Anda di halaman 1dari 24

Makalah

Ekonomi Islam

Disusun oleh :
Rahmi Aulia
Npm :
2210015211047

Departemen Teknik Sipil


Fakultas Teknik Sipil Dan Perencanaan
Universitas Bung Hatta
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan rahmat, inayah,
taufik dan hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini tepat pada
waktunya. Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk, maupun
pedoman bagi pembaca untuk memperdalam ilmu agama.
Kami berharap makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para
pembaca, sehingga dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Kami sadar bahwa masih
banyak kekurangan terhadap makalah ini. Oleh kerena itu, kami meminta kepada para pembaca
untuk memberikan masukan bermanfaat yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah
ini agar dapat diperbaiki bentuk maupun isi makalah sehingga kedepannya dapat menjadi lebih
baik.

Padang ,15 September 2022

Rahmi Aulia
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ................................................................................................................. i

DAFTAR ISI.................................................................................................................................ii

BAB 1 PENDAHULUAN............................................................................................................1

A. LATAR BELAKANG................................................................................................1
B. RUMUSAN MASALAH............................................................................................
C. TUJUAN.....................................................................................................................2

BAB 2 PEMBAHASAN...............................................................................................................4

A. PENGERTIAN, TUJUAN DAN PRINSIP-PRINSIP EKONOMI ISLAM...............4


B. MASALAH-MASALAH POKOK EKONOMI ISLAM............................................7
C. PRAKTEK EKONOMI ISLAM.................................................................................8
D. LEMBAGA EKONOMI ISLAM................................................................................16

BAB 3 PENUTUP .......................................................................................................................20

A. SIMPULAN................................................................................................................20
B. SARAN.......................................................................................................................20

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................................21


BAB 1

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Ekonomi Islam dibangun atas dasar agama Islam, karenanya ia merupakan bagian
yang tidak dapat terpisahkan (integral) dari agama Islam. Sebagai derivasi dari agama
Islam, ekonomi Islam akan mengikuti agama Islam dalam berbagai aspeknya. Islam
adalah sistem kehidupan (way of life), dimana Islam telah menyediakan berbagai
perangkat aturan yang lengkap bagi kehidupan manusia, termasuk dalam bidang
ekonomi.
Ketika homo economicus tidak mampu menjelaskan perilaku manusia secara
lengkap, dan kesadaran para pembaharu ekonomi konvensional terhambat dengan tidak
adanya standar moral yang dapat dijadikan acuan, Islam menjadi solusi satu-satunya.
Pandangan Islam terhadap manusia dan bagaimana perilaku ekonominya adalah konsep
yang komprehensif, konsep ini dapat disingkat dengan istilah homo Islamicus. Homo
Islamicus mengarahkan manusia kepada tujuan hakiki dari kegiatan ekonomi, yaitu falah.
Dalam kegiatan berekonomi kita tidak akan jauh dari istilah distribusi, produksi,
dan konsumsi. Beberapa jenis kegiatan tersebut saling berkaitan, dalam hal ini peneliti
ingin mengkaji lebih dalam kegiatan konsumsi seorang konsumen atau kita sering dengar
dengan perilaku konsumen. Yang dimaksud dengan konsumsi adalah pembelanjaan atau
pengeluaran untuk memenuhi kebutuhan hidup secara jasmani atau rumah tangga yang
bertujuan untuk memuaskan kebutuhan manusia, bertujuan menghantarkan kesejahteraan
yang berdimensi fisik, materialis, dan hedonisme tanpa batas. Sehingga tidak ada
pembahasan secara spesifik dalam mengikuti bagaimana gaya konsumsinya, batasan ini
muncul apabila seseorang telah mendapatkan titik kepuasan dalam konsumsinya.
Perilaku konsumen merupakan perilaku atau sikap manusia dalam memanfaatkan
pemasukan dalam memenuhi kebutuhannya, baik secara individu maupun sosial. Sisi
keunggulan perilaku konsumen muslim dari pada perilaku konsumen konvensional ialah
bentuknya bukan sekedar memenuhi kepuasan semata, melainkan juga memiliki nilai
manfaat dan berkah, dalam hal ini hedonisme tidak berlaku dalam perilaku konsumen
muslim. Dalam Islam, perilaku seorang konsumen harus mencerminkan hubungan
dirinya dengan Allah Swt, inilah yang membedakan dengan perilaku konsumsi
konvensional.
Manusia tidak dilihat dari sudut moral, tetapi dilihat sebagai manusia seperti apa
adanya, yang biasanya selalu menginginkan kehidupan material yang lebih baik. Banyak
ahli ekonomi memandang konsep kepuasan yang tidak terbatas sebagai suatu anggapan
kerja (working hypothesis) bukan sebagai konsepsi manusia yang utuh. Dalam
penerapannya ilmu ekonomi.
Dalam Islam, konsumsi tidak dapat dipisahkan dari peran keimanan. Peran
keimanan menjadi tolak ukur penting, karena memberi cara pandang kepada dunia yang
cenderung mempengaruhi kepribadian manusia, yaitu dalam bentuk perilaku, gaya hidup,
selera, sikap-sikap terhadap sesama manusia, sumber daya, dan ekologi. Keimanan sangat
mempengaruhi sifat, kuantitas, dan kualitas konsumsi baik dalam bentuk kepuasan
material maupun spiritual.
Perkembangan sistem ekonomi Islam yang terbawa oleh zaman akan banyak
memunculkan pemikiran-pemikiran yang kontemporer atau kekinian. Semua tidak lepas
dari pemikiran dan praktisi ekonomi Islam klasik terdahulu. Banyaknya konsep yang
bermunculan tentang ekonomi Islam, seharusnya memperkuat sistem perekonomian yang
masih dalam tahap perkembangannya ini.
Tujuan ekonomi Islam adalah al-maslahah (kesejahteraan) bagi umat manusia,
yaitu dengan mengusahakan segala aktivitas demi tercapainya hal-hal yang berakibat
pada adanya kemaslahatan bagi manusia, atau dengan mengusahakan aktivitas yang
secara langsung dapat merealisasikan kemaslahatan itu sendiri. Aktivitas lainnya demi
menggapai kemaslahatan adalah dengan menghindarkan diri dari segala hal yang
membawa al-mafsadah (kerusakan) bagi manusia.
Problematika ekonomi manusia dalam prespektif Islam adalah pemenuhan
kebutuhan (need) dengan Sumber Daya Alam (SDA) yang ada. Munculnya konsep al-
mas}lah}ah dalam bermuamalah, jika ditinjau dari sisi ekonomi Islam telah memberi
pengaruh yang sangat begitu signifikan.
Maka hadirnya Islam sebagai agama yang telah mengatur dan memberi pola
tindakan yang benar dalam menjalankan kehidupan, baik secara sosial, budaya, dan
ekonomi. Akan tetapi, masyarakat dunia saat ini telah terkontaminasi oleh worldview
kapitalis dan imperalis. Maka untuk menjawab tantangan global ini, perlu adanya
perkembangan ilmu pengetahuan tanpa mengesampingkan aspek agama di dalamnya.
Tidak terlepas dari tujuan ekonomi itu sendiri secara umum dan perilaku
konsumen secara khusus. Maslahah berperan untuk mengawal bagaimana sebaiknya
berperilaku konsumtif menurut ekonomi Islam. Dengan adanya pendekatan pola
pemikiran yang bersifat klasik dari Imam Al-Gazali dengan konsep al-maslahah al-
mursalah yang di perkenalkan diharapkan mampu untuk menjawab tantangan global yang
kekinian.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa itu ekonomi islam?
2. Apa tujuan ekonomi islam?
3. Apa prinsip ekonomi islam?
4. Apa saja masalah masalah pokok ekonomi islam?
5. Apa saja praktek ekonomi islam?
6. Apa saja Lembaga ekonomi islam?
C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui defenisi dari ekonomi islam
2. Yntuk mengetahui apa tujuan dari ekonomi islam
3. Untuk mengetahui apa prinsip ekonomi islam
4. Mengetahui apa saja masalah pokok ekonomi islam
5. Mengetahui praktek ekonomi islam
6. Mengetahui Lembaga ekonomi islam
BAB 2

PEMBAHASAN
A. Pengertian, tujuan, dan prinsip-prinsip ekonomi islam
1. Pengertian ekonomi islam
Ekonomi Syariah merupakan salah satu jenis sistem ekonomi yang saat ini
berkembang di dunia, terutama negara-negara dengan mayoritas penduduk
muslim. Penerapan ekonomi syariah sebagai sistem dilandaskan nilai-nilai Islam
yang bersumber dari Al-Qur’an dan hadist. Perkembangan sistem ekonomi Islam
selama ini diikuti dengan kemunculan pemikiran banyak ahli, khususnya dari
kalangan muslim, mengenai bidang ini. Karena itu, dalam hal pengertian ekonomi
Islam, sejumlah ahli juga telah menyodorkan berbagai definisi. Selama ini,
ekonomi Islam juga kerap disebut dengan ekonomi syariah. Kedua istilah merujuk
pada makna yang sama dan hanya berbeda pada pemakaian kata. Mengutip buku
Konsep Ilmu Ekonomi (2020) terbitan Kemdikbud, pengertian ekonomi Islam
atau ekonomi syariah secara umum adalah ilmu yang mempelajari perilaku
manusia dalam usahanya memenuhi kebutuhan hidup dengan berdasarkan
syariat/nilai-nilai ketuhanan.
Di samping pengertian di atas, ada juga sejumlah definisi ekonomi Islam
yang sudah dirumuskan oleh sejumlah ahli. Berikut ini, pengertian ekonomi Islam
(ekonomi syariah) menurut para ahli di bidang ini.
1. Yusuf Qaradhawi Seperti dinukil dari buku Konsep Ilmu Ekonomi
(2020), Yusuf Qaradhawi merumuskan pengertian ekonomi Islam (ekonomi
syariah) adalah ekonomi yang berdasarkan pada ketuhanan.
2. Veithzal Rivai dan Andi Buchari Kembali merujuk buku di atas,
Veithzal Rivai dan Andi Buchari berpendapat bahwa pengertian ilmu ekonomi
Islam (konomi syariah) ialah suatu ilmu multidimensi atau interdisiplin,
komprehensif dan saling terintegrasi, yang bersumber dari Alquran dan Sunnah
serta ilmu-ilmu rasional.
3. Muh. Abdul Mannan Masih dikutip dari buku yang sama, Muhammad
Abdul Mannan mendefinisikan ilmu ekonomi Islam (ekonomi syariah) adalah
suatu ilmu pengetahuan sosial yang mempelajari ekonomi dari orang-orang yang
menganut nilai-nilai syariah. Sementara dalam buku Islamic Economics: Theory
and Practice, definisi yang diajukan Muhammad Abdul Mannan, lebih tepatnya
ekonomi Islam ilmu pengetahuan sosial yang mempelajari masalah-masalah
ekonomi yang diilhami oleh nilai-nilai dalam Islam.
4. Khursid Ahmad Khursid Ahmad dalam buku Studies in Islamic
Economics (Perspectives of Islam) menyampaikan penjelasan bahwa Ilmu
Ekonomi Islam adalah suatu usaha sistematis untuk memahami masalah-masalah
ekonomi dan tingkah laku manusia secara relasional dalam perspektif Islam.
5. Muhammad Nejatullah al-Siddiqi Muhammad Nejatullah al-Siddiqi,
seperti dikutip di buku Prinsip Dasar Ekonomi Islam Maqashid Al-Syariah
(2014:6) karya Ika Yunia dan Abdul Kadir, menyebutkan bahwa pengertian ilmu
ekonomi syariah adalah cara umat Islam dalam menghadapi hal yang berbau
ekonomi. Ketika menerapkan ekonomi Islam, umat muslim memakai Al-Quran,
Sunnah, akal, dan pengalamannya jadi acuan. Sebagaimana dijelaskan dalam
buku Memahami Ekonomi (2018), sistem ekonomi syariah merujuk pada aktivitas
dalam lingkup perekonomian yang berkaitan dengan produksi, distribusi,
keuangan, perindustrian, dan perdagangan, terkait barang atau jasa yang bersifat
material, dan berlandaskan pada syariat Islam. Pada prinsipnya, ekonomi syariah
merupakan representasi dari jalan tengah antara sistem ekonomi kapitalis dan
sistem ekonomi sosialis. Oleh karena itu, sistem ekonomi syariah menerapkan
prinsip kebaikan dari dua sistem ekonomi itu, dan membuang sisi buruk dari
keduanya.

2. Tujuan ekonomi islam


Tujuan utama dari sistem ekonomi syariah (ekonomi Islam) selaras
dengan tujuan dari penerapan syariat (hukum) agama Islam, yaitu untuk mencapai
tatanan yang baik serta terhormat sehingga menciptakan kebahagiaan dalam
lingkup dunia dan akhirat. Hal ini menunjukkan bahwa masalah ekonomi juga
menjadi perhatian dalam agama Islam.
Menurut Muhammad Abu Zahra, seperti dicatat dalam buku Memahami
Ekonomi (2018), terdapat tiga sasaran utama yang menjadi tujuan dari ekonomi
syariah, yaitu:
1) Setiap muslim menjadi sumber kebaikan bagi masyarakat dan
lingkungannya sekaligus dalam bentuk penyucian jiwa.
2) Penegakan keadilan di masyarakat mencakup bidang hukum dan
muamalah.
3) Dicapainya keselamatan keyakinan agama, jiwa, akal, keluarga dan
keturunan, serta harta benda.
Adapun mengutip pemaparan dalam buku Konsep Ilmu Ekonomi (2020)
terbitan Kemdikbud, ada 4 tujuan ekonomi Islam (ekonomi syariah), yakni
sebagai berikut:
1) Ekonomi yang baik dalam kerangka kerja norma-norma moral
islam
2) Persaudaraan dan kesejahteraan universal
3) Distribusi pendapatan yang merata
4) Kemerdekaan dari individu dalam konteks kesejahteraan sosial.
3. Prinsip ekonomi islam
Baik sebagai ilmu maupun sistem, Ekonomi Islam mengambil jalur tengah
antara ekonomi kapitalis dan sosialis. Kedua sistem terakhir saling bertentangan
di dunia modern. Namun, kedua sistem itu juga memiliki kelebihan dan
kekurangan. Aspek positif dari kedua diambil dalam penerapan sistem ekonomi
Islam yang mengambil pijakan utama nilai-nilai dalam Al-Qur'an dan hadist. Oleh
karena berpijak pada nilai-nilai keislaman, dalam Ekonomi Islam terdapat prinsip-
prinsip khas yang tidak ada dalam sistem ekonomi kapitalis maupun sosialis.
Mengutip modul Ekonomi (2018) yang diterbitkan Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan, ada 5 prinsip Ekonomi Islam. Berikut daftar 6
prinsip ekonomi Islam beserta penjelasannya:
1) Larangan Maisyir: Tidak membolehkan adanya perjudian di dalam
kehidupan ekonominya.
2) Larangan Gharar (penipuan): Tidak mengizinkan berlangsungnya
transaksi dan semacamnya yang sifatnya menipu orang lain.
3) Larangan Hal Haram: Tidak memperbolehkan adanya barang yang
didapatkan dengan cara tidak baik atau transaksi barang yang
dilarang dalam Islam.
4) Larangan Dzalim: Larangan terhadap segala sesuatu yang sifatnya
merugikan orang lain.
5) Larangan Ikhtikar: Tidak boleh ada penimbunan barang yang
nantinya merugikan pihak lain dan hanya menguntungkan
penimbun.
6) Larangan Riba: Tak diperbolehkan ada tambahan dana atas
transaksi, kecuali yang memberikan uang lebih tersebut ikhlas.
B. Masalah-masalah pokok ekonomi islam
Inti dari masalah ekonomi yang kita pahami selama ini adalah kebutuhan manusia
yang tidak terbatas sedangkan alat pemuas kebutuhan terbatas. Para ahli ekonomi
konvensional menyebutnya sebagai masalah kelangkaan. Dalam Islam masalah ekonomi
Islam permasalahan ekonomi adalah ditribusi yang tidak merata. Adapun tujuan dalam
penelitian ini antara lain : Mengetahaui konsep permasalahan ekonomi dalam Islam,
Mengetahui perbedaan permasalahan ekonomi dalam ekonomi Islam dan konvensional,
dan Mengetahui cara mengatasi permasalahan ekonomi dalam Islam.
Permasalahan dalam ekonomi Islam adalah distribusi yang tidak merata
sedangkan konvensional adalah kelangkaan. Solusi yang ditawarkan Islam antara lain:
Masyarakat mempunyai hak khiyar. Hak khiyar adalah adalah salah satu ak bagi kedua
belah pihak yang melakukan transaksi (akad) ketika terjadi beberapa persoalan dalam
transaksi yang dimaksud. Hak Khiyar sendiri ada terbagi menjadi :Khiyar Tadlis
(Membatalkan karanabarangnya cacat), Khiyar ‘aib (kurangnya nilai tersebut dikalangan
ahli pasar. Khiyar Syarat (hakpilih) yang dijadikansyarat keduanya. Masyarakat
menyelesaikannya dengan media al-shulhu (perdamaian).
Ada tujuh isu yang ingin dibahas serta dicari jalan keluarnya oleh IAEI melalui
gelaran ini.

Ada tujuh isu yang ingin dibahas serta dicari jalan keluarnya oleh IAEI melalui
gelaran ini.

1) Kecilnya market share industri keuangan syariah


2) Rendahnya tingkat literasi keuangan syariah
3) Kecilnya peranan industri perbankan dan keuangan syariah dalam
pembangunan infrastruktur
4) Perangkat peraturan, hukum, kebijakan dan fatwa baik dalam skala
nasional maupun internasional masih belum optimal merespon percepatan
pertumbuhan ekonomi nasional.
5) Kualitas dan kompetensi sumber daya insan ekonomi dan keuangan yang
masih rendah.
6) Belum adanya blue print dan arsitektur pembangunan ekonomi syariah
nasional yang integratif dan dijalankan oleh pemerintah.
7) Belum terbangunnya sinergitas dan aliansi strategis antarpemegang
kebijakan.
C. Praktek ekonomi islam
Islam mengatur seluruh urusan dalam kehidupan kaum muslim, termasuk juga
pada masalah ekonomi. Ada cara jual beli, sewa menyewa, pinjam meminjam, dan juga
utang piutang yang semuanya termasuk dalam kegiatan perekonomian yang diatur dalam
Islam. Tujuannya tentu agar kehidupan masyarakat menjadi tertib dan baik, menjaga
hubungan satu sama lain tetap rukun, dan menjaga ketertiban pasar dan perbankan tetap
aman. Semua diatur oleh Islam karena manusia dan sifat tamaknya mampu berbuat
semaunya sendiri, serakah dan mementingkan diri sendiri, juga mengambil hak orang
lain. Jika sudah begitu, masyarakat akan tak tenang, gelisah dan resah dalam menjalankan
perekonomiannya.
Hukum yang mengatur hubungan antar sesama manusia ini disebut mu’amalah.
Dalam bermu’amalah, Islam mengatur agar tatanan kehidupan berjalan dengan baik dan
saling menguntungkan.
A. Muamalah
a) Pengertian Mu’amalah
mu’amalah artinya hal-hal yang termasuk urusan kemasyarakatan (pergaulan,
perdata, dan sebagainya). Berbeda dengan pengertian dalam fikih, mu’amalah bermakna
tukar menukar barang atau sesuatu yang memberi manfaat dengan cara yang
ditempuhnya, seperti jual-beli, sewa-menyewa, upah-mengupah, pinjam meminjam,
urusan bercocok tanam, berserikat, dan usaha lainnya. Ada beberapa transaksi yang
dilarang dalam Islam, yaitu tidak boleh:
 Memakai cara yang batil
 Melakukan kegiatan riba
 Melakukan dengan cara zalim/aniaya
 Mengurangi takaran, timbangan, kualitas dan kehalalan
 Dengan cara judi atau spekulasi
 Transaksi jual beli barang haram.
b) Macam-macam mu’amalah
1) Jual beli
Melakukan jual beli secara halal dibenarkan, dalilnya adalah firman Allah
Subhanahu wata’ala: “... dan Allah telah menghalalkan jual beli dan
mengharamkan riba...” (QS. Al-Baqarah: 275). Melakukan jual beli dengan cara
utang pun dianjurkan untuk melakukan pencatatan serta ada saksi, agar tidak
terjadi penyelewengan di kemudian hari. Hal itu ada dalam Q.S Al Baqarah ayat
282 yang artinya: “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah
tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya.
Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan
janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya,
meka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu
mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada
Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya.
Jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau
dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, maka hendaklah walinya mengimlakkan
dengan jujur. Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki
(di antaramu)...”.
a. Syarat jual beli
1. Pembeli dan penjual harus: balig, berakal sehat, atas kemauan sendiri
2. Uang dan barang harus: halal dan suci (arak, babi, berhala dilarang);
bermanfaat. Jika membeli barang yang tak bermanfaat maka sama dengan
mubazir. Mubazir adalah hal yang dilarang seperti dalam QS Surat Al-
Isra’ ayat 27 yang artinya: “Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah
saudara-saudara setan dan setan itu sangat ingkar kepada Tuhannya.” (QS.
Al Isra’/17:27). barang bisa diserahterimakan. Tidak sah menjual barang
yang belum ada misalnya ikan yang ada di laut atau barang yang sudah
jadi jaminan. kondisi barang diketahui penjual dan pembeli. Kekurangan
barang diberitahukan. milik sendiri. Hal itu berdasarkan hadist Rasulullah
“Tak sah jual beli melainkan atas barang yang dimiliki.” (HR. Abu Daud
dan Tirmidzi).
3. Ijab qobul Melakukan ijab qobul atau serah terima dengan pernyataan
penjual “Saya jual barang ini dengan harga...” dan pembeli “Baiklah saya
beli.” Hal itu seperti hadist Rasulullah SAW: “Sesungguhnya jual beli itu
hanya sah jika suka sama suka,” (HR. Ibnu Hibban).

b. Khiyar
Khiyar adalah bebas memutuskan meneruskan jual beli atau tidak. Jika
suka maka kedua penjual dan peembeli boleh meneruskan transaksi. Jika
tidak sepakat dengan harga maka keduanya boleh menghentikan transaksi.
Macam khiyar :
 Khiyar majelis: penjual dan pembeli masih di tempat transaksi.
 Khiyar syarat: adanya syarat dalam jual beli, misalnya penjual
memberi batas waktu 3 hari pada pembeli untuk memutuskan jadi
membeli atau tidak. Dalam waktu tersebut penjual tidak akan
menjual pada orang lain (3 hari adalah masa khiyar).
 Khiyar aibi (cacat): jika barang cacat maka peembeli boleh
mengembalikannya ke penjual.
c. Riba
Riba adalah bunga uang atau nilai lebih atas penukaran barang. Apapun
bentuknya, riba hukumnya haram. Dalam sebuah hadis disebutkan:
“Rasulullah mengutuk orang yang mengambil riba, orang yang
mewakilkan, orang yang mencatat, dan orang yang menyaksikannya,”
(HR. Muslim). Agar terhindar dari riba maka jika melakukan jual beli
barang sejenis seperti emas dengan emas atau perak dengan perak
syaratnya:
 sama timbangan ukurannya
 dilakukan serah terima saat itu juga
 secara tunai.
Macam macam riba:
 Riba fadli: adalah pertukaran barang sejenis yang tidak sama
timbangannya. Misal cincin 2 gram dengan cincin 3 gram. Nilai
kelebihannya itu adalah riba.
 Riba qordi: pinjam meminjam dengan syarat memberi kelebihan
saat mengembalikan.
 Riba yadi: akad jual beli barang sejenis dan sama timbangannya
tapi penjual dan pembeli berpisah sebelum transaksi serah terima.
Misal jual ubi tapi ubinya masih di pohon. Tidak diserah
terimakan.
 Riba nasi’ah: adalah akad jual-beli dengan penyerahan barang
beberapa waktu kemudian. Misal mangga masih kecil di pohon
sudah dibeli, akan diambil jika sudah besar.
2) Hutang piutang
Utang piutang adalah menyerahkan harta dan benda pada orang lain dengan
perjanjian akan dikembalikan di masa depan. Harta dan benda tersebut tidak
berubah keadaannya saat dikembalikan. Misal utang 100 perak harus
dikembalikan 100 perak juga.
Rukun utang piutang ada 3 yakni seperti dilansir laman Sumber Belajar:
 Ada yang berpiutang dan yang berutang
 Ada harta atau barang
 Ada lafaz kesepakatan. Contoh: “Saya utangkan 100 perak kepadamu,”
lalu yang berutang menjawab “Ya, saya utang dulu, dua hari lagi saya
bayar atau jika sudah punya saya lunasi.”
Proses utang piutang sebaiknya dicatatkan dan ada saksinya. Jika yang berutang
kesulitan membayar maka berikan tenggang waktu sampai ia mendapat rejeki.
Allah berfirman: “Dan jika (orang berutang itu) dalam kesulitan, maka berilah
tenggang waktu sampai dia memperoleh kelapangan. Dan jika kamu
menyedekahkan, itu lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui..” (Q.S. al-
Baqarah/2: 280). Jika dalam pengembalian itu yang berhutang memberi kelebihan
tanpa diminta, maka kelebihan itu halal bagi pemberi hutang diterima. Rasulullah
SAW bersabda: “Orang yang paling baik di antara kamu ialah orang yang dapat
membayar utangnya dengan yang lebih baik,” (HR. Ahmad dan Tirmidzi).
3) Sewa menyewa
Secara fikih, sewa menyewa disebut juga ijarah. Ijarah adalah imbalan yang harus
diterima oleh seseorang atas jasa berupa penyediaan tenaga, pikiran, biaya, atau
hewan yang diberikannya. Firman Allah SWT: “...dan jika kamu ingin anakmu
disusukan oleh orang lain maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan
pembayaran menurut yang patut...” (QS. Al-Baqarah: 233) Juga dalam firman QS
At-Talaq ayat 6 yang artinya: “...kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak)
mu maka berikanlah imbalannya kepada mereka...”.
Syarat dan rukun sewa menyewa :
 Yang menyewa dan memberi sewa harus sudah balig dan berakal sehat.
 Dengan kemauan masing-masing, tidak dipaksa.
 Benda atau tempat itu sepenuhnya hak yang menyewakan.
 Ditentukan barangnya serta keadaan dan sifat-sifatnya.
 Manfaat dari benda yang disewakan harus diketahui jelas kedua pihak.
Misal sewa rumah, nanti akan ditinggali atau dibuat usaha sehingga
pemilik akan memikirkan risiko kerusakan.
 Berapa lamanya harus jelas. Misal sewa rumah 1 tahun.
 Harga dan cara pembayaran ditentukan di awal dan disepakati.
 Untuk kontrak tenaga kerja, diberitahu jenis pekerjaan, jam kerja, masa
kerja, gaji, sistem pembayaran, tunjangan.
B. Syirkah (perseorangan)
Syirkah maknanya mencampur dua bagian atau lebih hingga tak bisa dibedakan
lagi. Menurut istilah, syirkah adalah akad yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih untuk
melakukan usaha dengan tujuan mendapat untung.
 Rukun dan syarat syirkah:
 Pihak yang berakad (‘akidah) harus memiliki kecakapan dalam
pengelolaan harta.
 Objek akad (ma’qud ‘alaihi) mencakup pekerjaan atau modal yang halal.
 Akad (sighat) syarat sahnya akad adalah harus berupa tasarruf yaitu ada
aktivitas pengelolaan.
Macam-macam syirkah :
 Syirkah ‘Inan: Ada syarat kesamaan profesi atau keahlian pada dua pihak
mitra usaha. Modalnya disyaratkan berupa uang. Keuntungan disepakati
misalnya 50 : 50 dan jika rugi, maka kerugian juga ditanggung 50 : 50
oleh masing-masing mitra usaha.
 Syirkah ‘Abdan: Tidak ada syarat kesamaan profesi antar mitra usaha,
misal tukang kayu dan tukang batu bermitra membangun rumah.
Pembagian keuntungan misalnya 60 : 40 yang disepakati bersama kedua
mitra. Pekerjaan harus halal.
 Syirkah wujuh: adalah kerja sama karena didasarkan pada kedudukan,
ketokohan, atau keahlian (wujuh) seseorang. Hakikatnya termasuk dalam
syrikah ‘abdan. Misal A dan B adalah tokoh dan dipercaya oleh pedagang.
A dan B menyuruh pedagang membeli barang, lalu barang dijual oleh A
dan B dengan keuntungan 50 : 50. Modal dikembalikan pada pedagang
dan keuntungan dibagi dengan A dan B.
 Syirkah muwafadah: menggabungkan semua jenis syrikah di atas. Misal:
A adalah pemodal, memberi modal pada B dan C. Lalu B dan C juga ikut
menanam modal membeli barang secara kredit. Awalnya syirkah ‘abdan,
lalu berubah jadi syirkah wujuh karena berdasar pada ketokohan.
Keuntungan dibagi sesuai kesepakatan, jika rugi juga ditanggung sesuai
jenis syirkahnya yakni sebesar prosentase modal.
 Mudarabah: adalah akad kerja sama usaha antara dua pihak. Pihak
pertama menyediakan modal (shahibul mal) pihak lain jadi pengelola
(mudarrib). Keuntungan usaha mudarabah dibagi menurut kesepakatan
dalam kontrak perjanjian. Sementara kerugian ditanggung pemilik modal,
jika kesalahan bukan karena pengelola. Mudarabah dibagi dua yaitu:
 Mudarabah mutlaqah: bentuk kerja sama antara pemilik modal dan
pengelola yang cakupannya sangat luas dan tidak dibatasi oleh spesifikasi
jenis usaha, waktu, dan daerah bisnis.
 Mudarabah muqayyadah: yaitu usaha yang akan dijalankan dengan
dibatasi oleh jenis usaha, waktu, atau tempat usaha.
 Musaqah: kerja sama antara pemilik kebun dan petani, pemilik
menyerahkan urusan semua pada petani, keuntungan ditentukan diawal
akad.
 Muzara’ah dan mukhabarah. Muzara’ah adalah kerja sama bidang
pertanian antara pemilik lahan dan petani, namun bibit disediakan petani.
Sementara mukhabarah, bibit berasal dari pemilik lahan.
C. Perbankkan
Bank merupakan lembaga keuangan yang menghimpun dana dari masyarakat dan
disalurkan dalam bentuk pinjaman dengan sistem bunga. Dilihat dari penerapan
bunganya, bank dibagi dua:
Bank Konvensional: adalah bank yang menghimpun dana untuk disalurkan kepada
perorangan maupun badan usaha, guna mengembangkan usahanya dengan
menggunakan sistem bunga.
Bank Islam atau Bank syariah: adalah bank yang menjalankan operasinya menurut
syariat Islam. Istilah bunga tidak ada dalam bank Islam karena bank syariah memakai
cara yang bersih dari riba, misalnya mudarabah, musyarakah, wadi’ah, qardul hasan.
Mudarabah adalah: kerja sama pemilik modal dan pengusaha dengan perjanjian bagi
hasil dan sama-sama menanggung kerugian dengan persentase sesuai perjanjian.
 Musyarakah adalah: kerja sama antara pihak bank dan pengusaha di mana
masing-masing memiliki saham. Jadi, kedua belah pihak mengelola usaha
bersama-sama dan untung ruginya bersama-sama pula.
 Wadi’ah adalah: jasa penitipan uang, barang, deposito, maupun surat berharga
kepada bank. Bank punya hak untuk menggunakan dana yang dititipkan dan
menjamin bisa mengembalikan dana tersebut sewaktu-waktu.
 Qardul hasan adalah: pembiayaan lunak pada nasabah dalam keadaan darurat.
Nasabah hanya diwajibkan mengembalikan simpanan pokok pada saat jatuh
tempo. Biasanya ini hanya diberikan untuk nasabah yang memiliki deposito di
bank itu.
 Murabahah adalah: suatu jenis penjualan yang penjual sepakat dengan
pembeli untuk menyediakan produk, dengan ditambah jumlah keuntungan
tertentu di atas biaya produksi. Jadi bank membelikan barang untuk nasabah
dengan tambahan keuntungan.
Asuransi syariah
Asal kata asuransi adalah ‘assurantie’ yang diambil dari bahasa Belanda
bermakna ‘pertanggungan’. Dalam bahasa Arab dikenal At Ta’min yang artinya
pertanggungan, perlindungan, keamanan, ketenangan atau bebas dari rasa takut.
Asuransi adalah bagian dari mu’amalah yang hukum fiqhnya dibolehkan (jaiz)
dengan syarat sesuai hukum Islam. Memiliki asuransi bisa disebut sebagai upaya
yang didasarkan nilai tauhid bahwa sesungguhnya setiap jiwa tidak memiliki daya
apa pun ketika menerima musibah dari Allah Swt. Musibah bisa berupa kematian,
kecelakaan, bencana alam maupun lainnya. Untuk menghadapi musibah, ada 3
cara yakni menanggungnya sendiri, kedua mengalihkan risiko ke pihak lain.
Ketiga, mengelolanya bersama-sama. Musibah menurut Islam bukan hanya
masalah individu melainkan juga masalah kelompok dimana individu tinggal.
Dalam firman Allah Swt dalam QS Al Ma’idah 5 : 2 yang artinya: “... dan tolong
menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong
menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran...”
Beda asuransi syariah dan asuransi konvensional
Pada asuransi konvensional, orang membayar premi untuk mengalihkan risiko
yang tidak mampu dia pikul kepada perusahaan asuransi atau ‘jual-beli’ atas
resiko kerugian. Ada mekanisme dana hangus, sehingga peserta tak bisa menarik
lagi premi jika ingin keluar dari keanggotaan sebelum jatuh tempo.
Pada asuransi syariah, mekanismenya tidak mengenal dana hangus. Jika peserta
ingin menarik dana premi maka bisa dilakukan.

D. Lembaga Lembaga ekonomi islam


 Bank Umum Syariah
Bank Umum Syariah merupakan suatu lembaga keuangan yang yang
menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan, dan menyalurkannnya
kepada masyarakat dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyatr banyak yang dalam
operasionalnya sesuai dengan prinsip-prinsip syariah.
Produk dalam Bank Umum Syariah ini dapat berupa giro, tabungan, deposito
ataupun produk perbankan lainnya dengan prinsip syariah. Contohnya adalah Bank
Syariah Indonesia.
 Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS)
Bank Pembiayaan Rakyat Syariah merupakan bank yang melaksanakan kegiatan
usaha yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran, yang
pola operasionalnya mengikuti prinsip-prinsip ekonomi (syariat) Islam, terutama bagi
hasil.
Tujuan dari didirikanya BPRS, antara lain: Meningkatkan kesejahteraan ekonomi
umat Islam terutama masyarakat golongan ekonomi lemah; Meningkatkan pendapatan
perkapita; Menambah lapangan kerja terutama di kecamatan-kecamatan; Mengurangi
Urbanisasi; Membina semangat ukhuwah Islamiyah melalui kegiatan ekonomi.
 Unit Usaha Syariah (UUS)

Merupakan unit usaha yang melakukan usaha berdasarkan prinsip syariah yang
biasanya terdapat pada bank umum konvensional. Contohnya adalah BNI membuka unit
usaha syariah berupa BNI Syariah. Namun, dalam jangka waktu tertentu, Unit Usaha
Syariah ini harus memisahkan menjadi entitas tersendiri dan menjadi Bank Umum
Syariah.

 Badan Amil Zakat (BAZ) dan Lembaga Amil Zakat (LAZ)

Badan Amil Zakat (BAZ) dan Lembaga Amil Zakat (LAZ) merupakan suatu
lembaga yang bertugas mengumpulkan, mendistribusikan, dan mendayagunakan zakat
kepada para mustahik sesuai dengan ketentuan hukum Islam.

Melalui Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Zakat,


Pemerintah Indonesia telah mengatur pengelolaan zakat dengan baik, baik melalui
Lembaga Amil Zakat (LAZ) maupun Badan Amil Zakat (BAZ). Secara nasional,
menurut ketentuan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat,
zakat dikelola oleh Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS). Dimana BAZNAS ini
merupakan lembaga pemerintahan non-struktural yang bersifat mandiri dan
bertanggungjawab kepada Presiden melalui Menteri. Sedangkan Lembaga Amil Zakat
(LAZ), merupakan lembaga yang dapat dibentuk masyarakat yang bertujuan untuk
membantu BAZNAS dalam pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian, dan
pendayagunaan zakat itu sendiri.

 Baitul Maal Wa Tamwil (BMT)

Baitul Maal Wa Tamwil (BMT) merupakan balai usaha mandiri terpadu yang
memiliki kegiatan dalam mengembangkan usaha-usaha produktif dan investasi dalam
meningkatkan kualitas kegiatan ekonomi pengusaha kecil untuk mendorong kegiatan
menabung dan menjunjung kegiatan ekonominya.

Selain itu, BMT juga bisa menerima titipan zakat, sedekah dan infaq, serta
menyalurkannya sesuai dengan syarat yang telah ditentukan dalam syariat Islam. BMT
dapat berperan sebagai lembaga keuangan sekaligus sebagai lembaga ekonomi. Sebagai
lembaga keuangan, BMT bertugas menghimpun dana dari masyarakat dan
menyalurkannya kembali kepada masyarakat. Sedangkan sebagai lembaga ekonomi,
BMT berhak melakukan kegiatan ekonomi seperti perdagangan, industri, serta pertanian.
Secara operasional, BMT pada dasarnya hampir sama dengan Bank Perkreditan Rakyat
Syariah, hanya pada lingkup dan strukturnya saja yang berbeda. BMT memiliki dua
fungsi pokok, yakni fungsi pengumpulan dana (funding) dan fungsi penyaluran dana
(financing).

Kemudian, dalam melakukan kegiatan operasionalnya, BMT memiliki dua jenis dana,
yakni dana bisnis dan dana ibadah. Dana bisnis merupakan dana input yang dapat ditarik
kembali oleh pemilik, sedangkan dana ibadah merupakan dana yang tidak dapat ditarik
kembali oleh orang yang beramal kecuali input dana ibadah untuk pinjaman.

 Koperasi Syariah
Dalam koperasi syariah, tentunya dalam operasionalnya harus memperhatikan
prinsip-prinsip syariah khususnya fiqh muamalah. Setidaknya terdapat empat prinsip
utama dalam koperasi syariah:

a. Pada dasarnya muamalah itu boleh sampai ada dalil yang menunjukan pada
keharamanya.
b. Muamalah itu mesti dilakukan atas dasar suka sama suka (‘an taradhin).
c. Muamalah yang dilakukan itu harus mendatangkan maslahat dan menolak
mudharat bagi manusia (jaib al-mashalih wa dar’u al-mafasid).
d. Muamalah itu terhindar dari kezaliman, penipuan, manipulasi, spekulasi, riba
dan hal-hal lain yang tidak dibenarkan oleh syara’.

Dimana prinsip-prinsip muamalah tersebut diimplementasikan dalam akad yang


dilakukan dalam koperasi syari’ah. Seperti akad jual beli (bai atau qirad), sewa menyewa
(ijarah), bagi hasil (mudharabah atau musyarakah), jaminan (dhaman atau rahn) dan lain
sebagainya.

 Asuransi Syariah

Dewan Syari’ah Nasional sendiri telah mengeuarkan fatwa mengenai asuransi


syar’ah, yakni Fatwa DSN No. 21/DSN-MUI/X/2001. Dimana dalam bagian pertama,
ketentuan umum angka 1 fatwa tersebut, dijelaskan bahwa asuransi syari’ah merupakan
usaha saling melindungi dan tolonh menolong diantara sejumlah orang atau pihak melalui
investasi dalam bentuk aset dan/atau tabarru’ yang memberikan pola pengambilan untuk
menghadapi risiko tertentu melalui akad (perikatan) yang sesuai dengan syari’ah.

Dalam asuransi, setidaknya harus ada empat unsur yang harus ada, sebagai
berikut:

a. Perjanjian yang mendasari terbentuknya perikatan antara dua pihak, dimana


sekaligus terjadinya hubungan keperdataan (muamalah);
b. Premi berupa sejumlah uang yang sanggup dibayar oleh tertanggung kepada
penanggung;
c. Adanya ganti rugi dari penanggung kepada tertanggung, jika terjadi klaim atau
masa perjanjian selesai;
d. Adanya suatu peristiwa yang tertentu datangnya.
 Pegadaian Syariah

Gadai atau rahn dapat didefinisikan sebagai menjadikan sesuatu barang sebagai
jaminan terhadap hak piutang yang mungkin dijadikan sebagai pembayaran hak piutang
tersebut, baik seluruhnya maupun sebagian saja.

Pegadaiaan, dikatakan sah secara syariah, menurut Ulama Syafi’i setidaknua


harus memenuhi syarat-syarat berikut:

a. Yang dijaminkan harus berupa barang, karena hutang tidak bisa digadaikan
b. Penetapan kepemilikan pegadaian atas barang yang digadaikan tidak terhalang.
c. Barang yang digadaikan bisa dijual, jika sudah habis masa perlunasan hutang
gadai.
BAB 3

PENUTUP
A. SIMPULAN
Ekonomi Islam berbeda dari kapitalisme, sosialisme, maupun negara kesejahteraan.
Berbeda dari kapitalisme karena Islam menentang eksploitasi oleh pemilik modal terhadap
buruh yang miskin, dan melarang penumpukan kekayaan.. Selain itu, ekonomi dalam kaca
mata Islam merupakan tuntutan kehidupan sekaligus anjuran yang memiliki dimensi ibadah
yang teraplikasi dalam etika dan moral.
Ekonomi Islam pada dasarnya merupakan aktualisasi nilai-nilai Islam dalam aktivitas
kehidupan manusia dalam rangka mewujudkan kesejahteraan manusia di dunia dan akhirat.
Keberadaan ekonomi Islam tidak lain bertujuan mewujudkan kebahagiaan dan kesejahteraan
manusia di dunia dan akhirat. Tujuan tersebut dalam pandangan para ahli dijabarkan dalam
tiga permasalahan pokok yang terdiri atas pertama mewujudkan pertumbuhan ekonomi
dalam Negara, kedua mewujudkan kesejahteraan manusia dan ketiga mewujudkan
mekanisme distribusi kekayaan yang adil.
B. SARAN
Untuk mewujudkan kegiatan ekonomi yang selaras dengan perintah Allah SWT, seorang
muslim perlu mengetahui beberapa asas transaksi ekonomi menurut ajaran Islam.
DAFTAR PUSTAKA

https://tirto.id

https://ejournal.stebisigm.ac.id

https://www.republika.co.id

https://heylawedu.id

https://doc.lalacomputer.com

Anda mungkin juga menyukai