Anda di halaman 1dari 15

PEMERINTAH DALAM PEREKONOMIAN II

Disusun dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah


“Ekonomi Makro Islam”

Dosen Pengampu: Dr. EARLY RIDHO KISMAWADI, S.E.I., M.A.

Oleh:

Kelompok : 13 (Tiga Belas)


Ketua : Siti Maryam (4022021058)
Anggota : Mayang Aprilianda (4022021046)

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI LANGSA
2024
KATA PENGANTAR

Syukur alhamdulillah kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat-Nya yang tak
terhingga, yang telah melimpahkan rahmat dan petunjuk-Nya kepada kami sehingga kami
berhasil menyelesaikan tulisan ini dengan judul "Peran Pemerintah dalam Tata Kelola
Ekonomi". Tulisan ini kami susun sebagai bagian dari tugas akademis dalam mata kuliah
Ekonomi Makro, dengan tujuan untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam
mengenai bagaimana pemerintah memengaruhi dan mengatur perekonomian suatu
negara.
Perekonomian memiliki peranan sentral dalam kehidupan masyarakat modern.
Dengan tulisan ini, kami berupaya untuk mengeksplorasi lebih dalam mengenai peran
serta pengaruh pemerintah dalam mengatur perekonomian, dengan harapan dapat
memberikan wawasan baru dan pemahaman yang lebih mendalam mengenai
kompleksitas hubungan antara kebijakan pemerintah dan dinamika ekonomi.
Kami ingin mengucapkan terima kasih yang tulus kepada dosen pembimbing kami,
yang telah memberikan bimbingan dan arahan berharga dalam proses penulisan tulisan
ini. Kami juga tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada teman-teman yang telah
memberikan dukungan dan inspirasi selama proses penelitian.
Meskipun kami menyadari bahwa tulisan ini belum tentu sempurna, kami berharap
bahwa kontribusi kami dapat memberikan pemahaman tambahan mengenai peran
pemerintah dalam perekonomian. Kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang
membangun untuk perbaikan di masa depan.
Terakhir, kami berharap tulisan ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca dan
menjadi sumbangan kecil kami dalam pengembangan ilmu pengetahuan. Terima kasih
atas perhatiannya.

Hormat kami,

Ketua Kelompok I
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................. 2


DAFTAR ISI .......................................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................................... 4
A. Latar Belakang Permasalahan ...................................................................................... 4
B. Rumusan Masalah ........................................................................................................ 5
BAB II PEMBAHASAN .......................................................................................................... 6
A. Peran Pemerintah dalam Perekonomian ....................................................................... 6
B. Anggaran Pendapatan Pemerintah ............................................................................... 7
C. Anggaran Pendapatan Pemerintah Islam ...................................................................... 8
D. Klasifikasi Belanja Pemerintah .................................................................................... 11
E. Jenis Pengeluaran Baitul Mal ...................................................................................... 12
BAB III PENUTUP ............................................................................................................... 14
A. Kesimpulan ................................................................................................................. 14
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................ 15
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Permasalahan


Pengelolaan anggaran pendapatan pemerintah memainkan peran sentral dalam
konteks pemerintahan, terutama dalam wacana sistem keuangan pemerintahan Islam.
Hal ini mencakup lebih dari sekadar aspek teknis pengelolaan pendapatan dan
pengeluaran; ini juga mencerminkan prinsip-prinsip ekonomi yang dalam dan tanggung
jawab moral yang diemban oleh pemerintah terhadap rakyatnya. Dalam perspektif Islam,
pemerintah dianggap memiliki peran krusial dalam menjamin distribusi kekayaan dan
kesejahteraan umat, termasuk melalui pengelolaan dana publik dengan adil dan
berkeadilan.
Signifikansi dari pembahasan ini tidak bisa diabaikan, terutama di negara-negara
dengan mayoritas penduduk Muslim seperti Indonesia, Malaysia, atau negara-negara
Timur Tengah. Penerapan prinsip-prinsip ekonomi Islam dalam pengelolaan anggaran
pemerintah menjadi semakin penting dalam konteks modern, tidak hanya terkait dengan
aspek keadilan sosial, tetapi juga dengan efisiensi penggunaan dana publik dan
pencapaian tujuan pembangunan nasional.
Meskipun demikian, dalam implementasinya, terdapat sejumlah permasalahan yang
memerlukan pemikiran mendalam. Pertama, pengelolaan pendapatan pemerintah
menjadi isu krusial. Bagaimana pendapatan pemerintah dikumpulkan, dikelola, dan
dialokasikan sesuai dengan prinsip-prinsip ekonomi Islam menjadi pertanyaan yang
memerlukan pemikiran mendalam. Kedua, klasifikasi belanja pemerintah menjadi
perhatian penting. Bagaimana pengeluaran-pengeluaran ini diarahkan untuk
mencerminkan keadilan sosial dan pembangunan yang berkelanjutan? Ketiga, dalam
konteks pengeluaran Baitul Mal, yang merupakan bagian penting dari sistem ekonomi
Islam, strategi pengelolaan dan alokasi dana menjadi pertimbangan yang kompleks.
Bagaimana dana-dana ini dikelola dan dialokasikan untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat yang kurang mampu serta mendukung proyek-proyek pembangunan yang
berkelanjutan?
Selain itu, dalam menghadapi tantangan dalam pengelolaan anggaran pendapatan
pemerintah, penting untuk mempertimbangkan kerangka kerja hukum dan regulasi yang
sesuai dengan prinsip-prinsip ekonomi. Ini mencakup pengembangan kebijakan yang
mempromosikan transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi masyarakat dalam proses
pengambilan keputusan terkait anggaran. Dengan menerapkan prinsip-prinsip ini,
pemerintah dapat memastikan bahwa pengelolaan anggaran pendapatan dilakukan
secara berkelanjutan, adil, dan berkeadilan.
Selanjutnya, kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat sipil
menjadi kunci untuk memperkuat implementasi Anggaran Pendapatan Pemerintah Islam.
Melalui kerja sama ini, sumber daya dan kepakaran dapat digabungkan untuk
merumuskan kebijakan yang efektif dan mengimplementasikannya dengan baik. Dengan
demikian, Anggaran Pendapatan Pemerintah Islam bukan hanya menjadi instrumen untuk
mencapai tujuan pembangunan ekonomi, tetapi juga menjadi cermin dari nilai-nilai sosial
dan moral dalam memastikan kesejahteraan umat dan pembangunan yang berkelanjutan.
Selain itu, dalam konteks globalisasi dan kompleksitas ekonomi modern, pemerintah
Islam juga perlu memperhatikan keterkaitan dengan pasar global. Meskipun
mengutamakan prinsip-prinsip ekonomi dalam pengelolaan anggaran pendapatan,
pemerintah juga perlu mempertimbangkan strategi yang memungkinkan partisipasi dalam
pasar global yang kompetitif. Hal ini memerlukan kebijakan yang bijaksana untuk
mempromosikan investasi yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariah serta membangun
kerja sama ekonomi dengan negara-negara lain.
Pendekatan holistik dan berkelanjutan harus diadopsi dalam pengelolaan anggaran
pendapatan pemerintah Islam. Hal ini mencakup upaya untuk memperkuat sektor-sektor
ekonomi yang berpotensi untuk memberikan kontribusi terhadap kesejahteraan umat,
seperti sektor kecil dan menengah, serta industri berbasis syariah. Dengan demikian,
pemerintah dapat memastikan bahwa pengelolaan anggaran pendapatan tidak hanya
memenuhi kebutuhan saat ini, tetapi juga memberikan dasar yang kuat untuk
pembangunan ekonomi yang berkelanjutan dan inklusif sesuai dengan prinsip-prinsip
ekonomi.
Pembahasan mengenai anggaran pendapatan pemerintah, pemerintahan Islam,
klasifikasi belanja pemerintah, serta pengeluaran Baitul Mal menjadi esensial dalam
memahami dinamika ekonomi Islam kontemporer. Oleh karena itu, penelitian dan analisis
mendalam terhadap topik ini menjadi relevan dan penting untuk dilakukan guna mencapai
tujuan pembangunan yang berkelanjutan dan berkeadilan. Hanya melalui pemahaman
yang mendalam dan strategi implementasi yang tepat, mungkin kita dapat meraih
kemajuan ekonomi yang harmonis dengan prinsip-prinsip Islam.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana peran dan tanggung jawab pemerintah dalam mengatur perekonomian,
baik dalam konteks konvensional maupun perspektif ekonomi Islam?
2. Apa perbedaan prinsip ekonomi Islam dengan ekonomi konvensional dalam
pengelolaan anggaran pendapatan pemerintah, klasifikasi belanja, dan pengeluaran
Baitul Mal?
3. Bagaimana proses penyusunan anggaran pendapatan pemerintah, terutama dalam
konteks pengaturan pajak dan alokasi dana untuk kebutuhan pemerintah?
4. Apa saja sumber pendapatan pemerintah Islam dan bagaimana pengelolaannya
sesuai dengan prinsip ekonomi Islam, berbeda dengan sistem ekonomi konvensional?
5. Bagaimana klasifikasi belanja pemerintah dan pengeluaran Baitul Mal dilakukan untuk
mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan dan keadilan sosial, sesuai dengan
prinsip ekonomi Islam?
BAB II
PEMBAHASAN

A. Peran Pemerintah dalam Perekonomian


Badan-badan pemerintah secara umum dapat disebut sebagai entitas publik, yang
merupakan lembaga ekonomi yang dioperasikan oleh negara untuk mengatur dan
menyediakan layanan kepada masyarakat dengan maksud mencapai kesejahteraan.
Ruang lingkup entitas publik mencakup organisasi nirlaba yang dikelola oleh pemerintah
dan organisasi nirlaba yang tidak memiliki kaitan dengan pemerintah. Contoh dari entitas
pemerintah meliputi pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan berbagai lembaga
pemerintah lainnya, sementara organisasi nirlaba non-pemerintah mencakup berbagai
jenis entitas seperti rumah sakit swasta, perguruan tinggi, yayasan, lembaga swadaya
masyarakat, badan usaha milik negara atau daerah, organisasi keagamaan, dan entitas
politik.
Perbedaan antara sektor swasta dan sektor publik terletak pada tujuan organisasi,
sumber pendanaan, akuntabilitas, struktur organisasi, sifat anggaran, serta sistem
akuntansi. Sektor publik mendapatkan pendanaan dari beragam sumber seperti pajak,
retribusi, utang, keuntungan dari BUMN/BUMD, penjualan aset pemerintah, sumbangan,
dan hibah, sementara sektor swasta bergantung pada modal dari berbagai sumber seperti
modal internal, ekuitas pemilik, laba yang ditahan, penjualan aset, pembiayaan eksternal,
pinjaman bank, obligasi, dan saham. Meskipun memiliki tujuan dan karakteristik yang
berbeda, baik sektor publik maupun swasta memainkan peran penting dalam ekonomi
suatu negara. Sektor publik bertanggung jawab atas pengaturan dan pemerintahan
dengan memberikan regulasi dan kebijakan yang mendukung pertumbuhan ekonomi.1
Dalam perekonomian suatu negara, pemerintah bertanggung jawab dalam
mengarahkan dan mengawasi perekonomian untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat. Meskipun demikian, kontrol atas perekonomian tidak sepenuhnya diserahkan
kepada sektor swasta, karena peran pemerintah tetap diperlukan untuk menjaga stabilitas
dan kepentingan masyarakat yang lebih luas.
Perekonomian suatu negara merupakan sebuah sistem kompleks yang melibatkan
interaksi antara berbagai elemen, termasuk pasar, bisnis, konsumen, serta pemerintah.
Dalam konteks ini, peran pemerintah sangatlah vital dalam mengatur dan mengelola
perekonomian agar berjalan secara efisien dan adil. Dalam hal ini, akan djelajahi peran
utama yang dimainkan oleh pemerintah dalam perekonomian, yaitu diantaranya:
1. Pengatur dan Pengelola Kebijakan Moneter dan Fiskal
Pemerintah memiliki peran utama dalam mengatur dan mengelola kebijakan
moneter dan fiskal. Kebijakan moneter melibatkan pengendalian jumlah uang yang
beredar dalam perekonomian, biasanya dilakukan oleh bank sentral. Sedangkan
kebijakan fiskal mencakup pengeluaran dan pendapatan pemerintah, termasuk
pengaturan pajak dan pengeluaran publik. Kebijakan ini bertujuan untuk
mengendalikan inflasi, mendorong pertumbuhan ekonomi yang stabil, serta
mengurangi ketimpangan ekonomi.
2. Pengaturan Pasar dan Perlindungan Konsumen
Pemerintah bertanggung jawab untuk mengatur pasar agar berjalan secara adil
dan efisien. Ini termasuk pemberlakuan undang-undang antimonopoli, kebijakan
perdagangan, serta regulasi keuangan. Selain itu, pemerintah juga harus melindungi
konsumen dari praktik bisnis yang merugikan, seperti penipuan dan penyalahgunaan
informasi.
3. Investasi dalam Infrastruktur dan Pengembangan Sumber Daya Manusia
Pemerintah memiliki peran penting dalam menginvestasikan sumber daya untuk
membangun infrastruktur yang dibutuhkan oleh perekonomian, seperti jalan,
jembatan, dan jaringan komunikasi. Investasi ini membantu meningkatkan

1 Dwi Candra Putra, Peran Pemerintah dan Swata Dalam Perekonomian, (J-CEKI: Jurnal

Cendekia Ilmiah 1(6), 2022), 807.


produktivitas dan memfasilitasi pertumbuhan ekonomi jangka panjang. Selain itu,
pemerintah juga harus berinvestasi dalam pengembangan sumber daya manusia,
melalui pendidikan, pelatihan, dan layanan kesehatan, untuk menciptakan tenaga
kerja yang kompeten dan produktif.
4. Perlindungan Lingkungan dan Pembangunan Berkelanjutan
Dalam era modern yang semakin sadar akan isu lingkungan, pemerintah juga
harus memainkan peran dalam perlindungan lingkungan dan pembangunan
berkelanjutan. Ini melibatkan pemberlakuan regulasi yang ketat terhadap polusi,
pengelolaan sumber daya alam yang bijaksana, serta mendorong inovasi teknologi
hijau.
5. Intervensi dalam Kasus Krisis Ekonomi
Ketika terjadi krisis ekonomi, pemerintah seringkali harus melakukan intervensi
untuk mengatasi dampaknya. Ini bisa berupa stimulus ekonomi, bailout untuk industri
yang terkena dampak, atau langkah-langkah lainnya untuk memulihkan kestabilan
ekonomi dan menghindari resesi yang dalam.

B. Anggaran Pendapatan Pemerintah


Anggaran merujuk pada penentuan alokasi sumber daya keuangan yang diperlukan
untuk mendukung pelaksanaan segala kegiatan terkait dengan penerapan kebijakan
publik. Dalam konteks ini, anggaran dianggap sebagai prasyarat penting untuk
pelaksanaan kebijakan publik. Anggaran publik mencerminkan aktivitas yang dilakukan
oleh pemerintah dengan mencatat berbagai program yang diajukan serta cara pemerintah
mengalokasikan dana tersebut. Anggaran merupakan proses yang menghubungkan
tugas-tugas yang perlu dilakukan dengan jumlah sumber daya yang dibutuhkan untuk
menyelesaikan tugas-tugas tersebut atau mengatasi masalah-masalah publik. Selain itu,
anggaran juga memastikan ketersediaan dana untuk melaksanakan program atau
kebijakan pemerintah.
Anggaran yang disusun oleh pemerintah dan disetujui oleh lembaga legislatif
memiliki beberapa fungsi krusial: Pertama, sebagai fungsi otorisasi, anggaran tersebut
menjadi dasar untuk mengatur pendapatan dan pengeluaran selama periode tertentu.
Kedua, sebagai fungsi perencanaan, anggaran memberikan arahan bagi manajemen
dalam merencanakan kegiatan pada waktu yang sesuai. Ketiga, sebagai fungsi
pengawasan, anggaran menjadi acuan untuk menilai kepatuhan aktivitas pemerintahan
terhadap aturan yang telah ditetapkan. Keempat, sebagai fungsi alokasi, anggaran harus
diberikan prioritas untuk mengurangi tingkat pengangguran, mencegah pemborosan
sumber daya, dan meningkatkan efisiensi serta efektivitas ekonomi. Kelima, sebagai
fungsi distribusi, anggaran harus memperhitungkan prinsip keadilan dan kecukupan
dalam pengalokasian dana. Keenam, sebagai fungsi stabilisasi, anggaran digunakan
sebagai alat untuk menjaga keseimbangan ekonomi dasar.
Selain itu, anggaran juga memegang peran sebagai alat akuntabilitas, pengendalian
manajemen, dan kebijakan ekonomi. Sebagai instrumen kebijakan ekonomi, anggaran
memiliki peran dalam mencapai pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, stabilitas
ekonomi, dan redistribusi pendapatan untuk mencapai tujuan negara.
1. Proses Penyusunan Anggaran Pendapatan Pemerintah
Proses penyusunan anggaran melibatkan serangkaian langkah, yang meliputi: (a)
membuat perkiraan untuk setiap bagian organisasi; (b) menggabungkan estimasi dari
setiap bagian tersebut; (c) merancang draf anggaran yang kemudian diserahkan kepada
lembaga tertinggi dalam organisasi untuk dibahas dan disetujui. Pada tahap awal, estimasi
dilakukan terhadap pengeluaran yang sejalan dengan penerimaan yang tersedia. Estimasi
ini kemudian diajukan kepada lembaga yang ditunjuk untuk mendapatkan persetujuan
dalam bentuk appropriasi.2

2 Siti Aisyah Tangko, Kebijakan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara Yang

Berkeadilan, (Jurnal Administrasi Publik 17(1), 2021), h. 54.


Selain itu, berdasarkan aspek pendapatan, terdapat tiga prinsip penyusunan APBN,
yaitu: (a) Meningkatkan penerimaan anggaran baik secara jumlah maupun kecepatan
penyetoran. (b) Meningkatkan efisiensi dalam penagihan dan pemungutan piutang
negara. (c) Menuntut ganti rugi atas kerugian yang dialami oleh negara serta menegakkan
sanksi atas pelanggaran.
Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) atau Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) mengikuti siklus tersendiri. Siklus anggaran
mengacu pada rangkaian proses atau tahapan yang dialami oleh suatu anggaran, dimulai
dari perencanaan hingga pertanggungjawaban. Tahapan dalam siklus anggaran meliputi
penyusunan anggaran, pengesahan anggaran, pelaksanaan anggaran, pengawasan
pelaksanaan anggaran, dan akhirnya pengesahan perhitungan anggaran.3
2. Anggaran Pendapatan Pemerintah
Dalam struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), terdapat
beberapa metode yang digunakan untuk memperoleh dana yang diperlukan untuk
menjalankan pemerintahan. Salah satunya adalah melalui kegiatan usaha di mana
pemerintah dapat terlibat dalam berbagai jenis bisnis seperti perusahaan lainnya,
termasuk pendirian Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Tujuan dari adanya perusahaan-
perusahaan negara ini adalah untuk menciptakan keuntungan yang kemudian menjadi
salah satu sumber pendapatan bagi negara.
Selanjutnya, melalui sistem pajak yang merupakan metode umum untuk
memperoleh pendanaan dengan menarik pajak dari penduduk. Pajak dapat
diimplementasikan dalam berbagai bentuk, termasuk pajak penghasilan, penjualan,
properti, dan sebagainya. Pajak diterapkan tanpa memandang jenis usaha, yang bisa
menyebabkan ketidakstabilan ekonomi.
Dalam tradisi kepemimpinan Islam, distribusi yang adil menjadi perhatian utama
dalam hal pajak, dengan prinsip kesetaraan dan netralitas sangat ditekankan. Kemudahan
dan produktivitas juga menjadi prioritas.
Ibn Khaldun berpendapat bahwa penentuan pajak haruslah didasarkan pada prinsip
keadilan sesuai dengan hukum syariah, seperti pajak tanah, kharaj, dan jizyah, yang
memiliki batas yang tidak boleh dilampaui. Ibn Khaldun juga mempelajari dampak
pengeluaran belanja pemerintah terhadap ekonomi, yang kemudian menjadi dasar bagi
teori Keynes. Ia berpendapat bahwa penurunan pendapatan pajak disebabkan oleh
penurunan pengeluaran pemerintah.
Ketiga, melalui praktik peminjaman uang, yang umumnya digunakan dalam ekonomi
modern. Namun, dalam pandangan Islam, disarankan untuk menghindari berutang, baik
pada tingkat individu maupun kolektif seperti negara. Meskipun pemerintah dapat
meminjam uang dari masyarakat atau sumber lainnya, mereka harus memastikan untuk
mengembalikan pinjaman tersebut dalam jangka waktu yang telah ditetapkan. Masyarakat
juga harus diberikan informasi yang jelas bahwa pembayaran pajak yang lebih besar
mungkin diperlukan di masa depan untuk melunasi utang yang diambil pada saat ini. Oleh
karena itu, peminjaman uang sebaiknya hanya dilakukan sebagai solusi sementara dan
bukan menjadi kebiasaan yang berkelanjutan.

C. Anggaran Pendapatan Pemerintah Islam


Anggaran Pendapatan Pemerintah Islam merujuk pada rencana pendapatan yang
disusun oleh pemerintah berdasarkan prinsip-prinsip ekonomi Islam untuk membiayai
berbagai program dan kegiatan yang diperlukan untuk kesejahteraan umat dan
pembangunan negara. Dalam konteks ini, pendapatan pemerintah Islam tidak hanya
mencakup sumber-sumber pendapatan konvensional seperti pajak dan penerimaan
negara lainnya, tetapi juga mencakup konsep-konsep ekonomi Islam seperti zakat, infak,
dan sedekah.

3 Muhammad Adib Ramadhani, Pengaruh Defisit Anggaran, Pengeluaran Pemerintah dan


Hutang Luar Negeri Terhadap Pertumbuhan Ekonomi (Studi Kasus 6 Negara ASEAN Tahun 2003-
2012), (Jurnal Ilmiah Mahasiswa FEB 2(1), 2013), h. 12.
Salah satu aspek penting dari Anggaran Pendapatan Pemerintah Islam adalah
pengumpulan dana yang dilakukan dengan berpegang pada prinsip-prinsip syariah.
Misalnya, pengumpulan zakat dari masyarakat Muslim yang memiliki kemampuan
ekonomi yang cukup, serta infak dan sedekah yang diberikan secara sukarela, menjadi
bagian integral dari pendapatan pemerintah Islam. Selain itu, pemerintah juga dapat
memanfaatkan sumber-sumber pendapatan lain yang sesuai dengan prinsip-prinsip
ekonomi Islam, seperti laba dari investasi syariah dan penerimaan dari sektor ekonomi
halal. Pentingnya Anggaran Pendapatan Pemerintah Islam terletak pada keberlanjutan
dan keadilan dalam pengelolaan keuangan negara. Prinsip-prinsip ekonomi Islam
menekankan distribusi yang adil dari kekayaan dan kesejahteraan, serta penggunaan
dana publik untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang kurang mampu dan mendukung
pembangunan yang berkelanjutan. Dengan demikian, pengelolaan anggaran pendapatan
pemerintah Islam tidak hanya bertujuan untuk mencapai tujuan ekonomi, tetapi juga untuk
menciptakan keadilan sosial dan moral.4
Di negara-negara dengan mayoritas penduduk Muslim, implementasi Anggaran
Pendapatan Pemerintah Islam menjadi semakin penting dalam membangun sistem
ekonomi yang sesuai dengan nilai-nilai dan prinsip-prinsip Islam. Hal ini tidak hanya
mencakup aspek pendapatan, tetapi juga pengeluaran yang harus diarahkan untuk
mendukung kesejahteraan umat dan pembangunan yang berkelanjutan. Oleh karena itu,
penyusunan dan implementasi Anggaran Pendapatan Pemerintah Islam memerlukan
kajian dan analisis mendalam yang mencerminkan nilai-nilai ekonomi Islam serta
tanggung jawab moral pemerintah terhadap rakyatnya.5 Dalam kerangka ekonomi
tradisional, pendapatan pemerintah terbagi menjadi tiga bagian utama: pertama, diperoleh
dari pajak yang dikenakan; kedua, berasal dari sumber-sumber penerimaan negara yang
bukan pajak; dan ketiga, diperoleh melalui hibah, bantuan, serta pinjaman dari luar negeri.
Rincian struktur ini dapat ditemukan secara lebih terperinci dalam tabel 2.1 di bawah ini.

Tabel 2. 1
Pos-pos Penerimaan Pemerintah Indonesia
No Sumber Peneriman Pemerintah Islam Indonesia
1 Penerimaan Pajak
a. Pajak dalam negeri (penghasilan, perseroan, pertambahan nilai, penjualan)
b. Pajak perdagangan internasional
2 Penerimaan Negara Bukan Pajak
a. Penerimaan sumber daya alam
b. Bagian pemerintah atas laba BUMN
c. Penerimaan negara bukan pajak lainnya
3 Hibah dan bantuan luar negeri
Sumber: Muh Fudhail Rahman, Sumber-sumber Pendapatan dan Pengeluaran Negara
Islam. (Al-Iqtishad: Journal of Islamic Economics, 5 (2), 2015)
Dalam kerangka ekonomi konvensional, terutama dalam sistem kapitalis, sumber
utama pendapatan negara adalah pajak dan utang. Selain itu, negara juga memperoleh
pendapatan dari retribusi (pajak atau pungutan yang dikenakan di tingkat lokal), laba dari
Badan Usaha Milik Negara, denda dan konfiskasi yang dilaksanakan oleh pemerintah,
pencetakan uang kertas, pendapatan dari lotere negara, dan penerimaan hadiah atau
hibah. Dalam konteks Islam, meskipun struktur pendapatan negara menyerupai ekonomi
konvensional (klasik dan neoklasik), namun dalam ekonomi Islam, pendapatan
dikumpulkan sesuai dengan prinsip syariah.

4 Lilik Rahmawati, Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) Pemerintahan Islam:


Wacana Politik Ekonomi Islam, (El-Qist: Journal of Islamic Economics and Business (JIEB) 2(1),
2012), h. 238.
5 Jafar Nurnasihin, Alokasi Pendapatan Dalam Perspektif Ahli Ekonomi Islam, (PhD diss.,

IAIN Bengkulu, 2019), h. 23.


Dalam konteks sejarah, pendapatan negara (baitul mal) dalam Islam dapat
dikelompokkan menjadi tiga kategori: pertama, yang berasal dari umat Islam (seperti
zakat, zakat fitrah, wakaf, nawaib, sedekah, dan amwal fadhla). Kedua, pendapatan yang
berasal dari non-Muslim seperti jizyah, kharaj, dan usyr; dan ketiga, pendapatan dari
sumber lain seperti ghanimah, fa'I, uang tebusan, hadiah dari kepala negara lain, dan
pinjaman pemerintah baik dari kalangan Muslim maupun non-Muslim. Untuk informasi
lebih rinci, silakan lihat tabel 2.2.
Tabel 2. 2
Sumber Penerimaan Negara Periode Rasulullah dan Khulafaur Rasyidin

No Sumber Pendapatan Tahun Mulai Dikumpulkan


1 Zakat Diperintahkan tahun 2H dan diwajibkan tahun 9H
2 Jizyah Setelah tahun 7H
3 Kharaj Setelah tahun 7H
4 Usyr Setelah tahun 7H
5 Nawa’ib
6 Pinjaman
7 Wakaf Tahun 4H, melalui penaklukan Bani Nadhir
8 Fa’i Tahun 7H, atau 8H
9 Khums Tahun2H, setelah perang Badhar
10 Amwal Fadhla
11 Kaffarah
Sumber: Muh Fudhail Rahman, Sumber-sumber Pendapatan dan Pengeluaran Negara Islam. (Al-
Iqtishad: Journal of Islamic Economics, 5 (2), 2015)

Secara sistematis sumber penerimaan pada zaman khalifah dan Khulafaurrasyidin


dapat dilihat pada tabel 2.3

Tabel 2. 3
Sumber Penerimaan Pemerintah Islam Menurut Sumbernya

Sumber Pendapatan
Dari Warga Muslim Dari Warga Dari Sumber lainnya
Nonmuslim
Zakat, wakaf, sedekah, Jizyah, kharaj, Hadiah, fa‟I ghanimah, uang
pajak pertanian, pinjaman, usyur tebusan, dan pinjaman
Sumber: Muh Fudhail Rahman, Sumber-sumber Pendapatan dan Pengeluaran Negara Islam. (Al-
Iqtishad: Journal of Islamic Economics, 5 (2), 2015)

Pada masa pemerintahan Rasulullah SAW di Madinah, pengeluaran negara diatur


secara terstruktur untuk tujuan tertentu, yang dapat dibagi menjadi dua kategori utama:
pengeluaran primer dan pengeluaran sekunder.
1. Pengeluaran Primer
- Zakat: Zakat merupakan salah satu sumber pengeluaran utama negara. Zakat
dipungut dari individu yang mampu untuk disalurkan kepada yang berhak
menerimanya, seperti fakir miskin, yatim piatu, dan lain-lain.
- Infak dan Shadaqah: Selain zakat, pengeluaran juga berasal dari infak dan
shadaqah. Infak dan shadaqah merupakan sumbangan sukarela dari individu
untuk kepentingan umum, seperti bantuan kepada yang membutuhkan atau
proyek kemanusiaan lainnya.
2. Pengeluaran Sekunder
- Pembangunan Infrastruktur: Sebagian dari dana negara dialokasikan untuk
pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur. Ini meliputi pembangunan jalan,
jembatan, sistem irigasi, dan fasilitas umum lainnya yang dibutuhkan oleh
masyarakat.
- Perluasan Masjid dan Tempat Ibadah: Sebagian dana negara digunakan untuk
memperluas dan memelihara Masjid Nabawi di Madinah dan Masjidil Haram di
Makkah. Hal ini bertujuan untuk memastikan fasilitas ibadah yang memadai bagi
jamaah serta mendukung aktivitas keagamaan yang berkembang.
- Pendidikan dan Kesehatan: Pengeluaran negara juga dialokasikan untuk
meningkatkan akses pendidikan dan layanan kesehatan bagi masyarakat. Ini bisa
termasuk mendirikan sekolah-sekolah dan fasilitas kesehatan serta menyediakan
dana beasiswa untuk pendidikan.
- Perlindungan Sosial: Sebagian dari pengeluaran negara juga digunakan untuk
memberikan perlindungan sosial bagi masyarakat yang rentan, seperti dukungan
bagi kaum dhuafa, yatim piatu, dan orang cacat.
Dengan mengatur pengeluaran negara secara terstruktur dalam kategori primer dan
sekunder, pemerintahan Rasulullah SAW dapat memastikan bahwa dana publik
digunakan secara efisien dan bermanfaat bagi masyarakat secara luas.

D. Klasifikasi Belanja Pemerintah


Belanja pemerintah mengacu pada pengeluaran yang dikeluarkan oleh pemerintah
untuk memenuhi kebutuhan dan mencapai tujuan-tujuan tertentu dalam menjalankan
fungsinya sebagai penyedia layanan publik, pengatur, dan penggerak perekonomian
suatu negara. Pengeluaran ini mencakup berbagai macam kegiatan, mulai dari
pembangunan infrastruktur hingga penyediaan layanan sosial dan kesejahteraan
masyarakat. Pentingnya belanja pemerintah tidak hanya terletak pada pemenuhan
kebutuhan dasar masyarakat, tetapi juga dalam menciptakan pertumbuhan ekonomi yang
berkelanjutan. Melalui belanja pemerintah, pemerintah memiliki peran strategis dalam
memicu aktivitas ekonomi.
Belanja pemerintah dapat dibagi menjadi dua kategori utama: belanja rutin dan
belanja modal. Belanja rutin meliputi pengeluaran untuk gaji pegawai, operasional kantor,
subsidi, dan pembayaran utang. Sementara itu, belanja modal digunakan untuk investasi
jangka panjang seperti pembangunan infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan, yang
memiliki dampak jangka panjang terhadap pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan
masyarakat.
Ada beberapa sumber pendanaan untuk belanja pemerintah, termasuk pendapatan
dari pajak, penerimaan negara yang bukan berasal dari pajak, hibah, pinjaman, dan
pendapatan dari sumber-sumber lainnya. Pemerintah harus mengelola anggaran dengan
bijaksana untuk memastikan keberlanjutan fiskal dan menghindari defisit yang berlebihan.
Selain itu, transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan belanja pemerintah
sangat penting untuk mencegah penyalahgunaan dan korupsi. Pemerintah perlu memiliki
sistem pengawasan yang efisien dibutuhkan untuk memastikan bahwa pengeluaran
dilakukan sesuai dengan peraturan dan tujuan yang telah ditetapkan.
Pengambilan keputusan terkait belanja pemerintah juga harus didasarkan pada
prinsip efisiensi dan efektivitas. Hal ini mencakup evaluasi secara berkala terhadap
program-program yang didanai oleh belanja pemerintah untuk memastikan bahwa sumber
daya dialokasikan secara optimal dan mencapai hasil yang diinginkan.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) mencakup semua pendapatan
dan pengeluaran pemerintah. Pendapatan ini berasal dari beragam sumber, termasuk
pendapatan pajak dan non-pajak, serta hibah yang diterima oleh pemerintah. Di sisi lain,
pengeluaran atau belanja mencakup pengeluaran pemerintah di tingkat pusat dan daerah.
Ketika terjadi defisit, yang berarti pengeluaran melebihi pendapatan, sumber pembiayaan
akan dicari, baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Semua pendapatan dan
pengeluaran tersebut disimpan dalam satu rekening yang dikenal sebagai Rekening Kas
Umum Negara di Bank Indonesia (BI). Pada dasarnya, semua transaksi pemerintah harus
dilakukan melalui rekening ini. Meskipun demikian, dalam beberapa keadaan, pemerintah
dapat membuka beberapa rekening khusus di BI atau bank pemerintah atas beberapa
alasan.6
Menurut Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 101/Pmk.02/2011
Tentang Klasifikasi Anggaran, dalam Psal 2 ayat (45) disebutkan bahwa RKA-K/L disusun
secara terstruktur dan dirinci menurut klasifikasi anggaran, yang meliputi:7
a. Klasifikasi Kklasifikasi Oorganisasi;
b. Klasifikasi Kklasifikasi Ffungsi; dan
c. Klasifikasi Kklasifikasi Jjenis Bbelanja.
Klasifikasi-klasifikasi yang dimaksud dalam Pasal 2 ayat (45) huruf a, b, dan c sesuai
dengan yang tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tak terpisahkan dari
Peraturan Menteri Keuangan, seperti yang dijelaskan dalam Pasal 3.

E. Jenis Pengeluaran Baitul Mal


Baitul Mal adalah sebuah lembaga atau entitas yang memiliki tanggung jawab
khusus dalam mengelola semua harta umat, termasuk pendapatan dan pengeluaran
negara. Artinya, segala jenis harta seperti tanah, bangunan, barang tambang, uang,
barang dagangan, dan harta lainnya yang dimiliki oleh umat Islam sesuai dengan hukum
syariah tidak secara individual dimiliki oleh seseorang, tetapi dianggap sebagai hak Baitul
Mal. Meskipun ada pihak yang memiliki klaim atas harta tersebut, namun secara hukum,
harta tersebut dianggap sebagai aset Baitul Mal dan dianggap sebagai pendapatan untuk
Baitul Mal. Baik harta yang sudah disimpan dalam Baitul Mal maupun yang belum, secara
hukum dianggap sebagai milik Baitul Mal.
Hal yang sama berlaku untuk semua harta yang harus dikeluarkan untuk
kepentingan penerima hak, kepentingan umat Islam, atau untuk mendukung penyebaran
dakwah. Hal ini dianggap sebagai pengeluaran Baitul Mal, baik harta tersebut telah
dikeluarkan secara langsung maupun masih disimpan di Baitul Mal. Oleh karena itu, Baitul
Mal berfungsi sebagai lembaga atau entitas yang bertanggung jawab mengelola harta
negara, baik dalam hal pendapatan maupun pengeluaran.
Pada era ketujuh, Rasulullah menjadi figur utama yang memperkenalkan konsep
baru dalam pengaturan pendapatan publik. Menurut konsep tersebut, segala hasil
pengumpulan dana negara harus dikonsolidasikan terlebih dahulu sebelum disalurkan
sesuai dengan kebutuhan pemerintah. Aset-aset ini dianggap sebagai kepunyaan negara
dan disimpan dalam Baitul Mal atau tabungan negara. Sekitar empat puluh sahabat
bertugas sebagai bagian dari sekretariat Rasulullah, dengan Baitul Mal di pusatkan di
Masjid Nabawi, yang juga dikenal sebagai pusat administrasi negara dan kediaman
Rasulullah. Pendapatan negara disimpan sementara di masjid sebelum dibagikan kepada
masyarakat, sementara hewan milik negara disimpan di padang terbuka. Pada fase awal
di Madinah, pendapatan negara diperoleh dari infaq dan hasil rampasan perang, namun
tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan. Karena itu, Nabi meminjam dari masyarakat atau
menggalang infaq. Setelah penaklukan Khaibar, tanah hasil penaklukan menjadi sumber
pendapatan tetap negara. Institusi ini kemudian berperan penting dalam pengelolaan
keuangan dan administrasi negara, khususnya pada masa Khulafa al-Rasyidin. Pada
masa kepemimpinan Umar, penaklukan wilayah secara besar-besaran meningkatkan
pendapatan dari daerah jajahan, membutuhkan pembentukan departemen keuangan
permanen, yang dikenal sebagai diwan atau baitul mal, untuk menyimpan dan mengelola
pendapatan dari berbagai sumber demi kesejahteraan masyarakat.8
Bagian terbesar dari total pendapatan digunakan untuk dana pensiun, diikuti oleh
pengeluaran untuk pertahanan negara dan pembangunan. Secara umum, pada masa
kekhalifahan Umar, pengeluaran negara didedikasikan untuk memenuhi kebutuhan yang

6 Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara,


(Economic and Financial Statistics, 2013)
7 Pemerintah Republik Indonesia, Peraturan Menteri Keuangan PMK 101/PMK.02/2011

tentang Klasifikasi Anggaran, (2011)


8 Nurul Huda, Baitul Mal Wa Tamwil: Sebuah Tinjauan Teoretis, (Amzah, 2022), h. 56.
dianggap paling penting. Prioritas utama adalah pengeluaran untuk dana pensiun bagi
anggota militer, baik itu muslim maupun non-Muslim, serta pegawai sipil.
Pada masa pemerintahan Umar bin Abdul Aziz, institusi Baitul Mal dijalankan melalui
beberapa departemen yang dibagi berdasarkan sumber penerimaan yang dimiliki oleh
Baitul Mal sebagai bendahara negara. Sebagai hasilnya, departemen yang bertanggung
jawab atas pengelolaan zakat dipisahkan dari yang mengelola khums, Jizyah, Kharaj, dan
sejenisnya.9
Yusuf Qardhawy membagi struktur Baitul Mal menjadi empat departemen kerja
sesuai dengan sumber penerimaan, mengikuti praktik yang berlaku pada masa Islam
klasik:
1. Departemen yang didedikasikan untuk penyaluran sedekah (zakat).
2. Departemen yang menangani penyimpanan pajak dan upeti.
3. Departemen yang menangani ghanimah dan rikaz.
4. Departemen yang menangani harta yang tidak memiliki pewaris atau terputus hak
warisnya
Hal ini juga diperjelas oleh Ibnu Taimiyah, yang menjelaskan bahwa dalam
pengelolaan keuangan negara, Baitul Mal memiliki beberapa departemen yang disebut
sebagai Diwan. Beberapa di antara departemen-departemen ini adalah:
1. Diwan al Rawatib, bertugas mengurus gaji dan honorarium untuk pegawai negeri dan
tentara.
2. Diwan al Jawali wal Mawarits al Hasyriyah, bertanggung jawab atas pengelolaan poll
taxes (jizyah) dan harta tanpa ahli waris.
3. Diwan al Kharaj, bertugas dalam pengumpulan kharaj.
4. Diwan al Hilali, bertanggung jawab atas pengumpulan pajak bulanan.
Evolusi institusi dan kebijakan ekonomi dalam konteks Islam cenderung bersifat
fleksibel, mengikuti ketentuan yang telah ditetapkan dalam syariat. Terutama dalam
proses pembentukan departemen dan kebijakan strategis yang berhubungan dengan
pengumpulan serta penggunaan dana publik, hal tersebut sangat bergantung pada
dinamika ekonomi negara pada periode tertentu. Ini menyiratkan bahwa pengembangan
institusi dan kebijakan ekonomi tidaklah terikat pada pola yang telah dilakukan oleh
pemerintahan sebelumnya. Peran ijtihad, dengan mempertimbangkan konteks dan
tantangan ekonomi saat ini, memiliki peran yang sangat penting dalam menentukan arah
serta struktur dari institusi dan kebijakan ekonomi yang diimplementasikan.
Dalam konsep yang diuraikan oleh Qardhawi mengenai fungsi Baitul Mal, dalam
pelaksanaannya, salah satu kebijakan dalam mengelola pendapatan negara adalah ketika
dana yang dimiliki oleh departemen sedekah tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan
dasar warga negara, maka dapat diambil dana dari departemen lain, yaitu departemen
pajak dan upeti. Akan tetapi, pada masa klasik Islam, proses ini dilakukan melalui skema
hutang, yang berarti jika suatu saat departemen sedekah sudah memiliki dana yang
cukup, hutang tersebut harus dibayar kembali kepada departemen pajak dan upeti.
Tahapan penggunaan keuangan negara ini sesuai dengan yang telah dijelaskan
sebelumnya, di mana sumber pendapatan utama negara adalah zakat, diikuti oleh fay'
dan pajak. Apabila masih ada kekurangan, negara akan menerapkan skema takaful, di
mana semua harta dikumpulkan oleh negara dan disalurkan secara merata.

9 Ahmad Munir Hamid, Peran Baitul Mal Dalam Kebijakan Keuangan Publik, (ADILLA: Jurnal

Ilmiah Ekonomi Syari'ah 1(1), 2018), h. 100.


BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Peran pemerintah memiliki dampak yang signifikan dalam mengatur dan mengelola
sumber daya serta mempengaruhi arah pertumbuhan ekonomi suatu negara. Pemerintah
bertindak sebagai pengatur dan pengelola kebijakan moneter dan fiskal, mengendalikan
inflasi, mendorong pertumbuhan ekonomi yang stabil, serta memperkecil ketimpangan
ekonomi. Selain itu, pemerintah juga bertanggung jawab untuk mengatur pasar agar
berjalan secara adil dan efisien, melindungi konsumen, serta menginvestasikan dana. Di
era yang semakin sadar akan isu lingkungan, pemerintah juga harus memainkan peran
dalam perlindungan lingkungan dan pembangunan berkelanjutan.
Pengaturan anggaran pendapatan pemerintah memiliki peran penting dalam
memastikan pelaksanaan kebijakan publik. Anggaran pendapatan pemerintah mencakup
sumber-sumber pendapatan seperti pajak, penerimaan negara non-pajak, hibah, dan
pinjaman. Pengelolaan anggaran harus didasarkan pada prinsip efisiensi, transparansi,
dan akuntabilitas, dengan memprioritaskan belanja untuk kebutuhan dasar masyarakat
serta investasi jangka panjang dalam pembangunan infrastruktur dan layanan sosial.
Proses penyusunan anggaran melibatkan tahapan mulai dari penyusunan estimasi
pengeluaran yang sesuai dengan penerimaan yang tersedia hingga pengesahan oleh
lembaga legislatif.
Dalam konteks ekonomi Islam, anggaran pendapatan pemerintah disusun
berdasarkan prinsip-prinsip syariah, termasuk pengumpulan dana melalui zakat, infak,
dan sedekah. Pendapatan pemerintah Islam tidak hanya mencakup sumber-sumber
pendapatan konvensional, tetapi juga laba dari investasi syariah dan sektor ekonomi halal.
Pengeluaran pemerintah Islam harus diarahkan untuk mendukung kesejahteraan umat
dan pembangunan yang berkelanjutan, dengan memastikan distribusi yang adil dari
kekayaan dan penggunaan dana publik untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang
kurang mampu.
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Munir Hamid, Peran Baitul Mal Dalam Kebijakan Keuangan Publik, (ADILLA: Jurnal Ilmiah
Ekonomi Syari'ah 1(1), 2018)
Dwi Candra Putra, Peran Pemerintah dan Swata Dalam Perekonomian, (J-CEKI: Jurnal Cendekia
Ilmiah 1(6), 2022)
Jafar Nurnasihin, Alokasi Pendapatan Dalam Perspektif Ahli Ekonomi Islam, (PhD diss., IAIN
Bengkulu, 2019)
Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara,
(Economic and Financial Statistics, 2013)
Lilik Rahmawati, Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) Pemerintahan Islam: Wacana
Politik Ekonomi Islam, (El-Qist: Journal of Islamic Economics and Business (JIEB) 2(1),
2012)
Muhammad Adib Ramadhani, Pengaruh Defisit Anggaran, Pengeluaran Pemerintah dan Hutang
Luar Negeri Terhadap Pertumbuhan Ekonomi (Studi Kasus 6 Negara ASEAN Tahun 2003-
2012), (Jurnal Ilmiah Mahasiswa FEB 2(1), 2013)
Muh Fudhail Rahman, Sumber-sumber Pendapatan dan Pengeluaran Negara Islam. (Al-Iqtishad:
Journal of Islamic Economics, 5 (2), 2015)
Nurul Huda, Baitul Mal Wa Tamwil: Sebuah Tinjauan Teoretis, (Amzah, 2022)
Pemerintah Republik Indonesia, Peraturan Menteri Keuangan PMK 101/PMK.02/2011
tentang Klasifikasi Anggaran, (2011)
Siti Aisyah Tangko, Kebijakan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara Yang Berkeadilan,
(Jurnal Administrasi Publik 17(1), 2021)

Anda mungkin juga menyukai