Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

SISTEM EKONOMI KEBIJAKAN FISKAL PADA


MASA PEMERINTAHAN RASULULLAH
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas kelompok pada mata kuliah
Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam

Dosen Pengampu : M. Ya’qub, S.H.I, M.S.I

Disusun oleh :
1. Figo Unggul Abda Alif 09

2. Mohammad Hafizul Nizam 21

3. Mohammad Sahrul Salam 22

PRODI EKONOMI SYARI’AH


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM QOMARUDDIN
TAHUN AKADEMIK 2021 – 2022
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr.wb
Bismillahirrahmanirrahim.

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan semesta


alam. Atas izin dan karunia-Nya, kami dapat menyelesaikan makalah tepat
waktu tanpa kurang suatu apa pun. Tak lupa pula kami haturkan shalawat
serta salam kepada junjungan Rasulullah Muhammad SAW. Semoga
syafaatnya mengalir pada kita di hari akhir kelak.
Penulisan makalah berjudul ‘Sistem Ekonomi Kebijakan Fiscal Pada
Masa Rasulullah’ bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah Sejarah
Pemikiran Ekonomi Islam.
Kami mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Bapak
selaku dosen mata kuliah. Tugas yang telah diberikan ini dapat menambah
pengetahuan dan wawasan terkait bidang yang kami tekuni. Kami juga
mengucapkan terima kasih pada semua pihak yang telah membantu proses
penyusunan makalah ini.
Kami menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami terima demi
kesempurnaan makalah ini.

Wassalamualaikum wr.wb.

Gresik, 6 Desember 2021

Penyusun

2
ABSTRAK

Kebijakan fiskal tidak identik dengan perpajakan/upeti Islam yang


dilakukan raja/kaisar, juga tidak identik dengan kebijakan fiskal modern
yang lahir dari kegagalan mekanisme pasar bebas. Merujuk pada kebijakan
keuangan publik pada awal era Islam, kebijakan fiskal Islam
adalahrepresentasi praktis dari misi sistem ekonomi Islam yang
berorientasi pada religiositas,keadilan dan distribusi kekayaan.Tidak hanya
berurusan dengan penerimaan fiskal dan pengeluaran penerimaan negara
tetapi juga tentangmisi distribusi kekayaan yang adil. Jizyah, kharaj dan
ghanimah adalah instrumen fiskal disesuai dengan keadaan saat itu untuk
misi pembagian kekayaan yang adil. Berdasarkan konsep fiskal Islam, maka
penerapan kebijakan fiskal sekarang harus entah bagaimana bentuk dapat
mengarah pada distribusi kekayaan yang adil menuju kesejahteraan
masyarakat yang komprehensif (falah), bukan hanya defisit anggaran.

Kata Kunci : Fiskal, Instrumen Fiskal, Baitul Mal, Distribusi Kekayaan

3
Daftar Isi
KATA PENGANTAR .............................................................................................. 2

ABSTRAK ................................................................................................................ 3

Daftar Isi ................................................................................................................... 4

BAB I ........................................................................................................................ 5

PENDAHULUAN .................................................................................................... 5

1.1 Latar Belakang .......................................................................................... 5

1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................... 5

1.3 Tujuan ....................................................................................................... 5

BAB II....................................................................................................................... 6

PEMBAHASAN ....................................................................................................... 6

2.1 Sistem Perekonomian Pada Masa Rasulullah SAW ....................................... 6

2.2 Kebijakan Fiskal Pada Masa Rasulullah SAW ............................................... 7

BAB III ................................................................................................................... 16

PENUTUP .............................................................................................................. 16

Kesimpulan ......................................................................................................... 16

Daftar Pustaka ......................................................................................................... 17

4
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam konsep Islam pemerintah bertanggung jawab atas kesejahteraan
kehidupan seluruh warganya di berbagai bidang, terutama bidang ekonomi
yang menjadi tulang punggung kehidupan. Campur tangan negara dalam
masalah ekonomi yang pernah diperdebatkan antara antara kapitalis dan
sosialis, dalam Islam adalah satu bentuk tanggung jawab negara yang sudah
semestinya untuk menjamin kemaslahatan rakyat. Bahkan kini campur
tangan negara yang lebih spesifik bernama kebijakan fiskal tidak bisa
dihindarkan oleh negara manapun termasuk yang menganut sistem kapitalis
atau pasar bebas.

Keberhasilan Rasulullah SAW dalam membangun negara yang berpusat


di Madinah dari bekal nol menjadi negara yang memiliki kestabilan
ekonomi yang mantap menunjukkan keberhasilan sistem fiskal yang
diterapkan waktu itu. Rasulullah SAW telah dapat memainkan kebijakan
fiskalnya secara tepat dengan mempertimbangkan berbagai faktor
determinan ekonomi waktu itu. Sebagaimana disadari bersama faktor-faktor
determinan ekonomi saat ini telah banyak berbeda dengan yang dihadapi
pada waktu Rasulullah SAW. Bagaimanapun kehidupan ekonomi telah
melewati rentangan waktu yang panjang dengan berbagai dinamika sosial,
budaya daan politik yang selalu mengiringinya. Persoalan bagaimana
rumusan sistem fiskal yang Islami dan bagaimana ketepatan penerapannya
menjadi sebuah kajian yang tidak mudah untuk dipecahkan. Makalah
sederhana ini hanya akan menelaah konsep dan historisitas kebijakan fiskal
Islam yang mengacu pada masa awal Islam.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana Sistem Perekonomian Pada Masa Rasulullah SAW ?
2. Kebijakan fiskal pada masa Rasulullah SAW ?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui perkembangan ekonomi pada masa rasulullah
SAW.
2. Untuk mengetahui perkembangan kebijakan fiskal mada masa
rasulullah SAW.

5
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Sistem Perekonomian Pada Masa Rasulullah SAW


Awal mula terbangunnya perekonomian berawal dari kepemimpinan
Rasulullah SAW pada periode Madinah meskipun konsepnya relatif
sederhana tetapi beliau telah menunjukkan prinsip-prinsip yang mendasar
bagi pengelolaan ekonomi.1 Praktik ekonomi pada masa Rasulullah dan
Khulafaurrasyidin menunjukkan adanya peranan pasar yang besar.
Rasulullah sangat menghargai harga yang dibentuk oleh pasar sebagai harga
yang adil.2 Rasulullah SAW adalah pemimpin pertama yang
memperkenalkan konsep baru di bidang keuangan Negara di abad ke-7.
Semua hasil penghimpunan kekayaan negara dikumpulkan terlebih dahulu
kemudian dikeluarkan sesuai dengan kebutuhan negara. Tempat pusat
pengumpulan dana disebut bai al mal yang pada masa Nabi Muhammad
SAW terletak di Masjid Nabawi.3 Peran dan fungsi baitul mal sendiri bukan
hanya sekedar mengumpulkan uang dan membagikannya kepada
masyarakat yang membutuhkan, namun lebih kepada pengolahan tatanan
yang menopang perekonomian sehingga tidak terjadi sesuatu hal yang tidak
diinginkan.4 Pada masa Rasulullah SAW ini, baitul mal lebih mempunyai
pengertian sebagai pihak (al-jihat) yang menangani setiap harta benda kaum
muslimin, baik berupa pendapatan maupun pengeluaran.5

Sumber-sumber pendapatan negara berasal dari Kharaj, Zakat,


Khums, Jizyah, dan penerimaan lainnya. Kharaj yaitu pajak terhadap tanah,
yang penentuannya berdasarkan tingkat produktivitas tanah atau berdasar
pada tiga hal yaitu karakteristik atau tingkat kesuburan tanah, jenis tanaman
dan jenis irigasi. Zakat, dikumpulkan dalam bentuk uang tunai yang diambil
dari hasil peternakan dan hasil pertanian. Khums, yaitu pajak proporsional
yang diambil dari barang temuan dan barang tambang, besarannya sebanyak
20%. Jizyah, yaitu pajak yang dibebankan kepada orang-orang non muslim

1
Ibnuddin, Pemikiran Ekonomi Islam Pada Masa Nabi Muhammad, Jurnal
Pendidikan dan Studi Islam, Vol. 5 No. 1, 2019, hal. 51–61.
2
Idris Parakkasi dan Kamiruddin, Analisis Harga dan Mekanisme Pasar dalam
Perspektif Islam, Laa Maysir, Vol. 5 No.1, 2018, hal. 107-120
3
Agus Marimin, Baitul Maal Sebagai Lembaga Keuangan Islam dalam
Memperlancar Aktivitas Perekonomian, Jurnal Akuntansi dan Pajak, Vol. 14 No. 02, 2014,
hal.39–42
4
Khurun 'In Zahro dan Mohammad Ghazali, Peran Baitul Mal dalam Daulah
Islam sebagai Sentral Perekonomian Negara, Al-Ashlah, Vol. 3 No. 1, 2019, hal.118–29.
5
Sumadi dan Muhammad Tho'in, Paradigma Konsep Teori Dan Praktek Baitul
Mal Dalam Prespektif Sistem Ekonomi Islam, Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam, Vol. 6 No. 02,
2020, hal.330–38.
6
sebagai pengganti layanan sosial ekonomi dan jaminan perlindungan
keamanan dari negara lain. Penerimaan lainnya seperti kaffarah dan harta
waris dari orang yang tidak menjadi ahli waris.6

Rasulullah merubah sistem ekonomi dan keuangan negara sesuai dengan


ketentuan Al-Quran. Dalam Al-Quran telah dituliskan secara jelas semua
petunjuk bagi umat manusia termasuk hal-hal terkait dengan perekonomian
umat, kebijakan dan ketentuan ekonomi pada masa Rasulullah adalah
sebagai berikut:

1. Kekuasaan tertinggi adalah milik Allah SWT dan Allah SWT adalah
pemilik yang absolut atas semua yang ada.
2. Semua yang dimiliki oleh manusia karena atas seizin Allah SWT,
oleh karena itu saudara-saudaranya yang kurang beruntung memiliki
hak atas sebagian kekayaan saudara-saudaranya yang lebih
beruntung.
3. Kekayaan tidak boleh ditumpuk terus dan ditimbun.
4. Kekayaan harus diputar.
5. Eksploitasi dalam ekonomi segala bentuknya harus dihilangkan.
6. Menghilangkan jurang perbedaan antar individu dalam
perekonomian dapat menghapuskan konflik antar golongan dengan
cara membagikan kepemilikan seseorang setelah kematiannya
kepada para ahli warisnya.
7. Menetapkan kewajiban yang sifatnya wajib dan sukarela bagi semua
individu termasuk bagi anggota masyarakat yang miskin.7

2.2 Kebijakan Fiskal Pada Masa Rasulullah SAW


Pada awal masa pemerintah kota Madinah, pendapatan dan
pengeluaran hampir tidak ada. Pada masa Rasulullah saw., hampir seluruh
pekerjaan yang diperkerjakan tidak mendapat upah/imbalan, tidak ada
tentara formal. Tidak ada yang mendapat gaji tetap, namun mereka
diperbolehkan mengambil harta dari rampasan perang.
Kebijakan pertama yang diambil Rasulullah dalam rangka
meningkatkan permintaan agregat masyarakat muslim di Madinah setelah
hijrah dengan mempersaudarakan kaum muhajirin dan Anshar. Hal ini yang
menyebabkan terjadinya distribusi dari kaum Anshar kepada kaum

6
Ibnuddin, Pemikiran Ekonomi Islam Pada Masa Nabi Muhammad, Jurnal Pendidikan dan
Studi Islam, Vol. 5 No. 1, 2019, hal. 51–61.
7
Rahardjo, M. D. (2001). Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam. Jakarta: The
International Institute of Islamic Thougt.
7
Muhajirin. Distribusi pendapatan ini telah meningkatkan permintaan total
Madinah.
Kebijakan lain yang ditempuh Rasulullah adalah menyediakan
lapangan kerja bagi kaum Muhajirin sekaligus meningkatkan pendapatan
nasional dengan menerapkan kontrak muzaraa, mudharabah dan kerja sama
terbatas antar kaum Muhajirin yang menyediakan lapangan kerja dengan
kaum Anshar yang menyediakan lahan pertanian, perkebunan dan tambang.
Secara alami perluasan produksi dan fasilitas perdagangan meningkatkan
produksi total kaum muslimin dan meningkatkan pemanfaatan sumber daya
tenaga kerja, lahan dan modal.8

Pada tahun kedua setelah hijrah sedekah dan fitrah diwajibkan pada
bulan Ramadhan. Zakat mulai diwajibkan pada tahun kesembilan setelah
hijrah. Dengan diwajibkannya zakat maka ditunjuklah pengelola zakat yang
tidak digaji keberadaannya, namun pengelola tersebut diperbolehkan
mendapat bagian dari zakat tersebut maksimal 12,5% dari zakat yang ada.9

Pada masa Rasulullah sumber pendapatan dibagi menjadi tiga golongan


sebagai berikut:
1. Penerimaan negara dari kaum muslim yang meliputi: Kharaj, zakat,
Ushr, zakat fitrah, wakaf, infaq dan shadaqah, amwal fadhla (harta
kaum muslimin yang meninggal tanpa ahli waris), nawaib dan
Khums.
2. Pendapatan dari kaum non-muslim yang meliputi: Jiyaz, Kharaj dan
Ushr.
3. Pendapatan lain yang meliputi: Ghanimah, Fay, uang tebusan untuk
tawanan perang, kaffarah, hadiah serta pinjaman dari kaum muslim
dan non muslim.10

Pada masa Rasulullah instrumen kebijakan fiskal didapatkan melalui dua


kategori, yaitu sumber pendapatan primer dan sumber pendapatan sekunder.
1. Sumber Pendapatan Primer
Pada masa Rasulullah, Negara tidak mempunyai kekayaan apa pun
dikarenakan sumber penerimaan nagara hampir tidak ada. Baru setelah
perang badar pada abad ke-2 H negara mempunyai pendapatan dari 1/5
harta rampasan perang, pada masa Rasulullah juga diterapkan Jizyah (pajak
bagi warga nonmuslim atas jaminan keamanan jiwa mereka) sebagai

8
Rozalida. (2014). Ekonomi Islam Teori dan Aplikasinya Pada Aktivitas Ekonomi.
Jakarta: Rajawali Pers.
9
Al Arif, M. N. R. (2015). Pengantar Ekonomi Syariah. Bandung: Pustaka Setia.
10
Al Arif, M. N. R. (2015). Pengantar Ekonomi Syariah. Bandung: Pustaka Setia
8
pendapatan negara. Sumber lain adalah Kharaj (pajak tanah) yang dipungut
dari warga non muslim atas tanah yang sudah ditaklukkan.11
Instrumen kebijakan fiskal dalam ekonomi Islam berasal dari zakat,
infaq, sedekah dan wakaf. Unsur tersebut ada yang bersifat wajib dan ada
juga yang bersifat sukarela. Zakat merupakan unsur yang harus dibayarkan
oleh wajib pajak setelah mencapai nisabnya, sedangkan infaq, sedekah dan
wakaf bersifat sukarela. Unsur sukarela inilah yang membedakan antara
ekonomi Islam dengan ekonomi kapitalis yang tidak memiliki sektor
sukarela.
Perbedaan lain yang mendasar antara ekonomi kapitalis dan ekonomi
Islam adalah terkait pengelolaan uang negara. Dalam ekonomi Islam hutang
harus terbebas dari unsur bunga. Sebagian besar pengeluaran pemerintah
dibiayai dari pajak pendapatan atau berdasarkan atas bagi hasil. Dengan
demikian, dalam ekonomi Islam ukuran utang publik jauh lebih sedikit
dibanding ekonomi konvensional yang dalam kebijakannya banyak
melibatkan utang negara.
Berikut sumber-sumber pendapatan negara dalam sistem ekonomi Islam
dan peranannya dalam sistem perekonomian adalah:
a) Kharaj
Kharaj berasal dari Bahasa arab yang berarti keluar. Secara terminologi
berarti pajak yang harus dikeluarkan atas tanah yang taklukkan oleh pasukan
Islam. Kharaj pertama kali diperkenalkan setelah perang khaibar, ketika itu
Rasulullah. Saw membolehkan orang-orang Yahudi khaibar memiliki
kembali tanah milik mereka dengan syarat mengeluarkan dari separuh hasil
panen tanah tersebut kepada Islam sebagai Kharaj (pajak). Jika di Indonesia
Kharaj setara dengan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), namun PBB
ditentukan berdasarkan zoning sedangkan besarnya pembayaran Kharaj
ditentukan oleh pemerintah berdasarkan:
1) Karakteristik tanah/tingkat kesuburan tanah
2) Jenis tanaman (termasuk tanaman yang memiliki nilai ekonomis dan
kuantitas)
3) Jenis irigasi, metode produksi dan peran SDM yang lebih rendah
4) Nilai hasil produksi (maksimal 50%).

11
Haryanto, J. T. (2016). Tinjauan teoritis kebijakan fiskal Islam periode Nabi
Muhammad SAW. Alqalam, 33(2), 122-138.
http://jurnal.uinbanten.ac.id/index.php/alqalam/article/view/396.
9
b) Infaq
Infaq secara kebahasaan memiliki arti berlalu dan menghabiskan.
Kemudian lafaz tersebut dipakai sebagai salah satu ungkapan dalam syariah
Islam yang berkaitan dengan pengalokasian pendapatan seseorang untuk
memenuhi tuntunan syariat. Anjuran pengalokasian pendapatan disebutkan
dalam Al-Quran QS. Al-Baqarah ayat 195.

َ‫َّللاَ ي ُِحبُّ ْال ُمحْ ِسنِين‬


‫َّللا َو ََل ت ُ ْلقُوا بِأ َ ْيدِي ُك ْم إِلَى الت ه ْهلُ َك ِة ۛ َوأَحْ ِسنُوا ۛ إِ هن ه‬ َ ‫َوأَ ْن ِفقُوا فِي‬
ِ ‫سبِي ِل ه‬
Artinya: Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah
kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat
baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat
baik.

Infaq terdiri dari dua jenis yaitu infaq wajib yang berupa zakat dan
infaq sunah yaitu pendistribusian harta seseorang di jalan Allah. Infaq wajib
(zakat) telah ditetapkan oleh Allah kadarnya, sedangkan infaq sunah tidak
ditentukan kadarnya, sesuai dengan kemampuan dan keleluasaan. Hal ini
menunjukkan zakat hanyalah harta yang setelah dikurangi kebutuhan pokok
melebihi batas minimum atau disebut dengan nisab.12

c) Ushr

Ushr adalah bea impor yang dikenakan kepada semua pedagang dan
dibayar hanya sekali dalam setahun serta hanya berlaku untuk barang yang
nilainya lebih dari 200 dirham. Tingkat bea yang dilindungi adalah 5% dan
pedagang muslim 2,5%. Rasulullah mengambil kebijakan dengan
menghapuskan semua bea impor dengan tujuan agar perdagangan lancar dan
arus ekonomi dalam perdagangan berjalan lancar sehingga perekonomian di
negara yang beliau pimpin menjadi meningkat. Kebijakan ini tentu
berdampak terhadap pendapatan negara.

d) Ghanimah dan Fay

Ghanimah adalah barang bergerak, barang yang dapat dipindahkan.


Barang tersebut diperoleh dalam peperangan. Anggota pasukan akan
memperoleh 4/5 dari jumlah keseluruhan karena mereka telah
mempertaruhkan nyawanya dan menggunakan keterampilannya dalam
berperang, sedangkan sisanya untuk kepentingan umum dan keluarga nabi.
Hal tersebut telah tercantum dalam Al-Quran surah Al-Anfal ayat 41:

12
Al Arif, M. N. R. (2015). Pengantar Ekonomi Syariah. Bandung: Pustaka Setia.

10
‫ين‬
ِ ‫سا ِك‬َ ‫سو ِل َو ِلذِي ْالقُ ْربَى َو ْاليَتَا َمى َو ْال َم‬ ُ ‫لر‬ َ ‫ّلِل ُخ ُم‬
‫سهُ َو ِل ه‬ ِ ‫ش ْيءٍ فَأ َ هن ِ ه‬ َ ‫غنِ ْمت ُ ْم ِم ْن‬ َ ‫َوا ْعلَ ُموا أَنه َما‬
ِ َ‫ان يَ ْو َم ْالتَقَى ْال َج ْمع‬
ۗ ‫ان‬ ِ َ‫ع ْب ِدنَا يَ ْو َم ْالفُ ْرق‬
َ ‫علَى‬ َ ‫اّلِل َو َما أَ ْنزَ ْلنَا‬
ِ ‫سبِي ِل إِ ْن ُك ْنت ُ ْم آ َم ْنت ُ ْم بِ ه‬
‫َواب ِْن ال ه‬
‫ش ْيءٍ قَدِير‬ َ ‫علَى ُك ِل‬ ‫َو ه‬
َ ُ‫َّللا‬
Artinya: Ketahuilah, sesungguhnya apa saja yang dapat kamu peroleh
sebagai rampasan perang, maka sesungguhnya seperlima untuk Allah,
Rasul, kerabat Rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan ibnussabil,
jika kamu beriman kepada Allah dan kepada apa yang kami turunkan
kepada hamba Kami (Muhammad) di hari Furqaan, yaitu di hari
bertemunya dua pasukan. Dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.

Fay adalah harta rampasan perang yang diperoleh tanpa kerja keras
berperang atau secara damai. Sebelum terjadinya peperangan akan
ditawarkan kepada musuh, apakah bersedia menyerah atau tidak. Jika
mereka menyerah, maka tidak akan diperangi, tetapi konsekuensinya harta
mereka akan diambil sebagai rampasan perang. Fay diberikan sepenuhnya
kepada nabi Muhammad dalam kapasitasnya sebagai kepala negara.13
Sedangkan pasukan perang tidak berhak apapun terhadap Fay tersebut.
Sebagaimana Firman Allah dalam QS Al-Hasyr ayat 6-7:

ُ ‫س ِل‬
‫ط‬ ‫ب َولَ ِك هن ه‬
َ ُ‫َّللاَ ي‬ َ ‫سو ِل ِه ِم ْن ُه ْم فَ َما أَ ْو َج ْفت ُ ْم‬
ٍ ‫علَ ْي ِه ِم ْن َخ ْي ٍل َو ََل ِركَا‬ ُ ‫علَى َر‬ ‫َو َما أَفَا َء ه‬
َ ُ‫َّللا‬
‫ش ْيءٍ قَدِير‬ َ ‫علَى ُك ِل‬ ‫علَى َم ْن يَشَا ُء ۚ َو ه‬
َ ُ‫َّللا‬ َ ُ‫سلَه‬ُ ‫ُر‬
‫ين‬
ِ ‫سا ِك‬ َ ‫سو ِل َو ِلذِي ْالقُ ْربَى َو ْاليَتَا َمى َو ْال َم‬ُ ‫لر‬ ‫سو ِل ِه ِم ْن أَ ْه ِل ْالقُ َرى فَ ِلله ِه َو ِل ه‬ ُ ‫علَى َر‬ ‫َما أَفَا َء ه‬
َ ُ‫َّللا‬
‫سو ُل فَ ُخذُوهُ َو َما نَ َها ُك ْم‬ُ ‫الر‬‫اء ِم ْن ُك ْم ۚ َو َما آتَا ُك ُم ه‬ِ ‫س ِبي ِل َك ْي ََل َي ُكونَ دُولَةً َبيْنَ ْاْل َ ْغ ِن َي‬
‫َواب ِْن ال ه‬
ِ ‫شدِيدُ ْال ِعقَا‬
‫ب‬ َ َ‫َّللا‬ ‫ع ْنهُ فَا ْنتَ ُهوا ۚ َواتهقُوا ه‬
‫َّللاَ ۖ ِإ هن ه‬ َ
Artinya: Dan apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada
Rasul-Nya (dari harta benda) mereka, maka untuk mendapatkan itu kamu
tidak mengerahkan seekor kudapun dan (tidak pula) seekor untapun, tetapi
Allah yang memberikan kekuasaan kepada Rasul-Nya terhadap apa saja
yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. Apa
saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya (dari
harta benda) yang berasal dari penduduk kota-kota maka adalah untuk
Allah, untuk Rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin
dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan beredar
di antara orang-orang kaya saja di antara kamu. Apa yang diberikan Rasul
kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka
tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat
keras hukumannya.

13
Janwari, Y. (2016). Pemikiran Ekonomi Islam. Bandung: Remaja Rosdakarya.

11
e) Khums

Perbedaan pendapat timbul di antara para ulama Sunni dan ulama Syi’i.
Para ulama Syi’i mengatakan bahwa sumber pendapatan apa pun harus
dikenakan Khums sebesar 20%. Sedangkan ulama Sunni beranggapan
bahwa ini hanya berlaku untuk harta rampasan perang. Imam abu Ubaid
menyatakan bahwa Khums bukan hanya hasil perang melainkan juga barang
temuan dan barang tambang.

f) Jizyah

Jika zakat dikenakan pada umat Islam, sementara Jizyah dikenakan


kepada non muslim sebagai pengganti fasilitas sosial-ekonomi dan fasilitas
lainnya serta mendapatkan keamanan dari negara Islam. Jizyah dipungut
dari kaum non muslim dikarenakan domisili mereka dan tunduk pada
pemerintah Islam. Jizyah tidak dikenakan pada perempuan dan anak-anak
sekalipun mereka orang kaya14. Pengenaan Jizyah telah ditegaskan Allah
dalam QS. At-Taubah ayat 29:

‫سولُهُ َو ََل‬ ‫اّلِل َو ََل بِ ْاليَ ْو ِم ْاْل ِخ ِر َو ََل يُ َح ِر ُمونَ َما َح هر َم ه‬


ُ ‫َّللاُ َو َر‬ ِ ‫قَاتِلُوا الهذِينَ ََل يُؤْ ِمنُونَ بِ ه‬
َ‫صا ِغ ُرون‬ َ َ‫طوا ْال ِج ْز َية‬
َ ‫ع ْن َي ٍد َو ُه ْم‬ َ ‫ق ِمنَ الهذِينَ أُوتُوا ْال ِكت‬
ُ ‫َاب َحتهى يُ ْع‬ ِ ‫َي ِدينُونَ دِينَ ْال َح‬
Artinya: Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan
tidak (pula) kepada hari kemudian, dan mereka tidak mengharamkan apa
yang diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya dan tidak beragama dengan
agama yang benar (agama Allah), (yaitu orang-orang) yang diberikan Al-
Kitab kepada mereka, sampai mereka membayar jizyah dengan patuh
sedang mereka dalam keadaan tunduk.

g) Kaffarah

Kaffarah disebut juga pungutan denda dari pelanggaran atas aturan


syariat Islam. Misalnya kaffarat yang dikenakan pada suami istri yang
berhubungan di siang hari pada bulan Ramadhan.

14
Janwari, Y. (2016). Pemikiran Ekonomi Islam. Bandung: Remaja Rosdakarya.

12
2. Sumber Pendapatan Sekunder
Sumber pendapatan sekunder yang memberikan hasil antara lain:
a) Uang tebusan untuk para tawanan perang.
b) Pinjam-pinjaman (setelah penaklukan kota Mekkah) untuk
pembayaran penebusan kaum muslimin dari Judhayma atau
sebelum pertempuran hawazin 30.000 dirham.
c) Khumuz atas Rikaz yaitu harta karun temuan periode
sebelum Islam.
d) Wakaf, harta benda yang didedikasikan kepada umat Islam
yang disebabkan karena Allah dan pendapatannya akan
didepositokan di Baitul Mal.
e) Nawaib yaitu pajak yang jumlahnya cukup besar yang
dibebankan kepada kaum muslimin yang kaya dalam rangka
menutupi pengeluaran negara selama masa darurat dan hal ini
pernah terjadi pada masa perang tabuk.
f) Zakat fitrah.
g) Bentuk lain sadaqah seperti kurban.15

3. Pengeluaran Negara
Pengeluaran negara selama periode kenabian di bagi menjadi dua yaitu16:
1) Pengeluaran Primer
a) Biaya Pertahanan, seperti: persenjataan, unta, kuda dan
persediaan.
b) Pengeluaran zakat dan Ushr pada yang berhak
menerimanya sesuai dengan ketentuan AlQuran.
c) Pembayaran gaji untuk wali, qadi, guru, imam muazin dan
pejabat negara lainnya.
d) Pembayaran upah para sukarelawan.
e) Pembayaran utang Negara.
f) Bantuan untuk musafir (dari daerah fadak).

2) Pengeluaran Sekunder
a) Bantuan untuk orang yang belajar agama di Madinah.
b) Hiburan untuk para delegasi keagamaan.
c) Hiburan untuk para utusan suku dan negara serta biaya
perjalanan mereka.
d) Pengeluaran untuk duta-duta Negara.
e) Hadiah untuk negara lain.
f) Pembayaran untuk pembebasan kaum muslimin yang jadi
budak .
g) Pembayaran untuk mereka yang terbunuh secara tidak
sengaja oleh kaum muslim.

15
Rahardjo, M. D. (2001). Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam. Jakarta: The
International Institute of Islamic Thougt.
16
Sari, N. (2017). Zakat sebagai kebijakan fiskal pada masa kekhalifah Umar Bin
Khattab. Jurnal Perspektif Ekonomi Darussalam, 1(2), 172–184.
https://doi.org/10.24815/jped.v1i2.6552.
13
h) Pembayaran utang untuk orang yang meninggal dalam
keadaan miskin
i) Pembayaran tunjangan untuk orang miskin..
j) Tunjangan untuk sanak saudara Rasulullah .
k) Pengeluaran rumah tangga Rasulullah (hanya sejumlah
kecil; 80 butir kurma dan 80 butir gandum untuk setiap
istrinya.
l) Persediaan darurat.

14
Mengacu pada praktik di masa Rasulullah, dapat digarisbawahi
bahwa kebijakan fiskal Islam merupakan kebijakan keuangan publik terkait
dengan prinsip penyelenggaraan negara untuk kemaslahatan umat. Seluruh
warga negara bagaikan berada dalam satu keluarga besar. Ada rasa
sepenanggungan dan saling menjamin (takaful). Zakat misalnya berorientasi
pada sikap saling berbagi, diambil dari yang berlebih diberikan kepada yang
kekurangan. Jizyah merupakan wujud kebersamaan masyarakat non Muslim
dalam kehidupan bernegara sebagai perwujudan rasa sepenanggungan.
Kharaj juga berorientasi pada distribusi kekayaan yang adil di masyarakat.

Berbagai bentuk kebijakan Rasulullah yang terkait fiskal adalah


representasi prinsip-prinsip belanja publik dalam konteks politik, ekonomi
dan sosial waktu itu. Sebagai sebuah agama, Islam mengemban misi
kesejahteraan lahir batin umat manusia dengan distribusi kekayaan yang
berkeadilan. Dapat dikatakan bahwa ghanimah, fai', kharaj dan sumber-
sumber belanja public lainnya adalah dialektika pencapaian misi tersebut
dengan realitas kehidupan sosial, politik dan ekonomi kala itu, dan
merupakan bentuk kompromi dengan realitas kondisi sosiologis menuju
cita-cita ideal ekonomi Islam.

15
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Pada masa Rasulullah SAW sisi penerimaan APBN terdiri atas kharaj,
zakat, khums, jizyah, dan penerimaan lain-lain. Di sisi pengeluaran terdiri
atas pengeluaran untuk kepentingan dakwah, pendidikan dan kebudayaan,
ilmu pengetahuan dan teknologi, kesejahteraan sosial, dan belanja pegawai.
Penerimaan zakat dan khums dihitung secara proporsional yang dalam
persentase dan bukan ditentukan nilai nominalnya. Sistem zakat perniagaan
tidak akan mempengaruhi harga dan jumlah penawaran karena zakat
dihitung dari hasil usaha.

Kebijakan fiskal memegang peranan yang sangat penting dalam


menunjang kestabilan ekonomi suatu negara. Peranannya tidak hanya
sekedar untuk kelancaran pembelanjaan negara saja, tetapi memiliki dampak
yang yang terkait dengan aktivitas ekonomi secara makro di suatu negara.
Dalam konsep ekonomi Islam yang tidak mengenal riba, kebijakan fiskal
lebih menjadi tumpuan dalam menstabilkan perekonomian dari pada
kebijakan moneter.

16
Daftar Pustaka
Ibnuddin, Pemikiran Ekonomi Islam Pada Masa Nabi Muhammad,
Jurnal Pendidikan dan Studi Islam, Vol. 5 No. 1, 2019, hal. 51–61.
Idris Parakkasi dan Kamiruddin, Analisis Harga dan Mekanisme
Pasar dalam Perspektif Islam, Laa Maysir, Vol. 5 No.1, 2018, hal. 107-120
Agus Marimin, Baitul Maal Sebagai Lembaga Keuangan Islam
dalam Memperlancar Aktivitas Perekonomian, Jurnal Akuntansi dan Pajak,
Vol. 14 No. 02, 2014, hal.39–42
Khurun 'In Zahro dan Mohammad Ghazali, Peran Baitul Mal dalam
Daulah Islam sebagai Sentral Perekonomian Negara, Al-Ashlah, Vol. 3 No.
1, 2019, hal.118–29
Sumadi dan Muhammad Tho'in, Paradigma Konsep Teori Dan
Praktek Baitul Mal Dalam Prespektif Sistem Ekonomi Islam, Jurnal Ilmiah
Ekonomi Islam, Vol. 6 No. 02, 2020, hal.330–38.
Ibnuddin, Pemikiran Ekonomi Islam Pada Masa Nabi Muhammad,
Jurnal Pendidikan dan Studi Islam, Vol. 5 No. 1, 2019, hal. 51–61.
Rahardjo, M. D. (2001). Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam. Jakarta:
The International Institute of Islamic Thougt.
Rozalida. (2014). Ekonomi Islam Teori dan Aplikasinya Pada
Aktivitas Ekonomi. Jakarta: Rajawali Pers.
Al Arif, M. N. R. (2015). Pengantar Ekonomi Syariah. Bandung:
Pustaka Setia.
Haryanto, J. T. (2016). Tinjauan teoritis kebijakan fiskal Islam
periode Nabi Muhammad SAW. Alqalam, 33(2), 122-138.
http://jurnal.uinbanten.ac.id/index.php/alqalam/article/view/396.
Janwari, Y. (2016). Pemikiran Ekonomi Islam. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Sari, N. (2017). Zakat sebagai kebijakan fiskal pada masa
kekhalifah Umar Bin Khattab. Jurnal Perspektif Ekonomi Darussalam, 1(2),
172–184. https://doi.org/10.24815/jped.v1i2.6552.
Ali Murtadho, Konsep Fiskal Islam Dalam Perspektif Historis, Ali
Murtadho,
https://journal.walisongo.ac.id/index.php/economica/article/view/759.
Ibnu Hasan Karbila, Kebijakan Fiskal pada Masa Rasulullah dan
Sekarang, https://ejournal.stai-tbh.ac.id/index.php/al-muqayyad

17

Anda mungkin juga menyukai