Kelompok 5:
Aditama Agustian (101211010115)
Aldy Wiranata (101211010125)
Boni Kristopen (101211010113)
Helmi Susanto (101211010097)
Mardiah (101211010127)
Rosidah (101211010139)
TA.2021/2022
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT. Yang telah
memberikan rahmat dan karunia yang dilimpahkan-Nya kepada penulis, sehingga
dapat menyelesaikan makalh ini. Adapun yang menjadi judul makalah ini adalah
“Kebijakan Fiskal dalam Ekonomi Islam”. Tujuan utama penulis menulis makalah ini
yang utama untuk memenuhi tugas dari dosen pembimbing Bapak Zainal Arifin,
SE.,ME dalam matakuliah Ekonomi Islam.
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................................1
1.1 Latar Belakang..................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.............................................................................2
1.3 Tujuan................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................................3
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.2 Rumusan Masalah
2. Apa definisi dan konsep kebijakan fiskal?
3. Bagaimana sejarah kebijakan fiskal pada masa Nabi Muhammad SAW
dan Khalafour Rasyidin?
4. Apa saja komponen kebijakan fiskal?
5. Bagaimana utang dan pengeluaran pemerintah dalam ekonomi Islam?
1.3 Tujuan
2. Untuk mengetahui definisi dan konsep kebijakan fiskal.
3. Untuk mengetahui bagaimana sejarah kebijakan fiskal pada masa Nabi
Muhammad SAW dan Khalafour Rasyidin,
4. Untuk mengetahui apa saja komponen kebijakan fisikal
5. Untuk mengetahui bagaimana utang dan pengeluaran pemerintah dalam
ekonomi Islam
2
BAB II
PEMBAHASAN
Ditinjau secara etimologi, kebijakan fiskal berasal dari dua kata, yaitu
kebijakan dan fiskal. Kebijakan (policy) memiliki arti yang bermacammacam,
Harold D. Laswell dan Abraham Kaplan memberi arti kebijakan sebagai suatu
1
program pencapaian tujuan, nilai-nilai dan praktik-praktik yang terarah. Seorang
ahli, James E. Anderson merumuskan kebijakan adalah sebagai perilaku dari
sejumlah aktor (pejabat, kelompok, instansi pemerintah) atau serangkaian aktor
2
dalam suatu bidang kegiatan tertentu.
Kebijakan fiskal atau yang disebut juga dengan kebijakan anggaran adalah
kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah melalui instrumen kebijakan fiskal
seperti pengaturan pengeluaran negara maupun pendapatan negara yang ditujukan
untuk mempengaruhi tingkat permintaan agregat di dalam perekonomian.
Kebijakan fiskal dibedakan menjadi dua yakni kebijakan fiskal aktif dan
kebijakan fiskal pasif.
3
cenderung meningkatkan defisit pemerintah (menurunkan surplus pemerintah)
ataupun cenderung meningkatkan surplus pemerintah (menurunkan defisit
3
pemerintah) tanpa harus ada tindakan eksplisit oleh para pembuat kebijakan.
4
4
kekayaan dan kepemilikan. Pada dasarnya kebijakan fiskal telah lama dikenal
dalam teori ekonomi Islam, yaitu sejak zaman Rasulullah dan Khulafaur Rasyidin,
dan kemudian dikembangkan oleh para ulama. Ibnu Khaldun (1404) mengajukan
obat untuk resesi berupa mengecilkan pajak dan meningkatkan pengeluaran
pemerintah, pemerintah adalah pasar terbesar, ibu dari semua pasar, dalam hal
besarnya pendapatan dan penerimaannya.
5
Fiskal terutama ditujukan untuk mencapai alokasi sumber daya secara efisien,
stabilisasi ekonomi, pertumbuhan dan distribusi pendapatan serta kepemilikan.
Langkah-langkah fiskal dipandang efektif untuk mengatasi problematika
6
perekonomian seperti inflasi di samping langkah-langkah moneter.
6
utama yang menentukan tingkat kegiatan ekonomi yang dicapai sesuatu negara.
Menurut Keynes diperlukan kebijakan pemerintah untuk menciptakan kestabilan
dan pertumbuhan ekonomi yang mantap. Salah satu bentuk dari campur tangan
pemerintah yang dapat dilakukan adalah menjalankan kebijakan fiskal.
7 Ibid. h. 90
7
Pajak merupakan sumber utama perbelanjaan pemerintah. Sebagian dari
pengeluaran pemerintah untuk membiayai administrasi pemerintahan dan
sebagian lainnya untuk membiayai kegiatan-kegiatan pembangunan, membayar
gaji pegawai-pegawai pemerintah, membiayai sistem pendidikan dan kesehatan
rakyat, membiayai perbelanjaan untuk angkatan bersenjata, dan membiayai
berbagai jenis infrastruktur yang penting artinya dalam pembangunan.
Perbelanjaan-perbelanjaan tersebut akan meningkatkan pengeluaran agregat dan
mempertinggi tingkat kegiatan ekonomi negara.
8
akan mengakibatkan perusahaan mempunyai keuntungan yang lebih kecil yang
yang bisa dibagikan dalam bentuk dividen dan reinvestasi. Pengeluaran
masyarakat juga dapat dikurangi dengan meningkatkan pajak tidak langsung
seperti pajak pertambahan nilai secara umum, atau pajak bea cukai atas produk-
produk tertentu semisal bahan bakar dan rokok. Dengan cara menaikkan harga
produk akan berakibat pada suatu penurunan dalam daya beli.
9 Ibid. H.79
9
pajak akan berdampak pada terciptanya kondisi perekonomian tertentu.
Bagaimana model pertumbuhan ekonomi yang terbentuk sangat bergantung pada
kebijakan pemegang otoritas fiskal. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi,
kesenjangan ekonomi dalam masyarakat ataupun pemerataan pendapatan tidak
lepas dari orientasi perilaku para pemegang otoritas fiskal.
10
2. Dalam masyarakat terdapat beragam jenis manusia dengan tingkat
ketrampilan dan kemampuan ekonomi yang berbeda sehingga secara alamiah
terjadi kesenjangan. Untuk itu diperlukan keadilan distribusi sumber daya agar
kesenjangan ini dapat diperkecil. Pemerintah harus membantu masyarakat
yang kurang beruntung dengan bantuan dari masyarakat yang lebih beruntung.
Bantuan dapat dilakukan melalui pajak, sumbangan, hibah atau lainnya.
11 Ibid. h, 66
11
peranan penting dalam sistem ekonomi Islam bila dibandingkan kebijakan
moneter. Adanya larangan tentang riba serta kewajiban tentang pengeluaran zakat
menyiratkan tentang pentingnya kedudukan kebijakan fiskal dibandingkan dengan
kebijakan moneter. Larangan bunga yang diberlakukan pada tahun Hijriyah
keempat mengindikasikan sistem ekonomi Islam yang dilakukan oleh Nabi
terutama bersandar kepada kebijakan fiskalnya saja. Sementara itu negara Islam
yang dibangun oleh Nabi tidak mewarisi harta sebagaimana layaknya dalam
12
pendirian suatu negara.
1. Sumber yang tidak terikat. Pada masa awal Rasulullah SAW hijrah ke
Madinah, sebagai sebuah negara, Madinah hampir tidak memiliki sumber
pemasukan dan pengeluaran negara. seluruh tugas negara dilaksanakan secara
gotong royong. Kebutuhan dipenuhi dari berbagai sumber yang tidak
terikat.18 Pada masa Rasulullah tidak ada tentara formal dengan gaji tetap.
Semua Muslim yang mampu boleh menjadi tentara dan berhak mendapat
bagian dari rampasan perang.
12
dikenal dengan istilah khumus. Sedangkan yang empat perlima bagian lainnya
dibagikan kepada para anggota pasukan yang terlibat dalam peperangan.
3. Zakat. Pada tahun kedua setelah hijrah sedekah fitrah diwajibkan setiap bulan
Ramadhan. Zakat mal mulai diwajibkan pembayarannya pada tahun
kesembilan hijrah. Dengan adanya perintah wajib wajib ini, mulai ditentukan
para pegawai pengelolanya yang tidak digaji secara rutin tetapi mendapat
bayaran tertentu dari dana zakat. Di awal-awal masa Islam, zakat
dikumpulkan dalam bentuk uang tunai, hasil peternakan dan hasil pertanian.
Nishab zakat untuk dinar dan dirham masing-masing 20 dinar dan 200 dirham,
zakat yang dikeluarkan sebesar 2,5 % dari jumlah nishab. Jika jumlah
pendapatan kurang dari nishab, maka dibebaskan dari zakat. Zakat peternakan
dikenakan secara regresif (regressive rate) di mana makin banyak jumlah
hewan peliharaan, makin kecil ratenya dan pembedaan ukurannya untuk tiap
jenis hewan. Berbeda dengan zakat peternakan, zakat pertanian menggunakan
flat rate yang dibedakan antara jenis pengairannya. Bisa jadi karena hasil
pertanian merupakan barang yang tidak tahan lama sehingga bila hasil
pertaniannya melimpah dikhawatirkan barang tersebut akan menjadi busuk.
Pengeluaran zakat telah diatur dalam Alquran Al-Taubah ayat 60 sehingga
13
tidak dapat dibelanjakan untuk pengeluaran umum negara.
4. Kharraj. Kharaj atau pajak dipungut dari non-Muslim ketika Khaibar dikuasai
pada tahun ketujuh Hijrah. Penduduk Khaibar menentang dan memerangi
kaum Muslim. Setelah pertempuran selama sebulan, mereka menyerah.
Mereka mengatakan kepada Rasulullah bahwa mereka memiliki pengalaman
khusus dalam bertani dan berkebun kurma dan meminta izin untuk tetap
tinggal di sana. Rasulullah mengabulkan permintaan mereka. Tanahnya
diambil alih oleh orang Muslim dan pemilik lamanya menawarkan untuk
13 Ibid. h. 55
13
mengolah tanah tersebut sebagai pengganti sewa dan bersedia memberikan
sebagian hasil produksi kepada negara. Jumlah kharaj dari tanah ini tetap,
yaitu setengah dari hasil produksi. Setelah mengurangi sepertiga sebagai
kelebihan perkiraan, dua per tiga bagian dibagikan dan mereka bebas
memilih; menerima atau menolak pembagian tersebut. Prosedur yang sama
juga diterapkan di daerah lain. Dalam perkembangannya, sebagaimana
diungkap Adiwarman Azwar karim, kharaj menjadi semacam pajak tanah
seperti pajak bumi dan bangunan (PBB) yang dibayarkan oleh seluruh anggota
masyarakat baik orang-orang Muslim maupun orang-orang non Muslim.
Berbeda dengan sistem PBB, kharraj ditentukan berdasarkan tingkat
produktivitas dari tanah bukan berdasarkan zoning. Yang menentukan jumlah
besar pembayaran kharaj adalah pemerintah, dengan mempertimbangkan
karakteristik tanah/tingkat kesuburan tanah, jenis tanaman, dan jenis irigasi.
6. barang atau jasa. Pada saat perekonomian sedang krisis yang menyebabkan
warga negara jatuh miskin, mereka tidak dikenai beban pajak, sebaliknya
mereka akan disantuni negara dengan beaya yang diambil dari orang-orang
yang kaya.
7. Penerimaan lain. Ada yang disebut kafarat yaitu denda misalnya denda yang
dikenakan kepada suami istri yang berhubungan di siang hari pada bulan
puasa. Mereka harus membayar denda dan denda tersebut masuk dalam
14
pendapatan Negara. Contoh lain misalnya adalah orang yang meninggal dan
tidak mempunyai ahli waris, maka harta warisannya dimasukkan sebagai
pendapatan negar
Dari golongan muslim terdiri atas: zakat, ushr, zakat fitrah, wakaf, amwal
fadhla, nawaib, dan tentu saja sedekah seperti kurban dan kafarat. Ushr adalah
bea impor yang dikenakan kepada semua pedagang, dibayar hanya sekali dalam
setahun dan hanya berlaku barang yang nilainya lebih dari 20 dirham.ushr juga
dipungut terhadap pedagang kafir zimi yang melewati perbatasan, disebabkan
adanya perjanjian damai antara kaum muslimin dengan mereka yang salah satu
poinnya menyebut tentang ushr. Zakat dan ushr merupakan pendapatan yang
paling utama bagi negara pada masa Rasulullah. Kedua jenis pendapatan ini
berbeda dengan pajak dan tidak diperlakukan seperti pajak. Amwal fadhla adalah
harta benda kaum muslim yang meninggal tanpa ahli waris, atau berasal dari
14 Mustawa Edwin Nasution dkk, Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam (Jakarta: Kencana, 2007),
226.
15 Ibid.,232.
15
16
barang-barang seorang muslim yang meninggalkan negerinya . Nawaib adalah
pajak yang jumlanya besar yang dibebankan pada kaum muslim dalam rangka
menutupi pengeluaran negara selama masa darurat.
Dari kaum nonmuslim terdiri atas jizyah, kharaj, dan ushr. Jizyah adalah
pajak yang dibayarkan oleh orang nonmuslim khususnya ahli kitab, untuk
jaminan perlindungan jiwa, properti, ibadahh, bebas dari nilai-nilai, dan tidak
wajib militer. Kharaj (pajak tanah) adalah kebijakan fiskal yang diwajibkan atas
tanah pertanian di negara-negara Islam yang baru berdiri. Sedangkan dari
sumber-sumber lain misalnya ghanimah, fay, uang tebusan, hadiah dari
pemimpin dan negara lain, pinjaman dari kaum muslimin dan non muslim.
Ghanimah adalah harta yang diperoleh dari orang-orang kafir dengan melalui
pertempuran, sedangkan yang diperoleh tidak dengan pertempuran disebut fay.
16
2. Kebijakan fiskal pada masa Khalafour Rasyidin:
17
5) Secara individu Abu bakar adalah seseorang praktisi akad-akad
perdagangan.
b. Khalifah Umar Bin Khatab (40 SH-23 H/ 548-644 M)
Umar bin Khattab merupakan pengganti dari Abu Bakar.
Pemerintahan Umar bin Khattab dikenal dengan pemerintahan yang berish
ditopang dengan karakteristik pribadi yang tegas dan berwibawa sehingga
19
terbentuk kondisi masyarakat yang damai, sejahtera dan makmur .
Adapun kebijakan- kebijakan ekonomi pada masa pemerintahan Umar bin
Khattab yaitu : Pendirian Lembaga Baitul Mal, Kepemilikan tanah, Ushr
(pajak), Sedekah dari Non- Muslim, Membuat mata uang sendiri,
mengganti dinar yang berasal dari persia yang selama ini di gunakan.
Kontribusi yang diberikan Umar untuk
mengembangkan ekonomi Islam:
1) Reorganisasi baitulmal, dengan mendirikan Diwan Islam yang
pertama yang disebut al-Divan (sebuah kantor yang
ditujukan untuk membayar tunjangan-tunjangan angkatan
perang dan pensiunan dan tunjangan-tunjangan lain.
2) Pemerintah bertanggung jawab terhadap warga negaranya.
3) Diversifikasiterhadap objek zakat dan tarif.
4) Pengembangan ushr (pajak) pertanian (misalnya pembebanan
sepersepuluh hasil pertanian)
5) Undang-undang perubahan pemilikan tanah (land reform)
19 Rizal Fahlefi, “KebijakanEkonomi Umar bin Khattab”, JURIS, Vol. 13 ,No. 2, 2014, H.130
18
kebijakan pada masa pemerintahan yang lalu. Khalifah Utsman bin Affan
mengambil suatu langkah kebijakan tidak mengambil upah dari kantornya.
Sebaliknya, ia meringankan beban pemerintah dalam hal-hal yang serius,
20
bahkan menyimpan uangnya di bendahara negara.
Adapun kebijakan- kebijakan ekonomi pada masa pemerintahnya
sebagai berikut: Mengembangkan sistem ekonomi yang telah di praktikan
pada masa umar bin kahattab, Membentuk armada laut dan kepolisian di
wilayah Mediterania., Tidak mengambil upah dari kantornya,
Mempertahankan sistem pemeberian bantuan serta memberikan sejumlah
uang kepada masyarakat yang berbeda-beda. Pada awal pemerintahan
Usman mencoba melanjutkan dan mengembangkan kebijaksanaan
21
khalifah Umar. Pada 6 tahun kepemimpinannya hal-hal yang dilakukan:
1) Pembangunan perairan
2) Pembentukan organisasi kepolisian untuk menjaga keamanan
perdagangan.
3) Pembangunan gedung pengadilan, guna penegakan hukum.
4) Kebijakan pembagian lahan luas milik raja Persia kepada
individu dan hasilnya mengalami peningkatan bila
dibandingkan pada masa Umar dari 9 tahun menjadi 50 tahun.
d. Khalifah Ali Bin Abi Talib (23 SH-40 H/ 600-661 M)
Khalifah Ali memiliki konsep yang jelas tentang pemerintahan dan
adiministrasi umum. Konsep ini dijelaskan dalam suratnya yang terkenal
yang mendiskripsikan tugas kewajiban dan tanggung jawab penguasa
penyusun prioritas dalam melakukan dispensasi terhadap keadilan,
kontrol terhadap pejabat tinggi dan staf, mengurangi pendapatan pegawai
administrasi dan pengadaan bendahara.
19
Dalam pemerintahannya Ali bin Abi Thalib melakukan gebrakan dan
kebijakan politik seperti penegakan hukum secara masif, memecat
guberur yang melakukan korupsi pada masa Umar bi Affan,mengambil
alih tanah yang sudah negara dari keluarga Umar bin Affan dan
22
memfungsikan kembali Baitul Mal. Di antara kebijakan ekonomi pada
masa pemerintahannya, ia menetapkan pajak terhadap para pemilik hutan
sebesar 4000 dirham dan mengizinkan Ibnu Abbas, gubernur Kufah,
memungut zakat terhadap sayuran segar yang akan digunakan sebagai
bumbu masakan. Ada persamaan kebijakan ekonomi pada masa Ali bin
Abi Thalib dengan khalifah sebelumnya. Pada masa Ali alokasi
pengeluaran kurang lebihmasih tetap sama sebagaimana halnya pada masa
pemerintahan Khalifah Umar.kebijaksanaan yang dilakukan pada masa
khalifah Ali antara lain:
1) Pendistribusian seluruh pendapatan yang ada pada baitulmal
berbeda dengan Umar yang menyisihkan untuk cadangan.
2) Pengeluaran angkatan laut dihilangkan.
3) Adanya kebijakan pengetatan anggaran.
1. Zakat
Zakat menurut bahasa berarti kesuburan, kesucian, barakah dan berarti
juga mensucikan. Diberi nama zakat karena dengan harta yang dikeluarkan
diharapkan akan mendatangkan kesuburan baik itu dari segi hartanya maupun
pahalanya. Selain itu zakat juga merupakat penyucian diri dari dosa dan sifat
23
kikir. Secara istilah zakat adalah memberikan harta apabila telah mencapai
20
nishab dan haul kepada orang yang berhak menerimanya (mustahiq) dengan
syarat tertentu. Nishab adalah ukuran tertentu dari harta yang dimiliki yang
24
wajib dikeluarkan zakatnya, sedangkan haul adalah berjalan genap 1 tahun
.Adapun dasar hukum wajib zakat tertera dalam al-Qur‟an surat al-Baqarah
ayat 43:
Artinya: Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu
membersihkan dan mensucikan mereka dan berdoalah untuk mereka.
Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketentraman jiwa bagi mereka.
DanAllah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.1426
2. Infaq
Kata infaq menurut bahasa berasal dari kata anfaqa yang berarti
menafkahkan, membelanjakan, memberikan atau mengeluarkan harta.
Menurut istilah fiqh kata infaq mempunyai makna memberikan sebagian harta
yang dimiliki kepada orang yang telah disyariatkan oleh agama untuk
memberinya seperti orang-orang faqir, miskin, anak yatim, kerabat dan lain-
21
lain. Istilah yang dipakai dalam al-Qur‟an berkenaan dengan infaq meliputi
27
kata: zakat, sadaqah, hadyu, jizyah, hibah dan wakaf.
Jadi semua bentuk perbelanjaan atau pemberian harta kepada hal yang
disyariatkan agama dapat dikatakan infaq, baik itu yang berupa kewajiban
seperti zakat atau yang berupa anjuran sunnah seperti wakaf atau shadaqah.
Adapun dalil al-Qur‟an yang menunjukkan pada anjuran berinfaq salah
satunya terdapat dalam surat al-Baqarah ayat 195:
Artinya: dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah
kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah,
28
karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.
3. Sedekah
22
luas, menyangkut hal yang bersifat materi atau non materi. Dalam kehidupan
sehari-hari, shadaqah sering disamakan dengan infaq.
Artinya: Maka ketika mereka masuk ke (tempat) Yusuf, mereka berkata: "Hai
al Aziz, Kami dan keluarga Kami telah ditimpa kesengsaraan dan Kami
datang membawa barang-barang yang tak berharga, maka sempurnakanlah
sukatan untuk Kami, dan bershadaqahlah kepada Kami, Sesungguhnya Allah
32
memberi balasan kepada orang-orang yang bershadaqah".
4. Wakaf
Wakaf adalah kata yang berasal dari bahasa Arab yaitu waqf yang
berarti menahan, menghentikan atau mengekang. Sedangkan menurut istilah
ialah menghentikan perpindahan milik suatu harta yang bermanfaat dan tahan
23
lama sehingga manfaat harta itu dapat digunakan untuk mencari keridhaan
33
Allah SWT. Wakaf dari pandangan hukum syara‟ berarti “menahan harta
yang mungkin diambil manfaatnya”. Kepemilikan objek wakaf dikembalikan
pada Allah SWT. Oleh karena itu, barang yang diwakafkan tidak boleh
dihabiskan, diberikan atau dijual kepada pihak lain. Wakaf juga dapat
diartikan pemberian harta yang bersifat permanen untuk kepentingan sosial
keagamaan seperti orang yang mewakafkan sebidang tanah untuk dibangun
34
masjid atau untuk dijadikan pemakaman umum. Dasar hukum wakaf
terdapat dalam surat Ăli „Imrān ayat 92:
33 Asymuni A Rahman, Tolchah Mansur, dkk, Ilmu Fiqih 3 (Jakarta: t.p. 1986), 207.
34 Mardani, Fiqih Mu’amalah,17.
35 Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemah, 63
36 Rahman, Mansur dkk, Ilmu Fiqih3, 208.
24
shadaqah; kedua, zakat terikat oleh waktu dan nishab, sedangkan infaq,
shadaqah dan wakaf dapat dilakukan kapan saja; ketiga, zakat diperuntukkan
bagi golongan tertentu.
37 Malikul Hafiz Alamsyah (dkk), Tinjauan Hutang Negara dalam Perspektif Islam, Journal of Islamic
Economics and Finance Studies Vol. 1 No. 1 (June, 2020), . 62-81
25
tidak mensyaratkan jangka waktu tertentu dalam pengembalian hutangnya,
dayn lebih umum dari qardh.
26
memilih qardhul hassan (menerima pemberi pinjaman) atau penyandang dana
38
(rabb al-mal) sebagai mitra usaha dalam perjanjian mudharabah
Karakteristik dalam sistem Islam, paling tidak dapat dibagi dua. Yaitu,
karakateristik pengeluaran terikat dan pengeluaran yang tidak terikat.
38 Malikul Hafiz Alamsyah (dkk), Tinjauan Hutang Negara dalam Perspektif Islam, Journal of Islamic
Economics and Finance Studies Vol. 1 No. 1 (June, 2020), . 65-84
39 Muhajirin, Konsep Hutang Negara Dalam Perspektif Hukum Ekonomi Islam. 347
27
Pengeluaran yang terikat adalah di mana distribusi pengeluaran dari
penerimaan dialokasikan hanya kepada objek tertentu. Misalnya: zakat,
khumus, dan wakaf. Pada pos zakat, akumulasi dana yang terhimpun tidak
dibenarkan oleh syariat untuk dipergunakan selain kepada delapan golongan
40
mausia yang berhak atas zakat, atau yang dikenal dengan mustahiq.
Sementara, pengeluaran tidak terikat, sesuai kondisi dan kebutuhan an sich.
28
3. Meminjam uang dari orang tertentu dan memberikan kepada orang-
orang yang baru masuk Islam. Kendatipun meminjam hanya dilakukan
sekali oleh Rasulullah dan melunasinya sebelum akhir tahun, hal ini
menunjukkan salah satu cara yang benar untuk menjalankan kebijakan
fiscal.
pendapatan pemerintah. 42
42 Ibnu Hasan Karbila (dkk), Kebijakan Fiskal pada Masa Rasulullah dan Sekarang, Al-Muqayyad Vol
3 No 2 (2020), hal.159
43 https://news.detik.com/berita/d-5657238/surah-al-isra-ayat-27-siapa-yang-disebut-saudara-
setan-dalam-ayat-ini#:~:text=Artinya%3A%20%22Sesungguhnya%20orang%2Dorang,.%20Al%20Isra%3A
%2027).
29
Berdasarkan konsep dalam ekonomi Islam, pengeluaran didasarkan
atas distribusi kekayaan berimbang dengan menetapkan nilai-nilai material
dan spiritual pada tingkat yang sama. Kebijakan fiskal menurut ekonomi
Islam diharapkan dapat menjadi fungsi alokasi, distribusi dan stabilisasi
pendapatan dan pengeluaran dalam suatu negara. Sistem perpajakan Islam
harus menjamin bahwa beban utama pajak dipikul oleh golongan kaya dan
makmur yang mempunyai kelebihan. Adapun ciri kebijakan fiskal dalam
sistem ekonomi Islam adalah:
30
perimbangan harta di antara sesama masyarakat. Dalam negara yang memiliki
sistem pemerintahan Islam, maka negara berkewajiban untuk mengawasi
pemberlakuan zakat. Negara memiliki hak untuk memaksa bagi mereka yang
enggan berzakat jika mereka berada pada taraf wajib untuk mengeluarkan
zakat. Apalagi jika mempertimbangkan keadaan masyarakat yang secara
44
umum lemah perekonomiannya.
Mencoba memperbandingkan dengan sistem konvensional, maka
pemasukan zakat sangat tergolong kecil. Meskipun demikian, negara Islam
tidak berada pada posisi yang terbebani, karena secara mendasar, sistem zakat
telah secara langsung dan signifikan telah mengurangi beban negara dari
spesifikasi syariat yang ada dalam aturan aplikasinya, yaitu menanggulangi
kecenderungan negatif dan pengangguran, kemiskinan dan masalah-masalah
sosial lainnya. Di lain sisi, zakat merupakan ujung tombak pertama dari
negara yang berfungsi untuk menjamin kebutuhan minimal rakyat.
Kedua, ghanîmah. Ghanîmah merupakan pendatan negara yang
didapatkan dari hasil kemenangan dalam peperangan. Distribusi hasil
ghanîmah secara khusus diatur langsung dalam Alquran surah al-Anfâl ayat
41. empat perlima dibagi kepada para prajurit yang ikut dalam perang,
sedangkan seperlimanya sendiri diberikan kepada Allah, Rasul-Nya, karib
kerabat Nabi, anak-anak yatim, kaum miskin dan ibnu sabil. Dalam konteks
perekonomian modern, pos penerimaan ini boleh saja menggolongkan barang
sitaan akibat pelanggaran hukum antar negara sebagai barang ghanîmah.
Ketiga, khumus. Khumus atau seperlima bagian dari pendapat
ghanîmah akibat ekspedisi militer yang dibenarkan oleh syariah, dan
kemudian oleh negara dapat digunakan sebagai biaya pembangunan.
Meskipun demikian, perlu hatihati dalam penggunaannya karena aturan
pembagiannya telah jelas, seperti pada ayat di atas. Khumus, juga bisa
31
diperoleh dari barang temua (harta karun) sebagaimana terjadi pada periode
Rasul.
Ulama Syiah mengatakan bahwa sumber pendapatan apa pun harus
dikenakan khumus sebesar 20%. Sedangkan ulama sunni, beranggapan bahwa
ayat ini hanya berlaku untuk harta rampasan perang saja. „Uman Abû 'Ubayd
menyatakan bahwa yang dimaksud khumus itu bukan hasil perang saja, tapi
juga barang temuan dan barang tambang. Dengan demkian, di kalangan ulama
sunni ada sedikit perkembangan dan memaknai khumus.
Keempat, fay‟. Fay‟ adalah sama dengan ghanîmah. Namun bedanya,
ghanîmah diperoleh setelah menang dalam peperangan. Sedangkan, fay‟ tidak
dengan pertumpahan darah.
Menurut Muhammad Nejatullah Siddiqi, harta fay‟ adalah pendapatan
negara selain dari zakat. Jadi termasuk di dalamnya: kharâj, jizyah, ghanîmah,
„usyur, dan pendapatan-pendapatan dari usaha komersil pemerintah. Definisi
ini lebih mempertimbangkan kondisi ekonomi kontemporer saat ini yang
strukturnya cukup berbeda dengan keadaan pada masa Rasulullah.
Kelima, jizyah. Jizyah merupakan pajak yang hanya diberlakukan bagi
warga negara non-Muslim yang mampu. Bagi yang tidak mampu seperti
mereka yang sudah uzur, cacat, dan mereka yang memiliki kendala dalam
ekonomi akan terbebas dari kewajiban ini. Bahkan untuk kasus tertentu,
negara harus memenuhi kebuhhuhan pendiudik bukan Muslim tersebut akibat
ketidak mampuan mereka memenuhi kebutuhan minimalnya, sepanjang
penduduk tersebut rela dalam pemerintahan Islam. Hal ini berkaitan erat
dengan fungsi pertama dari negara. Jadi pemenuhan kebutuhan tidak terbatas
45
hanya kepada penduduk Muslim saja.
Jizyah ini bisa disebut pula dengan istilah pajak perlindungan. Ketika
nonMuslim hidup dengan tenang dan mendapat jaminan perlindungan dari
45 Ibid. h. 45
32
pemerintah Islam, maka dengan jizyah tersebut bisa menjadi imbalannya.
Perlindungan yang dimaksud baik dalam maupun gangguan-gangguan dari
pihak luar. Dan ini sejalan secara adil dengan penduduk Muslim sendiri, yang
telah dibebani beberapa instrumen biaya yang harus dikeluarkan ke negara,
46
seperti zakat.
Keenam, kharâj. Kharâj merupakan pajak khusus yang diberlakukan
Negara atas tanah-tanah yang produktif yang dimiliki rakyat. Pada era awal
Islam, kharâj sebagai pajak tanah dipungut dari non-Muslim ketika Khaybar
ditaklukkan. Tanahnya diambil alih oleh orang Muslim dan pemilik
menawarkan untuk mengolah tanah tersebut sebagai pengganti sewa tanah dan
bersedia memberikan sebagian hasil produksi kepada negara. Jumlah dari
kharâj bersifat tetap, yaitu setengah dari hasil produksi.
Kharâj adalah pajak terhadap tanah, yang bila dikonversi ke Indonesia,
ia dikenal sebagai Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Oleh karena itu,
perbedaan mendasar antara sistem kharâj dan sistem PBB adalah kharâj
ditentukan berdasarkan tingkat kesuburan produktivitas dari tanah (land
productivity), dan bukan berdasarkan zona sebagaimana dalam aturan sistem
PBB (zona strategi). Hal ini bisa jadi dalam sistem kharâj, tanah yang
bersebelahan, yang satu ditanami buah kurma dan tanah lainnya ditanami
buah anggur, mereka harus membayar kharâj yang berbeda.
Yang menentukan jumlah besar pembayaran kharâj adalah pemerintah.
Secara spesifik, besarnya kharâj ditentukan berdasarkan tiga hal19, yaitu:
karakteristik tanah/tingkat kesuburan tanah, jenis tanaman (termasuk
marketability dan quantity), dan jenis irigasi.
Kharâj ini dibayarkan oleh seluruh anggota masyarakat baik orang-
orang Muslim maupun orang-orang non-Muslim. Pertama, „usyur. „usyur
merupakan pajak khusus yang dikenakan atas barang niaga yang masuk ke
33
dalam negara Islam (barang impor). Pada masa Rasul, „usyur hanya dibayar
sekali dalam setahun dan hanya berlaku pada barang yang nilainya lebih dari
200 dirham. Rasulullah Saw. berinisiatif mempercepat peningkatan
perdagangan, walaupun menjadi beban pendapatan negara. Ia menghapusksan
semua bea masuk dan dalam banyak perjanjian dengan pelbagai suku
menjelaskan hal tersebut. Barang-barang milik utusan dibebaskan dari bea
impor di wilayah Muslim, bila sebelumnya telah terjadi tukar-menukar
47
barang.
Menurut „Umar ibn al-Khaththâb, ketentuan ini berlaku sepanjang
ekspor negara Islam kepada negara yang sama juga dikenakan pajak ini. Dan
jika dikenakan besarnya juga harus sama dengan tarif yang diberlakukan
negara lain atas barang Islam yang diekspor.
Kedua, infak, sedekah, dan wakaf. Infak, sedekah, dan wakaf
merupakan pemberian sukarela dasri rakyat demi kepentingan umat untuk
mengharapkan ridha Allah Swt. semata. Namun, oleh negara dapat
dimanfaatkan untuk melancarkan proyek-proyek pembangunan Negara.
Penerimaan ini sangat tergantung pada kondisi spiritual masyarakat secara
umum. Diyakini ketika keimanan masyarakat begitu baik, maka penerimaan
negara melalui instrumen ini akan besar. Sebaliknya jika keimanan
masyarakat buruk, maka penerimaan negara melalui instrumen ini akan relatif
kecil.
Ketiga, lain-lain. Masa Rasul, selain diperoleh dari pendapatan primer,
ada pula yang didapatkan dari peroleh sekunder. Fiskal pemerintahan masa
Rasul, di antaranya: Pertama, uang tebusan untuk para tawanan perang. Pada
perang Hunain, enam ribu tawanan dibebaskan tanpa uang tebusan. Kedua,
pinjamanpinjaman (setelah penaklukan kota Mekah) untuk pembayaran uang
pembebasan kaum Muslimin dari Judhaimah atau sebelum pertempuran
47 Ibid, h. 34
34
Hawazin 30.000 dirham dari Abdullah bin Rabiah dan meminjam beberapa
pakaian dan hewan-hewan tunggangan dari Sofwan bin Umaiyyah (sampai
waktu tidak ada perubahan). Ketiga, nawaib, yaitu pajak yang jumlahnya
cukup besar yang dibebankan pada kaum Muslimin yang kaya dalam rangka
menutupi pengeluaran negara selama masa darurat. Dan ini pernah terjadi
pada masa perang tabuk. Keempat, amwâl fadhlâ, yaitu bersumber dari harta
kaum Muslimin yang meninggal tanpa meninggalkan ahli waris. Atau bisa
pula bersumber dari kaum muslilmin yang meninggalkan tanah kelahirannya
tanpa ada kabar berita maupun wasiat. Kelima, bentuk lain bisa diperoleh dari
kurban dan kaffârah.
Penerimaan negara dapat juga bersumber dari variabel seperti warisan
yang memiliki ahli waris, hasil sitaan, denda, hibah, atau hadiah dari negara
sesama Islam serta bantuan-bantuan lain yang sifatnya tidak mengikat, baik
dari negara luar maupun lembaga-lembaga keuangan dunia.
Dalam konteks ekonomi modern saat ini, tentu saja negara akan
memiliki pos penerimaan yang cukup variatif. Misalnya berupa penerimaan
devisa dan berupa keuntungan dari badan usaha milik negara (BUMN).
BUMN tersebut tentu saja harus dikelola secara profesional dan efesien
48
sehingga dapat mendatangkan hasil yang optimal.
Dalam khasanah ideal pemerintah Islam, pengelolaan usaha-usaha
milik negara tidak melibatkan penguasa secara langsung dalam kegiatan
perekonomian pasar. Hal tersebut akan cenderung membuat pasar tidak
berjalan secara wajar dan efesien. Praktik kolusi, korupsi, dan nepotisme
relatif akan terjadi, jika para pemimpun atau pejabat negara juga berperan
sebagai pelaku pasar.
Abû Bakr al-Shiddiq, sebagai khalifah pertama, pernah mengingatkan
sahabatnya „Umar ibn al-Khaththâb untuk tidak berniaga (bertani), karena
48 Ibid, h,. 35
35
cukup baginya upah sebagai pejabat negara yang diberikan oleh bayt al-mâl
kepadanya. Abû Bakr al-Shiddiq menyadari betul bahwa sukar bagi siapapun
untuk dapat berlaku adil dan maksimal pada masing-masing perannya, jika
pada saat yang sama seseorang berperan ganda, sebagai pemegang otoritas
politik dan sebagai saudagar.
36
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Namun penerapan kebijakan fiskal waktu itu tidak serta merta mudah diterapkan
untuk masa sekarang karena kendala, politik, sosial maupun kondisi perekonomian
global yang cukup dominan. Maka penerapan kebijakan fiskal, meski tidak bisa sama
persis sebagaimana yang digunakan pada masa awal Islam, perlu berpegang pada
prinsip-prinsip Islam tentang penerimaan dan pengeluaran negara yang berorientasi
pada kesejahteraan dan distribusi kekayaan yang adil dalam masyarakat.
3.2 Saran
37
Penetapan jumlah uang beredar harus menyesuaikan pada tingkat pertumbuh ekonomi
artinya jumlah uang beredar tidak efektif meningkatkan pertumbuhan ekonomi, tetapi
pertumbuhan ekonomi efektif menurunkan tingkat suku bunga deposito dan
penurunan tingkat suku bunga tersebut akibat peningkatanjumlah uang beredar.
38
DAFTAR PUSTAKA
Rahayu, Ani Sri, Pengantar Kebijakan Fiskal, Jakarta: Bumi Aksara, 2010.
Mawardi, I., Widiastuti, T., Anova, D. F., Al Mustofa, M. U., Ardiantono, D. S., &
Insani, T. D. (2019). Public Debt as a Source of Financing for Government
Expenditures in the Perspective of Islamic Scholars. Humanities and Social
Sciences Reviews, 7(4), 285–290.
Nanga, Muana. 2005. Makro Ekonomi, teori, masalah dan kebijakan. Jakarta : PT
RajaGrafindo Persada Nasution, Mustafa Edwin dkk. 2007. Pengenalan
Eksklisif Ekonomi Islam. Jakarta: Kencana
Karim, Adiwarman A. 2001. Ekonomi Islam Suatu Kajian Kontemporer. Jakarta: Gema
Insani
Al Arif, M. Nur Rianto. Teori Makroekonomi Islam Konsep, Teori, dan Analisis
.Bandung: Alfabeta, 2010.
Nasution, Mustawa Edwin dkk. Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam. Jakarta: Kencana,
2007.
Rozalinda. Ekonomi Islam: Teori dan Aplikasinya pada Aktivitas Ekonomi. Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada, 2014.
Muhajirin. (2016). Konsep Hutang Negara Dalam Perspektif Hukum Ekonomi Islam. Al
Mashlahah Hukum Dan Pranata Sosial Islam, 347–358.
39
Pass, Christopher & Bryan Lowes, Collins Dictionary of Economics, terj. Tumpal
Rumapea & Posman Haloho, "Kamus Lengkap Ekonomi", Edisi Kedua, Jakarta:
Penerbit Erlangga, 1994.
https://media.neliti.com/media/publications/195025-ID-sumber-
sumber-pendapatan-dan-pengeluaran.pdf
https://media.neliti.com/media/publications/255568-konsep-fiskal-islam-dalam-
perspektif-his-edc8c0b0.pdf
ANAM. Teori Makro ekonomi Islam Konsep, Teori, dan Analisis (Bandung:
Alfabeta, 2013
40