Disusun Oleh :
1. Diana Hidayanti
2. Fauzul Wasiah
3. Hnna Hayatun Nupus
FAKULTAS SYARIAH
TA. 2022/2023
i
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis memperoleh kesehatan dan kekuatan untuk dapat
menyelesaikan “ Makalah instrument kebijakan fiskal pada masa Rasulullah dan
Khulafaurasiddin ” ini.
Penghargaan yang tulus dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis
sampaikan kepada seluruh pihak, sehingga “ Makalah instrument kebijakan fiskal pada
masa Rasulullah dan Khulafaurasiddin ” ini dapat terselesaikan.
Penulis menyadari sepenuhnya atas keterbatasan ilmu maupun dari segi penyampaian
yang menjadikan “ Makalah instrument kebijakan fiskal pada masa Rasulullah
Khulafaurraddin” ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang
membangun sangat diperlukan dari semua pihak untuk kesempurnaan makalah ini.
ii
DAFTAR PUSTAKA
JUDUL................................................................................................................................i
KATA PENGANTAR.......................................................................................................ii
BAB I..................................................................................................................................1
PENDAHULUAN..............................................................................................................1
A. Latar Belakang......................................................................................................1
B. Rumusan Masalah.................................................................................................1
C. Tujuan.....................................................................................................................1
BAB II.................................................................................................................................2
PEMBAHASAN.................................................................................................................2
BAB III...............................................................................................................................15
PENUTUP..........................................................................................................................15
A. Kesimpulan.............................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................16
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Aktivitas ekonomi telah berlangsung sejak zaman Rasulullah SAW. Beliau
menerapkan konsep ekonomi dengan berdasarkan Al-Quran. Ajaran dan praktik bisnis
langsung dicontohkan oleh Nabi Muhammad dengan mengembangkan prinsip sedekah
dengan nilaimya berlipat ganda disisi Allah. Hal ini merupakan bisnis dengan manusia
sekaligus dengan pencipta, dengan prinsip yang diajarakn Rasulullah tersebut, seseorang
pelaku ekonomi tidak hanya mendapat keuntungan duniawi saja melainkan juga
mendapat keuntungan ukhrawi.
perkembangan ekonomi islam terus mengalami perkembangan pada masa
khulafaurrasidin hingga masa kini. tokoh-tokoh ekonomi islam terus bermunculan yang
menghasilakan pemikiran dan gagasan serta karya besar. perkembangan ekonomi islam
merupakan sejarah perjalanan yang panjang yang dimulai sejak zaman Rasulullah hingga
masa kontemporer seperti saat ini.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana definisi kebijakan fiskal?
2. Bagaimana kebijakan fiscal di Indonesia?
3. Bagaimana kebijakan fiskal pada masa Rasulullah?
4. Bagaimana kebijakan fiscal pada masa Khularasyidin?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi kebijakan fiscal
2. Untuk mengetahui kebijakan fiscal di indonesia
3. Untuk mengetahui kebijakan fiskal pada masa Rasulullah
4. Untuk mengetahui Kebijakan fiscal pada masa Khulafarasyidin
1
BAB II
PEMBAHASAN
2
B. Kebijakan Fiskal Di Indonesia
Kebijakan pemerintah di Indonesia dimuat dalam Rencana Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN), selanjutnya RAPBN ini diajukan
pemerintah kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk disahkan menjadi
undang-undang APBN. APBN ini merupakan gambaran dari kegiatan yang akan
dilakukan pemerintah dalam rangka memperoleh pendapatan pengeluaran untuk
penyelenggaraan roda pemerintah dan pembangunan negara. Secara sederhana
menurut APBN Indonesia terdiri dari:
1. Pendapatan Negara dan hibah
a) Penerimaan dalam negri
Penerimaan perpajakan:
Penerimaan perpajkan yang terdiri dari pajak penghasilan migas dan non
migas, pajak pertambahan nilai, pajak bumi dan bagunan, BPHTP, cukai dan
pajak lainya, serta bea masuk dan bea keluar.
b) penerimaan Negara Bukan Pajak
Penerimaan sumber daya alam yang terdiri dari migas dan non migas
(pertambangan umum, kehutanan, perikanan, dan pertambangan minyak
bumi)
c) Bagian Laba BUMN
d) PNBP Lainya
e) Pendapatan BLU
2. Belanja Negara
a) Belanja Pemerintah Pusat
1) Belanja pegawai, yang terdiri dari gaji, tunjangan, honor, vakasi dan
kontribusi sosial
2) Belanja barang
3) Belanja modal
4) Pembayaran bunga utang, yang terdiri dari utang dalam negri dan utang
luar negri
5) Subsidi energy dan non energy
6) Belanja hibah
3
7) Bantuan sosial, yang terdiri dari penanggulangan bencana dan bantuan
melalui K?L
8) Belanja lain-lain yang terdiri dari policy measures dan penyesuaian dan
pendidikan.
b) Transfer ke daerah yang meluputi dan perimbangan dan otonomi khusus san
penyesuaian.
3. Keseimbangan Primer
4. Surplus Defisit Anggaran
5. Pembiayaan, terdiri dari pembiayaan dalma negri dan pembiayaan luar negri
APBN dalam sistem ekonomi konvensional lebih dominan mengandalkan
pajak dan hutang negara, terutama hutang luar negeri jika tidak mencukupi. APBN
dalam sistem sekuler, seluruh pemasukan dari berbagai sumber dilebur menjadi satu
tanpa melihat dari mana asal usulnya, tanpa mempertimbangkan halal dan haramnya.
Setelah semua pemasukan dilebur menjadi satu, baru digunakan untuk berbagai
pembiayaan negara.
Terdapat suatu kondisi yang disebut dengan defisit anggaran di mana
pengeluaran negara lebih kecil dari penerimaan. Namun jika penerimaan melebihi
pengeluaran, suatu negara memiliki anggaran yang surplus, dan jika penerimaan
sekarang sama dengan pengeluaran sekarang, terjadi anggaran berimbang. Maka bila
pemerintah menaikkan jumlah belanja negara, tanpa menambah beban pajak kepada
masyarakat, maka pengeluaran ekstranya dapat dikatakan ditanggung dengan
pembiayaan defisit .
Solusi kebijakan untuk mengatasi hal tersebut menurut Rozalida (2014)
adalah sebagai berikut:
1. Melakukan pinjaman hutang, baik yang berasal dari dalam negri maupun luar
negri. Hutang ini biasanya dilakukan oleh suatu negara selama kemerosotan
ekonomi dan faktor politik ekonomi yang menjelaskan bagaimana insentif politik
menyebabkan anggaran memburuk pada saat ekonomi makmur.
2. Mencetak uang untuk memenuhi kebutuhan anggaran yang mendesak
3. Melakukan kebijakan pengeluaran uang ketat
4. menaikan tingkat pajak
4
Pencetakan uang negara akan mengakibatkan jumlah uang yang beredar di
masyarakat semakin banyak. Kondisi seperti ini dapat mengakibatkan inflasi di suatu
negara. Adapun opsi hutang luar negeri dapat mengganggu kemandirian suatu negara.
Dalam ekonomi konvensional hutang dalam bentuk bunga dapat berakibat beratnya
biaya perekonomian dalam suatu negara.
5
muslimin.(Karim, 2009:90) Langkah-langkah yang diambil Rasulullah, atas nama
kaum muhajirin dan seluruh kaum muslimin di Madinah dan Hijaz, secara
bertahap kesejahteraan muslimin mengalami perkembangan.
M.A Sabzwari dalam Journal of Islamic Banking and Finance
menyebutkan bahwa Rasulullah SAW baru mulai “melirik” permasalahan
ekonomi dan keuangan negara, setelah beliau menyelesaikan masalah politik dan
urusan konstitusional di Madinah pada masa awal hijrah.
Dari sisi penerimaan APBN terdiri dari atas Kharaj (sejenis pajak tanah),
zakat, dan penerimaan-penerimaan lainya. Disisi pengeluaran, terdiri atas
pengeluaran untuk kepentingan dakwah, pendidikan dan kebudayaan, iptek,
hankam, kesejahteraan sosial dan belanja pegawai.
Sumber-sumber pendapatan Negara:
a. Ghanimah
Pada tahun kedua Hijriyah, dalam surat Al Anfal: 41. Allah
SWT. Menentukan tata cara pembagian harta ghanimah dengan formulasi
sebagai berikut :
Artinya: Ketahuilah, Sesungguhnya apa saja yang dapat kamu peroleh sebagai
rampasan perang, Maka Sesungguhnya seperlima untuk Allah, rasul,
kerabat rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan ibnussabil,
jika kamu beriman kepada Allah dan kepada apa yang kami turunkan
kepada hamba kami (Muhammad) di hari Furqaan, yaitu di hari
bertemunya dua pasukan. dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.
6
Seperlima bagian untuk Allah dan Rasul-Nya. Dialokasikan bagi
kesejahteraan umum dan untuk para kerabat, anak-anak yatim, orang-
orang miskin dan para musafir.
Empat perlima bagian lainnya dibagikan kepada para angggota pasukan
yang terlibat dalam peperangan.
b. Zakat
Pada tahun kedua Hijriyah, Allah. SWT mewajibkan kaum muslimin
menunaikan zakat fitrah pada setiap bulan Ramadhan. Dan Kewajiban zakat mal
diperintahkan pada tahun ke-9 H. menurut Bukhari, Rasulullah SAW bersabda
kepada Muadz, ketika ia mengirimnya ke Yaman sebagai pengumpul dan
pemberi zakat, “Katakan kepada mereka (penduduk Yaman) bahwa Allah telah
mewajibkan mereka untuk membayar zakat yang akan diambil dari orang kaya
diantara mereka dan memberikannya kepada orang miskin diantara mereka.
Dengan demikian pemerintah pusat berhak menerima keuntungan hanya bila
terjadi surplus yang tidak dapat didistribusikan lagi kepada orang-orang yang
berhak, dan ditambah kekayaan yang dikumpulkan di Madinah.
ََواَقِ ْي ُموا الص َّٰلوةَ َو ٰاتُوا ال َّز ٰكوةَ َوارْ َكعُوْ ا َم َع ال ٰ ّر ِك ِع ْين
Artinya: Dan Dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku'lah beserta orang-
orang yang ruku'.(Q.S. Al Baqarah: 43).
c. Ushr.
Ushr adalah pajak yang dikumpulkan dari hasil perdagangan dan bisnis
yang dilakukan oleh warga Negara di Negara Islam
7
d.Fai
Fai adalah harta kekayaan yang diambil dari musuh tanpa melakukan
peperangan. Harta ini harus diserahkan kepada Baitul mal.
Artinya: Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada RasulNya
(dari harta benda) yang berasal dari penduduk kota-kota Maka adalah
untuk Allah, untuk rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang
miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu
jangan beredar di antara orang-orang Kaya saja di antara kamu. apa
yang diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan apa yang
dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah. dan bertakwalah kepada
Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya.(Q.S. Al-Hasyr: 7)
a. Jizyah
Jizyah adalah pajak yang dibayar oleh orang nonmuslim khususnya ahli
kitab, untuk jaminan perlindungan jiwa, property, ibadah, bebas dari nilai-nilai
dan tidak wajib militer. Pada masa Rasulullah SAW, besarnya jizyah satu dinar
per tahun untuk orang dewasa yang mampu membayarnya. Perempuan, anak-
anak, orang tua dibebaskan dari kewajiban jizyah. Diantara ahli kitab yang harus
membayar jizyah sejauh yang diketahui adalah Nashara Najran.
b. Kharaj
Kharaj atau pajak tanah dipungut dari nonmuslim ketika khaibar
ditaklukkan. Tanahnya diambil alih oleh orang muslim dan pemilik lamanya
harus menawarkan untuk mengolah tanah tersebut sebagai pengganti sewa tanah
dan bersedia memberikan sebagian hasil produksi kepada negara. Kharaj dibayar
8
oleh orang-orang non-muslim seperti halnya dengan kaum muslimin
membayar ushr dari hasil pertanian.
g.Uang tebusan untuk para tawanan perang (hanya pada kasus perang Badr)
h.Pinjaman-pinjaman untuk pembayaran uang pembebasan kaum muslimin
i. Khums atau rikaz.
j.Amwal fadilah (berasal dari harta benda kaum muslimin yang meninggal tanpa
ahli waris)
k.wakaf, harta benda yang didedikasikan oleh seseorang kepada kaum muslimin
untuk kepentingan agama Allah dan pendapatannya akan didepositokan di Baitul
Mal.
Kebijakan fiskal pada masa Rasulullah ada empat langkah yang dilakukan
Rasulullah, diantaranya : (Amalia, 2010:19)
9
Muhajirin dan Anshar. Hal ini menyebabkan terjadinya distribusi
pendapatan dari kaum Anshar ke Muhajirin yang berimplikasi pada
peningkatan permintaan total di Madinah.
2) Kebijakan pajak
10
pemerintahan Rasulullah Saw. Baitul Mal ketika itu digunakan sebagai kantor
pusat negara yang sekaligus berfungsi sebagai tempat tinggal Rasulullah.
Harta yang merupakan sumber pendapatan Negara di simpan di masjid
dalam jangka waktu singkat untuk kemudian didistribusikan kepada masyarakat
hingga tidak tersisa sedikit pun.
11
Seiring dengan semakin meluasnya wilayah kekuasaan Islam pada masa
pemerintahan Umar ibn al-khattab, pendapatan Negara mengalami peningkatan
yang signifikan. Beliau membuat keputusan bahwa untuk tidak menghabiskan
harta Baitul Mal sekaligus, tetapi dikeluarkan secara bertahap sesuai dengan
kebutuhan yang ada., bahkan diantaranya disediakan dana cadangan. Dalam hal
pendistribusian harta Baitul Mal, sekalipun berada dalam kendali dan tanggung
jawabnya, para pejabat Baitul Mal yang berupa zakat dan ushr. Khalifah Umar
ibn Al-Khattab juga membuat ketentuan bahwa pihak eksekutif tidak boleh ikut
campur dalam mengelola harta Baitul Mal. Negara bertanggung jawab untuk
menyediakan makanan bagi para janda, anak-anak yatim, serta anak-anak
terlantar; membiayai penguburan orang-orang miskin;membayar utang orang-
orang yang bangkrut; membayar diyat untuk kasusu-kasusu tertentu.
Untuk mendistribusikan harta Baitul Mal, khalifah Umar mendirikan
beberapa departemen yang dianggap perlu:
1. Departemen pelayanan militer
2. Departemen kehakiman dan eksekutif
3. Departemen pendidikan dan pengembangan islam
4. Departemen jaminan soaial
Diantara alokasi pengeluaran dari harta Baitul Mal tersebut, dana pensiun
merupakan pengeluaran Negara yang paling penting. Prioritas berikutnya adalah
dana pertahanan Negara dan dana pembangunan.
12
baru dengan mengikuti kebijakan Umar ibn Khattab. Dalam rangka
pengembangan sumber daya alam, beliau melakukan pembuatan saluran air,
pembangunan jalan-jalan, dan pembentukan organisasi kepolisian secra
permanent untuk mengamankan jalur perdagangan. Dalam pendistribusian harta
Baitul Mal, khalifah Ustman ibn Affan menerapkan prinsip keutamaan seperti
halnya Umar ibn Khattab. Khalifah Ustman ibn Affan tetap mempertahankan
system pemberian bantuan dan santunan serta memberikan sejumlah besar uang
kepada masyarakat yang berbeda-beda. Dalam hal penegelolaan zakat, khlaifah
Ustman ibn Affan mendelegasikan kewenangan menaksir harta yang dizakati
kepada para pemiliknya. Hal ini dilakukan untuk mengamankan zakat dari
berbagai gangguan dan masalah dalam pemeriksaan kekayaan yang tidak jelas
oleh beberapa oknum pengumpul zakat.
Oleh karena itu, khalifah Ustman ibn Affan membuat beberapa perubahan
administrasi tingkat atas dan pergantian beberapa gubernur.
d. Kebijakan Masa Pemerintahan Ali Bin Abi Thalib
Ali bin Abi Thalib membenahi sistem administrasi Baitul Mal, baik di
tingkat pusat maupun daerah hingga semuanya berjalan dengan baik. Dalam
pendistribusian harta Baitul Mal, khalifah Ali ibn Abi halib menerapkan sistem
pemerataan. Selama masa pemerintahannya, khalifah Ali ibn Ali Thalib
menetapkn pajak terhadap pemilik hutan sebesar 4000 dirham dan mengizinkan
Ibnu Abbas, Gubernur Kufah, memungut zakat terhadap sayuran segar yang
akan digunakan sebagai distribusi setiap pekan sekali untuk pertama kalinya
diadopsi. Hari kamis adalah hari pendistribusian. Pada hari itu, semua
perhitungan diselesaikan dan pada hari sabtu dimulai perhitungan baru. Selain
itu langkah penting yang dilakukan khalifah Ali ibn Abi Thalib pada masa
pemerintahannya adalah percetakan mata uang koin atas nama Negara Islam.
Hal ini menunjukkan bahwa pada masa pemerintahan tersebut, kaum muslimin
telah menguasai teknologi peleburan besi dan percetakan koin. Namun
demikian, uang yang dicetak oleh kaum muslimin itu tidak dapat beredar dengan
luas karena pemerintahan Ali ibn Abi Thalib berjalan sangat singkat seiring
dengan terbunuhnya sang Khalifah pada tahun keenam pemerintahannya.
13
Dari segi alokasi pengeluaran kurang lebih masih tetap sama sebagaimana
halnya pada masa pemerintahan khalifah Umar. Khalifah Ali memiliki konsep
yang jelas tentang pemerintahan, administrasi umum dan masalah-masalah yang
berkaitan dengannya. Konsep ini dijelaskan dalam suratnya yang terkenal yang
ditujukan kepada Malik Ashter bin Harits. Surat yang mendeskripsikan tugas,
kewajiban serta tanggung jawab para penguasa dalam mengatur berbagai
prioritas pelaksanaan dispensasi keadilan serta pengawasan terhadap para
pejabat tinggi dan staf-stafnya.
14
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kebijakan fiskal dalam Islam bertujuan untuk mengembangkan masyarakat yang
didasarkan atas distribusi kekayaan berimbang dengan menempatkan nilai-nilai material
dan spiritual pada tingkatan yang sama dan seimbang. Kebijakan fiskal merupakan
sebagai alat untuk mengatur dan mengawasi perilaku manusia yang dipengaruhi melalui
insentif yang disediakan dengan meningkatkan pendapatan pemerintah. Kebijakan fiskal
harus sesuai dengan prinsip dan nilai-nilai Islam karena tujuan pokok agama Islam adalah
mencapai kesejahteraan umat manusia secara keseluruhan.
Perbedaan yang mendasar antara ekonomi kapitalis dan ekonomi Islam adalah
terkait pengelolaan uang negara. Dalam ekonomi Islam hutang harus terbebas dari unsur
bunga. sebagian besar pengeluaran pemerintah dibiayai dari pajak pendapatan atau
berdasarkan atas bagi hasil. Dengan demikian, dalam ekonomi Islam ukuran utang publik
jauh lebih sedikit dibanding ekonomi konvensional yang dalam kebijakannya banyak
melibatkan hutang negara
15
DAFTAR PUSTAKA
Rozalida. (2014). Ekonomi Islam Teori dan Aplikasinya Pada Aktivitas Ekonomi. Jakarta:
Rajawali Pers.
Gootjes, B., & De, H. J. (2020). Procyclicality of fiscal policy in European Union
Countries. Journal of International Money and Finance.
https://doi.org/10.1016/j.jimonfin.2020.102276.
Ghazali, Abu Hamid Muhammad Al, Ihya Ulum al-Din, Beirut: Dar al-Nadwah, tt
Gita Danupranata, Ekonomi Islam, Jakarta: Saung Media Utama, 2006
Ewis Amalia, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam dari Masa Klasik Hingga
Kontemporer, Jakarta: Granada Press, 2010
Sadono Sukirno, 2003, Pengantar Teori Makro Ekonomi, Jakarata: Raja Grafindo
Oktaviana, M., & Harahap, S. B. (2020). Kebijakan Fiskal Zaman Rasulullah Dan
Khulafarasyidin. Nazharat: Jurnal Kebudayaan, 26(01), 283-307.
Karbila, I. H., Helim, A., & Rofii, R. (2020). Kebijakan Fiskal pada Masa Rasulullah dan
Sekarang. AL-Muqayyad, 3(2), 153-168.
16