya pertahanan negara dan menjaga perdamaian
negara. Kemudian kepentingan kedua dikeluarkan untuk pokok
pengeluaran lain, menurut Ibnu Taimiyah, dijelaskan sebagai
berikut:
a. Pengeluaran untuk para gubernur, menteri dan pejabat
pemerintah lain.
b. Memelihara keadilan. Negara harus mengurus hakim atau
qadi.
c. Biaya pendidikan warga negara, baik siswa maupun
gurunya.
d. Kepentingan umum, infrastruktur dan gugus tugas
ekonomi, harus ditanggung negara.
3. Utang Negara
Utang negara berasal dari utang dalam negeri maupun luar
negeri. Kenyataannya bahwa di dalam Islam semua pinjaman
harus dilakukan dengan menggunakan pendekatan bebas-bunga.
Pinjaman dapat diperoleh dengan cara langsung dari publik atau
secara tidak langsung dalam bentuk pinjaman yang diperoleh dari
bank sentral. Pinjaman dari bank sentral merupakan suatu bentuk
pinjaman yang dilakukan karena menggambarkan buruknya
situasi harga pada umumnya. Dengan demikian, pinjaman
dilakukan untuk menstabilkan harga. Pinjaman dari negara lain
yang menggunakan sistem bebas-bunga pada umumnya susah
untuk didapatkan. Oleh karenanya, suatu negara tertentu
mungkin akan mendapatkan dari negara lain, yang sepaham.
Akan tetapi, di dalam umat Islam, hal tersebut merupakan tugas
bagi negara-negara kaya untuk membantu, kepada negara-negara
Muslim yang miskin. 5 Utang negara sangat dibutuhkan bagi tiap
negara untuk membantu mengembangkan negara itu sendiri,

5
Muhammad, KEBIJAKAN FISKAL DAN MONETER DALAM EKONOMI ISLAM, (Jakarta: Salemba Empat,
2002), hlm 202

9
untuk membangun infrastruktur, memperkuat pertahanan dan lain
sebagainya.
C. DAMPAK DARI INSTRUMEN KEBIJAKAN FISKAL
Kebijakan fiskal dapat menggerakkan perekonomian, karena peningkatan
pengeluaran pemerintah atau pemotongan pajak mempunyai efek multiplier dengan
cara menstimulasi tambahan permintaan untuk barang konsumsi rumah tangga. Begitu
pula halnya apabila pemerintah melakukan pemotongan pajak sebagai stimulus
perekonomian. Pemotongan pajak akan meningkatkan disposable income dan
akhirnya mempengaruhi permintaan.6 Sehingga kebijakan fiskal ini sangatlah
berpengaruh bagi perekonomian suatu negara. Serta apabila dibandingkan dengan
kebijakan moneter, kebijakan fiskal ini memiliki dampak yang lebih besar daripada
kebijakan moneter. Akan tetapi keduanya memiliki keterkaitan.

6
http://fadiadiniaulia.blogspot.com/2017/05/makalah-kebijakan-fiskal-islam-ekonomi.html

10
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Setiap tahun pemerintah membuat suatu Rancangan Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara (RAPBN) yang kemudian diajukan kepada DPR untuk disahkan
menjadi APBN. RAPBN tersebut berisikan beberapa kebijakan yang intinya adalah
kebijakan fiskal. Kebijakan fiskal adalah suatu kebijakan yang diambil oleh
pemerintah yang meliputi penerimaan dan pengeluaran suatu negara guna
menciptakan stabilitas ekonomi. Dengan menggunakan beberapa instrumen kebijakan
fiskal itu sendiri yang dapat diambil sesuai dengan keperluan yang ada.
B. Kritik dan Saran
Syukur Alhamdulillah kami ucapkan kehadiran Illahi Robbi yang telah
memberikan kesehatan sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini, walaupun
masih dalam keadaan yang sangat sederhana dan masih banyak kekurangan dan juga
kesalahan dalam penulisanya namun demikian kami berharap semoga makalah ini
dapat bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan pada kami khususnya. Aamiin.

11
DAFTAR PUSTAKA

Karim, Adiwarman A. 2012. EKONOMI MAKRO ISLAMI. Jakarta: PT RAJAGRAFINDO


PERSADA

Muhammad. 2002. KEBIJAKAN FISKAL DAN MONETER DALAM EKONOMI


ISLAM. Jakarta: Salemba Empat

Naf’an. 2014. EKONOMI MAKRO;Tinjauan Ekonomi Syariah. Yogyakarta:


GRAHA ILMU

Rahmawati, Lilik. Sistem Kebijakan Fiskal Modern dan Islam.


OECONOMICUS Journal of Economics. (Vol. 1/No. 1, Desember/2016)

Suprayitno. Eko . 2011. Ekonomi Islam Pendekatan Ekonomi Makro Islam dan
Konvensional. Yogyakarta: Graha Ilmu.

http://fadiadiniaulia.blogspot.com/2017/05/makalah-kebijakan-fiskal-islam-ekonomi.html

12

Anda mungkin juga menyukai