Anda di halaman 1dari 22

KEBIJAKAN FISKAL DAN DISTRIBUSI EKONOMI DALAM ISLAM

MAKALAH
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas kelompok mata kuliah Ekonomi
Makro Islam II Dosen pengampu Herlan Firmansyah, M.Pd., ME

Disusun oleh kelompok 2:

Andriana Rustaman (6020216005)


Emma fatmawati (1030.01.02.15.023)
Ilham Muhammad (1030.01.02.15.032)
Khalit Hilmansyah (1030.01.02.15.038)
Novia Yuliany (1030.01.02.15.050)
Pina Depiani (1030.01.02.15.056)
Ripa Audina C (1030.01.02.15.065)

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

UNIVERSITAS SURYAKANCANA

2018M/1439H

KATA PENGANTAR
Dengan mengucap syukur alhamdulillah atas kehadirat Allah swt yang
telah memberikan rahmat dan karunianya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Kebijakan Fiskal dan Distribusi
Ekonomi Dalam Islam”.
Penyusunan makalah ini adalah salah satu syarat untuk memenuhi tugas
mata kuliah Ekonomi Makro Islam II.
Makalah ini dapat dibuat dan di selesaikan dengan adanya bantuan dari
pihak pembimbing materi maupun teknis, oleh karena itu kami mengucapkan
banyak terima kasih kepada :
1. Bapak Herlan Firmansyah S.Pd., M.Pd, ME Selaku dosen mata kuliah yang
telah membimbing dalam pembuatan makalah ini.
2. Kedua orang tua yang selalu memberikan do’a dan dorongan kepada kami.
3. Dan kepada semua pihak yang telah membantu proses penyusunan makalah
ini sehingga selesai dengan baik.

Cianjur, 13 April 2018

Penyusun

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ................................................................................ i

DAFTAR ISI .............................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN .......................................................................... 1

A. Latar Belakang ...................................................................................... 1


B. Rumusan Masalah ................................................................................. 2
C. Tujuan dan Manfaat .............................................................................. 2
D. Sistematika Penulisan Makalah ............................................................ 3

BAB II PEMBAHASAN ........................................................................... 4

A. Pengertian Kebijakan Fiskal ................................................................. 4


B. Fungsi Kebijakan Fiskal ........................................................................ 4
C. Instrumen Kebijakan Fiskal .................................................................. 7
D. Jenis Kebijakan Fiskal .......................................................................... 7
E. Kebijakan Fiskal Dan Distribusi Ekonomi Dalam Islam ...................... 10
F. Instrumen Kebijakan Fiskal Islami ....................................................... 15

BAB III SIMPULAN ................................................................................ 19

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 20

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kebijakan fiskal merujuk pada kebijakan yang dibuat pemerintah
untuk mengarahkan ekonomi suatu negara melalui pengeluaran dan
pendapatan (berupa pajak) pemerintah. Kebijakan fiskal berbeda dengan
kebijakan moneter, yang bertujuan men-stabilkan perekonomian dengan cara
mengontrol tingkat bunga dan jumlah uang yang beredar.
Instrumen utama kebijakan fiskal adalah pengeluaran dan pajak. Dari
sisi pajak jelas jika menubah tarif pajak yang berlaku akan berpengaruh pada
ekonomi. Jika pajak diturunkan maka kemampuan daya beli masyarakat akan
meningkat dan industri akan dapat meningkatkan jumlah output. Sebaliknya
kenaikan pajak akan menurunkan daya beli masyarakat serta menurunkan
output industri secara umum.
Kebijakan fiskal yang dilakukan pemerintah merupakan kebijakan
didalam bidang perpajakan (penerimaan) dan pengeluarannya, Kedua
kebijakan ini merupakan wahana utama bagi peran aktif pemerintah dibidang
ekonomi. Pada dasarnya sebagian besar upaya stabilisasi makro ekonomi
berfokus pada pengendalian atau pemotongan anggaran belanja pemerintah
dalam rangka mencapai keseimbangan neraca anggaran.
Oleh karena itu, setiap upaya mobilisasi sumber daya untuk
membiayai pembangunan publik yang penting hendaknya tidak hanya
difokuskan pada sisi pengeluaran saja, tetapi juga pada sisi penerimaan
pemerintah. Pinjaman dalam dan luar negeri dapat digunakan untuk menutupi
kesenjangan tabungan.
Dalam jangka panjang, salah satu potensi pendapatan yang tersedia
bagi pemerintahan untuk membiayai segala usaha pembangunan adalah
penggalakan pajak. Selain itu, sebagai akibat ketiadaan pasar-pasar uang
domestik yang terorganisir dan terkontrol dengan baik, sebagian besar
pemerintahan negara-negara dunia ketiga memang harus mengandalkan
langkah-langkah fiskal dalam rangka mengupayakan stabilisasi perekonomian
nasional dan memobilisasikan sumber-sumber daya (keuangan) domestik.
Kebijakan fiskal Islam dibahas terutama dalam kerangka keadilan
distributif Islam. Yang pastinya, keadilan distributif bukan satu-satunya
tujuan bahwa dengan kebijakan fiskal mampu mencapai keadilan tersebut.
Dan kebijakan fiskal bukan satu-satunya cara memastikan keadilan distributif
dalam masyarakat Islam.
Untuk itu, dibutuhkan suatu kebijakan yang disebut sebagai kebijakan
fiskal untuk menyesuaikan pengeluaran dengan penerimaan negara.
Penyesuaian antara pengeluaran dan penerimaan mengakibatkan ekonomi
stabil yang terlihat dari laju pertumbuhan ekonomi yang layak tanpa adanya
pengangguran dan kestabilan harga-harga umum.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan kebijakan fiskal?
2. Apa fungsi dari kebijakan fiskal?
3. Bagaimana instrumen kebijakan fiskal?
4. Apa saja jenis kebijakan fiskal?
5. Bagaimana kebijakan fiskal dan distribusi ekonomi dalam islam?
6. Bagaimana instrumen kebijakan fiskal islam?

C. Tujuan dan Manfaat


1. Tujuan:
a. Untuk mengetahui kebijakan fiskal
b. Untuk mengetahui fungsi kebijakan fiskal
c. Untuk mengetahui instrumen kebijakan fiskal
d. Untuk mengetahui jenis kebijakan fiskal
e. Untuk mengetahui kebijakan fiskal dan distribusi ekonomi dalam
islam
f. Untuk mengetahui instrumen kebijakan fiskal islam

2. Manfaat:
a. Manfaat Teoritis
Mengembangkan wawasan keilmuan tentang Ekonomi Makro
khususnya pada kajian Kebijakan Fiskal dan Distribusi Ekonomi
Dalam Islam

b. Manfaat Praktis
Menjadi referensi bagi mahasiswa tentang Ekonomi makro pada
kajian Kebijakan Fiskal dan Distribusi Ekonomi Dalam islam

D. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan makalah ini disusun dalam tiga BAB, diantaranya :
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini menguraikan masalah yang akan dibahas meliputi latar
belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat makalah, serta
sistematika pembahasan.
BAB II PEMBAHASAN
Bagian ini memuat uraian tentang hasil kajian penulis dalam
mengeksplorasi jawaban terhadap masalah yang diajukan juga dilengkapi
oleh data pendukung yang relevan dengan bahasan “Kebijakan Fiskal dan
Distribusi Ekonomi Dalam islam”.
BAB III PENUTUP
Bagian ini yang mengacu kepada permasalahan yang diajukan dalam
bagian pendahuluan.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Kebijakan Fiskal

Menurut Naf’an (2014: 167) kebijakan fiskal adalah suatu kebijakan


ekonomi dalam rangka mengarah kondisi perekonomian untuk menjadi lebih
baik dengan jalan mengubah penerimaan dan pengeluaran pemerintah. Dari
sisi pajak jelas jika mengubah tarif pajak yang berlaku akan berpengaruh pada
ekonomi. Jika pajak diturunkan maka kemampuan daya beli masyarakat
meningkat dan industri akan dapat meningkatkan jumlah output. Sebaliknya
kenaikan pajak akan menurunkan daya beli masyarakat serta menurunkan
output industri secara umum. Dalam litelatur klasik, terdapat beberapa
perbedaan pandangan mengenai kebijakan fiskal, terutama menurut teori
Keynes dan teori klasik tradisional. Pada prinsipnya Kenynes berpendapat
bahwa kebijakan fiskal lebih besar pengaruh terhadap output dari pada
kebijakan moneter. Hal ini didasarkan atas pendapatnya bahwa, pertama
elastisitas permintaan uang terhadap tingkat bunga kecil sekali (extrim-nya
nol) sehingga kurva IS tegak. Kebijakan fiskal yang ekspansif akan
menggeser kurva IS ke kanan sehingga output meningkat. Sedangkan
ekspansi moneter dengan penambahan jumlah uang beredar pada kurva IS
yang tetaap tidak akan berpengaruh terhadap output. Hal ini menunjukan
bahwa kebijakan fiskal akan lebih efektif dibandingkan dengan kebijakan
moneter.

B. Fungsi Kebijakan Fiskal


Menurut Naf’an (2014: 168) tujuan-tujuan spesifik dari kebijakan
fiskal antara lain :
1. Koreksi atas ketidakseimbangan sementara
2. Stimulasi terhadap pertumbuhan ekonomi
3. Redistribusi pendapatan

Dengan berbagai tujuan spesifik tersebut, maka secara bersamaan


terdapat kebijakan fiskal jangka pendek atau stabilisasi, dan kebijakan fiskal
jangka panjang. Hal ini terutama karena didalam kenyataan, kebanyakan dari
langkah-langkah kebijakan fiskal jangka pendek juga mempunyai
konsekuensi jangka panjang, dan dengan cara yang sama berbagai langkah
kebijakan fiskal jangka panjang juga mempunyai implikasi-implikasi jangka
pendek. Berdasarkan berbagai tujuan tersebut, terdapat tiga aktivitas utama
dari otoritas fiskal yang mencerminkan fungsi-fungsi spesifik dari kebijakan
fiskal. Ketiga spesifik dari kebijakan fiskal itu adalah fungsi alokasi,
distribusi, dan stabilisasi (Musgrave: 1959). Ketiga cabang ekonomi dari
pemerintah (Musgrave) adalah sebagai berikut :

1. Stabilisasi
Tanggung jawabnya adalah menjamin perekonomian tetap pada
kesempatan kerja penuh (full employment) dengan harga yang stabil.
2. Alokasi
Pemerintah melakukan intervensi terhadap perekonomian dalam
mengalokasikan sumber daya ekonominya. Intervensi pemerintah ini dapat
dilakukan dengan secara langsung membeli barang-barang seperti
pertahanan dan pendidikan, dan secara tidak langsung melalui berbagai
pajak dan subsidi-subsidi, yang mendorong berbagai aktivitas atau
menghambat aktivitas-aktivitas lainnya.
3. Distribusi
Berkaitan dengan bagaimana barang-barang yang diproduksi oleh
masyarakat didistribusikan diantara anggota-anggotanya, berkaitan dengan
isu-isu seperti pemerataan, dan trade-offs antara pemerataan dan efesiensi.
Namun demikian, fungsi kebijakan fiskal lebih jelas ketika meminimalisir
volalitas atau fluktuasi siklus bisnis, dimana fungsi “stabilisasi” sangat
dibutuhkan perekonomian. Tujuan utama dari fungsi stabilisasi kebijakan
fiskal adalah memelihara tingkat pendapatan nasional aktual mendekati
potensialnya. Dengan tujuan seperti itu, maka “kebijakan stabilisasi”
seringkali dimaknai sebagai manipulasi dari permintaan agregat agar pada
saat yang sama mencapai full employment dan stabilisasi harga (price
stability).

Kebijakan fiskal bekerja dengan dua langkah kebijakan (policy


measures) dalam membantu upaya menstabilakan siklus bisnis atau fluktuasi
ekonomi, yaitu :

1. Melalui stabilisator otomatis (automatic stabilizer), yang muncul dari


bagian sistem fiskal yang secara alamiah berbeda dengan perubahan pada
kegiatan ekonomi
2. Melalui kebijakan fiskal diskresioner, yang melibatkan perubahan aktif
pada kebijakan yang berdampak pada pengeluaran pemerintah, pajak dan
transfer, dan sering dilakukan untuk alasan di luar stabilisasi

Oleh karena itu, dalam menilai dampak kebijakan fiskal atau posisi
anggaran dalam merespon siklus bisnis atau fluktuasi ekonomi, baik dalam
masa boom ataupun pada masa resesi, perlu pembedaan antara sifat-sifat
otomatis yang melekat pada sistem fiskal (baik pajak maupun belanja) yang
dikenal sebagai “automatic stabilisers” (stabilisator otomatis) dengan
“discretionary actions” (tindakan-tindakan diskresioner) atau “fiscal
impluse” (impuls fiskal).
Stabilisator atau perubahan-perubahan otomatis adalah perubahan-
perubahan dalam pengeluaran pemerintah (G) dan penerimaan pajak (T)
yang merupakan hasil dari fleksibilitas otomatis dari sistem fiskal (the built-
in flexibility of the fiscal system). Sebagai misal, ketika pendapatan menurun
dan perekonomian berada dalam resesi, penerimaan pajak secara otomatis
menurun dan pengeluaran pemerintah untuk kompensasi pengangguran
secara otomatis meningkat.

C. Instrumen Kebijakan Fiskal


Menurut Naf’an (2014: 170) kebijakan fiskal adalah suatu kebijakan
ekonomi untuk mengarahkan kondisi perekonomian untuk menjadi lebih baik
dengan mengubah penerimaan dan pengeluaran pemerintah. Analog dengan
cara kerja kebijakan moneter dalam mengatur jumlah uang yang beredar,
kebijakan fiskal mengatur pendapatan dan belanja pemerintah, sedangkan bila
kebijakan moneter dengan mengelola permintaan-penawaran uang.
Instrumen kebijakan fiskal adalah penerimaan dan pengeluaran
pemerintah yang tertuang dalam APBN sebagai suatu rencana operasi
keuangan pemerintah.
1. Peningkatan penerimaan karena perubahan tarif pajak akan berpengaruh
pada ekonomi
2. Pengeluaran pemerintah akan berpengaruh pada stimulasi pada
perekonomian melalui dampaknya terhadap sisi pengeluaran agregat
3. Politik anggaran (surplus, berimbah atau defisit) sebagai respon atas
suatu kondisi, serta
4. Strategi pembiayaan dan pengelolaan hutang

D. Jenis Kebijakan Fiskal

Menurut Naf’an (2014: 171) dari sudut ekonomi makro maka


kebijakan fiskal dapat dibedakan menjdi dua yaitu Kebijakan Fiskal
Ekspansif adalah suatu kebijakan ekonomi dalam rangka mengarah kondisi
perekonomian untuk menjadi lebih baik dengan jalan mengubah penerimaan
dan pengeluaran pemerintah, pada saat munculnya kontraksional gap.
Kontraksional gap adalah suatu kondisi dimana Output Potensial (Y) lebih
tinggi dibandingkan dengan Output Actual (Y1). Pada saat terjadi
kontraksional gap ini kondisi perekonomian ditandai oleh tingginya tingkat
pengangguran dimana U actual > U alamiah.

Kebijakan ekspansif dilakukan dengan cara menaikan pengeluaran


pemerintah (G) atau menurunkan pajak (T) untuk meningkatkan output (Y),
adapun mekanisme peningkatan pengeluaran pemerintah ataupun penurunan
pajak (T) terhadap output adalah sebagai berikut, pada grafik maka dapat
dijelaskan bahwa disaat pengeluaran pemerintah (∆G) naik atau selisih pajak
(∆T) turun maka akan menggeser kurva pengeluaran agregat keatas sehingga
pendapatan akan naik dari (Y1) menjadi (Yf).

Gambar 2.1

Kebijakan Fiskal Ekspansif

Sumber: Naf’an (2014: 172)


Kebijakan Fiskal Kontraktif adalah kebijakan pemerintah dengan cara
menurunkan belanja negara dan menaikan tingkat pajak. Kebijakan ini
bertujuan untuk menurunkan daya beli masyarakat dan mengatasi inflasi.
Kebijakan pemerintah untuk membuat pemasukannya lebih besar daripada
pengeluarannya. Baiknya politik anggaran surplus dilaksanakan ketika
perekonomian pada kondisi yang ekspansi yang mulai memanas
(overheating) untuk menurunkan tekanan permintaan. Pada saat munculnya
ekpansionary gap. Ekspansionary gap adalah suatu kondisi dimana output
potensional (Y) lebih kecil dibandingkan dengan output Actual (Y1). Adapun
mekanisme penurunan pengeluaran pemerintah (G) ataupun kenaikan pajak
(T) terhadap output (Y) adalah sebagai berikut, secara grafik kebijakan fiskal
kontraktif diagram pada gambar 2.2

Gambar 2.2

Kebijakan Fiskal Kontraktif

Sumber: Naf’an (2014: 173)

Pada gambar 2.2 dapat dijelaskan bahwa disaat pengeluaran


pemerintah (∆G) turun atau selisih pajak (∆T) naik maka akan menggeser
kurva pengeluaran agregat kebawah sehingga pendapatan akan turun dari (Y1)
menjadi (Yf).

Perubahan pengeluaran pemerintah atau penurunan pajak adalah


sebesar multipliernya. Secara grafik maka pergeseran tersebut dapat dilihat
pada gambar 2.3

Kenaikan dalam pengeluaran pemerintah (G) menggeser kurva IS dari


ISº ke IS¹. Kenaikan pengeluaran pemerintah meningkatkan pengeluaran yang
direncanakan. Pada tingkat bunga tertentu, pergeseran dalam pengeluaran
yang direncanakan sebesar ∆G menyebabkan kenaikan dalam pendapatan
nasional Y sebesar ∆G/ (1-MPC) sehingga kurva IS bergeser ke IS¹.

Gambar 2.3

Kurva Pergeseran Kurva IS


Sumber: Naf’an (2014: 174)

E. Kebijakan Fiskal Dan Distribusi Ekonomi Dalam Islam


Menurut Naf’an (2014: 174) dalam sistem Ekonomi Islam, kebijakan
fiskal merupakan suatu kewajiban negara dan menjadi hak rakyat, sehingga
kebijakan fiskal bukanlah semata-mata sesuai kebutuhan untuk perbaikan
ekonomi maupun untuk peningkatan kesejahteraan rakyat. Juga kebijakan
fiskal dalam Sistem Ekonomi Islam tidak bertumpu pada pertumbuhan
ekonomi seperti dalam Sistem Ekonomi Islam Konvensional tetapi mengacu
pada penciptaan mekanisme distribusi ekonomi yang adil, karena hakikat
permasalahan ekonomi yang melanda umat manusia adalah berasal dari
bagaimana distribusi harta di tengah-tengah masyarakat terjadi.
Distribusi merupakan proses penyaluran hasil produksi berupa barang
dan jasa dari produsen ke konsumen guna memenuhi kebutuhan manusia,
baik primer maupun sekunder. Distribusi merupakan faktor yang tidak dapat
dipisahkan dari sistem ekonomi modern, karena dengan distribusi yang baik
tersebut dapat tercipta keadilan sosial dalam bidang ekonomi, dari proses
inilah semua kebutuhan masyarakat dapat terpenuhi, akan tetapi pada proses
ini pula banyak terjadi penyalahgunaan wewenang dan sebagainya sehingga
faktor ekonomi tersebut tidak merata atau tepat sasaran.
Secara umum Islam mengarahkan mekanisme berbasis moral dalam
pemeliharaan keadilan sosial dalam bidang ekonomi, sebagai dasar
pengambilan keputusan dalam bidang distribusi, sebagaimana telah diketahui
bahwasanya Nabi Muhamad SAW terlahir dari keluarga pedagang dan
beristrikan seorang pedangan (siti khatijah) dan beliau berdagang sampai
negeri syiria, saat beliau belum menikah dengan khatijah beliau merupakan
salah satu bawahan siti khatijah yang paling dikagumi oleh siti khatijah pada
masa itu karena teknik pemasaran beliau. Pada saat itu Nabi Muhamad SAW
telah mengajarkan dasar-dasar nilai pendistribusian yang benar yaitu dengan
kejujuran dan ketekunan.

Adapun landasan-landasan dalam hal distribusi dalam islam antara


lain sebagai berikut:
1. Tauhid
Yaitu konsep ketuhanan yang maha esa, yang tidak ada yang wajib
di sembah kecuali Allah dan tidak ada pula yang menyekutukannya,
konsep ini menjadi dasar segala sesuatu karena dari konsep inilah manusia
menjalankan fungsinya sebagai hamba yang melakukan apa yang
diperintahkannya dan menjauhi larangannya. Hal ini ditegaskan dalam
firman Allah SWT QS Al-Zumar ayat 38 yang artinya: “dan
sesungguhnya jika kamu bertanya kepada mereka: “siapakah yang
menciptakan langit dan bumi?”” niscaya mereka akan menjawab,
“Allah”. Katakanlah :”maka terangkan padaku tentangb apa yang kamu
seru selain Allah, jika Allah hendak mendatangkan
kemadharatankepadaku, apakah berhala-berhala itu akan menghilangkan
kemadharatan itu, atau jika Allah akan memberikan rahmat kepadaku,
apakah mereka dapat menahan rahmatnya?”, katakanlah: “cukuplah
Allah bagiku.” (QS Al-Zumar: 38)
2. Adil
Menurut bahasa adalah “wadh’u syaiin ‘ala mahaliha” yaitu
meletakan sesuatu pada tempatnya, konsep keadilan haruslah diterapkan
dalam mekanisme pasar untuk menghindari kecurangan yang dapat
mengakibatkan kedzaliman bagi satu pihak. Fiman Allah dalam surat al-
Muthafifin ayat 1-3 yang artinya:“kecelakaan besarlah bagi orang-orang
curang, yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka meminta
dipenuhi, apabila mereka menakar untuk orang lain mereka kurangi”
3. Kejujuran dalam bertransaksi
Syariat islam sangat konsen terhadap anjuran dalam berpegang
teguh terhadap nilai-nilai kejujuran dalam bertransaksi. Firman Allah
dalam surah al-Ahzab ayat 70 dan 71: Maksudnya: "Wahai orang-orang
yang beriman, bertakwalah kepada Allah, dan katakanlah perkataan yang
tepat – benar (dalam segala perkara). Supaya Ia memberi taufik dengan
menjayakan amal-amal kamu, dan mengampunkan dosa-dosa kamu".

Adapun bentuk-bentuk distribusi yang dilarang oleh islam yaitu


sebagai berikut :
1. Penimbunan
Di dalam islam melarang penimbunan atau hal-hal yang
menghambat pendistribusian barang sampai ke konsumen.menimbun
adalah membeli barang dalam jumlah yang banyak kemudian
menyimpannya dengan maksud untuk menjualnya dengan harga
tinggi.Penimbunan dilarang dalam islam hal ini dikarenakan agar supaya
harta tidak hanya beredar di kalangan orang-orang tertentu. Seperti dalam
sebuah hadits: Artinya:”siapa saja yang melakukan penimbunan untuk
mendapatkan harga yang paling tinggi,dengan tujuan mengecoh orang
islam maka termasuk perbuatan yang salah” (H.R Ahmad)
Hadits tersebut mengisyaratkan bahwa perbuatan yang salah yaitu
menyimpang dari peraturan jual-beli atau perdagangan dalam system
ekonomi islam yang berdasarkan al-quran dan hadits.Dalam hadits itu
tidak ditentukan jenis barang yang dilarang ditimbun.Akan tetapi hadits
lain yang segaris menyatakan bahwa barang yang dilarang ditimbun adalah
makanan.muncul pebedaan pendapat dikalangan ulama tentang jenis
barang yang dilarang ditimbun.menurut al-syafi”iyah dan
Hanabilah,barang yang dilarang ditimbun adalah kebutuhan primer .Abu
yusuf berpendapat bahwa barang yang dilarang ditimbun adalah semua
barang yang dapat menyebabkan kemadaratan orang lain,termasuk emas
dan perak.
Para ulama fiqh berpendapat bahwa penimbunan diharamkan
apabila:
a. Barang yang ditimbun melebihi kebutuhannya
b. Barang yang ditimbun dalam usaha menunggu saat naiknya
harga, misalnya emas dan perak
c. Penimbunan dilakukan disaat masyarakat membutuhkan,misalnya
bahan bakar minyak dll.
Adapun mengenai waktu penimbunan tidak terbatas,dalam waktu
pendek maupun panjang jika dapat menimbulkan dampak ataupun 3
syarat tersebut diatas terpenuhi maka haram hukumnya.
Rasullulah bersabda dalam sebuah hadits sohih
yang Artinya: “Dari ibnu umar dari nabi:”Barang siapa Menimbun
makanan 40 malam maka ia terbebas dari rahmad Allah,dan Allah bebas
darinya.Barang siapa yang keluar rumah pagi-pagi dan dari kalangan
mereka ada yang dalam keadaan lapar maka tanggungan Allah juga lepas
dari mereka”.
Pada dasarnya nabi melarang menimbun barang pangan selama 40
hari,biasanya pasar akan mengalami fluktuasi jika sampai 40 hari barang
tidak ada dipasar karena ditimbun,padahal masyarakat sangat
membutuhkannya.bila penimbunan dilakukan beberapa hari saja sebagai
proses pendistribusian barang dari produsen ke konsumen,maka belum di
anggap sebagai sesuatu yang membahayakan.Namun bila bertujuan
menungu saatnya naik harga sekalipun hanya satu hari maka termasuk
penimbunan yang membahayakan dan tentu saja diharamkan.
2. Monopoli
Pasar monopoli (dari bahasa Yunani: monos, satu + polein,
menjual) adalah suatu bentuk pasar di mana hanya terdapat satu penjual
yang menguasai pasar. Penentu harga pada pasar ini adalah seorang
penjual atau sering disebut sebagai "monopolis".
Sebagai penentu harga (price-maker), seorang monopolis dapat
menaikan atau mengurangi harga dengan cara menentukan jumlah barang
yang akan diproduksi; semakin sedikit barang yang diproduksi, semakin
mahal harga barang tersebut, begitu pula sebaliknya. Walaupun demikian,
penjual juga memiliki suatu keterbatasan dalam penetapan harga.
Ada beberapa ciri dan sifat dasar pasar monopoli. Ciri utama pasar
ini adalah adanya seorang penjual yang menguasai pasar dengan jumlah
pembeli yang sangat banyak. Ciri lainnya adalah tidak terdapatnya barang
pengganti yang memiliki persamaan dengan produk monopolis; dan
adanya hambatan yang besar untuk dapat masuk ke dalam pasar.
Hambatan itu sendiri, secara langsung maupun tidak langsung,
diciptakan oleh perusahaan yang mempunyai kemampuan untuk
memonopoli pasar. Perusahaan monopolis akan berusaha menyulitkan
pendatang baru yang ingin masuk ke pasar tersebut dengan beberapa cara;
salah satu di antaranya adalah dengan cara menetapkan harga serendah
mungkin.
Dengan menetapkan harga ke tingkat yang paling rendah,
perusahaan monopoli menekan kehadiran perusahaan baru yang memiliki
modal kecil. Perusahaan baru tersebut tidak akan mampu bersaing dengan
perusahaan monopolis yang memiliki kekuatan pasar, image produk, dan
harga murah, sehingga lama kelamaan perusahaan tersebut akan mati
dengan sendirinya.
Cara lainnya adalah dengan menetapkan hak paten atau hak
cipta dan hak eksklusif pada suatu barang, yang biasanya diperoleh
melalui peraturan pemerintah. Tanpa kepemilikan hak paten, perusahaan
lain tidak berhak menciptakan produk sejenis sehingga menjadikan
perusahaan monopolis sebagai satu-satunya produsen di pasar.

F. Instrumen Kebijakan Fiskal Islam


Menurut Naf’an (2014: 188) ada beberapa instrumen fiskal yang
menjadi alat bagi negara untuk menjalankan perekonomian menuju
kesejahteraan spiritual dam material, baik yang disyaratkan secara syariat
maupun yang dilakukan sesuai wewenang negara, seperti zakat, kharaj, jizyah
dan ushur yang bersifat wajib (Obligatory) dan infaq, shodaqoh, hibah, wakaf
yang bersifat sukarela (Volutary) sedangkan ghonimah merupakan sebuah
hasil yang bergantung pada kemenangan dari sebuah peperangan yang
dilakukan oleh negara.

Adapun penjelasannya yaitu sebagai berikut :


1. Zakat
Instrumen fiskal yang menjadi syarat secara syariah adalah
mekanisme zakat. Zakat menjadi sistem yang wajib (obligatory zakat
system) bukan sistem yang sukarela (volutary zakat system). Konseskuensi
dari sistem ini adalah wujudnya institusi negara yang bernama Baitul Mal
(Treasury House). Fungsi pertama dari negara Islam adalah menjamin
terpenuhinya kebutuhan hidup minimal (guarantee of a minimal level of
living).
Zakat dapat digunakan sebagai perisai terakhir bagi perekonomian
agar tidak terpuruk pada kondisi krisis diaman kemampuan konsumsi
mengalami stagnasi (underconsumption). Zakat memungkinkan
perekonomian terus berjalan pada tingkat minumum, akibat penjaminan
konsumsi kebutuhan dasar negara melalui Baitul Mal menggunakan
akumulasi dana zakat. Bahkan Metwally mengungkapkan bahwa zakat
berpengaruh positif pada ekonomi, karena instrumen zakat akan
mendorong investasi dan menekan penimbunan uang (harta). Sehingga
zakat memiliki andil dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi secara
Makro.
2. Kharaj
Kharaj merupakan pajak khusus yang diberlakukan negara atas
tanah produktif yang dimiliki rakyat. Besarnya pajak jenis ini menjadi hak
Negara dalam penentuannya. Dan negara sebaiknya menentukan besarnya
pajak ini berdasarkan kondisi perekonomian yang ada.
3. Jizyah
Jizyah (poll tax) merupakan pajak yang hanya diperuntukan bagi
warga negara bukan muslim yang mampu. Berdasarkan banyak litelatur
klasik ekonomi Islam, pajak jenis ini deikenakan pada warga non muslim
laki-laki. Bagi yang tidak mampu seperti mereka yang uzur, cacat dan
mereka yang memiliki kendala dalam ekonomi akan terbebas dari
kewajiban ini. Hal ini berkaitan erat dengan fungsi pertama dari Negara
yaitu untuk memenuhi kebutuhan minimal rakyatnya. Jadi pemenuhan
kebutuhan tidak terbatas hanya pada penduduk muslim saja.
4. ‘Ushur
‘Ushur merupakan pajak khusus yang dikenakan atas barang niaga
yang masuk ke Negara Islam (impor). Menurut Umar bin Khattab,
ketentuan ini berlaku sepanjang ekspor Negara Islam kepada Negara yang
sama juga dikenakan pajak ini.
5. Infaq, Shadaqah-Wakaf
Merupakan pemberian sukarela dari rakyat demi kepentingan umat
untuk mengharapkan ridho Allah SWT semata. Pada kondisi keimanan
rakyat yang begitu baik maka dapat saja (besar kemungkinannya)
penerimaan negara yang berasal dari variabel wajib, sepanjang faktor-
faktor produksi digunakan pada tingkat yang maksimal.
6. Ghonimah
Merupakan pendapatan Negara yang didapat dari kemenangan
perang. Penggunaan uang yang berasal dari ghonimah ini, ada
ketentuannya dalam Al-Qur’an. Distribusi ghanimah empat perlimanya
diberikan kepada prajurit yang bertempur (mujahidin), sementara
seperlimanya adalah khums, yaitu sesuai dalam Al-Qur’an surat Al-Anfal :
41 yang artinya:
“ketahuilah, Sesungguhnya apa saja yang dapat kamu pereoleh sebagai
rampasan perang, Maka sesungguhnya seperlima untuk Allah, rasul,
kerabat rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan ibnussabil, jika
kamu beriman kepada Allah dan kepada apa yang kamu turunkan kepada
hamba kami (Muhammad) di hari furqaan, yaitu di hari bertemunya dua
pasukan, dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.”
7. Fay’
Yaitu harta kekayaan negara musuh yang telah dikalahkan (di dapat
bukan melalui peperangan atau di medan perang), yang kemudian dimiliki
dan dikelola oleh negara islam.

8. Pajak Khusus (Nawaib)


Pajak ini penentuan pemungutannya (keberadannya) tergantung
kondisi perekonomian negara (sifatnya sementara) dan menjadi hak
prerogrative.
9. Lain – lain
Penerimaan negara dapat juga bersumber dari variabel seperti
warisan yang memiliki ahli waris, hasil sitaan, denda, hibah atau hadiah
negara sesama Islam, hima dan bantuan-bantuan lain yang sifatnya tidak
mengikat baik dari negara luar maupun lembaga-lembaga keuangan dunia.
Setiap tahun pemerintah membuat Rencana Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara (RAPBN) yang diajukan kepada undang-undang
APBN. RAPBN itu berisikan berbagai rencana kebijakan yang intinya
adalah kebijakan fiskal. Kebijakan fiskal itu sendiri adalah suatu kebijakan
yang meliputi kegiatan penerimaan dan pengeluaran negara yang
digunakan oleh pemerintah untuk menjaga stabilitas ekonomi serta
mendorong pertumbuhan ekonomi.

BAB III
SIMPULAN

1. kebijakan fiskal adalah suatu kebijakan ekonomi dalam rangka mengarah


kondisi perekonomian untuk menjadi lebih baik dengan jalan mengubah
penerimaan dan pengeluaran pemerintah.
2. Fungsi kebijakan fiskal:
a. Koreksi atas ketidakseimbangan sementara
b. Stimulasi terhadap pertumbuhan ekonomi
c. Redistribusi pendapatan
3. Instrumen kebijakan fiskal adalah penerimaan dan pengeluaran pemerintah
yang tertuang dalam APBN sebagai suatu rencana operasi keuangan
pemerintah.
4. Jenis kebijakan fiskal
a. Kebijakan fiskal kontaktif
b. Kebijakan fiskal ekspansif
5. Distribusi merupakan proses penyaluran hasil produksi berupa barang dan
jasa dari produsen ke konsumen guna memenuhi kebutuhan manusia, baik
primer maupun sekunder
6. Instrumen kebijakan fiskal islami:
a. Zakat
b. Kharaj
c. Jizyah
d. ‘Ushur
e. Infaq – Shodaqah – Wakaf
f. Ghonimah
g. Fay’
h. Pajak khusus
i. Lain – lain

DAFTAR PUSTAKA

Naf’an. 2014. Ekonomi Makro; Tinjauan Ekonomi Syariah. Graha Ilmu.


Yogyaarta
https://www.ekonomiislam.net/2017/02/kebijakan-fiskal-dalam-ekonomi-
islam.html (diakses pada tanggal 13 April 2018)

Anda mungkin juga menyukai