Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH

MATA KULIAH EKONOMI MONETER DAN FISKAL ISLAM


TEORI TENTANG PERAN ZISWAF DALAM PEMBENTUKAN REDISTRIBUTIVE
JUSTICE NEGARA MUSLIM

Disusun Oleh :
Diky Tri Utomo

Dosen Pembimbing :
Aulia Delvina, SH, ME, Sy.

SEKOLAH TINGGI EKONOMI DAN BISNIS ISLAM


STEBI AL JABAR BANDUNG
2020

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan kekuatan dan
ketabahan bagi hamba-Nya. Serta memberi ilmu pengetahuan yang banyak agar kita tidak
merasa kesulitan. Salawat serta salam tidak lupa penulis sanjungkan kepada Nabi Besar
Muhammad SAW yang telah menyampaikan wahyu kepada hamba-Nya yang setia sampai
akhir zaman.
Makalah yang berjudul Teori tentang Peran ZISWAF dalam pembentukan redistributive
justice negara muslim ini disusun sebagai salah satu tugas mata kuliah Ekonomi Moneter dan
Fiskal Islam. Penyusunan makalah ini berdasarkan hasil studi melalui berbagai media seperti
buku, internet dan hasil pemikiran kami sebagai penulis. Harapan kami semoga makalah ini
dapat membantu menambah pengetahuan bagi para pembaca pada umumnya dan kami
sebagai penulis secara khusus. Makalah ini kami akui masih banyak kekurangan. Oleh karena
itu kami harapkan kepada pembaca untuk memberikan saran dan kritik untuk kesempurnaan
makalah ini.
Akhir kata semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua terutama bagi penulis Amin
yarobbal ‘alamiin.

Bandung, 17 Agustus 2020

( Diky Tri Utomo )

2
DAFTAR ISI

MAKALAH.....................................................................................................................................1
KATA PENGANTAR.....................................................................................................................2
DAFTAR ISI...................................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................................4
A. LATAR BELAKANG.............................................................................................................4
B. RUMUSAN MASALAH..........................................................................................................5
C. TUJUAN PENULISAN...........................................................................................................5
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................................................5
A. Distribusi Ekonomi Islam Dalam Mewujudkan Keadilan Distributif...............................5
B. Mekanisme Distribusi dalam Islam Menuju Ekonomi Islam yang Mensejahterakan.......6
C. ZISWAF ( Zakat, Infaq, Shadaqah dan Wakaf )................................................................7
a. Pengertian Zakat..............................................................................................................7
b. Dasar Hukum Zakat........................................................................................................8
c. Macam-macam Zakat......................................................................................................9
d. Syarat Zakat...................................................................................................................12
e. Prinsip Zakat.................................................................................................................12
f. Orang yang Berhak Menerima Zakat (Ashnaf)............................................................12
g. Zakat sebagai Komponen Kebijakan Fiskal Islam........................................................13
h. Posisi Zakat dalam Ekonomi Makro.............................................................................13
i. Model Pengelolaan Zakat di Negara-Negara Muslim...................................................14
D. Infaq...................................................................................................................................20
E. Shadaqah...........................................................................................................................21
a. Pengertian Shadaqah.....................................................................................................21
b. Jenis-jenis Shadaqah......................................................................................................22
c. Pahala dan Manfaat Shadaqah......................................................................................22
F. Wakaf.................................................................................................................................22
BAB III PENUTUP.......................................................................................................................27
B. Kesimpulan........................................................................................................................27
C. Saran..................................................................................................................................27
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................28

3
BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Distribusi merupakan salah satu aktivitas perekonomian manusia di samping produksi dan
konsumsi. Salah satu ajaran penting dalam Islam adalah adanya tuntunan agar manusia
berupaya menjalani hidup secara seimbang, memperhatikan kesejahteraan hidup di dunia dan
keselamatan hidup di akhirat. Di sini, al-Qur’an turut memberikan landasan bagi
perekonomian umat manusia. Dorongan al-Qur’an pada sektor distribusi telah dijelaskan pula
secara eksplisit. Ayat-ayat distribusi seperti QS. al-Anfal (8) : 1, QS. al-Hasyr (59) : 7, QS.
al-Hadid (57) : 7 dan QS. at-Taubah (9) : 60 yang didalamnya mengandung nilai larangan
keras penumpukan harta benda atau barang kebutuhan pokok pada segelintir orang saja.
Pendistribusian harta yang tidak adil dan merata akan membuat orang yang kaya bertambah
kaya dan yang miskin semakin miskin. Dengan demikian, pola distribusi harus
mendahulukan aspek prioritas berdasarkan need assessment. Nampaknya, hal inilah yang
melatarbelakangi munculnya konsep pemikiran tentang keadilan distributif dalam ekonomi
Islam.
Umumnya ada dua model pengelolaan zakat yang dikenal di dunia Muslim. Pertama
zakat dikelola oleh negara dalam sebuah departemen. Pada model ini pengumpulan dan
pendistribusian zakat ditetapkan oleh kebijakan pemerintah dengan melihat pada kebutuhan
masyarakat sehingga mirip seperti pajak yang dilakukan pada negara-negara sekuler. Sistem
pengelolaan zakat seperti ini bersifat langsung yang artinya bahwa warga masyarakat Muslim
berkewajiban membayar zakat dengan cara dipotong langsung dari harta yang dimilikinya.
Model kedua adalah zakat dikelola oleh lembaga non pemerintah (masyarakat sipil) atau semi
pemerintah dengan mengacu pada aturan yang ditetapkan oleh pemerintah. Oleh karena itu
pengelolaan zakat dilakukan oleh masyarakat sipil dengan cara sukarela dan negara hanya
bertindak sebagai fasilitator dan regulator.

4
B. RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimanakah Distribusi dalam mewujudkan keadilan ?


2. Seperti apa Mekanisme Distribusi dalam mewujudkan kesejahteraan ?
3. Bagaimanakah Pengelolaan ZISWAF di negara muslim ?

C. TUJUAN PENULISAN

1. Untuk mengetahui apa saja Distribusi dalam mewujudkan keadilan.


2. Untuk mengetahui apa saja Mekanisme Distribusi dalam mewujudkan kesejahteraan.
3. Untuk mengetahui bagaimana Pengelolaan ZISWAF di negara muslim.

5
BAB II PEMBAHASAN

A. Distribusi Ekonomi Islam Dalam Mewujudkan Keadilan Distributif


Keadilan distributif adalah prinsip utama dalam ekonomi Islam. Sistem ekonomi Islam
menghendaki bahwa dalam hal penditribusian harus didasarkan pada dua sendi yaitu
kebebasan dan keadilan. Kebebasan disini adalah kebebasan yang dibingkai oleh nilai-nilai
tauhid dan keadilan, tidak seperti pemahaman kaum kapitalis. Sedangkan keadilan dalam
pendistribusian ini tercermin dari larangan dalam QS. Al-Hasyr [59] : 7 dimana harta
kekayaan tidak hanya beredar di antara orang-orang kaya saja tetapi diharapkan dapat
memberi kontribusi kepada kesejahteraan masyarakat sebagai suatu keseluruhan. Oleh karena
itu dalam sistem ekonomi Islam, penumpukan kekayaan oleh sekelompok orang harus
dihindarkan dan langkah-langkah dilakukan secara otomatis untuk memindahkan aliran
kekayaan kepada masyarakat yang lemah.
Islam memandang pula bahwa pemahaman materi adalah segalanya bagi kehidupan.
Namun itu merupakan pemahaman yang keliru, sebab manusia selain memiliki dimensi
material juga memiliki dimensi non material (spiritual). Dalam ekonomi Islam, kedua
dimensi tersebut (material dan spiritual) termasuk didalamnya, sebagaimana tercermin dari
nilai dasar (value based) yang terangkum dalam empat aksioma sebagaimana dikemukakan
oleh Naqvi diantaranya :
1) Penekanan Islam terhadap kesatuan/tauhid (unity) merupakan dimensi vertikal yang
menunjukkan bahwa petunjuk (hidayah) yang benar berasal dari Allah SWT. Hal ini
dapat menjadi pendorong bagi integrasi sosial karena semua manusia dipandang sama
di hadapan Allah SWT. Manusia juga merdeka karena tidak seorangpun berhak
memperbudak sesamanya. Kepercayaan ini diyakini seluruh umat Islam sehingga
dapat mendorong manusia dengan sukarela melakukan tindakan sosial yang
bermanfaat.
2) Dimensi horizontal Islam yaitu keseimbangan (equilibrium) yang menuntut
terwujudnya keseimbangan masyarakat dimnan adanya kesejajaran atau kesimbangan
yang merangkum sebagian besar ajaran etik Islam di antaranya adalah pemerataan
kekayaan dan pendapatan, keharusan membantu orang yang miskin dan
membutuhkan, keharusan membuat penyesuaian dalam spektrum hubungan distribusi,
produksi dan konsumsi, dan sebagainya. Prinsip ini menghendaki jalan lurus dengan
menciptakan tatanan sosial yang menghindari perilaku ekstrimitas.
3) Kebebasan (free will) yaitu kebebasan yang dibingkai dengan tauhid yang artinya
manusia bebas tidak sebebas-bebasnya tetapi terikat dengan batasan-batasan yang
diberikan Allah. Kebebasan manusia untuk menentukan sikap baik dan jahat
bersumber dari posisi manusia sebagai wakil (khalifah) Allah di bumi dan posisinya
sebagai makhluk yang dianugerahi kehendak bebas.
4) Tanggung jawab (responsibility) sebagai komitmen mutlak terhadap upaya
peningkatan kesejahteraan sesama manusia. Berkenaan dengan teori distribusi dalam
sistem ekonomi pasar (kapitalis) dilakukan dengan cara memberikan kebebasan
memiliki dan kebebasan berusaha bagi semua individu masyarakat sehingga setiap
individu masyarakat bebas memperoleh kekayaan sejumlah yang ia mampu dan sesuai
dengan faktor produksi yang dimilikinya dengan tidak memperhatikan apakah

6
pendistribusian tersebut adil dan merata dirasakan oleh semua individu masyarakat
atau hanya dirasakan segelintir orang saja. Teori yang diterapkan sistem ekonomi
pasar (kapitalis) ini termasuk dzalim dalam pandangan ekonomi Islam sebab teori ini
berimplikasi pada penumpukan harta kekayaan pada sebagian kecil pihak saja. Hal ini
berbeda dengan sistem ekonomi Islam yang sangat melindungi kepentingan setiap
warganya, baik yang kaya maupun yang miskin dengan memberikan tanggung jawab
moral terhadap si kaya untuk memperhatikan si miskin. Dalam al-Qur’an disebutkan
keadilan adalah tujuan universal yang ingin dicapai dalam keseimbangan yang
sempurna (perfect equilibrium).

B. Mekanisme Distribusi dalam Islam Menuju Ekonomi Islam yang Mensejahterakan


Upaya untuk merealisasikan kesejahteraan dan keadilan distributif tidak dapat bertumpu
pada mekanisme pasar saja. Karena mekanisme pasar yang mendasarkan pada sistem harga
atas dasar hukum permintaan dan penawaran tidak dapat menyelesaikan dengan baik
penyediaan barang publik, eksternalitas, keadilan, pemerataan distribusi pendapatan dan
kekayaan. Dalam realitas, pasar juga tidak dapat beroperasi secara optimal karena tidak
terpenuhinya syarat-syarat pasar yang kompetitif, informasi asimetri, hambatan perdagangan,
monopoli, penyimpangan distribusi, dan lain-lain. Untuk itu diperlukan adanya peran
pemerintah dan masyarakat untuk bersama-sama mewujudkan kesejahteraan.
Mekanisme sistem distribusi ekonomi Islam dapat dibagi menjadi dua yaitu mekanisme
ekonomi dan mekanisme non-ekonomi. Mekanisme ekonomi meliputi aktivitas ekonomi
yang bersifat produktif berupa berbagai kegiatan pengembangan harta dalam akad-akad
mu’amalah seperti membuka kesempatan seluas-luasnya bagi berlangsungnya sebab-sebab
kepemilikan individu dan pengembangan harta melalui investasi, larangan menimbun harta,
mengatasi peredaran dan pemusatan kekayaan di segelintir golongan, larangan kegiatan
monopoli, dan berbagai penipuan dan larangan judi, riba, korupsi dan pemberian suap.
Sedangkan mekanisme non-ekonomi adalah mekanisme yang tidak melalui aktivitas ekonomi
produktif melainkan melalui aktivitas non-produktif seperti pemberian hibah, shadaqah, zakat
dan warisan. Mekanisme non-ekonomi dimaksudkan untuk melengkapi mekanisme ekonomi
guna mengatasi distribusi kekayaan yang tidak berjalan sempurna jika hanya mengandalkan
mekanisme ekonomi semata. Dengan demikian terdapat beberapa instrument yang mampu
mewujudkan keadilan distributif dalam ekonomi Islam di antaranya adalah :
Pertama, implementasi zakat. Zakat merupakan instrumen paling efektif dan esensial
yang tidak terdapat dalam sistem kapitalisme maupun sosialisme. Secara ekonomi zakat
adalah mendistribusian pendapatan dari muzakki kepada mustahik serta zakat memungkinkan
adanya alokasi konsumsi dan investasi. Penyaluran zakat akan menimbulkan terjadinya
multiplier effect ekonomi pada masyarakat tidak mampu (dhu’afa) berupa peningkatan
pendapatan dan daya beli. Sedangkan bagi muzakki akan mendorong motivasi ekonomi yang
tinggi untuk senantiasa meningkatkan produktivitasnya agar memperoleh laba dan
penghasilan yang tinggi sehingga dapat terus meningkatkan kemampuannya dalam
membayar zakat lebih besar lagi dari sebelumnya. Selain itu zakat juga memiliki fungsi
kontrol bagi muzakki dari sifat tamak, keserakahan, rakus dan sifat hedonis yang
mengedepankan materi dan kemewahan. Dengan demikian pada dasarnya zakat merupakan
sebuah sistem yang berfungsi untuk menjamin distribusi pendapatan dan kekayaan
masyarakat secara lebih baik. Zakat merupakan sebuah sistem yang akan menjaga

7
keseimbangan dan harmoni sosial di antara kelompok kaya (muzakki) dan kelompok miskin
(mustahik). Implementasi zakat merupakan komitmen yang kuat dan langkah yang kongkret
dari negara dan masyarakat untuk menciptakan suatu sistem distribusi kekayaan dan
pendapatan secara sistemik dan permanen. Upaya ini merupakan wujud nyata dari upaya
menciptakan keadilan sosial dan mencerminkan komitmen sosial dari ekonomi Islam.
Kedua, implementasi sistem bagi hasil dan pengembangan institusi baitul mal. Instrumen
penting lainnya dalam proses keadilan distribusi ekonomi adalah sistem bagi hasil (profit and
loss sharing system). Sistem ini dapat membangun pola kerja sama dan persaudaraan antara
pemilik modal (shohib al-mal) dan pihak yang memiliki skill (mudharib) sehingga terdapat
transfer kekayaan dan distribusi pendapatan. Sistem bagi hasil akan menggiring para
pelakunya untuk bertindak jujur, transparan dan professional terutama dalam hal biaya
sehingga pembagian keuntungan maupun kerugian diketahui oleh kedua belah pihak dan
dibagikan sesuai kesepakatan.
Ketiga, kerja sama dalam struktur pasar bebas. Ekonomi Islam mengedepankan asas
kebebasan, termasuk dalam struktur pasar yang menganut sistem kerja sama yang bebas.
Selama kekuatan penawaran dan permintaan berjalan secara alamiah maka harga ditentukan
berdasarkan mekanisme pasar sehingga tidak diperkenankan intervensi dari pihak manapun
termasuk pemerintah. Semua orang sesuai dengan potensinya memiliki kesempatan yang
sama untuk melakukan transaksi secara legal sesuai aturan syariah. Untuk itu perlu
pengaturan dan pengawasan agar mekanisme pasar berjalan dengan baik dan menghasilkan
harga yang adil.

C. ZISWAF ( Zakat, Infaq, Shadaqah dan Wakaf )

a. Pengertian Zakat
Zakat merupakan sebutan bagi suatu hak Allah yang dikeluarkan seseorang kepada
orang-orang tertentu dengan syarakat-syarat tertentu. Dinamakan zakat karena
didalamnya terkandung harapan untuk memperoleh berkah, membersihkan jiwa, dan
memupuknya dengan berbagai kebajikan. Kata zakat sendiri secara etimologis berarti
tumbuh (Al-numuw), bertambah banyak mengandung berkah, juga suci (thaharah). Zakat
termasuk salah satu rukun Islam yang sering disebut beriringan dengan shalat.
b. Dasar Hukum Zakat

1) Al-Qur’an

 Ali Imran ayat 180 :


۟ ُ‫َواَل يَحْ َسبَ َّن ٱلَّ ِذينَ يَ ْب َخلُونَ بمٓا َءات َٰىهُ ُم ٱهَّلل ُ ِمن فَضْ لِ ِهۦ هُ َو خَ ْيرًا لَّهُم ۖ بَلْ هُ َو َش ٌّر لَّهُ ْم ۖ َسيُطَ َّوقُونَ ما بَ ِخل‬
‫وا بِِۦه يَوْ َم‬ َ َِ
‫ض ۗ َوٱهَّلل ُ بِ َما تَ ْع َملُونَ خَ بِي ٌر‬
ِ ْ‫ر‬ َ ‫أْل‬‫ٱ‬ ‫و‬
َ ‫ت‬ ُ ‫ْٱلقِ ٰيَ َم ِة ۗ َوهَّلِل ِ ِمي ٰ َر‬
ِ ‫ث ٱل َّس ٰ َم ٰ َو‬
Artinya: Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang
Allah berikan kepada mereka dari karuniaNya menyangka, bahwa kebakhilan
itu baik bagi mereka. sebenarnya kebakhilan itu adalah buruk bagi mereka.
harta yang mereka bakhilkan itu akan dikalungkan kelak di lehernya di hari

8
kiamat. dan kepunyaan Allah-lah segala warisan (yang ada) di langit dan di
bumi. dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.
 Al Baqarah ayat 276 :
‫ار أَثِ ٍيم‬ ِ ۗ َ‫ص َد ٰق‬
ٍ َّ‫ت َوٱهَّلل ُ اَل يُ ِحبُّ ُك َّل َكف‬ َّ ‫ ٱل‬‰‫ق ٱهَّلل ُ ٱل ِّربَ ٰو ْا َوي ُۡربِي‬
ُ ‫يَمۡ َح‬
Artinya: Allah memusnahkan Riba dan menyuburkan sedekah. dan Allah tidak
menyukai Setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa.
 Al Baqarah ayat 267 :

۟ ‫ت ما َك َس ْبتُ ْم َو ِم َّمٓا أَ ْخ َرجْ نَا لَ ُكم ِّمنَ ٱأْل َرْ ض ۖ َواَل تَيَ َّم ُم‬
َ ِ‫وا ْٱلخَ ب‬ ۟ ۟ ٓ
ُ‫يث ِم ْنه‬ ِ َ ِ َ‫ٰيَأَيُّهَا ٱلَّ ِذينَ َءا َمنُ ٓوا أَنفِقُوا ِمن طَيِّ ٰب‬
۟ ۟
‫اخ ِذي ِه إِٓاَّل أَن تُ ْغ ِمضُوا فِي ِه ۚ َوٱ ْعلَ ُم ٓوا أَ َّن ٱهَّلل َ َغنِ ٌّى َح ِمي ٌد‬
ِ ‰ََٔ‫تُنفِقُونَ َولَ ْستُم بِٔـ‬
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah)
sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang
Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. dan janganlah kamu memilih yang
buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, Padahal kamu sendiri
tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata
terhadapnya. dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.

 Al Munafiqun ayat 10 :
ُ ْ‫ ِّمن قَب ِْل أَن يَأْتِ َى أَ َح َد ُك ُم ْٱل َمو‬‰‫وا ِمن َّما َرزَ ْق ٰنَ ُكم‬
ٍ ‫ى إِلَ ٰ ٓى أَ َج ٍل قَ ِري‬‰ٓ ِ‫ت فَيَقُو َل َربِّ لَوْ ٓاَل أَ َّخرْ تَن‬
‫ب‬ ۟ ُ‫َوأَنفِق‬
َّ ٰ ‫ق َوأَ ُكن ِّمنَ ٱل‬
َ‫صلِ ِحين‬ َّ َ ‫فَأ‬
‰َ ‫ص َّد‬
Artinya: Dan belanjakanlah sebagian dari apa yang telah Kami berikan
kepadamu sebelum datang kematian kepada salah seorang di antara kamu;
lalu ia berkata: "Ya Rabb-ku, mengapa Engkau tidak menangguhkan
(kematian)ku sampai waktu yang dekat, yang menyebabkan aku dapat
bersedekah dan aku Termasuk orang-orang yang saleh?
 Al Hadid ayat 7 :

‫ر‬‰ٌ ‫يت ۖ َوهُ َو َعلَ ٰى ُك ِّل َش ْى ٍء قَ ِدي‬ ِ ْ‫ت َوٱأْل َر‬


ُ ‫ض ۖ يُحْ ِىۦ َويُ ِم‬ ُ ‫لَ ۥهُ ُم ْل‬
ِ ‫ك ٱل َّس ٰ َم ٰ َو‬
Artinya: Berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya dan nafkahkanlah
sebagian dari hartamu yang Allah telah menjadikan kamu menguasainya.
Maka orang-orang yang beriman di antara kamu dan menafkahkan
(sebagian) dari hartanya memperoleh pahala yang besar.
Berdasarkan ayat-ayat tersebut di atas, zakat adalah sebagian harta yang telah
diwajibkan oleh Allah swt untuk diberikan kepada orang yang berhak menerimanya
sebagaiman yang telah dinyatakan dalam Al Qur’an atau juga boleh diartikan dengan
kadar tertentu atas harta tertentu yang diberikan kepada orang-orang tertentu dengan
lafadz zakat yang juga digunakan terhadap bagian tertentu yang dikeluarkan dari
orang yang telah dikenai kewajiban untuk mengeluarkan zakat.

2) Hadist

9
‫اإل ْساَل ُم َعلَى‬ ِ ‫ بُنِ َي‬:‫ل هللا ﷺ‬‰ُ ‫ قَا َل َرسُو‬: ‫ض َي هللاُ َع ْنهُ َما قَا َل‬ ِ ‫ع َِن اب ِْن ُع َم َر َر‬
ْ َّ ‫ َوإِقَ ِام ال‬، ِ‫ َشهَا َد ِة أَ ْن ال إِلَهَ إِاَّل هللاُ َوأ َّن ُم َح َّمدًا َرسُو ُل هللا‬: ‫س‬
، ‫ َوال َح ِّج‬، ‫ َوإِيتَا ِء ال َّز َكا ِة‬، ‫صاَل ِة‬ َ ٍ ‫َخ ْم‬
َ‫ضان‬ َ ‫م َر َم‬‰ِ ْ‫صو‬
َ ‫َو‬
Artinya: Dari Ibnu Umar ra bahwasanya Rasululloh Saw bersabda: “Islam itu
didirikan atas lima sendi, yaitu persaksian bahwa tidak ada tuhan selain Allah dan
Muhammad utusan Allah, mendirikan sholat, menunaikan zakat, haji dan puasa pada
bulan Ramadhan”.
c. Macam-macam Zakat

1. Zakat Nafs (Jiwa)


Zakat jiwa atau zakat fitrah (zakat yang dikeluarkan berkenaan dengan telah
selesainya mengerjakan puasa Ramadhan). Pembagiannya diprioritaskan untuk fakir
dan miskin. Zakat fitrah dikeluarkan per orang/ jiwa sebanyak 2,5 kg atau 3,5 liter
atau boleh diganti dengan uang senilai 2,5 kg beras.
2. Zakat Mal ( Zakat Harta)
Zakat mal (zakat harta), yaitu zakat emas, perak, binatang, tumbuh-tumbuhan
(buah-buahan dan biji-bijian), dan barang perniagaan.
a) Emas dan Perak dan Uang Simpanan
Zakat ini menggunakan nishab yakni batas minimal banyak atau nilai. Nishab
simpanan emas 90 gram sedangkan nishab perak 600 gram. Zakat simpanan
menggunakan sistem haul yaitu simpanan selama setahun hijriyah penuh. Zakat emas,
perak dan uang simpanan besarnya 2,5%. Batasan nishab emas dan perak adalah emas
dan perak murni (24 karat), dengan demikian apabila seseorang memiliki emas yang
tidak murni misalnya emas 18 karat maka nishabnya harus disesuaikan dengan nishab
emas yang murni (24 karat) yaitu dengan cara membandingkan harga jualnya atau
dengan bertanya kepada toko emas, atau ahli emas, tentang kadar emas yang ia miliki.
b) Hasil Perdagangan dan Perusahaan
Adapun harta kekayaan hasil perdagangan tersebut wajib dizakati dengan
ketentuan sebagai berikut :
 Berjalan 1 tahun (haul).
 Nishab zakat perdagangan sama dengan nishab emas yaitu senilai 90 gram emas.
 Kadarnya sebesar 2,5%.
 Dapat dibayar dengan uang atau barang.
 Dikenakan pada perdagangan maupun perseroan.
Pada zakat perusahaan dikeluarkan zakatnya dapat dengan memilih di antara dua
cara. Pertama pada perhitungan tutup akhir tahun (tutup buku), seluruh harta
kekayaan perusahaan dihitung termasuk barang (harta) penghasil jasa seperti taksi,
kapal, hotel, dan lainnya kemudian dikeluarkan zakatnya 2,5%. Kedua pada
perhitungan akhir tahun (tutup buku), hanya dihitung dari hasil bersih yang diperoleh
usaha tersebut selama satu tahun kemudian zakatnya dikeluarkan 10%. Hal ini

10
diqiyaskan dengan perhitungan zakat hasil pertanian dimana perhitungan zakatnya
hanya didasarkan pada hasil pertaniannya, tidak dihitung harga tanahnya.
c) Hasil Pertanian dan Perkebunan
Hasil pertanian adalah hasil tumbuh-tumbuhan atau tanaman yang bernilai
ekonomis. Syarat-syarat pelaksanaan zakat pertanian :
 Hasil pertanian tersebut ditanam oleh manusia. Jika hasil pertanian itu tumbuh
sendiri karena perantara air atau udara maka tidak wajib dizakati.
 Hasil pertanian tersebut merupakan jenis makanan pokok manusia.
 Sudah mencapai nishab.

Adapum kadar zakat hasil pertanian yang wajib dikeluarkan :

 Hasil perairan yang diairi dengan menggunakan tenaga hewan/manusia/mesin


yang mengangkut air dari sungai, atau sumur, maka zakatnya adalah 5%.
 Hasil pertanian yang diairi dengan irigasi alami atau air hujan zakatnya adalah
10%, sebab tidak menanggung beban kelelahan maupun biaya pengairan.
 Hasil pertanian yang tanahnya diairi dengan mesin penyedot dan penyiram air
atau dengan menggunakan tenaga hewan/manusia/mesin, maka zakatnya 5%.
Pada zakat hasil perkebunan yaitu hasil bumi dan buah-buahan, ketentuannya
adalah sebagai berikut :
 Jika tanaman atau buah-buahan yang dihasilkan dari tanah sewaan maka zakatnya
wajib dibayar oleh pemilik tanah bukan oleh penyewa, setelah mencapai haul dan
digabungkan dengan harta yang lain dikeluarkan zakatnya 2,5%.
 Jika tanaman dan buah-buahan itu dihasilkan dari kontrak muzara’ah atau
musaqah, maka zakatnya diwajibkan atas kedua belah pihak sesuai dengan
presentasi masing-masing setelah mencapai nishab.
Perhitungan nishab kadar dan waktu hasil pertanian adalah 5 wasaq atau setara
dengan 750 kg. Kadar zakat untuk hasil pertanian apabila diairi dengan air
hujan/sungai/mata air, maka kadar zakatnya 10%. Apabila diairi dengan
disiram/irigasi (ada biaya tambahan) maka zakatnya 5%.
d) Hasil Tambang ( Zakat Madin)
Beberapa pendapat ulama mengenai zakat madin :
 Imam Asy-Syaifii berpendapat bahwa pada barang tambang tidak ada zakat sama
sekali kecuali barang tambang itu emas dan perak yang sudah mencapai nisab lalu
disimpan selama setahun perhitungan hijriyyah barulah terkena dengan kewajiban
zakat emas dan perak simpanan.
 Abu Hanifah dan kawan-kawan berpendapat bahwa yang diambil dari madin
seperti emas, perak, besi, timah, tembaga zakatnya khusus 20%. Adapun yang
berupa emas dan perak, setelah dikeluarkan zakatnya 20% itu lalu disimpan
selama setahun dan sampai nishab dizakati lagi setiap tahunnya 2,5% sebagai
zakat emas dan perak simpanan.

11
e) Zakat Binatang Ternak ( An’am )

Binatang ternak yang wajib dikeluarkan zakatnya meliputi unta, sapi, kerbau, dan
kambing. Syarat wajib zakat atas pemilik binatang ternak tersebut adalah sebagai
berikut :

 Islam.
 Merdeka.
 Sepenuhnya milik sendiri dan telah sampai nisab ( batas waktu zakat).
 Digembalakan di padang rumput dan bebas. Binatang yang dipakai membajak
sawah atau menarik gerobak tidak wajib dikenakan zakat. Ditegaskan oleh nabi
Muhammad saw, “tidaklah ada zakat bagi sapi yang dipakai bekerja”. Bahwa
zakat itu diambil dari harta yang ada kelebihanya (di atas batas cukup) dan zakat
hewan disyaratkan yang bersifat peternakan karena dengan diternakkan itu bisa
berkembang dan mendapatkan keuntungan. Itulah sebabnya disyaratkan dalam
masa satu tahun (haul).

f) Hasil Penghasilan (Pendapatan Profesi) dan Jasa


Dalam hal ini zakat yang dikeluarkan adalah dari hasil pendapatan atau
penghasilan profesi bila telah mencapai nishab. Ketentuan untuk hasil pendapatan
profesi diantaranya :
 Pendapatan yang merupakan hasil kerja mudharabah kadar zakatnya 2,5%.
 Gaji profesi keahlian seperti dokter, insinyur, dan lain-lain zakatnya sebesar 10%.
 Penghasilan dari profesi seperti pelayan toko, kuli dan lain-lain tidak perlu
dizakati ketika memperoleh, tapi ditunggu sampai mencapai haul dengan kadar
2,5%.

g) Harta Rikaz (Zakat Harta Terpendam)


Apabila kita menemukan harta terpendam seperti emas dan perak maka wajib
mengeluarkan zakatnya 20% dari Abu Hirairah ra. Telah bersabda Rasulullah saw,
“zakat rikaz seperlima“ (HR. Bukhari dan Muslim). Zakat rikaz tidak disyaratkan
harus dimiliki selama satu tahun. Selain menurut Imam Maliki, Imam Abu Hanifah,
dan Imam Ahmad serta yang berpendapat harus sampai nisabnya baru dikeluarkan
zakatnya.
d. Syarat Zakat

 Merdeka.
 Islam.
 Baligh dan Berakal.
 Harta yang dikeluarkan adalah harta yang wajib dizakati.
 Harta yang dizakati telah mencapai nishab atau senilai dengannya.

12
 Harta yang dizakati adalah milik penuh. Kepemilikan harta telah mencapai
setahun menurut hitungan tahun qamariyah.
 Harta tersebut bukan merupakan harta hasil utang.

e. Prinsip Zakat

 Keimanan.
 Pemerataan dan keadilan.
 Produktivitas satu tahun.

f. Orang yang Berhak Menerima Zakat (Ashnaf)

 Fakir ialah orang-orang yang memiliki harta namun sangat sedikit. Orang-orang ini
tak memiliki penghasilan sehingga jarang bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari
dengan baik.
 Di atas fakir, ada orang-orang yang disebut miskin. Mereka adalah orang-orang yang
memiliki harta namun juga sangat sedikit. Penghasilannya sehari-hari hanya cukup
untuk memenuhi makan, minum dan tak lebih dari itu.
 Amil adalah orang-orang yang mengurus zakat mulai dari penerimaan zakat hingga
menyalurkannya kepada orang yang membutuhkan.
 Mu'allaf adalah orang yang baru masuk Islam atau mu'allaf juga menjadi golongan
yang berhak menerima zakat. Ini bertujuan agar orang-orang semakin mantap
meyakini Islam sebagai agamanya, Allah sebagai Tuhan dan Muhammad sebagai
rasulNya.
 Riqab / Memerdekakan Budak. Di zaman dahulu, banyak orang yang dijadikan budak
oleh saudagar-saudagar kaya. Inilah, zakat digunakan untuk membayar atau menebus
para budak agar mereka dimerdekakan. Orang-orang yang memerdekakan budak juga
berhak menerima zakat.
 Gharim (Orang yang Memiliki Hutang). Gharim merupakan orang yang memiliki
hutang. Orang yang memiliki hutang berhak menerima zakat. Namun, orang-orang
yang berhutang untuk kepentingan maksiat seperti judi dan berhutang demi memulai
bisnis lalu bangkrut, hak mereka untuk mendapat zakat akan gugur.
 Fi Sabilillah adalah segala sesuatu yang bertujuan untuk kepentingan di jalan Allah.
Misalnya pengembang pendidikan, dakwah, kesehatan, panti asuhan, madrasah
diniyah dan masih banyak lagi.
 Ibnu Sabil disebut juga sebagai musaffir atau orang-orang yang sedang melakukan
perjalanan jauh termasuk pekerja dan pelajar di tanah perantauan.

g. Zakat sebagai Komponen Kebijakan Fiskal Islam


Agama Islam memiliki konsep zakat sebagai bentuk pendistribusian harta yang
dimiliki seseorang. Zakat merupakan kewajiban untuk mengeluarkan sebagian
pendapatan atau harta seseorang yang telah memenuhi syarat syari’ah Islam guna
diberikan kepada berbagai elemen masyarakat yang berhak menerimanya yang dikenal
dengan mustahiq. Sebagai bagian dari kebijakan fiskal Islam, zakat merupakan sendi
utama dari sistem ekonomi Islam yang jika diimplementasikan dengan baik akan

13
memberikan dampak ekonomi yang luar biasa. Diharapkan sistem ekonomi Islam ini
menjadi alternatif bagi sistem pasar yang mununjukkan berbagai masalah dalam
pelaksanaannya. Dalam konsep ekonomi Islam, kebijakan fiskal diarahkan untuk
mengembangkan suatu masyarakat yang didasarkan atas distribusi kekayaan berimbang
dengan menempatkan nilai-nilai material dan spiritual pada tingkat yang sama.
h. Posisi Zakat dalam Ekonomi Makro
Untuk melihat kedudukan zakat dalam kebijakan fiskal maka ilmu yang digunakan
adalah ilmu ekonomi makro yaitu suatu cabang dari ilmu ekonomi. Islam mengajarkan
manusia bukanlah sekadar makhluk individu tetapi juga makhluk sosial. Dalam konteks
ekonomi kedudukan manusia sebagai makhluk sosial dalam Islam dimanefestasikan
antara lain berupa kewajiban zakat serta sunah berinfak dan bersedekah. Di samping itu
sebagai warga negara, seorang Muslim juga wajib membayar zakat. Hal ini berarti bahwa
pengeluaran tidak hanya berupa biaya konsumsi dan pembayaran pajak, tetapi ada juga
pengeluaran sosial antara lain zakat, infak dan sedekah. Dengan demikian formulasi
model ekonomi makro konvensional perlu dilakukan adjustment (penyesuaian) menjadi
model makro ekonomi Islami. Dalam model makro ekonomi islami dengan pendekatan
pengeluaran, perekonomian domestik tidak hanya terdiri atas tiga sektor yaitu perorangan,
bisnis dan pemerintah tetapi juga ada sektor sosial. Sektor ini mencakup lembaga-
lembaga sosial yang ada di masyarakat antara lain yayasan-yayasan, amil zakat, panti
asuhan, lembaga swadaya masyarakat dan sebagainya.
Pendapatan lembaga ini bersumber dari perorangan yang dikenal dengan istilah
personal social responsibility dan dari perusahaan-perusahaan yang dikenal dengan
business social responsibility. Pendapatan ini mereka keluarkan untuk kesejahteraan
sosial masyarakat. Kontribusi lembaga-lembaga sosial bagi kesejahteraan masyarakat
seharusnya dimasukkan pula dalam perhitungan pendapatan nasional. Untuk lebih
efektifnya sektor sosial yang merupakan salah satu perhitungan pendapatan nasional
badan amil dari sektor sosial dikelola langsung oleh pemerintah melalui perundang-
undangan sehingga pungutan kepada masyarakat dapat dijamin oleh hukum dan
distribusinya dapat lebih dikontrol oleh masyarakat. Dengan masuknya sektor sosial
struktur model makro islami untuk perekonomian domestik, dengan pendekatan
pengeluaran tidak lagi terdiri atas tiga sektor tetapi empat sektor yaitu perorangan, bisnis,
social, dan pemerintah. Kehadiran sektor sosial dalam makro menyiratkan makna bahwa
semua pelaku ekonomi dalam perekonomian memiliki kebersamaan dan terjalin dalam
ikatan sosial. Jadi tidak hanya pemerintah saja melalui transfer payment yang memikul
tanggung jawab sosial. Kehadiran sektor sosial dalam model makro ekonomi
memungkinkan kita melakukan telaah apakah pembangunan ekonomi mampu
mengentaskan kemiskinan dan apakah kemajuan ekonomi juga meningkatkan
kesejahteraan sosial secara lebih merata (kesenjangan sosial berkurang) hanya jika rasio
pengeluaran sosial terhadap pendapatan nasional (rasio social espenditure/SE : National
Income/NI) semakin membesar seiring dengan pertumbuhan ekonomi. Apabila
pertumbuhan ekonomi tidak diikuti oleh kenaikan rasio SE/NI secara proporsional, maka
itu berarti pembangunan ekonomi justru memperburuk kesenjangan sosial.
Disamping itu dapat pula dihitung rasio pengeluaran tiap-tiap sektor terhadap income
nasional sehingga dapat dideteksi apakah suatu perekonomian cenderung kian konsumtif,

14
kapitalistik, sosialistik ataukah etatis. Selanjutnya karena dalam pengeluaran sosial
perorangan termasuk pula dana zakat maka perbandingan besarnya dana zakat nasional
terhadap personal social responsibility (PSR) dapat dijadikan alat untuk mendeteksi
tingkat kesadaran umat dalam menunaikan zakat. Dengan pertumbuhan ekonomi maka
pendapatan nasional juga meningkat, seharusnya porsi zakat dalam PSR juga meningkat
jika kesadaran menunaikan zakat bertambah baik.
i. Model Pengelolaan Zakat di Negara-Negara Muslim

 Arab Saudi
Pelaksanaan zakat di Arab Saudi didasarkan pada perundang-undangan yang dimulai
pada tahun 1951 M. Sebelum pengundangan ini, zakat tidak diatur oleh perundang-
undangan. Setelah Raja mengeluarkan Keputusan Raja (Royal Court) No. 17/2/28/8634
tertanggal 29 Juni 1370 H bertepatan dengan tanggal 7 April 1951 yang isinya ‘Zakat
Syar’i’ yang sesuai dengan ketentuan syari’ah islamiyah diwajibkan kepada individu
perusahaan yang memiliki kewarganegaraan Saudi. Dalam beberapa aturan berikutnya
diperbolehkan bagi individu untuk menyalurkan sendiri zakatnya maksimal setengahnya
dan setengah lagi disetorkan kepada Departemen Keuangan. Khusus untuk perusahaan
semuanya disetorkan kepada Departemen Keuangan. Kewenangan penghimpunan zakat
di Saudi semuanya berada dalam satu kendali yaitu Departemen Keuangan mulai dari
aspek kebijakan sampai teknis sehingga peraturan-peraturan zakat yang ada banyak
terfokus pada penghimpunan, sedangkan untuk penyaluran kewenangannya ada pada
Departemen Sosial dan Pekerjaan di bawah Dirjen Jaminan Sosial (dhaman ijtima’i).
Sesuai dengan Keputusan Raja bahwa zakat hanya diwajibkan kepada warga Saudi saja
dan sebelum keputusan tersebut dikeluarkan telah ada keputusan Raja yang dikeluarkan
beberapa bulan sebelum keputusan tentang zakat yaitu keputusan raja tentang pajak
pendapatan bagi bukan warga Saudi yang tidak mewajibkan zakat kepada warga selain
warga Saudi. Sebagai gantinya mereka diwajibkan membayar pajak pendapatan. Sebagai
penunjanga pelaksanaan Keputusan Raja tersebut dibentuklah biro khusus yang disebut
“Maslahah al-Zakah wa ad-Dakhal” (kantor pelayanan zakat dan pajak pendapatan).
Tidak jarang orang Saudi yang mengidentikkan zakat dengan pajak karena sistem yang
dibangun untuk penghimpunan dana tersebut hampir sama dengan penghimpunan pajak
pendapatan. Seiring dengan perkembangan peraturan pajak pendapatan yang diterapkan
oleh Saudi dengan mengacu pada keuntungan yang dihasilkan dan dinaikkannya
persentase pajak pendapatan yang mengakibatkan nilai pajak pendapatan lebih tinggi
dibanding nilai zakat, warga Muslim non Saudi yang bermukim di Saudi (mayoritas
warga Teluk) mengajukan permohonan kepada pemerintahan Saudi agar mereka
disamakan dengan warga Saudi asli dengan kewajiban membayar zakat dan tidak lagi
membayar pajak pendapatan. Usulan ini diterima Raja dengan dikeluarkannya Keputusan
Raja yang menetapkan zakat diwajibkan kepada warga Saudi dan warga Teluk yang
bermukim di Saudi.
Penghimpunan zakat di Arab Saudi diterapkan pada semua jenis kekayaan yaitu zakat
ternak yang dikelola oleh komisi bersama antara Departemen Keuangan dan Departemen
Dalam Negeri yang disebut al-‘awamil yaitu komisi khusus yang tugasnya melakukan
pungutan zakat ternak ke pelosok-pelosok daerah dan kemudian menyerahkan hasilnya ke
Departemen Keuangan. Demikian halnya dengan zakat pertanian, zakat perdagangan,

15
zakat tabungan, dan zakat pendapatan. Beberapa yang masuk dalam kategori zakat
pendapatan adalah pendapatan dokter, kontraktor, pengacara, akuntan, pegawai, seniman,
penghasilan hotel, dan biro travel. Penghasilan semuanya dipotong dari accountnya
masing-masing jika telah mencapat nishab. Cara penghitungannya berdasarkan pada
laporan keuangan masing-masing. Pemerintah Saudi menyalurkan zakat terfokus pada
jaminan sosial warganya. Untuk kepentingan tersebut pemerintah Saudi memberikan
wewenang pendistribusian zakat kepada Kementerian Sosial dan Tenaga Kerja di bawah
Dirjen Jaminan Sosial. Penentuan mustahiq didasarkan pada survey yang dilakukan oleh
Departemen dengan nilai santunan 6000 Reyal Saudi per tahunnya. Satu hal yang
menarik dari sistem pengelolaan zakat di Saudi adalah tidak ada zakat dari perusahan
milik pemerintah karena semua hasil perusahaan ditujukan untuk kepentingan umum.
Majelis Tinggi Qadhi memberi fatwa untuk perusahaan patungan antara pemerintah dan
swasta harus dikeluarkan zakatnya kerena mereka menganggap perusahan tersebut
menjadi satu kesatuan badan hukum.
 Sudan
Peraturan pengelolaan zakat di Sudan dimulai dengan diundangkannya Undang-
undang yang berkaitan dengan Diwan Zakat, April 1984 dan mulai efektif terhitung
September 1984. Aturan ini mewajibkan warga negara Sudan mengeluarkan zakat yang
sebelumnya diatur sebagai tindakan sukarela saja dalam kurun waktu 1980-1984.
Karakteristik dalam Pengelolaan Zakat di Sudan Undang-undang zakat Sudan
memperluas kategori harta wajib zakat khususnya harta penghasilan dari mustaghillat.
Seluruh penghasilan dari mustaghillat wajib dizakatkan di samping harta-harta yang lain
seperti emas, perak, perniagaan/ perdagangan, pertanian, buah-buahan, dan binatang
ternak. Adapun nishab dan kadar zakatnya disamakan dengan zakat emas. Penghasilan
dari mustaghillat meliputi penghasilan bersih dari hasil penyewaan/kontrakan, pertanian,
binatang ternak, dan penghasilan bersih dari jasa transportasi. Undang-undang zakat
Sudan mewajibkan zakat atas penghasilan atau hasil profesi yaitu gaji para pegawai dan
penghasilan sampingan lainnya. Pembayaran zakat dilakukan saat penerimaan
penghasilan tersebut dengan syarat melebihi kebutuhan pokok minimal dan zakat yang
dikeluarkan adalah 2,5%. Standar kebutuhan minimal akan ditentukan kemudian hari
melalui majelis fatwa. Kewajiban zakat di Sudan tergantung kepada kewarganegaraan
dan agama seseorang. Zakat hanya diwajibkan kepada warga negara Sudan yang
beragama Islam dan memiliki harta, kewajiban ini tidak hanya berlaku bagi warga negara
yang ada di dalam negeri, warga negara Sudan yang berada di luar negeri pun wajib
mengeluarkan zakat. Selain kewarganegaraan domisili juga menjadi penyebab seseorang
menjadi wajib zakat. Setiap orang yang berdomisili di negara Sudan dan memiliki harta
wajib berkewajiban membayar zakat. Kriteria domisili dan kewarganegaraan sebagai
syarat wajib zakat memiliki beberapa kelebihan.
 Pertama, bertambahnya pemasukan dana zakat. Hal ini disebabkan zakat diambil dari
harta benda milik umat Islam baik yang berada di dalam negeri maupun dari luar
negeri.
 Kedua, mewujudkan kesatuan umat Islam yaitu dengan jalan mempersatukan warga
Sudan dan non Sudan yang berdomisili di Sudan dalam menjalin persaudaraan dan
saling mendukung dalam kehidupan sehari-hari dalam upaya menegakkan syari’at
Islam sebagai undang-undang resmi negara. Hal ini berbeda dengan negara Saudi

16
yang pemerintahnya mewajibkan zakat atas warga negara Arab Saudi dan perusahaan-
perusahaan yang terdaftar secara resmi di Saudi. Sedangkan warga negara non Saudi
yang berdomisili di Saudi hanya diwajibkan pajak, demikian pula perusahaan yang
tidak terdaftar secara resmi di Saudi.
 Ketiga, sebagian dana zakat dibagikan oleh mustahik sendiri. Dalam rangka menjaga
hubungan baik antara masyarakat Sudan yang satu dengan lainnya undang-undang
zakat Sudan memberikan hak kepada muzaki sebesar 20% dari dana wajib zakat
untuk dibagikan kepada mustahik dan sanak famili atau handai taulannya, selebihnya
yang berjumlah 80% disalurkan melalui Diwan Zakat.
 Keempat, pembentukan dewan pengawas dan dewan syuro. Dewan pengawas dan
dewan syuro dibentuk di seluruh jenjang lembaga zakat. Di tingkat pusat ketuanya
adalah Menteri Urusan Zakat dengan anggota maksimal 14 orang yang terdiri dari
kalangan profesional, ulama, tokoh masyarakat sebagai representasi donatur, dan
perwakilan eksekutif. Tugas para ulama adalah menentukan langkah-langkah
operasional yang betul-betul sesuai dengan syari’ah. Tugas para tokoh yang mewakili
donatur adalah memantau kinerja para eksekutif lembaga zakat dan memberikan
masukan dalam pengembangan pengelolaan zakat. Untuk memperkuat posisi Majelis
Tinggi dalam menjalankan tugas-tugas di atas dibantu oleh majelis para menteri.
Dalam undang-undang zakat Sudan tersebut juga dijelaskan sanksi bagi orang
menolak, menghindari kewajiban dan berkelit dari pembayaran zakat dengan denda
maksimal dua kali lipat zakat yang harus dibayar apabila penolakan tersebut secara
sengaja dan melawan hukum. Sedangkan hukum kurungan satu tahun bagi yang
menolak dengan sengaja pengisian formulir yang diajukan oleh Diwan Zakat kepada
muzakki. Penghimpunan zakat di Sudan berada satu atap dengan penghimpunan
pajak. Pegawai pajak memiliki tugas untuk menyalurkan zakat. Diwan Zakat
mendelegasikan pendistribusikan zakat kepada Departemen Keuangan dan
Perencanaan Ekonomi Nasional. Pada awalnya zakat didistribusikan kepada 5
komponen yaitu fakir, miskin, amil, ibnu sabil dan gharim, namun muncul fatwa dari
Majelis Fatwa bahwa seluruh komponen mustahiq yang delapan menjadi target
pendistribusian zakat. Pendistribusian zakat juga mencakup para pekerja yang terkena
PHK, para korban bencana, anak yatim, para janda, keluarga narapidana dan keluarga
yang ditinggal oleh kepala keluarga tanpa ada berita apa pun.

 Pakistan
Negara Pakistan didirikan tahun 1950 dan baru pada tahun 1979 mengundangkan
aturan zakat yang disebut dengan Undang-undang Zakat dan Usyr. Pertama kali
dikeluarkan UU tersebut belum sempurna dan baru pada tahun 1989 UU tersebut
disempurnakan. Pengelolaan zakat di Pakistan bersifat sentralistik disebut dengan Central
Zakat Fund (CSF) yang dipimpin secara kolektif 16 anggota, salah satu di antaranya
adalah Hakim Agung Pakistan. CZF memiliki kewenangan menentukan berbagai
kebijakan yang terkait zakat. Secara hirarkis, CSF menempati urutan teratas struktur
badan zakat di Pakistan di bawah CSF ada empat Provincial Zakat Fund yang
membawahi 81 Local Zakat Fund sampai ke tingkat unit pengumpul yang berada di
daerah. Penghimpunan zakat diwajibkan kepada setiap Muslim warga Pakistan yang
hartanya telah mencapai nisab yang langsung dipotong dari harta muzakki pada item-item
tertentu seperti pemotongan langsung dari account tabungan dan deposito, sertifikat

17
deposito, sertifikat investasi, obligasi pemerintah, saham perusahaan dan polis asuransi.
Sedangkan harta lain yang berada pada pemiliknya diserahkan kepada muzakki untuk
menunaikannya seperti zakat uang cash, emas perak, perdagangan, industri dan
sejenisnya. Tahun zakat di Pakistan ditentukan oleh pemerintah jatuh pada awal
Ramadhan dan waktu pemotongan zakat dilakukan pada hari yang sama untuk kelompok
pertama di atas, sedangkan harta lainnya diserahkan kepada muzakki sesuai dengan jatuh
temponya zakat tersebut. Instansi yang berwenang untuk memotong langsung zakat
adalah institusi keuangan seperti bank dan institusi keuangan lainnya yang ada di Pakistan
yang kemudian disalurkan ke CSF. Dana zakat yang terhimpun dipisahkan account-nya
dari account perbendaharaan pemerintah dan pengelolaannya adalah mutlak kewenangan
CSF. Penyaluran zakat di Pakistan didistribusikan ke delapan ashnaf dengan
memperhatikan skala prioritas sebagaimana tertuang dalam naskah undang-undang.
Prioritas utama diberikan kepada fakir miskin terutama para janda, orang cacat baik
secara langsung atau tidak seperti melalui pendidikan formal, pendidikan keterampilan,
rumah sakit, dan lainnya.
 Yordania
Kerajaan Yordania telah mengambil inisiatif menetapkan undang-undang khusus
mengenai pemungutan zakat pada 1944 M dan merupakan Negara Islam pertama yang
melahirkan undang-undang sejenis. Undang-undang dimaksud mewajibkan pemungutan
zakat di Kerajaan Yordania. Tahun 1988, ditetapkan Undang-undang mengenai Shunduq
Zakat tahun 1988 yang memberikan landasan yuridis kepada Shunduq Zakat dan
memberikan independensi anggaran dan pengelolaan serta kewenangan untuk menuntut
pelanggar zakat di muka pengadilan. Shunduq Zakat juga memiliki hak untuk
mengeluarkan berbagai macam aturan, juknis dan juklak untuk efektifitas kegiatan
penghimpunan zakat.
 Pertama, fokus aktifitas manajemen shunduq zakat. Kegiatan Shunduq Zakat
difokuskan pada kegiatan-kegiatan seperti :

 Menjaring para dermawan dan lembaga-lembaga kebajikan lainnya di Yordania.


 Membuka diri terhadap lembaga-lembaga kebajikan lainnya baik di dalam
maupun luar negeri.
 Melaksanakan kegiatan zakat di seluruh pelosok Yordania dan mengutamakan
untuk membantu daerah yang sangat miskin.
 Transparansi seluruh kegiatan oleh Shunduq Zakat.
 Mengintegrasikan seluruh kegiatan dan ikut berpartisipasi pada sektor publik
lainnya untuk memaksimalkan kegiatan zakat. Ruang lingkup besar tersebut
menuntut adanya struktur organisasi yang baik dengan pembentukan dewan
direksi Shunduq Zakat dalam pengelolaan zakat di Yordania.
Struktur organisasi Shunduq Zakat terdiri dari Dewan Redaksi yang diketuai oleh
Menteri Wakaf dan Urusan tempat-tempat suci. Sebagai wakilnya adalah sekjen
kementerian wakaf dan anggotanya adalah Mufti Besar Kerajaan Yordania, Direktur
Shunduq Zakat dan anggota dari sektor swasta yang memiliki kepedulian terhadap
masalah-masalah keislaman yang nama-nama mereka ditetapkan oleh rapat kabinet

18
susuai usulan menteri dari wakaf dan urusan tempat-tempat suci Islam yang
keanggotaan mereka ditetapkan selam dua tahun dan dapat diperbarui.
 Kedua, fokus pendistribusian zakat di Yordania. Penyaluran zakat di Yordania
dikonsentrasikan untuk beberapa bidang yang meliputi bantuan bulanan dan bantuan
sesaat, bantuan anak yatim, dan bantuan program pengembangan SDM produktif.
 Ketiga, model-model program yang digulirkan program pertanian dan peternakan,
program intruksi kecil dan kerajinan tangan, program pelatihan keahlian program,
program santunan mahasiswa tidak mampu, program santunan orang sakit, program
hari kesehatan gratis, program pelayanan bagi orang yang membutuhkan bantuan,
program tas sekolah dan uang sekolah, program bingkisan kebajikan, program
bingkisan pakaian lebaran, program bingkisan daging kurban, program hidangan
Ramadan, program zakat fitrah, dan pelatihan pemberdayaan wanita.

 Kuwait
Perkembangan pengelolaan zakat di Kuwait terbagi menjadi tiga fase. Pertama,
fase pengelolaan individu. Zakat dikelola secara sukarela dan bersifat pribadi dengan
inisiatif para dermawan dalam membantu mereka yang membutuhkan. Kedua, fase
pengelolaan kelompok. Tahap ini berlangsung bersamaan dengan berkembangnya
masyarakat kuwait seiring dengan perkembangan perdagangan sebagai sumber utama
pendapatan negara. Ketiga, fase pengelolaan secara kelembagaan. Munculnya cikal
bakal pengelolaan zakat dalam bentuk lembaga yang terorganisir bermula pada awal
abad ke-20 dengan didirikannya al-Jam’iyyah al-Khairiyyah al-Arabiyyah pada 1913
M. Lembaga zakat di bawah 2 kementerian yaitu Menteri Wakaf dan Urusan Islam
yang bertugas mengarah kerja Baituz Zakat Kuwait dan kementerian Sosial dan
Tenaga Kerja yang bertugas mengurus lembaga-lembaga zakat swasta milik lembaga-
lembaga kebajikan. Undang-undang Pendirian lembaga pemerintah yang akan
mengurusi pengelolaan zakat di Kuwait disahkan dan disetujui parlemen dan
diterbitkan sebagai undang-undang pendirian Baituz Zakat dengan nomor 5/82
tertanggal 21 Rabi’ul Awal 1403 bertepatan 16 Januari 1982 H. Baituz Zakat
memiliki dewan redaksi yang dipimpin langsung menteri Wakaf dan Urusan Islam
dengan anggota wakil kementerian wakaf dan urusan Islam, wakil kementerian Sosial
dan Tenaga Kerja, direktur utama institusi jaminan sosial, kepala rumah tangga istana,
6 warga Kuwait yang memiliki pengalaman dan keahlian di bidangnya yang tidak
menjabat pada instansi pemerintahan dan ditentukan oleh pemerintah melalui sidang
kabinet dengan masa jabatan 3 tahun dan bisa diperpanjang. Baituz Zakat sangat
konsen dengan perencanaan strategis sejak pendiriannya karena menganggap
perencanaan yang baik akan mengantarkan pada sasaran-sasaran dan tujuan-tujuan di
masa mendatang. Perencanaan dilakukan dengan melakukan serangkaian penelitian
ilmiah dan kajian-kajian. Aktifitas perencanaan di Baituz Zakat berkembang sesuai
dengan perkembangan manajemen dan tata kerja di institusi tersebut dan
mengandalkan staf yang ahli dalam membuat rumusan strategi dengan menggunakan
panduan dan metodologi perencanaan strategi yang modern. Pendistribusian zakat
dilakukan oleh Baituz Zakat dengan berpedoman pada alokasi (sasaran) yang sesuai
dengan tuntutan syari’at yang disebutkan dalam al-Qur’an yaitu delapan ashnaf

19
dengan menentukan skala prioritas dari sisi kebutuhan dan menentukan nilai dana
zakat berdasarkan hitungan yang teliti secara berkala (tidak habis dalam satu waktu).

 Singapura
Pengelolaan zakat, infak, dan sedekah di Singapura tak satupun dikeloala perorangan.
Semua dikelola secara korporat. Jumlah Muslim di Singapura sekitar 500 ribu jiwa atau
sekitar 15% dari total penduduk. Di luar zakat dihimpun juga sedekah untuk pendidikan
madrasah dan pembangunan masjid. Di samping melalui rekening bank, pembayaran
dapat dilakukan di 28 masjid di seluruh Singapura. Tahun 2003 total penghimpunan zakat
, infak, dan sedekah (ZIS) berjumlah S$ 13 juta. Dari jumlah tersebut disalurkan untuk
semua mustahik sekitar S$ 12.3 juta. Tahun 2004 meningkat jadi S$ 14.5 juta. Dari
laporan Majelis Ulama Islam Singapura (MUIS) hak amil tahun 2004 tercatat S$ 1.5 juta
atau Rp. 8,9 M. Dari awal hingga pengelolaan itu sukses pemerintah Singapura tak
tergoda ikut campur. Banyak pekerjaan yang harus dikerjakan oleh pemerintah daripada
ikut-ikutan mengurusi ZIS yang terbukti telah manpu dikelola warganya. Melihat kondisi
seperti ini terlihat bahwa pemerintah Singapura telah memperlihatkan kualitas dan
keprofesionalnya serta tidak menganggap masyarakat sipil sebagai pesaing dalam
mengelola ZIS.
 Malaysia
Di negara ini penghimpunan zakat yang dilakukan murni oleh swasta dan sangat
didukung oleh pemerintah setempat. Pemerintah hanya bertindak sebagai fasilitator dan
penanggunjawab. Pada pemerintahan PM Mahatir Mohammad tidak menempatkan zakat
sebagai komponen penting dalam membasmi kemiskinan. Dalam wilayah
penyelenggaraan pengelolaan zakat di negara ini ditempatkan dalam Majelis Agama
Islam (MAI). Koordinasi MAI ada dalam kementrian non departemen. Peran dan fungsi
menteri non departemen yakni membuat lembaga strategis yang bertanggungjawab
langsung pada perdana menteri. Dari kementerian MAI ini lahir terobosan yang amat
inovatif yaitu Pusat Pungutan Zakat (PPZ) dan Tabung Haji (TH). Karena hanya ada di
Malaysia dua lembaga itu kini jadi rujukan beberapa negara di luar Malaysia. Pusat
Pungutan Zakat (PPZ) resmi beroperasi pada 1 Januari 1991 di Kuala Lumpur. Namun
ide dan gagasan PPZ telah dimulai sejak Mei 1989. Gagasan tersebut lahir oleh adanya
keresahan tak berkembangnya pengelolaan zakat dan infak di Malaysia. Saat ini selain
wilayah persekutuan di Kuala Lumpur, PPZ yang indipenden berdiri sendiri juga tumbuh
di 5 negeri yaitu Melaka, Pahang, Selangor, Pulau Pinang, dan negeri Sembilan,
selebihnya 8 negeri yang lain masih menggabungkan fungsi penghimpunan dalam tubuh
Baitul Maal (BM). Di sini (Malaysia), zakat dikelola secara federal (non nasional). Ke 14
negara bagian (state) di Malaysia masing-masing diberi hak mengelola zakatnya. Ada 4
kebijakan pengelolaan zakat oleh pemerintah Malaysia antara lain pemerintah merestui
status hukum dan posisi PPZ sebagai perusahaan murni yang khusus menghimpun zakat,
mengizinkan PPZ mengambil 12.5% dari total perolehan zakat setiap tahun, untuk
menggaji pegawai dan biaya operasional, pemerintah menetapkan zakat menjadi
pengurang pajak, dan pemerintah menganggarkan dana guna membantu kegiatan BM
dalam membasmi kemiskinan.
 Indonesia
20
Dalam prakteknya, di Indonesia perkembangan pengelolaan zakat sangat dipengaruhi
oleh pemerintah yang berkuasa serta kondisi sosial-ekonomi masyarakat pada masing-
masing periode pemerintahan tersebut. Berikut milestones perkembangan zakat di
Indonesia.
 Pertama, era pemerintahan Kolonial (Sebelum 1945). Di era kolonial Belanda
pengelolaan zakat yang secara individual cenderung dihalangi oleh pemerintah
kolonial tersebut karena diduga dana zakat digunakan untuk membiayai perjuangan
melawan Pemerintah Belanda.
 Kedua, era pemerintahan Orde Lama (1945-1967). Sementara pada awal masa
kemerdekaan Indonesia, pemerintah belum terlalu memperhatikan pengelolaan zakat
dan sibuk dalam upaya mempertahankan kemerdekaaan Indonesia. Pada masa ini
pengelolaan zakat lebih banyak dikelola oleh individu masyarakat Muslim.
 Ketiga, era pemerintahan Orde Baru (1968-1998). Di era pemerintahan orde baru
pengelolaan zakat mulai mendapatkan perhatian pemerintah namun tidak sampai ke
level undang-undang formal. Implikasinya berbagai lembaga amil zakat indipenden
dan non-pemerintah bermunculan. Pada periode ini pula, seiring dengan kemajuan
perekonomian kesadaran masyarakat untuk membayar zakat mulai meningkat.
 Keempat, era pemerintahan Transisi (1999-2000). Sementara pada pemerintahan
Presiden BJ. Habibie terjadi kemajuan yang cukup baik dengan lahir dan disahkannya
UU Pengelolaan Zakat No.38/1999. Dengan terbitnya UU ini maka menjadi cambuk
bagi pemerintah daerah untuk lebih memperhatikan bagi pengelolaan zakat dan
bahkan bermunculan Peraturan Daerah (perda) zakat di berbagai pelosok Nusantara
(institusional step).
 Kelima, era pemerintahan Reformasi (2001-sekarang). Era reformasi (saat ini),
dimana pengelolaan zakat di tanah air ditandai dengan penguatan institusi zakat
nasional sebagaimana tercermin dalam perkembangan wacana amandemen (revisi)
UU Pengelolaan Zakat No.38/1999 yang hingga saat ini belum dapat terlaksana serta
sinergi yang dilakukan oleh berbagai Gerakan Zakat Nasional.

D. Infaq
Infaq berasal dari kata anfaqa yang berarti mengeluarkan sesuatu (harta) untuk
kepentingan sesuatu. Menurut terminologi syariat infaq berarti mengeluarkan sebagian dari
harta atau pendapatan/penghasilan untuk suatu kepentingan yang diperintah Islam. Jika zakat
ada nisabnya, infaq tidak mengenal nishab. Infaq dikeluarkan setiap orang yang beriman baik
yang berpenghasilan tinggi maupun rendah, apakah ia di saat lapang maupun sempit.
Mengeluarkan sebagian harta untuk sesuatu kepentingan yang diperintahkan oleh Allah
seperti menginfakkan harta untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Infaq menurut pengertian
umum adalah shorful mal ilal hajah (mengatur/mengeluarkan harta untuk memenuhi
keperluan). Infaq dapat bermakna positif dan negatif. Oleh karena itu ada infaq fi sabilillah
(infaq di jalan Allah Swt). Ada infaq fi sabilis syaithan ( infaq di jalan setan). Infaq
merupakan sumbangan yang diberikan seorang pemimpin karena rekomendasi eksternal,
yaitu rekomendasi pemimpin muslim. Infaq ada yang wajib ada yang sunnah. Infaq yang
wajib diantaranya zakat, kafarat, nazar. Infaq yang sunnnah di antaranya infak kepada fakir
miskin sesama muslim, infak bencana alam dan lainnya.

21
Infaq merupakan sumbangan yang diberikan seorang muslim karena rekomendasi
eksternal yaitu rekomendasi pemimpin muslim. Infaq adalah penyerahan harta untuk
kebajikan. Berdasarkan pengertian di atas maka setiap pengorbanan (pembelanjaan) harta dan
semacamnya pada kebaikan disebut al-infaq. Dalam infaq tidak di tetapkan bentuk dan
waktunya, demikian pula dengan besar atau kecil jumlahnya. Tetapi infaq biasanya identik
dengan harta atau sesuatu yang memiliki nilai barang yang di korbankan. Infaq adalah jenis
kebaikan yang bersifat umum, berbeda dengan zakat. Jika seseorang ber-infaq maka kebaikan
akan kembali pada dirinya, tetapi jika ia tidak melakukan hal itu. Maka tidak akan jatuh
kepada dosa, sebagaimana orang yang telah memenuhi syarat untuk berzakat tetapi ia tidak
melaksanakannya. Adapun anjuran untuk menginfaqkan harta sebagaimana hadis Rasulullah :
Dari Abu Hurairah ra Rasulullah Saw bersabda: Allah Tabaraka Wata’ala berfirman:
wahai anak Adam, berinfaqlah! Niscaya aku akan berinfaq kepadamu. Lalu beliau bersabda:
tangan kanan Allah itu penuh, tidak kurang sedikitpun, baik pada malam maupun pada siang
hari. (HR. Muslim).
E. Shadaqah

a. Pengertian Shadaqah

Secara bahasa berasal dari kata shadaqa, yashduqu, shadaqatan yang berarti
pembenaran. Secara istilah adalah mengeluarkan harta di jalan Allah sebagai
pembenaran terhadap ajaran-ajaran Allah. Shadaqah berasal dari kata sidqun yang
berarti benar dalam hubungannya dengan antara perkataan, keyakinan dan perbuatan.
Shadaqah akan menambah harta seseorang karena berkah, terhindah dari kerugian,
digantikan dengan yang lebih baik dan lebih bermanfaat. Shadaqah dibolehkan pada
setiap waktu dan disunnahkan berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah. Shadaqah
merupakan sumbangan yang termotivasi secara sepenuhnya dari keinginan pribadi.
Shadaqah bukan merupakan suatu kewajiban. Sifatnya sukarela dan tidak terikat pada
syarat-syarat tertentu dalam pengeluarannya, baik mengenai jumlah, waktu dan
kadarnya. Setiap bershadaqah dikeluarkan dengan perasaan ikhlas tanpa motivasi atau
niat untu di puji atau memberi malu penerima Shadaqah itu tidak akan memperoleh
pahala dari Allah swt sebagimana dalam firman-Nya surat Al-Baqarah ayat 262-263.
Shadaqah merupakan pemberian dari seorang muslim secara sukarela tanpa dibatasi
oleh waktu dan jumlah tertentu, atau suatu pemberian yang dilakukan oleh seseorang
sebagai kebajikan yang mengharap ridha Allah swt dan pahala semata.
Adapun anjuran untuk bershadaqah sebagaimana hadis Rasulullah : Dari Abu
Hurairah ra bahwa Nabi Saw bersabda : Aku tidak suka sekiranya gunung Uhud
diubah menjadi emas untukku, lalu disimpan di rumahku selama tiga hari, sedangkan
masih ada padaku sisa uang satu dinar, selain satu dinar yang memang aku
persiapkan untuk pembayaran hutang. (HR. Muslim). Berdasarkan teori di atas dapat
disimpulkan bahwa shadaqah memiliki cakupan objek yang lebih umum dan lebih
luas dibandingkan dengan objek infaq bahkan zakat yang hanya terbatas pada harta
benda-kekayaan, khususnya uang. Sedangkan shadaqah disamping meliputi harta
termasuk uang, juga bisa meliputi hal-hal yang bersifat nonharta, misanya tutur kata
yang baik, senyuman yang tulus, dan yang lainnya bisa digolongkan ke dalam
shadaqah.

22
b. Jenis-jenis Shadaqah
Shadaqah sendiri memiliki pengertian yang luas di mana terbagi menjadi 2 yang
bersifat materil dan fisik (tangible) serta yang bersifat non fisik (intangible).

 Shadaqah tangible terbagi menjadi fardhul wajib dan sunnah :

 Fardhu a’in/diri adalah zakat yang terdiri dari zakat fitrah (zakat yang
diperuntukkan atas diri atau jiwa) dan zakat maal (zakat yang berlaku atas harta
manusia).
 Fardhu kifayah ialah infaq.
 Sunnah adalah shadaqah.

 Shadaqah intangible :

 Tasbih, tasmid, tahlil dan takbir.


 Senyum, tenaga untuk bekerja, membuang duri dari jalan, dan lain-lain.
 Menolong atau membantu orang yang kesusahan dan memerlukan bantuan.
 Menyuruh kepada kebaikan atau kebijakan (berbuat makruf).
 Menahan diri dari kejahatan atau merusak.

c. Pahala dan Manfaat Shadaqah

 Shadaqah ialah penyuci dan pembersih.


 Shadaqah ialah bentuk ketundukan kepada perintah Allah dan Rasul-Nya.
 Orang mukmin berada dalam naungan Shadaqahnya pada hari kiamat.
 Shadaqah menghindarkan musibah dan menjauhkan kematian yang buruk.
 Shadaqah ialah tanda dan bukti nyata keimanan yang benar.
 Shadaqah ialah penebus bagi seorang muslim dari belenggu yang mengikatnya.
 Allah memberi ganti yang bershadaqah.
 Pahala shadaqah tak terputus meskipun setelah penyedekah meninggal.
 Sehadaqah menghapus kesalahan.

F. Wakaf
Menurut istilah syara’ wakaf berarti menyerahkan suatu hak milik yang tahan lama zatnya
kepada seorang nadzir (penjaga wakaf) atau kepada suatu badan pengelola dengan ketentuan
bahwa hasil atau manfaatnya digunakan kepada hal-hal yang sesuai dengan ajaran syariat
Islam. Dalam hal tersebut benda yang diwakafkan bukan lagi hak milik yang mewakafkan
dan bukan pula hak milik tempat menyerahkan, tetapi ia menjadi hak milik Allah (hak
umum). Wakaf menurut jumhur ulama ialah suatu harta yang mungkin dimanfaatkan selagi
barangnya utuh. Dengan putusnya hak penggunaan dari wakif untuk kebajikan yang semata-
mata demi mendekatkan diri kepada Allah SWT. Harta wakaf atau hasilnya dibelanjakan
untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Dengan diwakafkannya harta itu maka harta
keluar dari pemilikan wakif dan jadilah harta wakaf tersebut secara hukum milik Allah SWT.

23
Pada masa ini wakaf awalnya hanyalah keinginan seseorang yang berbuat baik dengan
kekayaan yang dimilikinya dan dikelola secara individu tanpa ada aturan yang pasti. Namun
setelah kaum Muslimin merasakan betapa besarnya manfaat lembaga wakaf maka timbul
keinginan untuk mengatur perwakafan dengan baik. Kemudian dibentuk lembaga yang
mengatur wakaf untuk mengelola, memelihara dan menggunakan harta wakaf baik secara
kelompok maupun secara umum. Perwakafan pada masa ini dapat dibagi menjadi tiga
kategori yaitu pendapatan negara hasil wakaf yang diberikan oleh penguasa kepada orang-
orang yang dianggap berjasa, wakaf untuk sarana peribadatan, dan wakaf untuk kepentingan
umum. Pada perkembangan berikutnya wakaf berperan penting di beberapa negara Muslim.
Berikut pengelolaan wakaf di beberapa negara Muslim diantarnya :
Pertama, di Arab Saudi. Perkembangan wakaf di Arab Saudi sangat pesat dan bentuknya
bermacam-macam seperti hotel, tanah, apartemen, toko, kebun, dan tempat-tempat ibadah.
Pemanfaatan hasil wakaf sebagian digunakan untuk perawatan Masjidil Haram dan Masjid
Nabawi serta sebagian lain diproduktifkan untuk membiayai fasilitas pendidikan dan kegiatan
sosial lainnya. Arab Saudi termasuk negara yang sangat serius menangani wakaf di antaranya
dengan membentuk Kementerian Haji dan Wakaf. Kementerian ini berkewajiban
mengembangkan dan mengerahkan wakaf sesuai dengan syarat-syarat yang telah ditetapkan
oleh waqif. Sedangkan untuk mengawal kebijakan perwakafan pemerintah membentuk
Majelis Tinggi Wakaf yang diketuai oleh Menteri Haji dan Wakaf dengan anggota terdiri dari
ahli hukum Islam dari Kementerian Kehakiman, wakil dari Kementerian Ekonomi dan
Keuangan, Direktur Kepurbakalaan serta 3 anggota dari cendekiawan dan wartawan. Majelis
ini mempunyai wewenang untuk membelanjakan hasil pengembangan wakaf dan
menentukan langkah-langkah dalam mengembangkan wakaf berdasarkan syarat-syarat yang
telah ditetapkan oleh waqif dan manajeman wakaf.
Kedua, di Sudan. Pengelolaan wakaf secara produktif disertai dengan manajemen yang
rapih dimulai pada tahun 1987 dengan dibentuknya Badan Wakaf Islam Sudan. Badan Wakaf
ini diberi wewenang yang luas dalam melaksanakan semua tugas yang berkaitan dengan
wakaf, menertibkan administrasi wakaf, menggalakkan sertifikasi tanah wakaf dan
mendorong para dermawan untuk berwakaf. Selain itu Badan Wakaf ini juga mengawasi para
nazir dalam mengelola wakaf agar lebih produktif dan sesuai tujuan dari wakif. Pada tahun
1991 pemerintah mengeluarkan kebijakan yang memberikan banyak keistimewaan kapada
Badan Wakaf ini dengan penyediaan dana cadangan bagi lembaga wakaf yang mengerjakan
proyek tanah produktif baik pada lahan pertanian baru, proyek wakaf yang ada di kawasan
pemukiman dan perdagangan yang dibangunnya. Hal ini merupakan subsidi yang diberikan
oleh pemerintah untuk memproduktifkan aset-aset wakaf. Badan Wakaf Sudan menerapkan
prinsip-prinsip baru dalam mengelola wakaf produktif yang mengacu pada dua tugas utama
yaitu menggalakkan wakaf baru yang masuk melalui saluran tertentu yang direncanakan
sebelumnya dan meningkatkan pengembangan harta wakaf produktif. Ada beberapa
terobosan Badan Wakaf Sudan di antaranya dalam bidang pendidikan dan kesehatan. Dalam
bidang pendidikan Badan Wakaf melakukan penggalangan dana wakaf dari para dermawan
untuk membangun asrama mahasiswa yang dekat dengan kampus. Pelaksanaan proyek ini
terlaksana atas kerjasama dengan lembaga dana nasional untuk pelajar dan mahasiswa Sudan.
Sedangkan dalam bidang kesehatan Badan Wakaf ini membangun rumah sakit di pinggiran
kota dan desa-desa di Sudan. Selain itu proyek pembangunan pharmasi di daerah pedesaan

24
yang bertujuan memberikan obat bagi orang-orang miskin dengan harga sangat murah untuk
masyarakat pedesaan.
Ketiga, di Syiria. Bukti nyata dari keberhasilan wakaf bagi pembangunan pada masa dulu
yang bisa kita lihat hasilnya sekarang ini adalah kemajuan suatu kota di Syiria. Kota ini
berada di pinggir kota Damaskus tepatnya di daerah Salihiyyah (daerah bukit yang tidak
berpenghuni hingga pertengahan abad ke 12 miladiyyah). Sekitar tahun 1155 M Syaikh
Ahmad bin Qudamah beserta keluarganya berpindah dari daerah Jama’il Palestina menuju ke
Damaskus. Mereka singgah untuk pertama kalinya di jami’ Abi Saleh dekat pintu masuk
bagian timur kota Damaskus. Setelah dua tahun menetap di daerah itu dan bertemu dengan
keluarga mereka yang juga berasal dari daerah Jama’il dan sekitarnya maka tempat tersebut
menjadi terasa sempit. Atas ajakan Syaikh Ahmad al-Kahfi untuk pidah ke bukit gunung
Qosiyun yang terbentang sepanjang kawasan Damaskus maka Syaikh Ibn Qudamah
menyetujuinya dan bersama rombongan menuju tempat tersebut (bukit yang tidak
berpenghuni). Dan setelah sampai di sana mereka membangun perumahan-perumahan.
Disamping itu juga karena Syaikh Ibn Qudamah masyhur dengan keilmuan maka tak ayal
lagi banyak para pelajar yang hijrah ke sana bahkan para penguasa seperti Nuruddin az-Zanki
pun turut datang ke sana. Kemudian dalam jangka waktu kurang dari 30 tahun daerah
tersebut menjadi kota besar dengan nama as-Salihiyyah yang padat penduduk dan semarak
dengan bangunan-bangunan yang ada dan akhirnya terkenal dengan sebutan kota ilmu, kota
kubah dan kota menara adzan. Ketika Ibn Bathuthah datang ke Damaskus pada tahun 749
H./1347 M ia mendaki kawasan ash-Shalihiyyah ini. Kemudian ia menggambarkan bahwa al-
Salihiyyah adalah kota yang besar yang mempunyai pasar yang baik yang tidak ada
bandingannya, juga mempunyai masjid jami’ dan sebuah rumah sakit jiwa (Maristan) dan
juga terdapat madrasah yang dikenal dengan madrasah Ibn Umar yang diwakafkan untuk
orang-orang yang belajar al-Qur’an dan madrasah ini juga menjamin kebutuhan pangan dan
sandang para pengajarnya.
Keempat, di Turki. Negara ini mempunyai sejarah panjang dalam pengelolaan wakaf
mulai sejak masa Daulah Utsmaniyah sampai sekarang. Menurut Musthafa Edwin Nasution
sebagaimana dikutip Achmad Djunaidi dan Thobieb al-Asyhar pada tahun 1925 harta wakaf
Turki mencapai ¾ dari aset wakaf produktifnya. Kini didirikan Waqaf Bank & Finance
Coorporation untuk memobilisasi sumber-sumber wakaf dan membiayai berbagai macam
proyek joint-venture. Administrasi wakaf juga berkembang baik dengan pengelolaan wakaf
yang ditangani oleh Direktorat Jenderal Wakaf. Dirjen Wakaf ini memberikan tiga pelayanan
bagi masyarakat yaitu pelayanan kesehatan, pelayanan pendidikan dan pelayanan sosial.
Pelayanan kesehatan diberikan melalui wakaf-wakaf rumah sakit, pelayanan pendidikan
diberikan melalui pendirian lembaga pendidikan, pemberian gaji guru dan beasiswa yang
sumbernya dari hasil wakaf produktif, serta pelayanan sosial melalui lembaga-lembaga dan
kegiatan-kegiatan sosial. Dirjen Wakaf juga melakukan upaya untuk memproduktifkan wakaf
dengan melakukan kerjasama investasi dengan berbagai lembaga antara lain Yvalik and
Aydem Olive Oil Corporation, Tasdelen Healthy Water Corporation, Auqaf Guraba
Hospital, Taksim Hotel, Turkish Is Bank, Ayden Textile Industry dan lain-lain.
Kelima, di Kuwait. Pada tahun 1993 Kementerian Wakaf membentuk persekutuan wakaf
yang mengelola aset-aset wakaf baik wakaf lama maupun wakaf baru. Lembaga ini
merupakan lembaga independen yang mempunyai dua strategi pengembangan wakaf secara
efektif. Pertama pengembangan harta wakaf secara produktif melalui berbagai saluran

25
investasi dan membagikan hasilnya sesuai dengan syarat yang ditentukan oleh pada wakif,
kedua membuat program wakaf yang sesuai untuk menggalakkan berdirinya wakaf baru,
lembaga wakaf mengajak masyarakat dan memberikan penyuluhan agar mereka terdorong
untuk mewakafkan sebagian hartanya. Lembaga wakaf ini menyusun arah investasi wakaf
yang jelas dan berprinsip pada pembentukan berbagai macam investasi wakaf, baik wakaf
properti, wakaf uang, wakaf langsung maupun wakaf tidak langsung dengan cara
memberikan kontribusi pada berbagai saluran investasi yang sejalan dengan syariat Islam.
Dengan menerapkan sistem manajemen investasi wakaf, lembaga wakaf telah membentuk
perusahaan manajemen properti, di mana pengelola harta properti wakaf menyatu di
perusahaan itu. Lembaga wakaf ini juga membentuk dana wakaf yang bertujuan membina
dan memberikan pelayanan kepada masyarakat berbentuk kebaikan yang bermanfaat secara
umum bagi masyarakat. Dana wakaf ini merupakan salah satu unit wakaf uang yang dibentuk
dan distribusinya ditentukan oleh Lembaga Wakaf di Kuwait. Sejak bulan Desember tahun
1994 sampai dengan bulan Mei 1996, Lembaga Wakaf Kuwait telah membentuk 11 unit dana
wakaf yang bertujuan untuk memberikan bantuan kepada masyarakat dalam bidang
pendidikan, kesehatan, pembinaan masjid, pelestarian alam dan lingkungan, pembinaan
keluarga dan pembangunan. Bantuan dana wakaf ini dimulai dari orang-orang miskin dan
pemberdayaan potensi orang-orang cacat, kemudian menjaga keberlangsungan tujuan
lembaga wakaf.
Keenam, di Mesir. Wakaf telah memainkan peranan yang penting dalam menggerakkan
roda perekonomian dan memenuhi kebutuhan masyarakat Mesir. Hal ini karena wakaf
dikelola secara profesional dan dikembangkan secara produktif. Perintis wakaf pertama kali
di Mesir adalah seorang hakim di era Hisyam bin Abdul Malik bernama Taubah bin Namir
al-Hadrami yang menjadi hakim pada tahun 115 H. Ia mewakafkan tanahnya untuk dibangun
bendungan dan manfaatnya dikembangkan secara produktif untuk kepentingan umat. Wakaf
yang dirintis oleh Taubah ini perkembangannya sangat pesat terutama pada masa kekuasaan
Daulah Mamluk (1250-1517). Pada era kejayaan Mamluk wakaf telah berkembang pesat dan
dibarengi dengan pemanfaatannya yang sangat luas untuk menghidupi berbagai layanan
kesehatan, pendidikan, perumahan, penyediaan makanan dan air, serta digunakan untuk
kuburan. Contoh utama wakaf di era Mamluk ini adalah Rumah Sakit yang dibangun oleh al-
Mansur Qalawun yang mampu memenuhi kebutuhan kesehatan masyarakat Mesir selama
beberapa abad. Wakaf berkembang pesat ketika pemerintah Mesir menerbitkan Undang-
undang No. 80 Tahun 1971 yang mengatur tentang pembentukan Badan Wakaf Mesir yang
khusus menangani masalah wakaf dan pengembangannya beserta struktur, tugas, tanggung
jawab dan wewenangnya. Dengan terbitnya perundang-undangan di atas Kementerian Wakaf
semakin kuat dan pemerintah juga berusaha menertibkan tanah wakaf dan harta wakaf
lainnya dengan menjaga, mengawasi dan mengarahkan harta wakaf untuk kepentingan
publik. Pemerintah kemudian menetapkan Perundang-undangan yang relevan dengan situasi
dan kondisi dengan tetap berlandaskan syari’ah. Pada tahun 1971 terbit Undang-undang No.
80 yang menjadi inspirasi dibentuknya suatu Badan Wakaf yang khusus menangani
permasalahan wakaf dan pengembangannya. Badan Wakaf yang dimaksud dalam UU ini
kemudian dibentuk secara resmi melalui SK Presiden Mesir pada tanggal 12 Sya’ban 1392 H
(20 September 1972) yang bertanggung jawab dalam melakukan kerja sama dan
memberdayakan wakaf sesuai dengan amanat undang-undang dan program Kementerian
Wakaf. Tugas Badan Wakaf ini adalah mengkoordinir dan melaksanakan semua
pendistribusian wakaf serta semua kegiatan perwakafan agar sesuai dengan tujuan yang telah

26
ditetapkan oleh syari’at Islam. Selain itu, Badan Wakaf ini juga berhak menguasai
pengelolaan wakaf dan memiliki wewenang untuk membelanjakan wakaf dengan sebaik-
baiknya dimana pengembangannya sesuai dengan Undang-undang No. 80 Tahun 1971.
Selanjutnya, badan ini mempunyai wewenang untuk membuat perencanaan, mendistribusikan
hasil wakaf setiap bulan dengan diikuti kegiatan yang bermanfaat di daerah, membangun dan
mengembangkan lembaga wakaf, serta membuat laporan dan menginformasikan hasil
kerjanya kepada publik.
Ketujuh, di Yordania. Pengelolaan wakaf di Yordania ditangani oleh Kementerian Wakaf
dan Urusan Agama Islam yang didasarkan pada Undang-undang Wakaf No. 25/1947. Dalam
Undang-undang ini disebutkan bahwa yang termasuk dalam urusan Kementerian Wakaf dan
Urusan Agama Islam adalah wakaf masjid, madrasah, lembaga-lembaga Islam, rumah-rumah
yatim, tempat pendidikan, lembaga-lembaga Syari’ah, kuburan-kuburan Islam, urusan haji,
dan urusan fatwa. Undang-undang ini diperkuat oleh Undang-undang Wakaf No. 26/1966
yang mempertegas peran Kementerian Wakaf dan Urusan Agama Islam dalam pengelolaan
wakaf. Kementerian Wakaf membentuk Majelis Tinggi Wakaf yang diketuai oleh Menteri.
Majelis Tinggi Wakaf menetapkan usulan-usulan yang ada di Kementerian, kemudian
Menteri membawanya kepada Dewan Kabinet untuk mendapatkan pengesahan. Kementerian
Wakaf mempunyai kewenangan untuk membelanjakan hasil pengembangan wakaf sesuai
dengan rencana-rencana yang telah digariskan oleh Direktorat Keuangan. Untuk
mempermudah pengelolaan wakaf pemerintah membentuk Direktorat Pembangunan dan
Pemeliharaan Wakaf Islam yang bertugas untuk memelihara, memperbaiki, dan membantu
tugas-tugas Kementerian Wakaf. Selain itu Direktorat ini juga mulai mengelola beberapa
proyek-proyek yang dibangun meliputi wilayah Tepi Timur dan Tepi Barat. Proyek yang
dilaksanakan di Tepi Timur antara lain adalah pembangunan kantor-kantor wakaf di Amman
dengan biaya 80.000,- dinar Yordania, pembangunan apartemen hunian di Amman dengan
biaya 85.000,- dinar Yordania dan proyek lainnya. Sedangkan proyek yang dilaksanakan di
Tepi Barat antara lain adalah kantor-kantor pertokoan dan pusat-pusat perdagangan yang
dibangun di atas tanah wakaf. Biaya pembangunan yang dilakukan baik di wilayah Tepi
Barat maupun Tepi Timur tersebut diperkirakan menelan biaya 700.000,- dinar Yordania.
Kedelapan. Di Indonesia sampai sekarang terdapat berbagai perangkat peraturan yang
berlaku yang mengatur masalah perwakafan tanah milik, seperti dimuat dalam buku
Himpunan Peraturan Perundang-undangan Perwakafan Tanah yang diterbitkan oleh
Departemen Agama RI. Selanjutnya, aturan tentang wakaf dijabarkan lebih lanjut di dalam
UndangUndang No 5 Tahun 1960 tentang Agraria.
Pada pasal 49 ditemukan ketentuan sebagai berikut :
1) Untuk keperluan peribadatan dan keperluan suci lainnya sebagai dimaksud dalam
pasal 14 dapat diberikan tanah yang dikuasai langsung oleh negara dengan hak pakai.
2) Perwakafan tanah milik dilindungi dan diatur dengan peraturan pemerintah.
Perkembangan dunia perwakafan Indonesia, mempunyai tiga fase dalam pada
perkambangannya.
 Pertama, fase tradisional. Pada fase ini wakaf untuk pembangunan masjid, musholah
dan pendidikan Islam. Artinya wakaf pada fase ini sangat konsumtif.

27
 Kedua, fase transisi untuk bangkitnya wakaf yang lebih berkembang kepada
bagaimana membangun sebuah masyarakat yang berdaya dari manfaat hasil wakaf.
 Ketiga, fase profesional. Pada Fase ini wakaf sudah berkembang jauh. Wakaf sudah
sebagai instrumen ekonomi keungan syariah. Dan karena itu wakaf sudah melahirkan
produk yang namanya Cash Waqf Linked Sukuk (CWLS) yang terbaru.
Kemudian Waqf Core Principle (WCP).

BAB III PENUTUP

B. Kesimpulan

Zakat sangat berperan penting dalam usaha pemberdayaan potensi ekonomi umat.
Kenyataannya bahwa zakat dapat meningkatkan pendapatan nasional suatu negara
sehingga tercipta kemakmuran. Solusi alternatif dan stategis yang ditawarkan Islam tiada
lain adalah dengan sistem pengelolaan distribusi dan pendayagunaan zakat yang produktif
dan kreatif. Dengan pengelolaan sebagaimana dimaksud diharapkan dapat
memberdayakan orang miskin dan terciptanya keadilan.

C. Saran
Mengenai perkembangan zakat di negara Indonesia saran penulis adalah lebih
diperbanyak lagi promosi-promosi melalui media komunikasi untuk iklan membayar
zakat, melakukan kampanye zakat kepada masyarakat akan kewajiban membayar zakat
dan pemetaan tentang penghimpunan zakat dari muzaki dan pendistribusian zakat kepada
mustahik guna memudahkan kedua belah pihak.

28
DAFTAR PUSTAKA

Achmad Djunaidi dan Thobieb al-Asyhar, Menuju Era Wakaf Produktif, Mumtaz Publishing,
Jakarta, 2007.
Ali, Nuruddin Muhd, Zakat Sebagai Instrumen dalam Kebijakan Fiskal, Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada, 2006.
Anto, Hendrie MB. 2003. Pengantar Ekonomika Mikro Islami. Yogyakarta: Ekonisia.
Arif Mufraini, Akuntansi dan Manajemen Zakat, Cet. Ke-1, (Jakarta: Kencana, 2006).
Chapra, M. Umer. 2001. The Future of Economics: An Islamic Perspective, (terjemahan
Ikhwan Abidin). Jakarta: Gema Insani Press.
CiD,DDR,Pebs-FEUI, Zakat dan Pembangunan: Era Baru Zakat Menuju Kesejahteraan
Umamat, Jakarta: 2008.
Departemen Agama, Fiqih Wakaf, Direktorat Wakaf, Jakarta, 2007.
Departemen Agama, Model Pengembangan Wakaf Produktif, Direktorat Wakaf, Jakarta,
2008.
Didin Hafidhuddin, Zakat dalam Perekonomian Modern, Cet Ke-2, Jakarta: Gema Insani
Pers, (2002).

29
Karim, Adiwarman, Makalah, dalam seminar Zakat dan Pembangunan: Era Baru Zakat
Menuju Kesejahteraan Ummat, Graha Niaga, Selasa 23 Desember 2008.
M.Hasbi Ash Shiddieqy, Pedoman Zakat, Cet. Ke-3, (Semarang: Pustaka Rizki Putra, 1991).
Mannan, MA. 1997. Teori dan Praktek Ekonomi Islam. Yogyakarta: Dana Bhakti Wakaf.
Masyhuri. 2005. “Peran Pemerintah Dalam Perspektif Ekonomi Islam”, dalam Kebijakan
Ekonomi Dalam Islam. Yogyakarta: Kreasi Wacana.
Misanam, Munrokhim, dkk. 2008. Ekonomi Islam. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Mundzir Qahaf, al-Waqf al-Islami; Tatawwuruhu, Idaratuhu, Tanmiyyatuhu, Cet. II, Dar al-
Fikr, Damaskus, 2006.
Naqvi, Syed Nawab Haider. 2003. Menggagas Ilmu Ekonomi Islam. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Rahardja, Prathama dan Mandala Manurung. 2005. Teori Ekonomi Makro Suatu Pengantar.
Jakarta: LPFEUI.
Ridlo, Taufiq, “Pengelolaan Zakat di Negara-negara Islam”, dalam Kuntarno Noor Aflah dan
Mohd.Nasir Tajang (Ed.), Zakat dan Peran Negara, Jakarta: Forum Zakat, 2006.
Sidiq, Sofyan Kabul. “Distribusi dalam Ekonomi Islam (Sebuah Kritik Terhadap Ekonomi
Kapitalis)”, didownload dari MSI-UII.Net.

30

Anda mungkin juga menyukai