2023
1
KATA PENGANTARi
Assalamualaikum Wr.Wb
Dengan penuh rasa syukur, kami mengucapkan terima kasih terhadap Allah SWT yang
telah memberikan rachmat dan petunjuk-Nya, sehingga kami dapat merampungkan tugas
makalah berjudul "Kebijakan Belanja Dalam Ekonomi Islam Dengan Mengintegrasikan Nilai-
Nilai Keislaman" tepat waktu.
Kami juga ingin mengucapkan terima kasih kepada Ibu Muyassarah, M.S.I, selaku Dosen
Pengampu Ekonomi Fiskal Islam, yang telah memberikan tugas ini. Terima kasih atas
bimbingan dan wawasan yang telah kami peroleh melalui tugas ini, yang sangat relevan dengan
bidang studi kami.
Namun, kami sadar bahwa masih ada kekurangan dalam makalah ini, baik dari segi bahasa
maupun teknik penyajian. Dengan rendah hati, kami mengakui hal tersebut dan sangat
mengharapkan kritik serta saran konstruktif dari para pembaca untuk perbaikan di masa yang
akan datang.
Kami berharap makalah ini dapat memberikan manfaat yang signifikan bagi para pembaca dan
turut serta dalam memajukan ilmu pengetahuan. Semoga tulisan ini dapat menjadi kontribusi
yang berarti dalam pengembangan pemikiran di bidang Ekonomi Islam.
Wassalamualaikum Wr.Wb
Pemakalah
2
DAFTAR ISI
MAKALAH...................................................................................................................................................1
DAFTAR ISI..................................................................................................................................................3
BAB 1........................................................................................................................................................4
PENDAHULUAN.....................................................................................................................................4
A. Latar Belakang...............................................................................................................................4
B. Rumusan Masalah.............................................................................................................................5
C. Tujuan Penelitian..............................................................................................................................5
BAB 2............................................................................................................................................................6
PEMBAHASAN............................................................................................................................................6
A. Kebijakan Belanja Dalam Ekonomi Islam Dengan Mengintegrasikan Nilai-Nilai Keislaman.........6
B. Kaidah-Kaidah Yang Didasarkan Al-Quran Dan Sunnah................................................................7
C. Tujuan Pembelanjaan Pemerintah Dalam Ekonomi Islam..............................................................10
D. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kebijakan Belanja...............................................................10
E. Prinsip Komitmen Dengan Skala Prioritas Dalam Kebijakan Belanja............................................12
BAB 3..........................................................................................................................................................15
KESIMPULAN............................................................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................................................16
3
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada era globalisasi saat ini, ekonomi Islam muncul sbagai model alternatif yang
berkembang pesat di berbagai negara, baik itu muslim maupun non muslim. Ekonomi Islam
tidak hanya mencakup aspek transaksi keuangan dan perbankan, tetapi juga melibatkan prinsip-
prinsip moral dan etika Islam dalam setiap aspek kehidupan ekonomi. Kebijakan belanja dalam
kerangka ekonomi Islam menekankan pentingnya keadilan, keberlanjutan, dan keberkahan dalam
proses ekonomi. Sejalan dengan nilai-nilai Islam, kebijakan belanja dalam ekonomi Islam
memiliki tujuan utama, yaitu agar terciptakeadilan sosial, dapat mengurangi kesenjangan
ekonomi, dan mengedepankan prinsip tolong-menolong (muamalah) antarindividu dan
masyarakat. Penerapan ekonomi Islam bukan hanya sekadar mematuhi hukum syariah, namun
juga melibatkan pengintegrasian nilai-nilai keislaman dalam setiap tahapan kebijakan belanja.
Ketika nilai-nilai keislaman diintegrasikan ke dalam kebijakan belanja ekonomi, hal ini
menciptakan suasana ekonomi yang lebih berkelanjutan dan adil. Penggunaan dana publik yang
berlandaskan nilai-nilai Islam tidak hanya mendukung pertumbuhan ekonomi, tetapi juga
memastikan bahwa distribusi kekayaan dan peluang ekonomi merata di antara seluruh lapisan
masyarakat.
Namun, walaupun prinsip-prinsip ekonomi Islam menawarkan landasan etika yang kuat,
banyak kendala muncul dalam mengintegrasikan nilai-nilai ini ke dalam kebijakan belanja
negara. Beberapa dari kendala tersebut melibatkan perubahan mindset masyarakat, pembentukan
infrastruktur keuangan yang sesuai, dan pelibatan aktif dari lembaga-lembaga keuangan dan
pemerintah. Makalah ini bertujuan untuk menyelidiki pentingnya mengintegrasikan nilai-nilai
keislaman dalam kebijakan belanja ekonomi, serta untuk menganalisis tantangan dan peluang
yang muncul dalam implementasi konsep ini. Melalui pemahaman yang lebih baik tentang
bagaimana nilai-nilai keislaman dapat diintegrasikan ke dalam kebijakan belanja ekonomi,
masyarakat dan pemerintah dapat bekerja sama menuju pencapaian pembangunan ekonomi yang
berkesinambungan dan adil, sesuai dengan prinsip-prinsip ajaran Islam.
4
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penelitian
5
BAB 2
PEMBAHASAN
6
Tentang APBN Tahun 2001)1 Sistem anggaran belanja dalam ekonomi Islam memiliki
perbedaan mendasar dengan pendekatan modern. Dalam konteks Islam, penekanan
diberikan pada pelayanan terhadap kebutuhan umat yang telah diatur oleh hukum agama
dan sesuai dengan pandangan Islam. Sebaliknya, pendekatan anggaran belanja modern
lebih mengutamakan suatu kombinasi kompleks antara rencana dan proyek.
Dalam sebuah negara yang menganut prinsip Islam, pengeluaran yang dilakukan
seharusnya mendukung perkembangan ekonomi umat Muslim. Pada dasarnya,
1
32Handa S. Abidin, Belanja Negara, http://penelitihukum.org/tag/definisi-belanja-negara/ Diakses 3 Oktober 2023 Pukul
09:50 WIB.
2
Nasution, 2006:225-226).
7
pengeluaran pemerintah harus berlandaskan pada prinsip-prinsip Islam. Sementara itu,
pemerintah juga harus mampu melakukan distribusi pendapatan secara adil kepada
seluruh lapisan masyarakat. Prinsip ini tercermin dalam ayat 19 dari Surah Al-Dzariyat
dalam Al-Quran, yang menekankan pentingnya pemerintah dalam membagi pendapatan
dengan merata kepada seluruh masyarakat :
َو ِفْٓي َاْم َو اِلِهْم َح ٌّق ِّللَّس ۤا ِٕىِل َو اْلَم ْح ُرْو ِم
Artinya: “Dan pada harta benda mereka terdapat hak bagi orang miskin yang
meminta dan oramg miskin yang tidak memperoleh bagian.”
َو َيْس َأُلوَنَك َم اَذ ا ُينِفُقوَن ُقِل اْلَعْفَو ۗ َك َٰذ ِلَك ُيَبِّيُن ُهَّللا َلُك ُم اآْل َياِت َلَعَّلُك ْم َتَتَفَّك ُروَن
Artinya: “Dan mereka bertanya padanya, sesungguhnya apa yang telah mereka
nafkahkan. Kataknlah yang lebih daripada sekedar kebutuhan. Demikianlah Allah Swt.
menjelaskan ayat-ayatNya kepadamu agar kamu berfikir.”3
Terdapat beberapa hadits Nabi yang memperkuat makna ayat yang telah
dijelaskan sebelumnya. Salah satunya adalah riwayat Abu Hurairah yang menyebutkan
bahwa Rasulullah bersabda, "Sedekah yang terbaik adalah memberikan sesuatu kepada
orang yang tidak memerlukannya, dan mulailah memberi kepada mereka yang menjadi
tanggung jawabmu."
Dalam hadits lain, yang diriwayatkan dari Abu Al-Ahwash, Rasulullah
mengungkapkan, "Apabila Allah telah memberikan kekayaan yang berlimpah kepada
seseorang, maka seharusnya dia menunjukkan tanda-tanda nikmat tersebut, dan apa yang
telah diberikan Allah padanya bisa ditingkatkan."4
Dari pernyataan diatas menjelaskan adanya landasan kewajiban untuk
menentukan tugas dan kewenangan negara dalam mengelola distribusi kekayaan dengan
bijaksana dan adil. Terkait kebijakan pengeluaran pemerintah, prinsip-prinsip tersebut
3
Al-Qur’an Terjemahan (Surabaya: CV. Duta Ilmu, 2008), p. 521.
4
Rahmawati, p. 43.
8
juga menjadi dasar utama dalam mencapai efisiensi dan efektivitas dalam pengendalian
anggaran. Para ulama zaman dahulu telah memberi kaidah-kaidah yang bersifat umum
berdasarkan garis ketentuan Al-Qur‟an dan Sunnah dalam menuntun kebijakan belanja
pemerintah. sebagaimana yang dikemukakan oleh Chapra (1995: 288-289)14, juga
dikutip oleh Adiwarman Azwar Karim dan Mustafa Edwin Nasution, antara lain:
Kaidah-kaidah tersebut antara lain:
1. Harus didasarkan pada prinsip kemaslahatan umum dalam pelaksanaan
pembelanjaan.
Pengeluaran pemerintah harus selalu mempertimbangkan "maslahah," yaitu
kemaslahatan atau kepentingan umum masyarakat, sebagai landasan utama. Dalam
melaksanakan pembelanjaan, pemerintah harus memastikan bahwa pengeluaran tersebut
memberikan manfaat dan kebaikan yang signifikan bagi masyarakat secara keseluruhan.
Dengan kata lain, setiap pengeluaran pemerintah harus diarahkan untuk mencapai
kemaslahatan umum dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Misalnya, pemerintah
dapat mengalokasikan anggaran untuk pembangunan infrastruktur, seperti jalan,
jembatan, dan sekolah. Pembangunan infrastruktur ini akan bermanfaat bagi masyarakat
karena dapat mempermudah mobilitas masyarakat dan meningkatkan kualitas
pendidikan.
2. Menghindari masyaqqoh (kesulitan) dan madharat harus didahulukan
daripada melakukan perbaikan
3. Madharat individu dapat dijadikan alasan demi menghindari madharat dalam
skala yang lebih luas.
4. Pengorbanan individu dapat dilakukan dan kepentingan individu dapat
dikorbankan demi menghindari kerugian dan pengorbanan dalam skala
umum
5. Kaidah bernama “al-ghiurm bi al-gunmy” yang berarti sebagai kaidah yang
mengulas terkait penanggungan beban yang harus dipersiapkan jika ingin
memperoleh manfaat (harus siap memikul kerugian jika ingin beruntung)
6. Kaidah yang bernama “maa laa yatimm al-wajib illa bihi fahuwa wajib” yang
berarti bahwasanya sesuatu yang bersifat wajib harus dilaksanakan tanpa
9
adanya penunjang yang dilakukan faktor penunjang lainnya tidak bisa
dibangun, maka penegakan faktor penunjang itu hukumnya menjadi wajib.5
5
Umer Chapra, The Future Of Economics: An Islamic Perspective (Jakarta: As-Syamil & Gravika,
2001), p. 288
6
MSI UII, Menjawab Keraguan Berekonomi Syari’ah (Yogyakarta: Safiria Insani Press,
2010), hal. 78.
10
Faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan belanja dapat bervariasi tergantung
pada konteksnya. Secara umum beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kebijakan
belanja :
11
belanja. Pemerintah harus memastikan bahwa belanja pemerintah tidak
melebihi kemampuan keuangan negara.
b. Faktor eksternal yang mempengaruhi kebijakan belanja antara lain:
1. Kondisi ekonomi. Kondisi ekonomi, seperti pertumbuhan ekonomi, inflasi,
dan tingkat pengangguran, dapat mempengaruhi kebijakan belanja.
Misalnya, dalam kondisi ekonomi yang sedang lesu, pemerintah dapat
meningkatkan belanja untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.
2. Tekanan politik. Tekanan politik, seperti tuntutan dari masyarakat, dapat
mempengaruhi kebijakan belanja. Misalnya, pemerintah dapat
meningkatkan belanja untuk memenuhi tuntutan masyarakat, seperti
peningkatan anggaran pendidikan atau kesehatan.
3. Kebijakan pemerintah lain. Kebijakan pemerintah lain, seperti kebijakan
moneter, kebijakan perdagangan, dan kebijakan investasi, dapat
mempengaruhi kebijakan belanja. Misalnya, kebijakan moneter yang
ekspansif dapat mendorong pemerintah untuk meningkatkan belanja.
7
P3EI UII Yogyakarta, Ekonomi Islam, hal. 509.
12
a. Bahwa kebijakan belanja rutin harus sesuai dengan asas maslahat umum, tidak
boleh dikaitkan dengan kemaslahatan seseorang atau kelompok masyarakat tertentu,
apalagi kemaslahatan pemerintah.
b. Prinsip efisiensi dalam belanja rutin, yaitu mendapatkan sebanyak mungkin
manfaat dalam biaya semurah-murahnya, dengan sendirinya jauh dari sifat mubadzir dan
kikir di samping alokasinya pada sektor-sektor yang tidak bertentangan dengan syariah.
c. Prinsip tidak berpihak pada kelompok kaya dalam pembelanjaannya, walaupun
dibolehkan berpihak pada kelompok miskin. Kaidah tersebut cukup berlandaskan pada
nas-nas yang sahih seperti pada kasus “al-hima” yaitu tanah yang diblokir oleh
pemerintah yang khusus diperuntukkan bagi kepentingan umum. Ketika Rasulullah
mengkhususkan tanah untuk pengembalaan ternak kaum duafa, Rasulullah melarang
ternak-ternak milik para agniya atau orang kaya yang mengembala di sana. Bahkan
Umar berkata: “Hati-hati jangan sampai ternak Abdurrahman bin Auf mendekati lahan
pengembalaan kaum duafa.”
d. Prinsip komitmen dengan aturan syariah, maka alokasi belanja negara hanya
hanya boleh pada hal-hal yang mubah dan menjauhi yang haram. contoh kebutuhan
mubah yaitu seperti pembangunan gedung perkantoran, pembangunan pusat
perbelanjaan, dan pembangunan tempat rekreasi.
e. Prinsip komitmen dengan skala prioritas syariah, yaitu prinsip yang
menekankan pentingnya pemerintah untuk mengalokasikan dana belanja sesuai dengan
kebutuhan syariah, dimulai dari yang wajib, kemudian sunah, dan terakhir mubah. Atau
dalam pembagian yang lain, dimulai dari yang dharurah, kemudian hajiyyat, dan terakhir
kamaliyah.
Wajib adalah segala sesuatu yang diperintahkan oleh Allah SWT dan
Rasul-Nya, dan jika tidak dikerjakan akan mendapat dosa. Contoh
kebutuhan wajib adalah pemenuhan kebutuhan dasar manusia, seperti
sandang, pangan, papan, kesehatan, dan pendidikan.
Sunnah adalah segala sesuatu yang dianjurkan oleh Allah SWT dan Rasul-
Nya, dan jika dikerjakan akan mendapat pahala, tetapi jika tidak
dikerjakan tidak akan mendapat dosa. Contoh kebutuhan sunnah adalah
pembangunan masjid, pembangunan rumah sakit, dan pemberian beasiswa
kepada siswa miskin.
13
Mubah adalah segala sesuatu yang tidak diperintahkan dan tidak dilarang
oleh Allah SWT dan Rasul-Nya. Contoh kebutuhan mubah adalah
pembangunan gedung perkantoran, pembangunan pusat perbelanjaan, dan
pembangunan tempat rekreasi.
Dharurah adalah kebutuhan yang mendesak dan harus dipenuhi untuk
menghindari kemudaratan yang lebih besar. Contoh kebutuhan dharurah
adalah bantuan untuk korban bencana alam, bantuan untuk fakir miskin,
dan bantuan untuk penyandang disabilitas.
Hajiyyat adalah kebutuhan yang penting, tetapi tidak mendesak. Contoh
kebutuhan hajiyyat adalah pembangunan infrastruktur, seperti jalan,
jembatan, dan irigasi.
Kamaliyah adalah kebutuhan yang melengkapi dan menyempurnakan
hidup, tetapi tidak penting. Contoh kebutuhan kamaliyah adalah
pembangunan gedung olahraga, pembangunan tempat wisata, dan
pembangunan museum.
BAB 3
KESIMPULAN
8
Nasution, Pengenalan Eksklusif: Ekonomi Islam, hal. 224-225
14
Kebijakan belanja dalam ekonomi Islam mengintegrasikan nilai-nilai keislaman
dan prinsip-prinsip syariah untuk menciptakan sistem distribusi ekonomi yang adil.
Dalam Islam, kebijakan fiskal bukan hanya untuk meningkatkan ekonomi atau
kesejahteraan rakyat, tetapi juga merupakan kewajiban negara untuk memastikan hak-
hak rakyatnya. Dalam konteks ini, terdapat empat tujuan utama dalam ekonomi Islam:
memastikan kebutuhan dasar manusia terpenuhi, meningkatkan kapabilitas manusia,
membuka peluang kerja, dan memperluas akses terhadap sumber daya
Pengeluaran pemerintah harus didasarkan pada prinsip kemaslahatan umum,
menghindari kerugian dan kesulitan, serta memastikan distribusi pendapatan yang adil
kepada seluruh lapisan masyarakat. Prinsip-prinsip ini mengacu pada ajaran Al-Qur'an
dan Hadis, dan merupakan landasan utama dalam merancang kebijakan belanja
pemerintah. Selain itu, dalam mengalokasikan dana belanja, pemerintah harus mematuhi
prinsip komitmen dengan skala prioritas syariah. Kebutuhan wajib, sunnah, dan mubah
harus diprioritaskan, diikuti oleh kebutuhan dharurah, hajiyyat, dan kamaliyah. Prinsip
ini memastikan bahwa dana belanja digunakan secara bijaksana sesuai dengan nilai-nilai
Islam dan kebutuhan masyarakat.
Dalam konteks faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan belanja, pendapatan,
inflasi, jumlah penduduk, perubahan teknologi, dan faktor lingkungan merupakan faktor
internal dan eksternal yang harus dipertimbangkan. Pemerintah juga harus
mempertimbangkan tekanan politik, kebijakan pemerintah lainnya, dan kondisi ekonomi
dalam merancang kebijakan belanja yang efisien dan efektif.
Dengan mematuhi prinsip-prinsip keislaman dan memperhitungkan faktor-faktor
yang mempengaruhi kebijakan belanja, pemerintah dalam negara Islam dapat merancang
kebijakan belanja yang mendukung pembangunan ekonomi yang adil, berkelanjutan, dan
sesuai dengan nilai-nilai moral Islam. Ini akan membawa manfaat besar bagi masyarakat
dan menciptakan kesejahteraan yang merata bagi seluruh warganya.
kebijakan belanja yang mendukung pembangunan ekonomi yang adil,
berkelanjutan, dan sesuai dengan nilai-nilai moral Islam. Ini akan membawa manfaat
besar bagi masyarakat dan menciptakan kesejahteraan yang merata bagi seluruh
warganya.
15
DAFTAR PUSTAKA
Aini, I. (2019). Kebijakan Fiskal dalam Ekonomi Islam. Al-Qisthu: Jurnal Kajian
Ilmu-Ilmu Hukum, 17(2)
Gultom, R. Z. (2019). Keuangan Publik Islam: Zakat Sebagai Instrumen Utama
Keuangan Negara. Hukum Islam, 19(2), 100-116
Rahmawati, L. (2008). Kebijakan Fiskal dalam Islam. Al-Qanun: Jurnal
Pemikiran dan Pembaharuan Hukum Islam, 11(2 Des), 436-361
Nasiqoh, S. Z. (2022). Analisis Sistem Kebijakan Fiskal Modern Dan Islam Serta
Fungsinya Dalam Perekonomian: Kebijakan Fiskal. KASBANA: Jurnal Hukum
Ekonomi Syariah, 2(1), 26-37
Wijayanti, I. Analisis Penerapan Qawaid Fiqiyyah Terhadap Kebijakan Belanja
Pegawai Pemerintah Dalam Pelaksanaan APBN Di Indonesia. BOOK-5: EKONOMI
ISLAM, 941
Isnaini, D. (2017). Peranan Kebijakan Fiskal Dalam Sebuah Negara. Al-INTAJ:
Jurnal Ekonomi Dan Perbankan Syariah, 3(1).
Ningrum, R. T. P. (2014). Refleksi Prinsip-Prinsip Keuangan Publik Islam
Sebagai Kerangka Perumusan Kebijakan Fiskal Negara. El-Wasathiya: Jurnal Studi
Agama, 2(1), 86-103
16