Disusun Oleh :
EKA OCTAVIAN PRANATA 1636200066
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan karunia-Nya penulis
dapat menyelesaikan makalah ini.
Harapan penulis adalah, semoga makalah ini dapat berguna dan bermanfaat. Selain
itu, demi penyempurnaan makalah ini, penulis mengharapkan kritikan yang bersifat
membangun.
Akhir kata, ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada dosen pembimbing mata
kuliah Ekomoni islam dasar Ibu Zuul Fitriani Umari MH.i yang telah memberikan tugas
makalah ini sebagai prasyarat UAS, sehingga penulis dapat mengetahui lebih jauh tentang
Kebijakan Fiskal, dan kepada semua pihak yang turut membantu, penulis sampaikan terima
kasih atas bantuannya. Kepada pihak pihak yang tulisannya penulis jadikan rujukan, penulis
sampaikan terima kasih dan pernyataan maaf bila kurang berkenan.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 DEFINISI KEBIJAKAN FISKAL
Terdapat beberapa pengertian tentang kebijakan fiskal yang dapat kita temui. Definisi yang
paling populer menyebutkan bahwa kebijakan fiskal adalah kebijakan yang dilakukan oleh
pemerintah dalam rangka mendapatkan dana dan kebijakan yang ditempuh oleh pemerintah
untuk membelanjakan dananya tersebut dalam rangka melaksanakan pembangunan.
Singkatnya, kebijakan fiskal adalah kebijakan pemerintah yang terkait dengan penerimaan
atau pengeluaran negara.
Samuel dan Nordhaus mendefinisikan kebijakan fiskal sebagai proses pembentukan
perpajakan dan pengeluaran masyarakat dalam upaya menekan fluktuasi siklus bisnis, dan
ikut berperan dalam menjaga pertumbuhan ekonomi, penggunaan tenaga kerja yang tinggi,
bebas dari laju inflasi yang tinggi dan berubah-ubah.
Sementara menurut Tulus TH Tambunan, kebijakan fiskal memiliki dua prioritas, prioritas
pertama adalah mengatasi defisit anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) dan
masalah-masalah APBN lainnya seperti defisit APBN terjadi apabila penerimaan pemerintah
lebih kecil dari pengeluarannya, serta prioritas kedua untuk mengatasi stabilitas ekonomi
makro, yang terkait dengan pertumbuhan ekonomi, tingkat inflasi, kesempatan kerja dan
neraca pembayaran.
Sedangkan menurut Nopirin, kebijakan fiskal terdiri dari perubahan pengeluaran
pemerintah atau perpajakan dengan tujuan untuk mempengaruhi besar serta susunan
permintaan agregat. Indikator yang biasa dipakai adalah budget defisit yakni selisih antara
pengeluaran pemerintah (dan juga pembayaran transfer) dengan penerimaan terutama dari
pajak.
Pengertian lainnya menyatakan bahwa kebijakan fiskal adalah suatu kebijakan ekonomi
dalam rangka mengarahkan kondisi perekonomian untuk menjadi lebih baik dengan jalan
mengubah penerimaan dan pengeluaran pemerintah. Dari sisi pajak jelas jika mengubah tarif
pajak yang berlaku akan berpengaruh pada ekonomi. Jika pajak diturunkan maka kemampuan
daya beli masyarakat akan meningkat dan industri akan dapat meningkatkan jumlah output.
Sebaliknya kenaikan pajak akan menurunkan daya beli masyarakat serta menurunkan output
industri secara umum.
Tentu di luar beberapa pendapat di atas masih dapat kita temui berbagai definisi lain
tentang kebijakan fiskal, namun demikian konsep yang harus kita pahami adalah bahwa
kebijakan fiskal meliputi suatu kebijakan ekonomi dalam rangka mengarahkan kondisi
perekonomian untuk menjadi lebih baik melalui penerimaan dan pengeluaran pemerintah.
2.2 JENIS KEBIJAKAN FISKAL
Kebijakan fiskal yang disengaja adalah kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah untuk
menanggulangi tingkat naik turunnya kegiatan ekonomi dari waktu ke waktu (gelombang
konjungtur), dengan memanipulasi anggaran belanja secara sengaja, baik melalui pengubahan
perpajkaan atau pengubahan pengeluaran pemerintah. Dengan usaha ini dapat terlihat
seberapa jauh peranan pemerintah dalam melakukan campur tangannya dalam pengaturan
jalannya roda perekonomian.
Kebijakan pasif adalah kebijakan yang erat kaitannya dengan penerapan berbagai pajak.
Dalam realitanya sebagian besar dari pajak-pajak yang dikenakan pada masyarakat, baik
langsung maupun tak langsung, berhubungan erat dengan tingginya arus pendapatan nasional.
Semakin tingi arus pendapatan nasional, semakin tinggi pula penerimanan yang diperoleh
dari sektor pajak, baik langsung maupun tak langsung. Pajak pendapatan, pajak perseroan,
pajak kekayaan dan sebagainya adalah pajak langsung yang jelas sekali berhubungan dengan
tingkat pendapatan negara.
Dari sudut ekonomi makro, kebijakan fiskal dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu
kebijakan fiskal ekspansif dan kebijakan fiskal kontraktif.
Meciptakan kedamaian dalam negara. (iv) Mengeluarkan hak dan kewajiban bagi
warga negaranya. (v) Membuat konstitusi negara. (vi) Menyusun sistem pertahanan
Madinah. Dan (vii) Meletakkan dasar- dasar sistem keuangan negara.
Namun yang paling utama dibangun oleh Rasulullah s.a.w. adalah masjid karena
dengan adanya masjid menandakan perjungan beliau tidak hanya berada pada
tataran duniawi saja akan tetapi berdimensi akhirat. Jika ini ditafsirkan dengan akal
(tafsir bil rayi) maka sesungguhnya terdapat sesuatu ajaran yang cukup dalam dimana
Rasulullah s.a.w. meletakkan dasar ideologi perjuangan yang selalu bergandengan
antara kepentingan dunia dengan kepentingan akhirat. Sebagai mediasinya adalah
dibangunlah masjid.
Bersamaan dengan perjuangan agar semua komponen perjuangan seperti politik,
sosial dan budaya mempunyai ideologi dalam gerakannya, maka disisi lain Rasulullah
s.a.w berjuang mereformasi ekonomi yang sebelumnya tanpa ideologi berubah
berideologi dengan beberapa argumentasi beliau sebagai berikut: (i) Kekuasaan
tertinggi adalah milik Allah dan Allah adalah pemilik yang absolud atas semua yang
ada (QS:3:26; 15:2; 67:1). (ii) Manusia merupakan pemimpin (khalifah) Allah di
muka bumi yang wajib memelihara dan memanfaatkan sumber daya alam tanpa harus
merusaknya (QS:2:30; 7:10). (iii) Kekayaan yang dimiliki seseorang tidak boleh
ditumpuk terus menerus atau ditimbun. Argumentasi ini sejalan dengan teori
pendapatan yaitu semakin tinggi produktivitas maka tingkat pendapatan atau kekayaan
sebuah negara semakin meningkat. Untuk itu tidak dibenarkan menimbun harta karena
disamping perekonomian akan mandeg disisi lain akan mendholimi saudaranya yang
lain (QS: 104:1-3). (iv) Kekayaan harus berputar (QS: Al-Hasr: 7). (v) Eksploitasi
ekonomi dalam segala bentuknya harus dihilangkan. (vi) Menghilangkan jurang
peredaan antara individu, dalam perekonomian dapat menghapuskan konflik antar
golongan dengan cara membagikan kepemilikan seseorang setelah kematiannya
kepada para ahli warisannya. Inilah ideologi pertama yang dipaparkan oleh Raulullah
yang diilhami oleh wahyu.
Perjuangan dalam tataran ideologi sudah dibenahi, maka rasulullah s.a.w.
melangkah pada tahap berikutnya yaitu dengan mereformasi bidang ekonomi
dengan berbagai macam kebijakan beliau. Seperti diulas panjang di atas bahwa kondisi
ekonomi dalam keadaan nol. Kas negara kosong, kondisi gegrafis tidak
menguntungkan dan aktivitas ekonomi berlajan secara tradisional. Melihat kondisi
yang tidak menentu seperti ini maka Rasulullah s.a.w. melakukan upaya-upaya
yang terkenal dengan Kebijakan Fiskal beliau sebagai pemimpin di Madinah yaitu
dengan meletakkan dasar-dasar ekonomi. Diantara kebijakan tersebut adalah:
1. Memfungsikan Baitul Maal
Baitul maal sengaja dibentuk oleh Rasulullah s.a.w sebagai tempat pengumpulan
dana atau pusat pengumpulan kekayaan negara Islam yang digunakan untuk
pengeluaran tertentu. Karena pada awal pemerintahan Islam sumber utama
pendapatannya adalah Khums, zakat, kharaj, dan jizya (bagian ini akan dijelaskan
secara mendetail pada bagian komponen-komponen penerimaan negara Islam)
(Perwataatmajda, 2006: 14).
Pendirian Baitul Maal ini masih banyak sumber yang berbeda pendapat, ada
yang mengatakan didirikan oleh Rasulullah s.a.w. dan ada sumber yang mengatakan
bahwa secara resmi baitul maal didirikan oleh Sayidina Umar ibn Khaththab r.a.
Di dalam buku Kebijakan Ekonomi Umar Bin Khaththab dikatakan bahwa
salah satu keberhasilan beliau adalah mampu mendirikan Baitul
Maal
(Muhammad, 2002: 23). Namun disisi lain penulis dapat menemukan
benang merahnya bahwa secara implisit fungsi akan Baitul Maal sudah dibentuk
oleh Rasulullah s.a.w terbukti dengan membangun masjid bersama kekayaan fungsi
di dalamnya (Muslims Centre). Akan tetapi secara eksplisit pendirian Baitul Maal
dilakakan dilakukan oleh Khalifah Umar ibn Khaththab r.a. Kesimpulannya, tidak
ada perbedaan yang mendasar dari semua pendapat, hanya saja dikompromikan
kapan fungsi secara implisit dari Baitul Maal dan kapan pendirian secara ekspilisit.
Untuk itu fungsi dari Baitul Maal disini adalah sebagai mediasi kebiajakan fiskal
Rasulullah s.a.w. dari pendapat negara Islam hingga penyalurannya. Tidak sampai
lama
harta
yang
mengendap
di
dalam
Baitul
Maal,
ketika
mendapatkannya maka langsung disalurkan kepada yang berhak menerimanya yaitu
kepada Rasul dan kerabatnya, prajurt, petugas Baitul Maal dan fakir miskin.
2. Pendapatan Nasional dan Partisipasi Kerja
Salah satu kebijakan Rasulullah s.a.w dalam pengaturan perekonomian yaitu
peningkatan pendaptan dan kesempatan kerja dengan mempekerjakan kaum
Muhajirin dan Anshor (Majid, 2003:223).
Upaya tersebut tentu saja menimbulkan mekanisme distrubusi pendapatan
dan kekayaan sehingga meningkatkan permintaan agregat terhadap output yang
akan diproduksi. Disi lain Rasullah membagikan tanah sebagai modal kerja.
Kebijakan ini dilakukan oleh Rasulullah s.a.w. karena kaum Muhajirin dan Anshor
keahliannnya bertani dan hanya pertanian satu-satunya pekerjaan yang
menghasilkan. Kebijakan beliau sesuai dengan teori basis, yaitu bahwa jika
suatu negara atau daerah ingin ekonominya maju maka jangan melupakan
potensi basis yang ada di negara atau daerah tersebut.
3. Kebijakan Pajak
Kebijakan pajak ini adalah kebijakan yang dikeluarkan pemerintah muslim
berdasarkan atas jenis dan jumlahnya (pajak proposional). Misalnya jika terkait
dengan pajak tanah, maka tergantung dari produktivitas dari tanah tersebut atau
juga bisa didasarkan atas zonanya.
4. Kebijakan Fiskal Berimbang
Untuk kasus ini pada masa pemerintahan Rasulullah s.a.w dengan metode hanya
mengalami sekali defisit neraca Anggaran Belanja yaitu setelah terjadinya Fathul
menambahkan subsidi serta menutup hutang. (iii) Negara tidak menerima harta
kekayaan dari hasil yang kotor. Seorang penguasa tidak mengambil harta umum
kecuali seperti pemungutan harta anak yatim. Jika dia berkecukupan, dia tidak
mendapat bagian apapun. Kalau dia membutuhkan maka dia memakai dengan jalan
yang benar.
Adapun kebijakan Umar mengenai Subsidi Negara sebagai berikut: Negara
harus memperhatikan apa yang dibelanjakan. Untuk merealisasikan hal tersebut, maka
hendaknya memperhatikan beberapa kaidah berikut ini: (i) Seharusnya tujuan dari
pembelanjaan umum sudah direncanakan. Kekayaan umum tidak digunakan untuk
kebathilan seperti penjajahan, memunculkan fitnah, melontarkan ide yang bertentangan
dengan kebenaran, atau menanamkan modal dalam tindakan haram. (ii) Negara juga
harus melaksanakan dengan baik apa yang telah ditetapkan oleh Allah. Zakat diberikan
kepada mereka yang berhak sebagaimana yang diterangkan oleh Allah SWT di dalam
al-Quran: 9:60. (iii) Pembagian harta hasil rampasan perang yang berjumlah 1/5
diberikan susuai dengan yang telah ditetapkan Allah SWT di dalam al-Quran: 59:7.
(iv) Seharusnya penggunaan harta umum sesuai dengan kadar yang diperlukan dan
telah direncanakan, tanpa pemborosan dan tidak terlalu
mengirit,
karena
pemborosan hanya menyia-nyiakan harta negara. Sementara kalau terlalu ditahantahan pengeluarannya, maka akan membuat proyek negara macet. Apabila dana
pelayanan umum terlalu diirit, maka fasilitas umum akan memburuk. Semua itu
mengikuti petunjuk Allah SWT. Al-Quran: 25:67. (v) Seharusnya manfaat
penggunaan kekayaan negara dkembalikan kepada rakyat, dan bukan kepada
pribadipenguasa atau pejabat. Tidak pula dikhususkan untuk golongan atau
kepentingan pribadi dengan mengesampingkan golongan lainnya.
Pembelanjaan negara juga harus memberi manfaat kepada Ahlul kitab, selama mereka
masih membayar kewajiban harta yang ditetapkan oleh negara Islamsesuai perintah
Allah SWT: al-Quran: 60:8.
d. Masa Pemerintahan Utsman Ibn Affan ra
Enam tahun pertama kepemimpinannya, Balkh, Kabul, Ghazani, Kerman dan
Sistan ditaklukkan. Untuk menata pendapatan baru, kebijakan khalifah sebelumnya
yaitu Umar diikuti. Tidak lama setelah negara-negara ditaklukkan, kemudian tindakan
efektif diterapkan dalam rangka mengembangkan sumber daya alam. Aliran air
digali, jalan dibangun, pepohonan ditanam serta kemanan perdagangan diberikan
dengan cara pembentukan organisasi kepolisian tetap.
Pada masa Usman tidak ada perubahan yang signifikan pada kondisi ekonomi
secara keseluruhan. Kebanyakan kebijakan ekonomi mengikuti khalifah
sebelumnya yang kebanyakan pakar mengatakan bahwa khalifah sebelumnya
(Umar) adalah sang reformis dalam bidang ekonomi.
Ali berkuasa selama lima tahun. Sejak awal kepemimpinannya, beliau selalu
mendapatkan rongrongan dari kelompok umat Islam sendiri yaitu kaum khawarij serta
peperangan berkepanjangan dengan kelompok Muawiyah yang memproklamirkan
dirinya sebagai penguasa yang independen di daerah Syiria dan Mesir.
Ketegasan dan kebersihan Ali dari unsur-unsur Korupsi, Kolusi dan
Nepotisme nampak dengan menolak saudaranya yang meminta bantuan kepada Ali
sebagai kepala negara. Suatu hari saudaranya, Aqil datang kepadanya meminta
bantuan uang, akan tetapi Ali menolok karena hal itu sama dengan mencuri uang
milik masyarakat. Kemudian Aqil pergi menemui Muawiyah mengajukan
permohonan yang sama dan dia diberi uang dalam jumlah yang besar.
Untuk itu awal-awal kepemimpinan beliau adalah dengan sebuah kebijakan
membersihkan kalangan pejabat yang korup yang dilakukan sebelumnya. Maka
tidak sedikit pejabat sebelumnya yang dijebloskan ke dalam penjara. Salah satu
yang berhasil dijebloskan ke dalam penjara adalah Gubernur Ray dengan tuduhan
penggelapan uang.
Mengenai kebijakan fiskalnya, Ali tetap mengacu pada khalifah sebelumnya.
Bahkan kebijakan fiskal yang diterapkan oleh Umar banyak diteruskan oleh Ali,
bukan Ustman.
Pernah pada suatu saat Ali bertentangan pendapat dengan hasil rapat yang
dilakukan oleh Umar yaitu mengenai keuangan Baitul Maal. Pada waktu itu Ali tidak
hadir pada pertemuan Majelis Syuro di Jabiya (masuk wilayah Madinah) yang
diadakan oleh Umar untuk menyepakati peraturan-peraturan yang sangat penting yang
berkaitan dengan daerah taklukan. Pertemuan itu juga menyepakati untuk tidak
mendistribusikan seluruh pendapatan Baitul Maal, tetapi menyimpan sebagian untuk
cadangan. Ternyata semua kesepakatan itu berlawanan dengan pendapat Ali. Oleh
karena itu ketika menjabat sebagai khalifah beliau mendistribusikan seluruh
pendapatan dan propinsi yang ada di Baitul Maal di Madinah, Busra dan Kufa.
dapat diukur dengan statistik pendapatan nasional, tetapi termasuk juga kesejahteraan rohani
di dunia dan akhirat.
Dalam sistem ekonomi konvensional, sumber penerimaan pemerintah terdiri dari :
1. Merupakan sumber penerimaan primer, berasal dari pungutan pajak.
2. Penerimaan negara bukan pajak
3. Hibah atau bantuan dan pinjaman luar negeri.
Lebih sistematis dapat dilihat pada tabel sebagai berikut:
Pada Tabel di bawah menjelaskan Penerimaan Pemerintah Indonesia
1. Penerimaan pajak
Penerimaan Negara
a. Pajak
dalam
Negeri
(pajak
negara
bukan
lainnya
3. Hibah dan Bantuan Luar Negeri
a. Belanja Negara
b. Belanja Pemerintah Pusat
2.
c. Belanja Daerah
Pembiayaan
a. Dalam Negeri
b. Luar Negeri
c. Tambahan Tambah Utang
pajak
Dalam APBN sistem ekonomi konvensional sangat mengandalkan pajak dari rakyat
dan hutang, terutama dari luar negeri jika tidak mencukupi, hal ini bisa dilihat
dari
Pendapatan Negara dan Hibah dalam APBN-P 2009 Indonesia sebesar Rp. 848 triliun, di
mana 68 persennya adalah dari pajak yaitu sebesar Rp.609,2 triliun. Dalam APBN
pemasukan dari berbagai sumber
melihat dari mana asalnya dari kepemilikan umum atau negara, dengan peraturan demikian
adanya.
Sedangkan dalam Islam, walaupun pola anggaran pendapatan negara hampir sama
dengan perekonomian konvensional namun sumber-sumber dana tersebut didasarkan pada
syariah. Terhadap pengaturan pendapatan publik bidang keuangan negara degan semua hasil
pengumpulan negara harus dikumpulkan terlebih dahulu kemudian dibelanjakan sesuai
dengan kebutuhan negara. Status harta tersebut adalah milik negara dan bukan milik individu.
Tempat pengumpulan dana disebut Baitul Mal atau bendahara negara.
Mengenai sumber pendapatan Negara (Baitul Mal) menjadi tiga kelompok :
1. Bersumber dari kalangan muslim (zakat, zakat fitrah, wakaf, nawa dan sedekah, dan
amwa)
2. Penerimaan yang bersumber dari kalangan nonmuslim seperti jizyah, kharaj, dan
ushur.
3. Penerimaan sari sumber lain misalnya ghani, uang tebusan, hadiah dari pimpinan
Negara lain dan pinjaman pemerintah baik kalangan muslim maupun non muslim
itu, barang yang diwakafkan tidak boleh dihabiskan, diberikan atau dijual kepada
pihak lain.
3. Nawaib/Daraib
Nawaib yaitu merupakan pajak umum yang dibebankan atas warga negara
untuk menanggung kesejahteraan sosial atau kebutuhan dana untuk situasi darurat.
Pajak ini dibebankan pada kaum muslim kaya dalam rangka menutupi pengeluaran
Negara selama masa darurat.
4. Jizyah
Jizyah merupakan pajak yang dibayar oleh kalangan non muslim sebagai
kompensasi atas fasilitas sosial-ekonomi, layanan kesejahteraan, serta
jaminan
mengenal bunga, demikian pula untuk pinjaman dalam Islam haruslah bebas bunga,
sehingga pengeluaran pemerintah akan dibiayai dari pengumpulan pajak atau bagi
hasil.
10. Amwal Fadla
Amwal Fadla merupakan harta benda kaum muslimin yang meninggal tanpa
ahli waris, atau berasal dari barang-barang seorang Muslim yang meninggalkan
negerinya
2.6 Kebijakan Fiskal Sebagai Fungsi Alokasi, Distribusi, dan Stabilisasi Perekonomian
Dalam alokasi, digunakan dalam sistem keuangan Negara, sedangkan distribusinya
menyangkut kebijakan Negara untuk mengelola pengeluarannya serta
menciptakan
Kebijakan belanja umum pemerintah dalam sistem ekonomi syariah dapat dibagi
menjadi tiga bagian:
1. Belanja kebutuhan operasional pemerintah yang rutin.
2. Belanja umum yang dapat dilakukan pemerintah apabila sumber dananya tersedia.
3. Belanja umum yang berkaitan dengan proyek yang disepakati oleh masyarakat berikut
sistem pendanaannya.
2.7 Dilihat dari Fungsi dari Pemerintah Islam
Fungsi dari Pemerintah Islam yang modern tidak lagi terbatas pada fungsi seperti
yang dijalankan oleh pemerintah Islam terdahulu yang bertumpu pada pertanian. Corak
perekonomian sekarang telah berubah dan
lebih tersedia bagi pemerintah modern. Pemerintahan Islam yang modern semestinya
menggali dari sumber-sumber lain serta melakukan kebijakan-kebijakan strategis yang sesuai
dengan prinsip-prinsip ekonomi Islam dan dalam operasionalnya tetap patuh pada syariah.
Dengan melakukan terobosan syariah diharapkan pendapatan negara akan optimal serta
kesejahteraan rakyat akan terjamin.
2.8 Pajak dan Zakat Sebagai Instrumen Kebijakan Fiskal
Salah satu persoalan laten dalam konsep ekonomi Islam adalah persoalan dualisme
zakat dan pajak yang harus ditunaikan warga negara yang Muslim. Hal ini telah mengundang
perdebabatan yang berlarut-larut hampir sepanjang sejarah Islam itu sendiri. Sebagian besar
ulama fiqh memandang bahwa zakat dan pajak adalah dua entitas yang berbeda dan tidak
mungkin dipersatukan. Menurut mereka, zakat adalah kewajiban spiritual seorang Muslim
terhadap Tuhannya, sedangkan pajak adalah kewajibannya terhadap negara.
Untuk itu, perlu diadakan kajian kritis untuk mengintegrasikan kedua kewajiban itu
sehingga kewajiban seorang Muslim terhadap agama dan negaranya dapat terlaksana secara
simultan. Sebaliknya negara juga diuntungkan karena penerimaan negara dari sektor pajak
sesuai dengan yang diharapkan. Pada gilirannya, pengintegrasian itu perlu diwujudkan dalam
kebijakan fiskal negara.
dengan memakai pendekatan ekonomi makro yakni adanya pengaruh kebijakan fiskal negara
terhadap hukum zakat, baik dari segi subyek, obyek, tarif, dan pendistribusiannya. Secara
praksis, penetapan hukum zakat mengacu kepada tujuan dan filosofi zakat itu sendiri
BAB III
KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan
Kebijakan fiskal adalah kebijakan pemerintah yang terkait dengan
penerimaan
atau pengeluaran negara. Tujuan kebijakan fiskal adalah untuk mencegah pengangguran dan
menstabilkan harga, implementasinya untuk menggerakkan pos penerimaan dan pengeluaran
dalam anggran pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Secara umum Kebijakan Fiskal dalam ekonomi Islam terdapat pendapatan serta fungsi
pemerintahan terhadap anggran APBN dalam suatu Negara. Pajak umumnya bersifat
menindas karena terkesan mewah dan tidak produktif. Pajak dibebankan secara sewenangwenang dan tidak ada prinsip yang sistematis yang harus diikuti. Sumber pemasukan bagi
Negara Islam terdapat sabagi berikut fai, ghani mah, khara (Pemasukan dari hak milik
umum) sedangkan dari Ushur dan Khumus (Pemasukan hak dari milik Negara). Zakat
merupakan alat bantu sosial mandiri yang menjadi kewajiban moral bagi orang kaya untuk
membantu mereka yang miskin dan terabaikan. Dalam Islam, kebijakan fiskal merupakan
suatu kewajiban negara dan menjadi hak rakyat sehingga kebijakan fiskal bukanlah sematamata sebagai suatu kebutuhan untuk perbaikan ekonomi maupun untuk peningkatan
kesejahteraan rakyat, tetapi lebih pada penciptaan mekanisme distribusi ekonomi yang adil.
DAFTAR PUSTAKA
Huda Nurul, 2009, Ekonomi Makro Islam ; pendekatan teoritis. Jakarta : kencana
Karim, adiwarman azwar, 2016. Edisi Ketiga Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, Jakarta : PT
Raja Grafindo Persada
Karim, adiwarman azwar, 2014. Ekonomi Makro islam, Jakarta : Rajawali
Rahayu, Ani Sri, 2010. Pengantar kebijakan fiskal, Jakarta : Bumi Aksara
Rahardja, Pratama. 2005. Teori Ekonomi Makro; Suatu Pengantar, edisi ketiga. Jakarta:
Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Sinarno, Amry, 2004. Kitab Zakat Esensi dan Panduan. Palembang : P.D Roda Maju
Sjahrir, 1994. Sjahrir spektrum ekonomi politik Indonesia, Jakarta: Lembaga Penerbit
Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.