Anda di halaman 1dari 39

MAKALAH

MATA KULIAH EKONOMI MAKRO ISLAM

TENTANG KEBIJAKAN FISKAL DAN MONETER

DOSEN PEMBIMBING

Aulia Delvina, SH, ME.Sy

DISUSUN OLEH

Diky Tri Utomo

SEKOLAH TINGGI EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

STEBI AL JABAR BANDUNG

2018

1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadiran Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat limpahan rahmat-
Nya penulis dapat menyelesaikan makalah dengan judul “Kebijakan Fiskal dan Moneter”
sebagai salah satu syarat untuk memenuhi tugas yang diberikan oleh dosen pembimbing Mata
Kuliah Ekonomi Makro Islam.

Ucapan terima kasih saya haturkan kepada kedua orang tua, keluarga serta teman-
teman yang telah memberikan motivasi dan inspirasi kepada penulis sehingga tugas Mata
Kuliah Ekonomi Makro Islam ini dapat diselesaikan. Dalam makalah ini dibahas tentang
bagaimana kebijakan fiskal dan moneter berlaku pada Ekonomi Makro.

Dalam penulisan makalah ini banyak sekali kesalahan dan kekurangan, untuk itu
penulis memerlukan kritik dan saran yang bermanfaat untuk lebih baiknya pembuatan
makalah di masa mendatang. Akhir kata, semoga makalah ini bermanfaat bagi para pembaca
dan seluruh masyarakat Indonesia.

Bandung, 27 Desember 2018

Diky Tri Utomo

2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL..................................................................................................................1

KATA PENGANTAR................................................................................................................2

DAFTAR ISI..............................................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................4

A. Latar Belakang...............................................................................................................4
B. Tujuan Penulisan............................................................................................................5
C. Rumusan Masalah..........................................................................................................5

BAB II PEMBAHASAN...........................................................................................................5

A. Apa Yang dimaksud Kebijakan Fiskal...........................................................................5


1. Pengertian Kebijakan Fiskal...............................................................................5
2. Tujuan Dan Peranan Dalam Perekonomian.......................................................6
3. Jenis-Jenis Kebijakan Fiskal..............................................................................7
B. Bagaimana Kebijakan Fiskal Dalam Prespektif Ekonomi Islam...................................8
1. Kebijakan Fiskal Dalam Islam...........................................................................8
2. Kebijakan Fiskal Pada Zaman Rasulullah........................................................11
3. Kebijakan Fiskal Pada Masa Khulafaur Rasyidin............................................13
C. Apa Yang dimaksud Kebijakan Moneter.....................................................................14
1. Pengertian Kebijakan Moneter.........................................................................14
2. Tujuan Kebijakan Moneter...............................................................................15
3. Jenis-Jenis Kebijakan Moneter.........................................................................16
4. Peranan Kebijakan Moneter.............................................................................16
5. Uang Dalam Ekonomi Konvensional...............................................................17
6. Hubungan Antara Kebijakan Moneter Dan Kebijakan Fiskal..........................20
D. Bagaimana Kebijakan Moneter Dalam Prespektif Ekonomi Islam..............................21
1. Pengertian Uang Menurut Ekonomi Islam.......................................................22
2. Instrumen Kebijakan Moneter Dalam Konvensional Dan Syari’ah.................25
3. Fungsi Uang Dalam Ekonomi Syari’ah vs Konvensional................................28
4. Kebijakan Moneter Pada Masa Rasulullah......................................................30

BAB III PENUTUP..................................................................................................................31

A. Kesimpulan...................................................................................................................31
B. Saran.............................................................................................................................35

DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................36

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kebijakan fiskal dan kebijakan moneter satu sama lain saling


berpengaruh dalam kegiatan perekonomian. Masing–masing variabel
kebijakan tersebut, kebijakan fiskal dipengaruhi oleh dua variabel utama,
yaitu pajak (tax) dan pengeluaran pemerintah (goverment expenditure).
Sedangkan variabel utama dalam kebijakan moneter, yaitu GDP, inflasi,
kurs, dan suku bunga. Berbicara tentang kebijakan fiskal dan kebijakan
moneter berkaitan erat dengan kegiatan perekonomian empat sektor,
dimana sektor-sektor tersebut diantaranya sektor rumah tangga, sektor
perusahaan, sektor pemerintah dan sektor dunia internasional/luar negeri.
Keempat sektor ini memiliki hubungan interaksi masing-masing dalam
menciptakan pendapatan dan pengeluaran.

Kebijakan fiskal dan moneter merupakan salah satu topik


pembahasan utama dalam kajian-kajian ekonomi, termasuk kajian
ekonomi Islam. Dalam kajian ekonomi Islam, Kebijakan fiskal telah dikenal
sejak zaman Rasulullah dan khulafaurrasyidin yang kemudian
dikembangkan oleh para ulama..

Kemudian Berbicara soal negara, tentu tidak bisa dilepaskan dari cabang ilmu
pengetahuan sosial lainnya yaitu ilmu politik. Melalui ilmu politik ini individu-individu yang
terlibat dalam organisasi yang disebut sebagai negara dapat memainkan perannya untuk
mengatur sebuah negara agar dapat mencapai tujuannya yang telah dicita-citakan melalui
semua kebijakan, termasuk kebijakan ekonomi.Pentingnya perekonomian dibagi menjadi tiga
bagian yang pertama, pentingnya ilmu ekonomi untuk perseorangan (individu), kedua
pentingnya ilmu ekonomi untuk dunia usaha, dan ketiga, pentingnya ilmu ekonomi untuk
bangsa dan Negara.

Krisis global dapat membuat keadaan perekonomian di berbagai Negara sangat


menghawatirkan dan membuat tingkat perekonomian menerun tajam, yang mengakibatkan
suasana ketidakpastiannya sangat tinggi terhadap masa depan suatu Negara yang
mengalaminya. Kebijakan yang akan dibahas yaitu kebijakan fiskal  dan kebijakan moneter.

4
Kebijakan fiskal yang dilakukan pemerintah merupakan kebijakan di dalam bidang
perpajakan (penerimaan) dan pengeluarannya, sedangkan kebijakan moneter adalah langkah-
langkah yang dijalankan oleh Bank Sentral untuk mengawasi jumlah uang yang berada di
tangan masyarakat. Kedua kebijakan ini merupakan wahana utama bagi peran aktif
pemerintah dibidang ekonomi. Selanjutnya Moneter, fiskal dan perdagangan internasional
adalah merupakan instrument kebijakan makro ekonomi.

B. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini yaitu untuk memenuhi tugas Mata Kuliah
“EKONOMI MAKRO ISLAM” yang di bimbing Oleh Dosen Ibu Aulia Delvina, SH,
ME.Sy. Sekolah Tinggi Ekonomi Dan Bisnis Islam STEBI AL JABAR Bandung.

C. Rumusan Masalah

A. Apa Yang dimaksud Kebijakan Fiskal ?


B. Bagaimana Kebijakan Fiskal Dalam Prespektif Ekonomi Islam?
C. Apa Yang dimaksud Kebijakan Moneter?
D. Bagaimana Kebijakan Moneter Dalam Prespektif Ekonomi Islam?

BAB II

PEMBAHASAN

A. KEBIJAKAN FISKAL

1. Pengertian Kebijakan Fiskal

Kebijakan fiskal adalah kebijakan penyesuaian di bidang


pengeluaran dan penerimaan pemerintah pemerintah untuj memperbaiki
keadaan ekonomi.Atau dapat juga dikatakan kebijakan fiskal adalah suatu
kebijakan ekonomi dalam rangka mengarahkan kondisi perekonomian
untuk menjadi lebih baik dengan jalan mengubah penerimaan dan
pengeluaran pemerintah.

5
Adapun pemahaman lain dai kebijakan fiskal (fiscal policy) adalah
kebijakan pemerintah dengan menggunakan belanja negara dan
perpajakan dalam rangka mengstabilkan perekonomian. Kebijakan ini
mirip dengan kebijakan moneter untuk mengatur jumlah uang beredar,
namun kebijakan fiskal lebih menekankan pada pengaturan pendapatan
dan belanja pemerintah. Berdasarkan dari beberapa teori dan pendapat
yang dijelaskan diatas dapat kita simpulkan bahwa kebijakan fiskal adalah
suatu kebijakan ekonomi yang dilakukan oleh pemerintah dalam
pengelolaan keuangan negara untuk mengarahkan kondisi perekonomian
menjadi lebih baik yang terbatas pada sumber-sumber penerimaan dan
alokasi pengeluaran negara yang tercantum dalam APBN.

2. Tujuan Dan Peranan Kebijakan Fiskal Dalam Perekonomian.

Pada dasarnya kebijakan fiskal mempunyai tujuan untuk


mempengaruhi jumlah total pengeluaran masyarakat, pertumbuhan
ekonomi dan jumlah seluruh produksi masyarakat, banyaknya
kesempatan kerja da pengangguran, tingkat harga umum dan inflasi,
serta mengstabilkan perrekonomian dengan cara mengontrol tingkat
bunga dan jumlah uang yang beredar. Secara umum kebijakan fiskal
ditujukan untuk memelihara stabilitas ekonomi sehingga pendapatan
nasional secara nyata terus meningkat sesuai dengan penggunaan
sumber daya (faktor-faktor produksi) dan efektivitas kegiatan masyarakat
dengan tidak mengabaikan redistribusi pendapatan atau kekayaan dan
upaya kesempatan kerja.

Menurut John. F. Due, disebutkan bahwa sebenarnya kebijakan


fiskal ditujukan untuk tiga hal berikut, yaitu:

a) Menjamin penumbuhan perekonomian yang sebenar-benarnya


menyamai laju pertumbuhan potensial, dengan mempertahankan
kesempatan kerja yang pernuh.
b) Mencapai suatu tingkat harga umum yang stabil dan wajar.
c) Sedapat mungkin meningkatkan laju pertumbuhan potensial tanpa
mengganggu pencapaian tujuan-tujuan lain dari masyarakat.

6
Adapun kebijakan fiskal sebagai sarana menggalakan pembangunan
ekonomi bermaksud mencapai tujuan sebagai berikut :

a) Untuk meningkatkan laju investasi, yaitu bertujuan meningkatkan


dan memacu laju investasi disektor swasta dan sektor Negara.
Selain itu, kebijakan fiskal juga dapat dipergunakan untuk
mendorong dan menghambat bentuk investasi tertentu.
b) Untuk mendorong investasi optimal secara sosial., yaitu bertujuan
untuk mendorong investasi optimal secara sosial, dikarenakan
investasi jenis ini memerlukan dana yang besar dan cepat yang
menjadi tangunggan Negara secara  serentak berupaya memacu
laju pembentukkan modal.
c) Untuk meningkatkan kesempatan kerja. Untuk merealisasikan
tujuan ini, kebijakan fiskal berperan dalam hal pengelolan
pengeluaran seperti dengan membentuk anggaran belanja untuk
mendirikan  perusahaan Negara dan mendorong perusahaan swasta
melalui pemberian subsidi, keringanan dan lain-lainnya sehingga
dari pengupayaan langkah ini tercipta tambahan lapangan
pekerjaan.
d) Untuk meningkatkan stabilitas ekonomi ditengah ketidak stabilan
internasional. Kebijaksanaan fiskal memegang peranan kunci dalam
mempertahankan stabilitas ekonomi menghadapi kekuatan-
kekuatan internal dan eksternal.
e) Untuk menanggulangi inflasi, yiatu bertujuan untuk menanggulangi
inflasi salah satunya adalah dengan cara penetapan pajak langsung
progresif yang dilengkapi dengan pajak komoditi, karena pajak
seperti ini cendrung menyedot sebagian besar tambahan
pendapatan uang yang tercipta dalam proses inflasi.
f) Untuk meningkatkan dan mendistribusikan pendapatan nasional,
yaitu bertujuan untuk mendistribusikan pendapatan nasional terdiri
dari upaya meningkatkan pendapatan nyata masyarakat dan
mengurangi tingkat pendapatan yang lebih tinggi, upaya ini dapat
tercipta apabila adanya investasi dari pemerintah seperti

7
pelancaran program pembangunan regional yang berimbang pada
berbagai sektor perekonomian.

3. Jenis-Jenis Kebijakan Fiskal

Pada dasarnya, kebijakan fiskal dapat dibagi menjadi menjadi dua

a) Kebijakan Fiskal Ekpansif (expansionary fiscal policy), yaitu


kebijakan ini menaikkan belanja negara dan menurunkan tingkat
pajak netto. Kebijakan ini berfungsi untuk menaikkan daya beli beli
masyarakat. Kebijakan fiskal ekspansif dilakukan pada saat
perekonomian mengalami resesi atau depresi dan pengangguran
yang tinggi.
b) Kebijakan Fiskal Kontraktif, yaitu: suatu kebijakan dengan
menurunkan belanja negara dan menaikkan tingkat pajak.
Kebijakan ini berfungsi untuk menaikkan daya beli masyarkat dan
mengatasi inflasi.

Secara teoritis dikenal empat jenis kebijakan fiskal, yaitu :

a) Kebijakan anggaran pembiayaan fungsional (functional finance),


yaitu kebijakan yang mengatur pengeluaran pemerintah dengan
melihat berbagai akibat tidak langsung terhadap  pendapatan
nasional dan bertujuan untuk meningkatkan kesempatan kerja.
b) Kebijakan pendekatan anggaran terkendali (The managed budget
approach), yaitu kebijakan untuk mengatur pengeluaran
pemerintah, perpajakan, dan pinjaman untuk mencapai kestabilan
ekonomi.
c) Kebijakan stabilisasi anggaran (The stabilizing budget), yaitu
kebijakan yang mengatur pengeluaran pemerintah dengan melihat
besarnya biaya dan manfaat dari berbagai program.
d) Kebijakan anggaran seimbang (Balanced Budget Approach), yaitu
kebijakan anggaran yang menyusun pengeluaran sama besar
dengan penerimaan yang disesuaikan dengan keadaan.

8
B. KEBIJAKAN FISKAL DALAM PRESPEKTIF EKONOMI ISLAM

1. Kebijakan Fiskal Dalam Islam

Kebijakan fiskal dalam Islam bertujuan untuk menciptakan


masyarakat yang didasarkan pada keseimbangan distribusi kekayaan
dengan menempatkan nilai-nilai material dan spiritual secara seimbang.
Kebijakan fiskal lebih banyak peranannya dalam ekonomi Islam dibanding
dengan ekonomi konvensioanl. Hal ini disebabkan antara lain sebagai
berikut:

a) Peranan moneter relatif lebih terbatas dalam ekonomi Islam


dibanding dalam ekonomi konvensioanal yang tidak bebas bunga.
b) Dalam ekonomi Islam, pemerintah harus memungut zakat dari
setiap muslim yang memiliki kekayaan melebihi jumlah tertentu
(nisab) dan digunakan untuk tujuan-tujuan sebagaimana tercantum
dalam QS Al-Taubah: 60.
c) Ada perbedaaan substansial antara ekonomi Islam dan non-Islam
dalam peranan pengelolaan utang publik. Hal ini karena utang
dalam Islam adalah bebas bunga, sebagian besar pengeluaran
pemerintah dibiayai dari pajak atau berdasarkan atas bagi hasil.
Dengan demikian, ukuran utang publik jauh lebih sedikit dalam
ekonomi Islam dibanding ekonomi konvensioanal.

Menurut Metwally, setidaknya ada 3 tujuan yang hendak dicapai


kebijakan fiskal dalam ekonomi islam.

a) Islam mendirikan tingkat kesetaraan ekonomi dan demokrasi yang


lebih tinggi, ada prinsip bahwa “ kekayaan seharusnya tidak boleh
hanya beredar di antara orang-orang kaya saja”. Prinsip ini
menegaskan bahwa setiap anggota masyarakat seharusnya dapat
memperoleh akses yang sama terhadap kekayaan melalui kerja
keras dan usaha yang jujur.
b) Islam melarang pembayaran bunga dalam berbagai bentuk
pinjaman. Hal ini berarti bahwa ekonomi Islam tidak dapat

9
memanipulasi tingkat suku bunga untuk mencapai keseimbangan
(equiblirium) dalam pasar uang (yaitu antara penawaran dan
permintaan terhadap uang). Dengan demikian, pemerintahan harus
menemukan alat alternatif untuk mencapai equilibrium ini.
c) Ekonomi Islam mempunyai komitmen untuk membantu ekonomi
masyarakat yang kurang berkembang dan untuk menyebarkan
pesan dan ajaran Islam seluas mungkin. Oleh karena itu, sebagaian
dari pengeluaran pemerintah seharusnya digunakan untuk berbagai
aktivitas yang mempromosikan Islam dan meningkatkan
kesejahtaraan muslim di negara-negara yang kurang berkembang.

Jika melihat praktek kebijakan fiskal yang pernah diterapakn oleh


Rasulullah dan Khulafaurrasyidin, maka kebijakan fiskal dalam ekonomi
Islam dapat dibagi dalam 3 hal, yaitu:

A. Kebijakan Pemasukan Dari Kaum Muslimin, Yaitu:

 Zakat, yaitu salah satu dari dasar ketetapan Islam yang menjadi
sumber utama pendapatan di dalam suatu pemerintahan Islam
pada periode klasik.
 Ushr, yaitu bea impor yang dikenakan kepada semua pedagang
dimana pembayarannya hanya sekali dalam satu tahun dan hanya
berlaku terhadap barang yang nilainya lebih dari 200 dirham. Yang
menarik dari kebijakan Rasulullah adalah dengan menghapuskan
semua bea impor dengan tujuan agar perdagangan lancar dan arus
ekonomi dalam perdangan cepat mengalir sehingga perekonomian
di negara yang beliau pimpin menjadi lancar. Beliau mengatakan
bahwa barang-barang milik utusan dibebaskan dari bea impor di
wilayah muslim, bila sebelumya telah terjadi tukar menukar barang.
 Wakaf adalah harta benda yang didedikasikan kepada umat Islam
yang disebabkan karena Allah SWT dan pendapatannya akan
didepositokan di baitul maal.

10
 Amwal Fadhla berasal dari harta benda kaum muslimin yang
meninggal tanpa ahli waris, atau berasal dari barang-barang
seorang muslim yang meninggalkan negerinya.
 Nawaib yaitu pajak yang jumlahnya cukup besar yang dibebankan
kepada kaum muslimin yang kaya dalam rangka menutupi
pengeluaran negara selama masa darurat dan ini pernah terjadi
pada masa perang tabuk.
 Khumus adalah harta karun/temuan. Khumus sudah berlaku pada
periode sebelum Islam.
 Kafarat adalah denda atas kesalahan yang dilakukan seorang
muslim pada acara keagamaan seperti berburu di musim haji.

B. Kebijakan Pemasukan Dari Kaum Non Muslim, Yaitu:

 Jizyah (tribute capitis/ pajak kekayaan) adalah pajak yang


dibayarkan oleh orang non muslim khususnya ahli kitab sebagai
jaminan perlindungan jiwa, properti, ibadah, bebas dari nilai-nilai
dan tidak wajib militer.
 Kharaj (tribute soil/pajak, upeti atas tanah) adalah pajak tanah yang
dipungut dari kaum nonmuslim ketika khaibar ditaklukkan.
Tanahnya diambil alih oleh orang muslim dan pemilik lamanya
menawarkan untuk mengolah tanah tersebut sebagai pengganti
sewa tanah dan bersedia memberikan sebagian hasil produksi
kepada negara. Prosedur yang sama juga diterapkan di daerah lain.
Kharaj ini menjadi sumber pendapatan yang penting.
 ‘Ushr adalah bea impor yang dikenakan kepada semua pedagang,
dibayar hanya sekali dalam setahun dan hanya berlaku terhadap
barang yang nilainya lebih dari 200 dirham.

C. Kebijakan Pengeluaran

         Kebijakan Pengeluaran pendapatan negara didistrubusikan langsung


kepada orang-orang yang berhak menerimanya.Di antara golongan yang

11
berhak menerima pendapatan (distribusi pendapatan) adalah berdasarkan
atas kreteria langsung dari Allah S.W.T yang tergambar di dalam al-Qur’an
QS.At-Taubah Ayat (90).

Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir,


orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para Mu'allaf yang dibujuk
hatinya,untuk (memerdekaan) budak, orang yang berhutang, untuk jalan
Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai sesuatu
ketetapan yang diwajibkan Allah; Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha
Biajaksana. (QS. 9:60). Orang-orang yang berhak menerima harta zakat
ini terkenal dengan sebutan delapan ashnaf.Delapan asnab ini langsung
mendapat rekomendasi dari Allah S.W.T sehingga tidak ada yang bisa
membatahnya. Ini artinya kreteria dalam al-Qur;an terhadap orang-orang
yang berhak mendapatkan atas kekayaan negara lebih rinci dibandingkan
dengan kreteria yang tetapkan oleh pemerintah kita yang secara umum
di-inklud-kan kepada orang-orang miskin saja.

2. Kebijakan Fiskal Pada Masa Rasulullah

Sebagai seorang perintis sebuah keberadaan negara Islam tentunya


Rasulullah Shallaallahu Alaihi Wasallam memulai segala sesuatunya dari
serba nol. Mulai dari tatanan politik, kondisi ekonomi, sosial maupun
budaya semuanya ditata dari awal. Dari kondisi nol tersebut
membutuhkan jiwa seorang pejuang dan jiwa seorang yang ikhlas dalam
menata sebuah rumah tangga pemerintahan, menyatukan kelompok-
kelpompok masyarakat yang sebelumnya terkenal dengan perpecahan
yang mana masing-masing kelompok menonjolkan karakter dan
budayanya.

Di sisi lain Rasulullah harus mengendalikan depresi yang dialami


oleh kaum muslimin melaui strategi dakwahnya agar ummat muslim
mempunyai keteguhan hati (beriman) dalam berjuang, mentata
perekonomian yang carut marut dengan menyuruh kaum muslimin
bekerja tanpa pamrih dan lain sebagainya.

12
Upaya Rasulullah dalam mencegah terjadinya perpecahan di
kalangan kaum muslimin maka beliau mempersatukan kaum Anhsor
(sebagai tuan rumah) dengan kaum Muhajirin (sebagai kelompok
pendatang). Rasulullah menganjurkan agar kaum Anshor yang notabene
memiliki kekayaan dapat membantu saudara-saudaranya dari kaum
Muhajirin.Maka hasil dari upaya tersebut terjadilah akulturasi budaya
antara kaum Anshor dengan kaum Muhajirin sehingga kekuatan kaum
Muslim bertambah.

Untuk mengantisipasi kondisi keamanan yang selalu mengancam


maka Rasulullah mengeluarkan kebijakan bahwa daerah Madinah
dipimpim oleh beliau sendiri dengan sebuah sistem pemerintahan ala-
Rasul. Dari kepemimpinan beliau maka lahirlah berbagai macam
kreativitas kebijakan yang dapat menguntungkan bagi kaum muslim.
Kebijakan utama beliau adalah membangun masjid sebagai pusat
aktivitas kaum muslimin.

Setelah perjuangan dalam tataran ideologi sudah dibenahi, maka


Rasulullah melangkah pada tahap berikutnya yaitu dengan mereformasi
bidang ekonomi dengan berbagai macam kebijakan beliau. Seperti diulas
panjang di atas bahwa kondisi ekonomi dalam keadaan nol.

Kas negara kosong, kondisi gegrafis tidak menguntungkan dan


aktivitas ekonomi berlajan secara tradisional. Melihat kondisi yang tidak
menentu seperti ini maka Rasulullah S.A.W. melakukan upaya-upaya yang
terkenal dengan Kebijakan Fiskal beliau sebagai pemimpin di Madinah
yaitu dengan meletakkan dasar-dasar ekonomi.

Diantara kebijakan Rasulullah tersebut seperti yang diungkapkan


adalah:

a) Memfungsikan Baitul Mal

Baitul maal sengaja dibentuk oleh Rasulullah s.a.w sebagai tempat


pengumpulan dana atau pusat pengumpulan kekayaan negara Islam yang
digunakan untuk pengeluaran tertentu. Karena pada awal pemerintahan

13
Islam sumber utama pendapatannya adalah Khums, zakat, kharaj, dan
jizya (bagian ini akan dijelaskan secara mendetail pada bagian komponen-
komponen penerimaan negara Islam).

b) Pendapatan Nasional dan Partisipasi Kerja

Salah satu kebijakan Rasulullah dalam pengaturan perekonomian


yaitu peningkatan pendaptan dan kesempatan kerja dengan
mempekerjakan kaum Muhajirin dan Anshor. Upaya tersebut tentu saja
menimbulkan mekanisme distrubusi pendapatan dan kekayaan sehingga
meningkatkan permintaan agregat terhadap output yang akan diproduksi.
Disi lain Rasullah membagikan tanah sebagai modal kerja. Kebijakan
beliau sesuai dengan teori basis, yaitu bahwa jika suatu negara atau
daerah ingin ekonominya maju maka jangan melupakan potensi basis
yang ada di negara atau daerah tersebut.

c) Kebijakan Pajak

Kebijakan pajak ini adalah kebijakan yang dikeluarkan pemerintah


muslim berdasarkan atas jenis dan jumlahnya (pajak proposional).
Misalnya jika terkait dengan pajak tanah, maka tergantung dari
produktivitas dari tanah tersebut atau juga bisa didasarkan atas zonenya.

d) Kebijakan Fiskal Berimbang

Untuk kasus ini pada masa pemerintahan Rasulullah dengan


metode hanya mengalami sekali defisit neraca Anggaran Belanja yaitu
setelah terjadinya “Fathul Makkah”, namun kemudian kembali membaik
(surplus) setelah perang Hunain.

e) Kebijakan Fiskal Khusus

Kebijakan ini dikenakan dari sektor voulentair (sukarela) dengan


cara meminta bantuan Muslim kaya. Jalan yang ditempuh yaitu dengan

14
memberikan pijaman kepada orang-orang tertentu yang baru masuk Islam
serta menerapkan kebijakan insentif.

3. Kebijakan Fiskal Pada Masa Khulafaur Rasyidin

Berkaitan dengan kebijakan fiskal masa kekhalifahan Abu Bakar


yaitu melanjutkan kebijakan-kebijakan yang telah diterapkan oleh
Rasulullah. Hanya ada beberapa kebijakan fiskal beliau yang cukup
dominan dibandingkan yang lain yaitu pemberlakuan kembali kewajiaban
zakat setelah banyak yang membangkangnya. Kebijakan berikutnya
adalah selektif dan kehati-hatian dalam pengelolaan zakat sehingga tidak
ditemukan penyimpangan di dalam pengelolaannya.

Strategi yang dipakai oleh Amirul Mukminin Umar Ibn Khattab


adalah dengan cara penanganan urusan kekayaan negara, di samping
urusan pemerintahan. Khalifah adalah penanggung jawab rakyat,
sedangkan rakyat adalah sumber pemasukan kekayaan negara yang
manfaatnya kembali kepada mereka dalam bentuk jasa dan fasilitas
umum yang diberikan negara.

Dalam sambutannya ketika diangkat menjadi khalifah, beliau


mengumumkan kebijakan ekonominya yang berkaitan dengan fiskal yang
akan dijalankannya. Dari pidato yang beliau sampaikan di hadapan
khalayak ramai sebagai dasar-dasar beliau dalam menjalankan
kepemimpinannya yang terkenal dengan sebutan 3 dasar sebagai berikut:

Pertama: Negara Islam mengambil kekayaan umum dengan benar,


dan tidak mengambil hasil dari kharaj atau harta fa’i yang diberikan Allah
kecuali dengan mekanisme yang benar.

Kedua: Negara memberikan hak atas kekayaan umum, dan tidak


ada pengeluaran kecuali sesuai dengan haknya; dan negara
menambahkan subsidi serta menutup hutang.

Ketiga: Negara tidak menerima harta kekayaan dari hasil yang


kotor. Seorang penguasa tidak mengambil harta umum kecuali seperti
pemungutan harta anak yatim. Jika dia berkecukupan, dia tidak mendapat

15
bagian apapun. Kalau dia membutuhkan maka dia memakai dengan jalan
yang benar.

Pada masa Usman tidak ada perubahan yang signifikan pada kondisi
ekonomi secara keseluruhan. Kebanyakan kebijakan ekonomi mengikuti
khalifah sebelumnya yang kebanyakan pakar mengatakan bahwa khalifah
sebelumnya (Umar) adalah sang reformis dalam bidang ekonomi.

Sayyidina Ali pada awal-awal kepemimpinan mengawali dengan


sebuah kebijakan, yaitu membersihkan kalangan pejabat yang korup yang
dilakukan sebelumnya. Maka tidak sedikit pejabat sebelumnya yang
dijebloskan ke dalam penjara. Salah satu yang berhasil dijebloskan ke
dalam penjara adalah Gubernur Ray dengan tuduhan penggelapan uang.
Mengenai kebijakan fiskalnya, Sayyidina Ali tetap mengacu pada khalifah
sebelumnya. Bahkan kebijakan fiskal yang diterapkan oleh Umar banyak
diteruskan oleh Sayyidina Ali, bukan Ustman.

C. KEBIJAKAN MONETER

1. Pengertian Kebijakan Moneter

Kebijakan Moneter adalah kebijakan pemerintah untuk memperbaiki keadaan


perekonomian melalui pengaturan jumlah uang beredar. Untuk mengatasi krisis ekonomi
yang hingga kini masih terus berlangsung, disamping harus menata sektor riil, yang tidak
kalah penting adalah meluruskan kembali sejumlah kekeliruan pandangan di seputar masalah
uang. Bila dicermati, krisis ekonomi yang melanda Indonesia, juga belahan dunia lain,
sesungguhnya dipicu oleh dua sebab utama, yang semuanya terkait dengan masalah uang.

a) Pertama

Persoalan mata uang, dimana nilai mata uang suatu negara saat ini pasti terikat dengan
mata uang negara lain (misalnya rupiah terhadap dolar AS), tidak pada dirinya sendiri
sedemikian sehingga nilainya tidak pernah stabil karena bila nilai mata uang tertentu
bergejolak, pasti akan mempengaruhi kestabilan mata uang tersebut.

16
b) Kedua

Kenyataan bahwa uang tidak lagi dijadikan sebagai alat tukar saja, tapi juga sebagai
komoditi yang diperdagangkan (dalam bursa valuta asing) dan ditarik keuntungan (interest)
alias bunga atau riba dari setiap transaksi peminjaman atau penyimpanan uang.

2. Tujuan Kebijakan Moneter

Tujuan kebijakan moneter seperti halnya kebijakan ekonomi pada umumnya adalah
keseimbangan intern (Internal Balance) dan keseimbangan ekstern (External Balance).
Kebijakan intern biasanya diwujudkan oleh terciptanya kesempatan kerja yang tinggi dan
dipertahankannya laju inflasi yang rendah. Sedangkan keseimbangan ekstern dipertahankan
agar neraca pembayaran internasional (Balance of Payment) seimbang dalam arti bahwa
neraca pembayaran internasional tidak defisit dan surplus.

Di bawah ini adalah tujuan dari dilakukannya Kebijakan Moneter:

1) Stabilitas Ekonomi

Stabilitas ekonomi adalah suatu keadaan di mana pertumbuhan ekonomi berlangsung


secara terkendali dan berkelanjutan. Artinya, pertumbuhan arus barang/jasa dan arus uang
berjalan seimbang.

2) Kesempatan Kerja

Kesempatan kerja akan meningkat bila produksi meningkat. Peningkatan produksi


biasanya diikuti dengan perbaikan nasib para karyawan ditinjau dari segi upah maupun
keselamatan kerja. Perbaikan upah dan keselamatan kerja akan meningkatkan taraf hidup
karyawan dan pada akhirnya kemakmuran dapat tercapai.

3) Kestabilan Harga

Kestabilan harga ditandai dengan stabilitas harga barang dari waktu ke waktu. Harga
yang stabil menyebabkan masyarakat percaya bahwa membeli barang pada tingkat harga
sekarang sama dengan tingkat harga yang akan datang, atau daya beli uang dari waktu ke
waktu adalah sama.

17
4) Neraca Pembayaran Internasional

Neraca pembayaran dapat dikatakan dalam keadaan seimbang apabila jumlah nilai
barang yang diekspor sama dengan nilai barang yang diimpor. Untuk mendapatkan neraca
pembayaran yang seimbang, pemerintah sering menjalankan kebijakan moneter. Contohnya
adalah dengan cara melakukan devaluasi.

3. Jenis-Jenis Kebijakan Moneter

Pengaturan jumlah uang yang beredar pada masyarakat diatur dengan cara menambah
atau mengurangi jumlah uang yang beredar. Kebijakan moneter dapat digolongkan menjadi
dua, yaitu:

1) Kebijakan Moneter Ekspansif / Monetary Expansive Policy.

Kebijakan Moneter Ekspansif adalah suatu kebijakan dalam rangka menambah


jumlah uang yang beredar.

2) Kebijakan Moneter Kontraktif / Monetary Contractive Policy.

Kebijakan Moneter Kontraktif adalah suatu kebijakan dalam rangka mengurangi


jumlah uang yang beredar. Disebut juga dengan “kebijakan uang ketat” (tight money policy).

4. Peranan Kebijakan Moneter

Dengan adanya kelemahan-kelemahan ini bukanlah berarti bahwa kebijakan moneter


tidak dapat digunakan sama sekali di negara berkembang. Kebijakan moneter masih tetap
besar peranannya dalam menciptakan kestabilan ekonomi. Tapi, bentuk kebijakan yang harus
dilaksanakan haruslah disesuaikan dengan masalah-masalah yang sebenarnya dihadapi.

Karena uang tunai (uang kertas dan uang logam) merupakan bagian terbesar dari
penawaran uang, maka kebijakan moneter bukan saja harus ditunjukkan untuk mempengaruhi
penawaran yang diciptakan oleh sistem bank, tetapi harus pula meliputi usaha untuk
mempengaruhi penawaran uang tunai dalam masyarakat. Pertambahan penduduk dan
pendapatan masyarakat sebagai akibat dari usaha dan kegiatan pembangunan menyebabkan
dari tahun ke tahun penawaran uang harus ditambah.

18
Berarti salah satu tugas dari kebijakan moneter adalah untuk menyediakan
pertambahan penawaran uang yang cukup sehingga usaha-usaha pembangunan dapat berjalan
dengan lancar. Dan di negara berkembang kebijakan ini harus mencakup juga kebijakan
untuk mempengaruhi  penawaran uang tunai dalam masyarakat, yaitu dengan berusaha
menarik uang tersebut dari tangan masyarakat, sehingga akan menurunkan tingkat
pengeluarannya.

Salah satu caranya adalah dengan menarik uang tersebut kedalam sistem bank,
misalnya dengan cara memberikan bunga yang tinggi kepada penyimpan deposito berjangka.
Langkah ini bukan saja dapat mengurangi pengeluaran rumah tangga, tetapi juga dapat
membantu menyediakan tabungan untuk digunakan dalam penanaman modal yang lebih
produktif.

5. Uang Dalam Ekonomi Konvensional

1) Peranan Uang Dalam Ekonomi Konvensional

Dalam ekonomi, uang di definisikan sebagai “anything that is generally accepted as a


medium of exchange” atau segala sesuatu yang dapat dipergunakan sebagai alat bantu dalam
pertukaran. Secara hukum, uang adalah sesuatu yang dirumuskan oleh undang-undang
sebagai uang. Jadi segala sesuatu dapat diterima sebagai uang jika ada aturan atau hukum
yang menunjukkan bahwa sesuatu itu dapat digunakan sebagai alat tukar.

2) Fungsi Uang

Uang pada dasarnya berfungsi sebagai alat transaksi yang berguna sebagai refleksi
dari nilai sebuah barang atau jasa. Berikut ini adalah fungsi uang berdasarkan pandangan
konvensional:

3) Fungsi utama uang dalam teori ekonomi konvensional

 Sebagai alat tukar (medium of exchange) uang dapat digunakan sebagai alat untuk
mempermudah pertukaran.
 Sebagai alat kesatuan hitung (unit of Account) untuk menentukan nilai/ harga
sejenis barang dan sebagai perbandingan harga satu barang dengan barang lain.

19
 Sebagai alat penyimpan/penimbun kekayaan (Store of Value) dapat dalam bentuk
uang atau barang.

4) Tujuan Memegang Uang

 Tujuan Transaksi. Dalam rangka membayar pembelian-pembelian yang akan


mereka lakukan.
 Tujuan Berjaga-jaga. Sebagai alat untuk menghadapi kesusahan yang mungkin
timbul di masa yang akan datang.
 Tujuan Spekulasi. Dalam masyarakat yang menganunt sistem ekonomi
konvensional ini, maka fungsi uang yang tak kalah pentingnya adalah untuk
spekulasi, dimana pelaku ekonomi dengan cermat mengamati tingkat bunga yang
berlaku saat itu, jika menguntungkan bila dibandingkan investasi, maka
masyarakat cendrung mendepositokan saja uang, dengan harapan mendapat
imbalan bunga.

5) Teori Perilaku Uang

Ada beberapa teori yang digunakan untuk menjelaskan prilaku uang dalam
ekonomi konvensional, antara lain:

 Teori Moneter Klasik. Teori permintaan uang klasik tercermin dalam teori
kuantitas uang (MV = PT). Keberadaan uang tidak dipengaruhi oleh suku bunga,
tetapi ditentukan oleh kecepatan perputaran uang tersebut.
 Teori Keynes. Menurut Keynes, motif seseorang untuk memegang uang ada tiga
tujuan yaitu: Transaction motive, Precautionary motive (keperluan berjaga-jaga)
dan Speculative motive. Motif transaksi dan berjaga-jaga ditentukan oleh tingkat
pendapatan, sedangkan motif spekulasi ditentukan oleh tingkat suku bunga.
 Konsep Time Value of Money. Dua hal yang menjadi alasan munculnya konsep
ini adalah: presence of inflation dan preference present consumption to future
consumption.

20
6) Teori Economic Value Of Time Vs Time Value Of Money

Teori konvensional meyakini bahwa uang saat ini lebih bernilai dibanding uang di
masa depan (time value of money). Teori ini berangkat dari pemahaman bahwa uang adalah
sesuatu yang sangat berharga dan dapat berkembang dalam suatu waktu tertentu.

Dengan memegang uang orang dihadapkan pada risiko berkurangnya nilai uang
akibat inflasi. Sedangkan jika menyimpan uang dalam bentuk surat berharga, pemilik uang
akan mendapatkan bunga yang diperkirakan diatas inflasi yang terjadi. Teori time value of
money ini tampak tidak akurat, karena setiap investasi selalu mempunyai kemungkinan
mendapat hasil positif, negatif bahkan tidak mendapat apa-apa. Dalam teori keuangan hal ini
dikenal dengan istilah risk-return relation. Disamping itu kondisi ekonomi tidak selalu
menghadapi masalah inflasi, keberadaan deflasi yang seharusnya menjadi alasan munculnya
negative time value of money ini diabaikan oleh teori konvensional.

Sedangkan dalam Ekonomi Islam memandang waktulah yang memiliki nilai


ekonomis (penting). Pentingnya waktu disebutkan Allah dalam QS.Al Ashr:1-3, yaitu:

َ ‫ت َوتَ َوا‬
‫ص ْوا‬ َ ‫)إِال الَّ ِذ‬٢( ‫ْر‬
ِ ‫ين آ َمنُوا َو َع ِملُوا الصَّالِ َحا‬ َ ‫)إِ َّن اإل ْن َس‬١( ‫َو ْال َعصْ ِر‬
ٍ ‫ان لَفِي ُخس‬
َّ ‫اص ْوا بِال‬
)٣( ‫صب ِْر‬ ِّ ‫بِ ْال َح‬
َ ‫ق َوتَ َو‬
”Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-
orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati
kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran”.

Selanjutnya  terkait dengan konsep ekonomi Moneter Konvensional maka tidak bisa
dipisahkan dengan Kebijakan Moneter. Kebijakan Moneter adalah Kebijakan pemerintah
dalam mengatur penawaran uang dan tingkat bunga yang dilaksanakan oleh Bank sentral.
Bentuk Kebijakan Moneter ini terdiri dari Kebijakan Moneter Kuantitatif dan Kebijakan
Moneter Kualitatif.

Kebijakan Moneter Kuantitatif adalah merupakan suatu kebijakan umum yang


bertujuan untuk mempengaruhi jumlah penawaran uang dan tingkat bunga dalam
perekonomian. terdiri dari:

21
1) Operasi pasar terbuka

Pada masa inflasi maka Bang Sentral akan mengadakan operasi pasar terbuka dengan
melempar surat-surat berharga ke Bank umum, sehingga kelebihan uang di Bank Umum
tidak menyebabkan inflasi, dan sebaliknya pada masa deflasi.

2) Mengubah Tingkat Bunga dan Tingkat Disconto

Tingkat bunga dan tingkat disconto merupakan instrumen pemerintah dalam


stabilisasi moneter, ketika inflasi maka pemerintah melalui bank sentral dapat melakukan
kebijakan menaikkan suku bungga sehingga jumlah uang yang beredar di masyarakat akan
berkurang, dan kestabilan moneter akan tercapai, dan begitu pula sebaliknya pada masa
deflasi.

3) Mengubah Tingkat Cadangan Minimum

Langkah selanjutnya yang dapat dilakukan oleh pemerintah adalah dengan mengubah
cadangan minimun bank-bank umum ketika inflasi maka pemerintah mengambil kebijakan
untuk menaikkan cadangan minimum yang harus dimiliki oleh bank umum, dengan demikian
jumlah uang yang beredar di masyarakat akan berkurang, dan sebaliknya pada masa deflasi.

6. Hubungan antara Kebijakan Moneter dengan Kebijakan Fiskal

Kebijakan fiskal dan kebijakan moneter satu sama lain saling berpengaruh dalam
kegiatan perekonomian. Berbicara tentang kebijakan fiskal dan kebijakan moneter berkaitan
erat dengan kegiatan perekonomian empat sektor, dimana sektor-sektor tersebut diantaranya
sektor rumah tangga, sektor perusahaan, sektor pemerintah dan sektor duniainternasional/luar
negeri. Ke-empat sektor ini memiliki hubungan interaksi masing-masing dalam menciptakan
pendapatan dan pengeluaran.

Kebijakan fiskal akan mempengaruhi perekonomian melalui penerimaan negara dan


pengeluaran negara. Disamping pengaruh dari selisih antara penerimaan dan pengeluaran
(defisit atau surplus), perekonomian juga dipengaruhi oleh jenis sumber penerimaan negara
dan bentuk kegiatan yang dibiayai pengeluaran negara.

Sebagaimana kita ketahui bahwa kebijakan moneter akan mempengaruhi pasar uang
dan pasar surat berharga, dan pasar uang dan surat berhargta itu akan menentukan tinggi
rendahnya tingkat bunga, dan tingkat bunga akan memperngaruhi tingkat agregat. Kebijakan

22
fiskal akan mempunyai pengaruh terhadap permintaan dan penawaran agregat, yang pada
giliranya permintaan dan penawaran agregat itu akan menentukan keadaan di pasar barang
dan jasa.

Kondisi di pasar barang dan jasa ini akan menentukan tingkat harga dan kesempatan
kerja akan menentukan tingkat pendapatan dan tingkat upah yang di harapkan. Keduanya
akan memiliki umpan balik yaitu pendapatan akan memberikan umpan balik terhadap
permintaan agregat dan upah harapan mempunyai umpan balik terhadap penawaran agregat
dan pasar uang serta pasar surat berharga.

D. KEBIJAKAN MONETER DALAM PRESPEKTIF EKONOMI ISLAM

Kebijakan moneter sebenarnya bukan hanya mengutamakan suku bunga. Bahkan


sejak zaman Rasulullah SAW dan Khulafaur Rasyidin, kebijakan moneter dilaksanakan tanpa
mengunakan instrumen bunga sama sekali.

Perekonomian Jazirah Arabia ketika itu adalah perekonomian dagang, bukan ekonomi
yang berbasis sumber daya alam; Minyak bumi belum ditemukan dan sumber daya alam
lainnya terbatas. Lalu lintas perdagangan antara Romawi dan India yang melalui Arab
dikenal sebagai Jalur Dagang Selatan. Sedangkan antara Romawi dan Persia disebut Jalur
Dagang Utara. Sedangkan antara Syam dan Yaman disebut Jalur Dagang Utara-Selatan.

Perekonomian Arab di zaman Rasulullah SAW, bukanlah ekonomi terbelakang yang


hanya mengenal barter, bahkan jauh dari gambaran seperti itu. Valuta asing dari Persia dan
Romawi dikenal oleh seluruh lapisan masyarakat Arab.

Dinar dan Dirham juga dijadikan alat pembayaran resmi. Sistem devisa bebas
diterapkan, tidak ada halangan sedikit pun untuk mengimpor dinar dan dirham. Transaksi
tidak tunai diterima luas dikalangan pedagang. Cek dan promissory notes lazim digunakan.
Misalnya Umar Ibnu-Khaththab ra. Beliau menggunakan instrumen ini untuk mempercepat
distribusi barang-barang yang baru diimpor dari Mesir ke Madinah.

Instrumen factoring (anjak piutang) yang baru populer tahun 1980-an, telah dikenal
pula pada masa itu dengan nama al-hiwalah, tapi tentunya bebas dari unsur bunga.

Apabila para pedagang mengekspor barang, berarti dinar/dirham diimpor.


Sebalikanya, bila mereka mengimpor barang. Berarti dinar/dirham diekspor. Jadi dapat

23
dikatakan bahwa keseimbangan supply dan demand di pasar uang adalah derived market dari
keseimbangan aggregate supply dan aggregate demand di pasar barang dan jasa.

Nilai emas dan perak yang terkandung di dalam dinar dan dirham, sama dengan nilai
nominalnya. Sehingga dapat dikatakan penawaran uang elastis sempurna terhadap tingkat
pendapatan. Tidak ada larangan impor dirham dan dinar berarti penawaran uang elastis.

Sistem moneter mengunakan bimetallic standar, dengan emas dan perak (dalam
bentuk uang dirham dan dinar) sebagai alat pembayaran yang syah. Nilai tukar emas dan
perak pada masa ini relatif stabil dengan nilai kurs dinar-dirham 1 : 10. Permintaan akan uang
dilandasi hanya oleh dua motif, yaitu untuk transaksi dan berjaga-jaga. Modelnya sebagai
berikut: Md = Mdtr + Md pr ; apabila Md pr maka Mdtr. Mata uang dimpor, dinar dari
romawi, dirham dari parsia dan disesuaikan dengan volume ekspor dan impor. Nilai emas dan
perak pada kepingan dinar dan atau dirham sama dengan nilai nominal (face value) uangnya.
Penawaran uang terhadap pendapatan sangat elastis.

Tinggi rendahnya permintaan uang bergantung kepada frekuensi transaksi


perdagangan dan jasa. Permintaan uang untuk transaksi dan berjaga-jaga Kanz (larangan
menimbun uang). Demand money, elastis, karena tidak adanya hambatan terhadap impor
ketika demand meningkat.

1. Pengertian Uang Menurut Ekonomi Islam

Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, masyarakat tidak dapat melakukan semuanya


secara seorang diri. Ada kebutuhan yang dihasilkan oleh pihak lain, dan untuk
mendapatkannnya seorang individu harus menukarnya dengan barang atau jasa yang
dihasilkannya. Namun, dengan kemajuan zaman, merupakan suatu hal yang tidak praktis jika
untuk memenuhi suatu kebutuhan, setiap individu harus menunggu atau mencari orang yang
mempunyai barang atau jasa yang dibutuhkannya dan secara bersamaan membutuhkan
barang atau jasa yang dimilikinya.

Oleh karena itu, dibutuhkan suatu sarana lain yang berfungsi sebagai media
pertukaran dan satuan pengukur nilai untuk melakukan sebuah transaksi. Jauh sebelum
bangsa Barat menggunakan uang dalam setiap transaksinya, dunia Islam telah mengenal alat
pertukaran dan pengukur nilai tersebut, bahkan Al Quran secara eksplisit menyatakan alat
pengukur nilai tersebut berupa emas dan perak dalam berbagai ayat. Para fuqaha menafsirkan
emas dan perak tersebut sebagai dinar dan dirham.

24
Uang dalam bahasa Arab disebut “Maal”, asal katanya berarti condong, yang berarti
menyondongkan mereka kearah yang menarik, dimana uang sendiri mempunyai daya
penarik, yang terbuat dari logam misalnya-tembaga, emas, dan perak. Menurut fiqh ekonomi
Umar RA diriwayatkan, uang adalah segala sesuatu yang dikenal dan dijadikan sebagai alat
pembayaran dalam muamalah manusia. Berdasarkan sejarah Islam, pada masa Rasulullah
SAW. mata uang menggunakan sistem bimetallic standard (emas dan perak) demikian juga
pada masa Bani Umayyah dan Bani Abassiyah.

Dalam pandangan Islam mata uang yang dibuat dengan emas (dinar) dan perak
(dirham) merupakan mata uang yang paling stabil dan tidak mungkin terjadi krisis moneter
karena nilai intrinsik sama dengan nilai riil. Mata uang ini dipergunakan bangsa arab sebelum
datangnya Islam.

Dalam al-Qur’an ada beberapa ayat yang menunjukkan pengertian uang dan
keabsahan penggunaan uang sebagai pengganti sistem barter. Kata-kata yang menunjukkan
pengertian ‘uang’ dalam al-Qur’an ada beberapa macam, yaitu :

a.       Dinar ( ‫) د ينا ر‬, yaitu QS. Ali Imran : 75

b.      Dirham ( ‫ د را هـم‬/ ‫) د ر هـم‬, yaitu QS. Yusuf : 20

c.       Emas dan perak ( ‫ فضـة‬/ ‫) ذ هـب‬, penggunaan kata-kata emas dan perak ini banyak
terdapat dalam al-Qur’an antara lain pada QS. At-Taubah : 34.

d.      Waraq atau uang tempahan perak ( ‫) و ر ق‬, yaitu pada QS al-Kahfi ayat 19

e.       Barang-barang niaga yang biasa dijadikan alat tukar ( ‫) بضـا عـة‬, tersebut antara lain
pada QS. Yusuf ayat 88.

Ekonomi Islam secara jelas telah membedakan antara money dan capital. Dalam
Islam, Uang adalah adalah public good/milik masyarakat, dan oleh karenanya penimbunan
uang (atau dibiarkan tidak produktif) berarti mengurangi jumlah uang beredar. Implikasinya,
proses pertukaran dalam perekonomian terhambat.

Disamping itu penumpukan uang/harta juga dapat mendorong manusia cenderung


pada sifat-sifat tidak baik seperti tamak, rakus dan malas beramal (zakat, infak dan sadaqah).
Sifat-sifat tidak baik ini juga mempunyai imbas yang tidak baik terhadap kelangsungan

25
perekonomian. Oleh karenanya Islam melarang penumpukan/penimbunan harta, memonopoli
kekayaan, “al kanzu” sebagaimana telah disebutkan dalam QS. At Taubah 34-35 berikut:

‫اس بِ ْالبَا ِطـ ِل‬


ِ َّ‫ال الن‬
َ ‫ـو‬ َ ُ‫ـان لَيَــأْ ُكل‬
َ ‫ون أَ ْمـ‬ ِ ‫ين آ َمنُوا إِ َّن َكثِــيرًا ِم َن األحْ بَـ‬
ِ ‫ـار َوالرُّ ْهبَـ‬ َ ‫يَا أَيُّهَا الَّ ِذ‬
ِ ‫ضـةَ َوال يُ ْنفِقُونَهَــا فِي َسـبِي ِل هَّللا‬ َّ ِ‫ب َو ْالف‬
َ َ‫ـذه‬َّ ‫ون الـ‬ َ ‫يل هَّللا ِ َوالَّ ِذ‬
َ ‫ين يَ ْكنِ ُز‬ ِ ِ‫ون َع ْن َسب‬ َ ‫ص ُّد‬ ُ َ‫َوي‬
)٣٤( ‫ب أَلِ ٍيم‬
ٍ ‫فَبَ ِّشرْ هُ ْم بِ َع َذا‬
”Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya sebahagian besar dari orang-orang
alim Yahudi dan rahib-rahib Nasrani benar-benar memakan harta orang dengan jalan batil
dan mereka menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah. Dan orang-orang yang
menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka
beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih”.

‫ـوى بِهَــا ِجبَــاهُهُ ْم َو ُجنُــوبُهُ ْم َوظُهُــو ُرهُ ْم هَـ َذا َمــا‬


َ ‫ـار َجهَنَّ َم فَتُ ْكـ‬
ِ ‫يَ ْو َم يُحْ َمى َعلَ ْيهَــا فِي نَـ‬
َ ‫َكنَ ْزتُ ْم أل ْنفُ ِس ُك ْم فَ ُذوقُوا َما ُك ْنتُ ْم تَ ْكنِ ُز‬
)٣٥( ‫ون‬
”Pada hari dipanaskan emas perak itu dalam neraka jahannam, lalu dibakar
dengannya dahi mereka, lambung dan punggung mereka (lalu dikatakan) kepada mereka:
“Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, maka rasakanlah sekarang
(akibat dari) apa yang kamu simpan itu.”

Uang Dalam Pandangan al-Ghazali & Ibnu Khaldun, Jauh sebelum Adam Smith
menulis buku “The Wealth of Nations” pada tahun 1766 di Eropa., Abu Hamid al-Ghazali
dalam kitabnya “Ihya Ulumuddin” telah membahas fungsi uang dalam perekonomian. Beliau
menjelaskan, uang berfungsi sebagai media penukaran, namun uang tidak dibutuhkan untuk
uang itu sendiri. Maksudnya, adalah uang diciptakan untuk memperlancar pertukaran dan
menetapkan nilai yang wajar dari pertukaran tersebut, dan uang bukan merupakan sebuah
komoditi. Menurut al-Ghazali, uang diibaratkan cermin yang tidak mempunyai warna, tetapi
dapat merefleksikan semua warna.

Maknanya adalah uang tidak mempunyai harga, tetapi merefleksikan harga semua
barang. Dalam istilah ekonomi klasik disebutkan bahwa uang tidak memberikan kegunaan
langsung (direct utility function), yang artinya adalah jika uang digunakan untuk membeli
barang, maka barang itu yang akan memberikan kegunaan.

26
Pembahasan mengenai uang juga terdapat dalam kitab “Muqaddimah” yang ditulis
oleh Ibnu Khaldun. Beliau menjelaskan bahwa kekayaan suatu negara tidak ditentukan oleh
banyaknya uang di negara tersebut, tetapi ditentukan oleh tingkat produksi negara tersebut
dan neraca pembayaran yang positif. Apabila suatu negara mencetak uang sebanyak-
banyaknya, tetapi bukan merupakan refleksi pesatnya pertumbuhan sektor produksi, maka
uang yang melimpah tersebut tidak ada nilainya Sektor produksi merupakan motor penggerak
pembangunan suatu negara karena akan menyerap tenaga kerja, meningkatkan pendapatan
pekerja, dan menimbulkan permintaan (pasar) terhadap produksi lainnya.

Menurut Ibnu Khaldun, jika nilai uang tidak diubah melalui kebijaksanaan
pemerintah, maka kenaikan atau penurunan harga barang semata-mata akan ditentukan oleh
kekuatan penawaran (supply) dan permintaan (demand), sehingga setiap barang akan
memiliki harga keseimbangan. Misalnya, jika di suatu kota makanan yang tersedia lebih
banyak daripada kebutuhan, maka harga makanan akan murah, demikian pula sebaliknya.
Inflasi (kenaikan) harga semua atau sebagian besar jenis barang tidak akan terjadi karena
pasar akan mencari harga keseimbangan setiap jenis barang. Apabila satu barang harganya
naik, namun karena tidak terjangkau oleh daya beli, maka harga akan turun kembali.

Merujuk kepada Al-Quran, al-Ghazali berpendapat bahwa orang yang menimbun


uang adalah seorang penjahat, karena menimbun uang berarti menarik uang secara sementara
dari peredaran. Dalam teori moneter modern, penimbunan uang berarti memperlambat
perputaran uang. Hal ini berarti memperkecil terjadinya transaksi, sehingga perekonomian
menjadi lesu. Selain itu, al-Ghazali juga menyatakan bahwa mencetak atau mengedarkan
uang palsu lebih berbahaya daripada mencuri seribu dirham. Mencuri adalah suatu perbuatan
dosa, sedangkan mencetak dan mengedarkan uang palsu dosanya akan terus berulang setiap
kali uang palsu itu dipergunakan dan akan merugikan siapapun yang menerimanya dalam
jangka waktu yang lebih panjang.

2. Instrumen-Instrumen Kebijakan Moneter Dalam Konvensional Dan Syari’ah

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa kebijakan moneter adalah proses
mengatur persediaan uang sebuah Negara. Biasanya otoritas moneter dipegang oleh Bank
Sentral suatu negara. Dengan kata lain, kebijakan moneter merupakan instrumen Bank
Sentral yang sengaja dirancang sedemikian rupa untuk mempengaruhi variable-variabel
finansial seperti suku bunga dan tingkat penawaran uang.

27
Sasaran yang ingin dicapai adalah memelihara kestabilan nilai uang baik terhadap
faktor internal maupun eksternal. Stabilitas nilai uang mencerminkan stabilitas harga yang
pada akhirnya akan mempengaruhi realisasi pencapaian tujuan pembangunan suatu negara,
seperti pemenuhan kebutuhan dasar, pemerataan distribusi, perluasan kesempatan kerja,
pertumbuhan ekonomi riil yang optimum dan stabilitas ekonomi.

Secara prinsip, tujuan kebijakan moneter islam tidak berbeda dengan tujuan kebijakan
moneter konvensional yaitu menjaga stabilitas dari mata uang (baik secara internal maupun
eksternal) sehingga pertumbuhan ekonomi yang merata yang diharapkan dapat tercapai.
Stabilitas dalam nilai uang tidak terlepas dari tujuan ketulusan dan keterbukaan dalam
berhubungan dengan manusia. Hal ini disebutkan AL Qur’an dalam QS.Al.An’am: 152.

…………‫ط‬ ْ ‫ن بِال ْ ِق‬


ِ ‫س‬ َ ‫مي َزا‬ َ ْ ‫……وَأَوْفُوا ْ الْكَي‬.
ِ ْ ‫ل وَال‬
“……. Dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil. …”

Mengenaistabilitas nilai uang juga ditegaskan oleh M. Umar Chapra (Al Quran
Menuju Sistem Moneter yang Adil), kerangka kebijakan moneter dalam perekonomian Islam
adalah stok uang, sasarannya haruslah menjamin bahwa pengembangan moneter yang tidak
berlebihan melainkan cukup untuk sepenuhnya dapat mengeksploitasi kapasitas
perekonomian untuk menawarkan barang dan jasa bagi kesejahteraan sosial umum.

Pelaksanaan kebijakan moneter (operasi moneter) yang dilakukan otoritas moneter


sebagai pemegang kendali money supply untuk mencapai tujuan kebijakan moneter
dilakukan dengan menetapkan target yang akan dicapai dan dengan instrumen apa target
tersebut akan dicapai. Instrumen-instrumen pokok dari kebijakan moneter dalam teori
konvensional antara lain adalah.

a) Kebijakan Pasar terbuka. (Open Market Operation). Kebijakan membeli atau menjual
surat berharga atau obligasi di pasar terbuka. Jika bank sentral ingin menambah suplai
uang maka bank sentral akan membeli obligasi, dan sebaliknya bila akan menurunkan
jumlah uang beredar maka bank sentral akan menjual obligasi.
b) Penentuan Cadangan Wajib Minimum. (Reserve Requirement). Bank sentral
umumnya menentukan angka rasio minimum antara uang tunai (reserve) dengan
kewajiban giral bank (demand deposits), yang biasa disebut minimum legal reserve
ratio. Apabila bank sentral menurunkan angka tersebut maka dengan uang tunai yang

28
sama, bank dapat menciptakan uang dengan jumlah yang lebih banyak daripada
sebelumnya.
c) Penentuan Discount Rate. Bank sentral merupakan sumber dana bagi bank-bank
umum atau komersial dan sebagai sumber dana yang terakhir (the last lender resort).
Bank komersial dapat meminjam dari bank sentral dengan tingkat suku bunga sedikit
di bawah tingkat suku bunga kredit jangka pendek yang berlaku di pasar bebas.
Discount rate yang bank sentral kenakan terhadap pinjaman ke bank komersial
mempengaruhi tingkat keuntungan bank komersial tersebut dan keinginan meminjam
dari bank sentral. Ketika discount rate relatif rendah terhadap tingkat bunga pinjaman,
maka bank komersial akan mempunyai kecendrungan untuk meminjam dari bank
sentral.
d) Moral Suasion atau Kebijakan Bank Sentral yang bersifat persuasif berupa
himbauan/bujukan moral kepada bank.

Secara mendasar, terdapat beberapa instrumen kebijakan moneter dalam ekonomi


Islam, antara lain :

a. Reserve Ratio Adalah suatu presentase tertentu dari simpanan bank yang harus
dipegang oleh banksentral, misalnya 5 %.  Jika bank sentral ingin mengontrol jumlah
uang beredar, dapat menaikkan RR misalnya dari 5 persen menjadi 20 %, yang
dampaknyasisa uang yang ada pada komersial bank menjadi lebih sedikit, begitu
sebaliknya.
b. Moral Suassion Bank sentral dapat membujuk bank-bank untuk meningkatkan
permintaan kredit sebagai tanggung jawab mereka ketika ekonomi berada dalam
keadaan depresi.Dampaknya,kredit dikucurkan maka uang dapat dipompa ke dalam
ekonomi.
c. Lending Ratio Dalam ekonomi Islam, tidak ada istilah Lending (meminjamkan),
lending ratio dalam hal ini berarti Qardhul Hasan (pinjaman kebaikan).
d. Refinance Ratio Adalah sejumlah proporsi dari pinjaman bebas bunga. Ketika
refinance  ratio meningkat, pembiayaan yang diberikan meningkat, dan ketika
refinance ratio turun, bank komersial harus hati-hati karena mereka tidak di dorong
untuk memberikan pinjaman.
e. Profit Sharing Ratio Ratio bagi keuntungan (profit sharing ratio) harus ditentukan
sebelum memulai suatu bisnis.  Bank sentral dapat menggunakan profit sharing ratio

29
sebagai instrumen moneter, dimana ketika bank sentral ingin meningkatkan jumlah
uang beredar, maka ratio keuntungan untuk nasabah akan ditingkatkan.
f.   Islamic Sukuk Adalah obligasi pemerintah, di mana ketika terjadi inflasi, pemerintah
akan mengeluarkan sukuk lebih banyak sehingga uang akan mengalir ke bank sentral
dan jumlah uang beredar akan tereduksi. Jadi sukuk memiliki kapasitas untuk
menaikkan atau menurunkan jumlah uang beredar. Government Investment
Certificate

Penjualan atau pembelian sertifikat bank sentral dalam kerangka komersial, disebut
sebagai Treasury Bills. Instrumen ini dikeluarkan oleh Menteri Keuangan dan dijual oleh
bank sentral kepada broker dalam jumlah besar, dalam jangka pendek dan berbunga
meskipun kecil. Treasury Bills ini tidak bisa di terimadalam Islam, maka sebagai
penggantinya diterbitkan pemerintah dengan systembebas bunga, yang disebut GIC:
Government Instrument Certificate.

Saat ini terdapat beberapa bank sentral, baik yang menggunakan single banking (bank
Islam saja) maupun dual banking system yang telah menciptakan dan menggunakan
instrumen pengendalian moneter ataupun menggunakan surat berharga dengan underlying
padatransaksi-transaksi syariah. Prinsip transaksi syariah yang digunakan antaralain adalah
Wadiah, Musyarakah, Mudharabah, Ar-Rahn, maupun Al-Ijarah.

3. Fungsi Uang dalam Ekonomi Syariah vs Konvensional

Menurut konsep Ekonomi Syariah, uang adalah uang, bukan capital, sementara dalam
konsep ekonomi konvensional, konsep uang tidak begitu jelas. Misalnya dalam buku
“Money, Interest and Capital” karya Colin Rogers, uang diartikan sebagai uang dan capital
secara bergantian.

Sedangkan dalam konsep ekonomi Syariah uang adalah sesuatu yang bersifat flow
concept dan merupakan public goods. Capital bersifat stock concept dan merupakan private
goods. Uang yang mengalir adalah publicgoods, sedangkan yang mengendap merupakan
milik seseorang dan menjadi milik pribadi (private good).

Islam, telah lebih dahulu mengenal konsep public goods, sedangkan dalam ekonomi
konvensional konsep tersebut baru dikenal pada tahun 1980-an seiring dengan
berkembangnya ilmu ekonomi lingkungan yang banyak membicarakan masalah externalities,
public goods dan sebagainya. Konsep publics goods tercermin dalam sabda Rasulullah

30
Shalallahu alaihiwasalam, yakni “Tidaklah kalian berserikat dalam tiga hal, kecuali air, api,
dan rumput”.

Berikut ini merupakan fungsi uang berdasarkan pandangan Ekonomi Islam:

a) Dalam penggunaannya sebagai alat pembayaran atau media untuk pertukaran dalam
melaksanakan transaksi ekonomi, maka penggunaan uang sejalan dengan konsep
ekonomi syariah. Dimana manfaat uang mencapai nilai optimum bila peredarannya
berlaku optimal. Akibatnya segala kegiatan yang mengganggu pemakaian uang
dalam transaksi ekonomi tidak sesuai dengan Syariah Islam. Sehingga pada saat
emas dipakai sebagai uang, maka penyimpanan emas yang mengakibatkan
peredaran uang terganggu (kanzul maal) dilarang oleh Syariah Islam.
b) Dalam penggunaannya sebagai sarana untuk menyimpan nilai maka penggunaan
uang tidak bertentangan dengan konsep ekonomi syariah, selama uang tersebut
masih bisa dipergunakan dalam kegiatan transaksi perniagaan. Oleh karena itu
diperlukan adanya pihak ketiga (dalam hal ini adalah lembaga keuangan) yang
menerima simpanan uang dari pihak yang ingin menyimpan nilai dan kemudian
menyalurkannya kepada pihak-pihak yang ingin melakukan transaksi sehingga uang
tersebut masih dapat dipergunakan dalam transaksi walaupun nilai yang disimpan
oleh pemilik asal tidak berkurang.
c) Namun penggunaan uang untuk spekulasi sama sekali bertentangan dengan Syariah
Islam, baik karena spekulasi tersebut tidak disukai maupun karena spekulasi
umumnya berkaitan dengan menghalangi terjadinya mekanisme pasar yang wajar
guna mendapatkan fluktuasi harga yang abnormal. Spekulasi juga mengakibatkan
ketidak stabilan nilai dari mata uang itu sendiri karena fluktuasi harga pada
hakekatnya adalah fluktuasi nilai (daya beli) dari uang itu sendiri.

Persamaan fungsi uang dalam sistem Ekonomi Syariah dan Konvensional adalah uang
sebagai alat pertukaran (medium of exchange) dan satuan nilai (unit of account).

Perbedaannya adalah ekonomi konvensional menambah satu fungsi lagi sebagai


penyimpan nilai (store of value) yang kemudian berkembang menjadi motif money demand
for speculation, yang merubah fungsi uang sebagai salah satu komoditi perdagangan. Jauh
sebelumnya, Imam al-Ghazali telah memperingatkan bahwa “Memperdagangkan uang ibarat
memenjarakan fungsi uang, jika banyak uang yang diperdagangkan, niscaya tinggal sedikit
uang yang dapat berfungsi sebagai uang”.

31
Dengan demikian, dalam konsep Islam, uang tidak termasuk dalam fungsi utilitas
karena manfaat yang didapatkan bukan dari uang itu secara langsung, melainkan dari
fungsinya sebagai perantara untuk mengubah suatu barang menjadi barang yang lain.
Dampak berubahnya fungsi uang dari sebagai alat tukar dan satuan nilai mejadi komoditi
dapat dirasakan saat ini, yang dikenal dengan teori “Bubble Gum Economic”.

4. Kebijakan Moneter Pada Masa Rasulullah

Seperti yang telah kita ketahui bahwa mata uang yang digunakan bangsa arab, baik
sebelum atau sesudahnya, adalah dinar dan dirham. Kedua mata uang tersebut memiliki nilai
uang yang tetap dan karenanya tidak ada masalah dalam perputaran uang. Walaupun
demikian, dalam perkembangan berikutnya, dirham lebih umum digunakan dari pada dinar.
Hal ini sangat berkaitan erat dengan penaklukan tentara Islam terhadap hampir seluruh
wilayah kekaisaran Persia. Sementara itu, tidak semua wilayah kekaisaran Romawi berhasil
dikuasai oleh tentara Islam.

Pada masa pemerintahan Nabi Muhammad SAW ini, kedua mata uang tersebut
diimpor, dinar dari Romawi dan dirham dari Persia. Besarnya volume dinar dan dirham yang
diimpor dan juga barang-barang komoditas bergantung kepada volume komoditas yang
diekspor ke dua negara tersebut dan wilayah-wilayah lain yang berada dibawah pengaruhnya.
Lazimnya, uang akan diimpor jika permintaan uang (money demand) pada pasar internal
mengalami kenaikan. Dan sebaliknya, komoditas akan diimpor apabila permintaan uang
mengalami penurunan.

Karena tidak adanya pemberlakuan tarif dan bea masuk pada barang impor, uang
diimpor dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi permintaan internal. Pada sisi lain, nilai
emasdan perak pada kepingan dinar dan dirham sama dengan nilai nominal (face value)
uangnya, sehingga keduanya dapat dibuat perhiasan atau ornamen. Dengan demikian, dapat
disimpulkan bahwa pada awal periode Islam, penawaran uang (money suply) terhadap
pendapatan, sangat elastis.

Frekuensi transaksi perdagangan dan jasa, menciptakan permintaan uang. Karena itu
motif utama permintaan terhadap uang pada masa ini adalah permintaan transaksi
(transaction demand). Akibatnya, permintaan terhadap uang selama periode ini secara umum
bersifat permintaan transaksi dan pencegahan. Larangan penimbunan, baik uang maupun

32
komoditas, dan talqqi rukhban tidak memberikan kesempatan kepada penggunaan uang
dengan selain kedua motif tersebut.

Ketika penduduk arab banyak yang memeluk agama islam, jumlah populasi kaum
muslimin berkembang dengan pesat. Disamping itu, harta rampasan perang (ghonimah)
dibagikan kepada seluruh kaum muslimin, sehingga standar hidup dan pendapatan mereka
meningkat. Berdasarkan semua ini, Nabi Muhammad SAW, melalui kebijakan khususnya,
meningkatkan kemampuan produksi dan ketenaga kerjaan kaum muslimin secara terus
menerus. Keseluruhan faktor ini meningkatkan permintaan transaksi terhadap uang dalam
perekonomian periode awal islam.

Disamping itu, penawaran uang tetap elastis karena tidak ada hambatan terhadap
impor uang ketika permintaan terhadapnya mengalami kenaikan. Disisi lain, ketika
penawaran akan naik, penawaran berlebih (exces supply) akan diubah secara mudah menjadi
ornament emas atau perak. Akibatnya, tidak ada penawaran atau permintaan berlebih
terhadap mata uang emas dan perak sehinga pasar akan selalu tetap pada keseimbangan
(equilibrium). Oleh karena itu, nilai uang tetap stabil.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Kebijakan Fiskal adalah suatu kebijakan ekonomi dalam rangka mengarahkan


kondisi perekonomian untuk menjadi lebih baik dengan jalan mengubah penerimaan dan
pengeluaran pemerintah. Macam Kebijakan Fiskal adalah Ekspansif yaitu implementasi
kebijakan ini dengan menaikkan pengeluaran pemerintah dan menurunkan penerimaan pajak.
Dan Kontraktif yaitu implementasi kebijakan ini dengan menurunkan pengeluaran
pemerintah dan menaikkan penerimaan pajak.

Kebijakan fiskal di lakukan dengan tujuan untuk mengelola isi permintaan barang dan
jasa, untuk mempertahankan produksi Yang mendekati full employment dan untuk
mempertahankan tingkat harga barang dan jasa agar inflasi dan deflasi tidak terjadi.

33
Tujuan utama kebijakan fiskal ialah untuk mencegah pengangguran dan menstabilkan
harga. Implementasinya untuk menggerakkan Pos penerimaan dan pengeluaran dalam
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang dilakukan dengan cara mengatur
Pengeluaran komsumsi pemerintah (G), Jumlah transfer pemerntah (Tr), dan Jumlah pajak
(Tx) yang diterima pemerintah, Sehingga dapat mempengaruhi tingkat pendapatan nasional
(Y) dan tingkat kesempatan kerja (N).

Kebijakan fiskal mengacu pada efek keseluruhan hasil anggaran pada kegiatan
ekonomi. Sikap yang tiga kemungkinan kebijakan fiskal yang netral, ekspansif, dan
kontraktif. Instrumen kebijakan fiskal adalah penerimaan dan pengeluaran pemerintah yang
berhubungan erat dengan pajak. Pengaruh pajak dan pengeluaran pemerintah dapat
digunakan untuk menghilangkan inflationary gap dan deflationary gap dengan menggeser
fungsi pengeluaran agregrat dan fungsi penawaran agregrat.

Jenis-jenis Kebijakan Fiskal: Kebijakan fiscal dapat dogolongkan menjadi empat,


yaitu: (1) Functional finance: Pembiayaan pemerintah yang bersifat fungsional, (2) The
managed budget approach: Pendekatan pengelolaan Anggaran, (3) The stabilizing budget:
Stabilisasi anggaran yang otomatis, dan (4) Balance budget approach: Pendekatan Anggaran
Belanja berimbang.

Sedangkan terhadap kebijakan fiskal pada masa awal Islam, terlihat


bahwa zakat memainkan peranan yang sangat penting untuk mencapai
tujuan kebijakan fiskal, yaitu untuk membiayai pengeluaran pemerintah
dan untuk melakukan fungsi pengaturan dalam rangka mencapai tujuan
ekonomi tertentu, seperti pertumbuhan ekonomi dan penciptaan investasi
dan lapangan kerja. Hal ini tidak jauh berbeda dengan fungsi pajak dalam
kebijakan fiskal modern. Oleh karena itu, zakat dan pajak mempunyai
persamaan dalam kedudukannya dalam kebijakan fiskal.

Pada instrumen kebijakan fiskal, mekanisme zakat memastikan aktivitas ekonomi


dapat berjalan pada tingkat yang minimal yaitu pada tingkat pemenuhan kebutuhan primer,
sedangkan infaq-shodaqoh dan instrumen sejenis lainnya mendorong permintaan agregat,
karena fungsinya yang membantu ummat untuk mencapai taraf hidup diatas tingkat
minimum. Dan aktifitas ekonomi produktif ini bermakna sumber daya ekonomi berputar pada
tingkat yang maksimal.

34
Sedangkan, Kebijakan Moneter adalah proses mengatur persediaan uang sebuah
negara untuk mencapai tujuan tertentu yang dilakukan dengan berbagai cara seperti menahan
inflasi, mencapai pekerja penuh atau lebih sejahtera. Kebijakan moneter dapat melibatkan
mengeset standar bunga pinjaman, "margin requirement", kapitalisasi untuk bank atau bahkan
bertindak sebagai peminjam usaha terakhir atau melalui persetujuan melalui negosiasi dengan
pemerintah lain. Kebijakan Moneter juga merupakan kebijakan yang dilakukan oleh otoritas
moneter (Bank Sentral) untuk mempengaruhi kegiatan ekonomi melalui pengawasan uang
beredar atau suku bunga, atau kombinasi keduanya, usaha tersebut dilakukan agar terjadi
kesetabilan harga, dan inflasi, serta terjadinya peningkatan output keseimbangan.

Kebijakan moneter yang dikelola dengan baik akan menghasilkan


tingkat perekonomian yang stabil melalui mekanisme transmisinya pada
harga dan output yang pada akhirnya membawa efek pada variabel-
variabel lain seperti tenaga kerja dan pendapatan negara. Kebijakan Moneter
bertumpu pada hubungan antara tingkat bunga dalam suatu perekonomian, yaitu harga di
mana uang yang bisa dipinjam, dan pasokan total uang.

Tujuan kebijakan moneter seperti halnya kebijakan ekonomi pada umumnya adalah
keseimbangan intern (Internal Balance) dan keseimbangan ekstern (External Balance). Dan
tujuan kebijakan fiskal, antara lain meningkatkan investasi, meningkatkan kesempatan kerja,
memelihara stabilitas ekonomi internal (dalam negeri) dan eksternal (luar negeri), serta
mengendalikan tingkat inflasi. Untuk mewujudkan tujuan kebijakan fiskal, pemerintah
menggunakan alat-alat kebijakan fiskal antara lain pajak, pinjaman publik, dan subsidi.

Macam-macam Kebijakan Moneter. Kebijakan moneter dapat digolongkan menjadi


dua, yaitu: (1) Kebijakan Moneter Ekspansif/Monetary Expansive Policy, (2) Kebijakan
Moneter Kontraktif/Monetary Contractive Policy.

Peranan Kebijakan Moneter dan Kebijakan Fiskal. Kebijakan moneter masih tetap
besar peranannya dalam menciptakan kestabilan ekonomi. Salah satu tugas dari kebijakan
moneter adalah untuk menyediakan pertambahan penawaran uang yang cukup sehingga
usaha-usaha pembangunan dapat berjalan dengan lancar. Kebijakan fiskal lainnya yang dapat
digunakan untuk mempengaruhi corak penggunaan sumber daya dalam perekonomian adalah
dengan memberikan perangsangan fiskal (fiscal incentives) kepada perusahaan-perusahaan
yang akan berusaha dalam beberapa bidang kegiatan tertentu atau di daerah-daerah tertentu.

35
Dalam ekonomi islam disadari bahwa kebijakan moneter tidak dapat dijadikan satu-
satunya andalan untuk pengeloalaan ekonomi makro, hal tersebut hanya merupakan salah
satu kebijkanan ekonomi yang akan senantiasa terkait dengan kebijakan-kebijakan ekonomi
lainnya. Oleh karena itu efektifitas kebijakan moneter akan sangat tergantung pada banyak
sektor, disamping keandalan kebijakan moneter sendiri. Beberapa hal yang mempengaruhi
efektifitas kebijakan moneter ialah:

Pertama: Singkronisasi kebijakan moneter dengan kebijakan ekonomi lainnya,


terutama kebijakan fiskal dan kebijakan perdagangan, Kedua: Hubungan antara bank sentral
dengan pemerintah, dalam hal ini perlu adanya garis tengah karena sering timbulnya
perdebatan tentang posisi independensi bank sentral sebagai pemegang otoritas kebijakan
moneter, Ketiga: Pola dan intensitas kebijakan moneter, yaitu antara kebijakan yang bersifat
pengaturan dengan kebijakan yang bersifat kebebasan.

Kebijakan moneter dapat dilakukan dengan menjalankan instrumen kebijakan


moneter, yaitu antara lain operasi pasar terbuka,  fasilitas diskonto (discount rate), rasio
cadangan wajib (reserve requirement ratio), himbauan moral (moral persuasion) dan
kebijakan kredit selektif. Dalam praktek kebijakan moneter terdapat macam-macam
kebijakan ataupun usaha-usaha yang dilakukan yang terdiri dari inflasi penargetan, harga
penargetan tingkat, agregat moneter, nilai tukar tetap, serta dengan melakukan kegiatan
devaluasi evaluasi, dan sanering.

Adapun tujuan yang diharapkan dalam kebijakan moneter adalah stabilitas ekonomi,
kesempatan kerja, kestabilan harga, neraca pembayaran internasional. Instrumen-Instrumen
kebikan moneter seperti opersasi pasar terbuka, tingkat diskonto, cadangan minuman,
himbauan, dan lain sebagainya, serta indikator moneter (tingkat bunga, jumlah uang beredar),
akan mempengaruhi perekonomian suatu Negara.

Kebijakan moneter akan mempengaruhi pasar uang dan pasar surat berharga, dan
pasar uang dan surat berhargta itu akan menentukan tinggi rendahnya tingkat bunga, dan
tingkat bunga akan memperngaruhi tingkat agregat. Kebijakan fiskal akan mempunyai
pengaruh terhadap permintaan dan penawaran agregat, yang pada gilirannya permintaan dan
penawaran agregat itu akan menentukan keadaan di pasar barang dan jasa.

Uang dalam ekonomi Islam hanya digunakan untuk bertransaksi dan


berjaga-jaga. Uang bukan komoditi yang mepunyai harga, oleh karenanya

36
uang tidak dapat diperjualbelikan. Uang merupakan publics goods, uang
yang tidak produkstif (idle asset) akan dikenakan sehingga jumlahnya
akan berkurang, oleh karena itu uang harus dimanfaatkan di sektor
produktif/sektor riil (flow concept). Kemajuan sektor moneter dalam
ekonomi Islam tidak bisa dilepaskan dari kemajuan sektor riil melalui
penyediaan uang guna pembiayaan perekonomian yang tergantung pada
sektor riil. Kebijakan moneter dalam ekonomi Islam hanya bersifat
pelengkap untuk memenuhi pembiayaan sektor riil.

Perbedaan utama kebijakan moneter konvensional dan Islam adalah


Islam tidak mengakui adanya instrumen suku bunga karena jelas dalam
Alqur’an riba itu sangat dilarang atau haram. Hikmah pelarangan riba
agar terjadi hubungan partnership antara pemilik modal dan usaha secara
adil.

Sejumlah instrument kebijakan moneter konvensional menurut


sejumlah pakar ekonomi Islam seperti Reserve Requirement, overall and
selecting credit ceiling, moral suasion and change in monetary base,
equity based type of securities.masih dapat digunakan untuk mengontrol
uang dan kredit, sepanjang sesuai dengan prinsip transaksi syariah antara
lain adalah Wadiah, Musyarakah, Mudharabah, Ar-Rahn, maupun Al-Ijarah.

B. Saran

Dalam penulisan makalah ini tentunya sangat jauh sekali dari kata
sempurna dan sangat dekat dengan banyaknya kesalahan dan
kekurangan. Untuk itu demi untuk perbaikan di masa yang akan datang
dan sebagai koreksi, kritik dan saran sangat di perlukan demi kebaikan di
masa yang akan datang.

37
DAFTAR PUSTAKA

Suherman Rosyidi. Pengantar Teori Ekonomi. 2011. Jakarta: Raja Grafindo


Persada

Rahayu, Ani Sri. Pengantar Kebijakan Fiskal. 2010. Jakarta: PT. Bumi
Aksara

Istanto, Ahmad. Kebijakan Fiskal Pada Awal Pemerintahan Islam, 2013,


Jakarta

Perwataatmajda, Karnaen A. 2006. Sejarah Pemikiran Eonomi Islam.


Diktat Kuliah. Jakarta: Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

A. Karim, Adiwarman, 2007, Ekonomi Makro Islami, Jakarta : PT Raja


Grafindo Persada

Paul A. Samuelson & William D.Nordhaus, Ekonomi edisi 12

Colin Rogers, Money, Interest and Capital

Drs. Muhammad M.Ag., Kebijakan Fiskal dan Moneter Dalam Ekonomi


Islami

38
39

Anda mungkin juga menyukai