Anda di halaman 1dari 19

Prinsip dan Nilai Dalam Ekonomi Islam

Diajukan untuk memenuhi mata kuliah Pengantar Ilmu Ekonomi

Dosen Pengampu :

Disusun Oleh Kelompok 3 :


1. Anisa Riani Simbolon (0506232098)
2. Adelia Khairani br Lubis (0506232119)
3. Citra Annisa Ginting (0506232146)
4. Meisyah Ferianti Fadillah (0506232165)
5. Hasbi Rizky Rawy (0506232133)

PROGRAM STUDI MANAJEMEN


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA
TAHUN 2023/2024
Contents
KATA PENGANTAR......................................................................................................................ii
BAB I.............................................................................................................................................iii
PENDAHULUAN..........................................................................................................................iii
A. Latar belakang.....................................................................................................................iii
B. Rumusan masalah................................................................................................................iii
C. Tujuan..................................................................................................................................iii
BAB II.............................................................................................................................................1
Pembahasan.....................................................................................................................................1
A. Prinsip-prinsip Ekonomi Islam.............................................................................................1
B. Nilai-Nilai Instrumental Ekonomi Islam..............................................................................5
C. Keinginan (Wants) VS Kebutuhan (Needs)..........................................................................7
D. Utilitas VS Maslahah (Maqasid Syari’ah)............................................................................9
E. Konsep Falah Dalam Ekonomi Islam.................................................................................11
Studi Kasus................................................................................................................................13
Pembahasan................................................................................................................................13
BAB III..........................................................................................................................................14
Kesimpulan................................................................................................................................14
Saran...........................................................................................................................................14
Daftar Pustaka................................................................................................................................15

i
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji serta syukur kami ke hadirat Allah SWT atas rahmat dan izin-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini dengan mudah guna memenuhi tugas
kelompok untuk mata kuliah Pengantar Ilmu Ekonomi Islam yang berjudul "PRINSIP DAN
NILAI DALAM EKONOMI ISLAM" dari Dosen Pengampu ibu Manjasari, M.Si.
Sholawat serta salam kami tetap tercurahkan kepada nabi kita Muhammad SAW. terima
kasih kepada anggota kelompok kami yang telah berkontribusi dalam bentuk pikiran atau materi
dalam menyelesaikan makalah ini. Kami sangat berharap semoga makalah ini dapat memberikan
manfaat serta menambah pengetahuan bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar
makalah ini bisa di praktikan dalam kehidupan sehari hari khususnya bagi penulis umumnya bagi
pembaca. Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini
karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman kami, maka dari itu kami sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Ekonomi merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari ajaran Islam, karena islam
merupakan ajaran syumuliyah, yaitu mencakup seluruh bidang kehidupan. Pada dasarnya,
pembahasan hal-hal yang berkaitan dengan dengan prinsip Islam dalam bidang ekonomi telah
menarik perhatian para ulama dan Ilmuwan muslim.
Al-qur’an dan as-Sunnah, meskipun bukan buku teks ekonomi, tetapi isinya mengandung
prinsip dasar ekonomi yang dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu,
tantangan terbesar saat ini adalah bagaimana cara mengaplikasan prinsip-prinsip ekonomi dalam
Al-Qur’an dan hadits, kemudian menurunkannya sebagai body of knowledge yang utuh,
sekaligus membangunnya menjadi sebuah disiplin ilmu yg secara teoritis dan praktis berbeda
signifikan dengan mahzab-mahzab ilmu konvesional yang ada.

B. Rumusan masalah

1. Apa saja prinsip-prinsip Ekonomi Islam menurut para ahli?


2. Apa saja nilai-nilai instrumental dalam sistem ekonomi islam?
3. Bagaimanakah perbedaan antara keinginan(wants) dan kebutuhan (needs)?
4. Apa pengertian utilitas dan maslahah?
5. Bagaimana konsep falah dalam ekonomi islam?

C. Tujuan

1.Untuk mengetahui apa saja prinsip-prinsip Ekonomi Islam menurut para ahli
2.Untuk mengetahui apa saja nilai-nilai instrumental dalam sistem ekonomi islam
3.Untuk mengetahui bagaimanakah perbedaan antara keinginan(wants) dan kebutuhan (needs)
4.Untuk mengetahui apa pengertian utilitas dan maslahah
5.Untuk mengetahui bagaimana konsep falah dalam ekonomi islam

iii
BAB II

Pembahasan

A. Prinsip-prinsip Ekonomi Islam

Definisi prinsip menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah asas atau
kebenaran yang menjadi pokok dasar pemikiran dan bertindak. Sedangkan makna lain dari
prinsip adalah suatu pernyataan fundamental atau kebenaran umum maupun individual yang
dijadikan oleh seseorang atau kelompok sebagai pedoman untuk berpikir dan bertindak. Dalam
ekonomi Islam, prinsip merupakan suatu mekanisme atau elemen pokok yang menunjukan
struktur atau kelengkapan suatu kegiatan atau keadaan.

Adapun secara garis besar prinsip-prinsip ekonomi Islam, yaitu:


1. Dalam ekonomi Islam, berbagai jenis sumber daya dipandang sebagai pemberian atau titipan
Tuhan kepada manusia. Manusia harus memanfaatkannya seefesien dan seoptimal mungkin guna
memenuhi kesejahteraan secara bersama di dunia, yaitu untuk diri sendiri dan orang lain. Namun
yang terpenting adalah kegiatan tersebut akan dipertanggung jawabkan di akhirat nanti.
2. Islam mengakui kepemilikan pribadi atas batas-batas tertentu, termasuk kepemilikan alat
produksi dan faktor produksi. Pertama, kepemilikan individu dibatasi oleh kepentingan
masyarakat, dan kedua, islam menolak pendapatan yang diperolah secara tidak sah, apalagi
usaha yang menghancurkan masyarakat.
3. Kekuatan penggerak utama ekonomi islam adalah kerja sama seorang muslim, apakah ia
sebagai pembeli, penjual, penerima upah, pembuat keuntungan dan sebagainya, harus berpegang
pada tuntutan Allah SWT.
4. Pemilikan kekayaan pribadi harus berperan sebagai capital produksi yang akan meningkatkan
kesejahteraan masyarakat.
5. Islam menjamin kepemilikan masyarakat dan penggunaanya direncanakan untuk kepentingan
orang banyak.
6. Orang Muslim harus beriman kepada Allah dan hari akhir, oleh karena itu islam mencela
keuntungan yang berlebihan, perdagangan yang tidak jujur, perlakuan yang tidak adil, dan semua
bentuk diskriminasi dan penindasan.
7. Seorang muslim yang kekayaannya melebihi tingkat tertentu (nisab) diwajibkan membayar
zakat. Zakat adalah alat distribusi sebagai kekayaan orang kaya ( sebagai sanksi atas
penguasaan harta tersebut), yang ditunjukan untuk orang miskin dan orang-orang yang
membutuhkan.

1
8. Islam melarang setiap pembayaran bunga(riba) atas berbagai bentuk pinjaman, apakah
pinjaman tersebut berasal dari teman, perusahaan, perorangan, pemerintah maupun individual
lain.

Menurut Sjaechul Hadi Poernomo sebagaimana dikutip oleh Abd. Shomad, beberapa prinsip
ekonomi Islam, yaitu :
1. Prinsip keadilan, mencakup seluruh aspek kehidupan, aspek ini merupakan aspek yang
terpenting, sebagaimana telah dijelaskan dalam firman Allah, yaitu:
QS. An-Nahl(16):90: Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan,
memberi bantuan kepada kerabat, dan Dia melarang (melakukan) perbuatan keji, kemungkaran, dan
permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran

2. Prinsip al-ihsan (berbuat kebaikan), pemberian manfaat kepada orang lain lebih dari pada hak
orang lain.

3. Prinsip al-Mas’uliyah (accuntability, pertanggung jawaban), yang meliputi berbagai aspek, yakni
pertanggung jawaban antara individu dengan individu (Mas’uliyah al-afrad), pertanggung jawaban
dalam masyarakat (Mas’uliyah almuj’tama), manusia dalam masyarakat diwajibkan melaksanakan
kewajibannya demi terciptanya kesejahteraan anggota masyarakat secara keseluruhan, serta
tanggung jawab pemerintah (Mas’uliyah al-daulah), tanggung jawab ini berkaitan dengan baitul
mal.

4. Prinsip al-kifayah (sufficiency), tujuan pokok dari prinsip ini adalah untuk membasmi kefakiran
dan mencukupi kebutuhan primer seluruh anggota dalam masyarakat.

5. Prinsip keseimbangan/prinsip wasathiyah (al-I’tidal, moderat, keseimbangan), syariat Islam


mengakui hak pribadi dengan batas-batas tertentu. Syariat menentukan keseimbangan kepentingan
individu dan kepentingan masyarakat.

6. Prinsip Kejujuran dan Kebenaran. Prinsip ini merupakan sendi akhlak karimah. Prinsip ini
tercemin dalam:
a. Prinsip transaksi yang dilarang, akad transaksi harus tegas, jelas, dan pasti. Baik benda yang
menjadi objek akad, maupun harga barang yang diakadkan itu.

2
b. Prinsip transaksi yang merugikan dilarang. Setiap transaksi yang merugikan diri sendiri maupun
pihak kedua dan pihak ketiga dilarang. Sebagaimana sabda Rasullulah Saw., “tidak boleh
membahayakan (merugikan) diri sendiri dan tidak boleh membahayakan (merugikan) pihak lain.
c. Prinsip mengutamakan kepentingan sosial. Prinsip ini menekankan pentingnya kepentingan
bersama yang harus didahulukan tanpa menyebabkan kerugian individu. Sebagaimana kaidah
fiqhiyyah:“bila bertentangan antara kemaslahatan sosial dengan kemashalatan individu, maka
diutamakan kepentingan sosial”.
d. Prinsip manfaat. Objek transaksi harus memiliki manfaat, transaksi terhadap objek yang tidak
bermanfaat menurut syariat dilarang. Prinsip transaksi yang mengandung riba dilarang.
e. Prinsip transaksi yang mengandung riba dilarang.
f. Prinsip suka sama suka (saling rela, ‘an taradhin).
g. Prinsip tidak ada paksaan, setiap orang memiliki kehendak yang bebas dari menetapkan akad,
tanpa tunduk kepada pelaksanaan transaksi apapun, kecuali hal yang harus dilakukan oleh norma
keadilan dan kemaslahatan masyarakat.

Sedangkan Menurut M. Umar Chapra, prinsip ekonomi Islam, yaitu:


1. Prinsip Tauhid (Keesaan Tuhan)
Prinsip tauhid dalam ekonomi Islam sangat esensial sebab prinsip ini mengajarkan kepada
manusia agar dalam hubungan kemanusiaan (hubungan horizontal), sama pentingnya dengan
hubungan dengan Allah (hubungan vertikal) dalam arti manusia dalam melakukan aktivitas
ekonominya didasarkan pada keadilan sosial yang bersumber kepada Al-Qur’an.
Lapangan ekonomi (economic court) tidak lepas dari perhatian dan pengaturan Islam. Islam
melandaskan ekonomi sebagai usaha untuk bekal beribadah kepada-Nya. Dengan kata lain, tujuan
usaha dalam Islam tidak semata-mata untuk mencapai keuntungan atau kepuasan materi (hedonism)
dan kepentingan diri sendiri (individualis), tetapi juga kepuasan spiritual yang berkaitan erat dengan
kepuasan sosial ataumasyarakat luas. Dengan demikian, yang menjadi landasan ekonomi Islam
adalah tauhid ilahiyyah.

2. Prinsip Perwakilan (Khilafah)


Manusia adalah Khalifah (wakil) Tuhan di muka bumi. Manusia telah dibekali dengan
semua karakteristik mental dan spiritual serta materi untuk memungkinkan hidup dan mengemban
misinya secara efektif
Posisi manusia sebagai khilafah dapat dilihat dalam ayat berikut ini:

3
QS. Al-Fatir (35):39: Dialah yang menjadikan kamu sebagai khilafah-khilafah di muka bumi.
Barangsiapa yang kafir, maka (akibat) kekafirannya akan menimpa dirinya sendiri. Dan kekafiran
orang-orang yang kafir itu tidak lain hanyalah akan menambah kemurkaan pada sisi Tuhannya dan
kekafiran orang-orang yang kafir itu tidak lain hanyalah akan menambah kerugian mereka belaka.

3. Prinsip Keadilan (‘Adalah)


Keadilan adalah salah satu prinsip yang penting dalam mekanisme perekonomian Islam.
Bersikap adil dalam ekonomi tidak hanya didasarkan pada ayat-ayat Al-Qur’an atau Sunnah Rasul
tapi juga berdasarkan pada pertimbangan hukum alam, alam diciptakan berdasarkan atas prinsip
keseimbangan dan keadilan. Adil dalam ekonomi bisa diterapkan dalam penentuan harga, kualitas
produksi, perlakuan terhadap para pekerja, dan dampak yang timbul dari berbagai kebijakan
ekonomi yang dikeluarkan.
Penegakkan keadilan dan pembasmi bentuk diskriminasi telah ditekankan oleh Al-Qur’an,
bahkan salah satu tujuan utama risalah kenabian adalah untuk menegakkan keadilan. Bahkan Al-
Qur’an menempatkan keadilan sederajat dengan kebajikan dan ketakwaan. Hal ini didasarkan pada
QS. Al-Maidah (5): 8: “hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu
menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali
kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku adil. Berlaku adillah, karena
adil itu lebih dekat kepada taqwa. Dan bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui apa yang kamu kerjakan”.

4. Prinsip Tazkiyah
Tazkiyah berarti penyucian (purification). Dalam konteks pembangunan, proses ini mutlak
diperlukan sebelum manusia diserahi tugas sebagai agen of development. Jikalau proses ini dapat
terlaksana dengan baik, apapun pembangunan dan pengembangan yang dilakukan oleh manusia
tidak akan berakibat kecuali dengan kebaikan bagi diri sendiri, masyarakat dan lingkungan.

5. Prinsip Al- Falah


Al-Falah adalah konsep tentang sukses dalam Islam. Dalam konsep ini apapun jenisnya
keberhasilan yang dicapai selama didunia akan memberikan konstribusi untuk keberhasilan
diakhirat kelak selama dalam keberhasilan ini dicapai dengan petunjuk allah. Oleh karena itu, dalam
kacamata Islam tidak ada dikotomi antara usaha-usaha untuk pembangunan didunia ( baik ekonomi
maupun sektor lainnya), dengan persiapan untuk kehidupan diakhirat nanti.

4
Adapun menurut Ascarya, prinsip-prinsip ekonomi islam yang sering disebut dalam berbagai
literatur ekonomi islam dapat dirangkum menjadi lima hal yaitu:
1. Sikap hemat dan tidak bermewah-mewahan (abstain from wasteful and luxurious living)
2. Menjalankan usaha-usaha yang halal
3. Implementasi zakat ( implementation of zakat)
4. Penghapusan/ pelarangan riba ( prohibition of riba)
5. Pelarangan Masyir ( judi/ spekulasi).

B. Nilai-Nilai Instrumental Ekonomi Islam


Nilai instrumental atau basis kebijakan merupakan sesuatu yang dimiliki setiap sistem
ekonomi, nilai instrumental ini yang menjadi syarat terlaksananya sistem ekonomi, dan sistem
tersebut dapat dijalankan bila terdapat nilai instrumental di dalamnya. Jika dalam ekonomi kapitalis
nilai instrumentalnya terdapat pada kebebasan tanpa restriksi untuk keluar masuk pasar. Dalam
sosialis justru sebaliknya, semua kegiatan ekonomi dilakukan secara terpusat dimana faktor
produksi diatur secara kolektif sehingga individu tidak memiliki kebebasan keluar masuk pasar.
Sedangkan dalam ekonomi Islam memiliki nilai instrumental yang membebaskan individu dan
pemerintah untuk masuk dalam kegiatan ekonomi.
Dalam sistem ekonomi islam ada beberapa nilai instrumental yang strategis yang mempengaruhi
tingkah laku ekonomi seseorang, masyarakat, dan pembangunan ekonomi pada umumnya yaitu:
1. Zakat
Zakat merupakan bagian dari harta yang harus dikeluarkan oleh seorang muslim bila harta
mereka telah mencapai nisab dan sudah memenuhi ketentuan-ketentuan yang ditetapkan oleh
syariah(QS. Al- Baqarah(2):176), yang ukuran dan peruntukannya juga sudah ada ketetapannya dari
Tuhan sendiri (QS. At-Taubah (9):60)
Pada masa awal Islam zakat menjadi sumber pendapatan utama negara. Aktivitas Zakat
benar-benar berfungsi menciptakan persaudaraan dan kebersamaan di kalangan umat, karena dana
zakat merupakan salah satu pilar penting dari sumber dana jaminan sosial. Adanya instrumen ini
secara ekonomi tentu memiliki beberpa makna yaitu:

a. Zakat mampu mengentaskan kesenjangan ekonomi karena zakat mendorong pendistribusian harta
dari mereka yang berkelebihan harta kepada mereka yang membutuhkan sehingga kebutuhan
pokoknya terpenuhi.

5
b. Baik secara langsung ataupun tidak langsung zakat akan berpengaruh kepada pola konsumsi
masyarakat sehingga hal ini akan memberikan dampak terhapusnya perbedaan kelas yang menonjol
di masyarakat akibat perbedaan pendapatan.
c. Zakat dapat meningkatkan produktivitas dan daya beli masyarakat serta membendung inflasi.

2. Pelarang Riba
Riba merupakan nilai instrumental yang erat kaitannya dengan penghapusan praktik
ketidakadilan dan kedzaliman (QS. Al-Baqarah(2): 278-279). Secara sempit penghapusan riba
berarti menghapus eksploitasi yang terjadi dalam hutang-piutang maupun jual-beli (terapi). Secara
luas penghapusan riba dimaknai sebagai penghapusan segala bentuk praktik ekonomi yang
menimbul ketidakadilan dan kedzaliman.
Dampak dari adanya riba secara makro akan berpengaruh pada naiknya angka inflasi. Hal
ini dikarenakan suku bunga/riba yang dibebankan atas nasabah akan berefek pada naiknya
biaya/beban produksi dimana pada akhirnya hal ini akan menaikkan harga atau inflasi secara
keseluruhan. Jika harga sudah meningkat, maka pasti akan ada segelintir msyarakat yang terkena
dampak negatifnya yaitu golongan masyarakat yang berpenghasilan rendah. Inflasi dapat
menyebabkan seseorang yang semula muzaki akan jatuh miskin dan tidak mustahil jika mereka
menjadi mustahik. Hal ini disebabkan karena kenaikan harga yang pada akhirnya membuat mereka
tidak mampu mencukupi kebutuhan dasar hidupnya.

3. Kerjasama Ekonomi
Dalam sistem ekonomi kapitalis sangat ditonjolkan masalah kompetisi bebas, sehingga
mereka melihat orang lain sebagai kompetisi atau pesaing yang harus ditundukkan. Sedangkan
dalam sistem ekonomi sosialis sistem ini tidak mengenal persaingan karena segalanya sudah diatur
oleh Negara baik di tingkat produksi, distribusi maupun konsumsi. Sementara itu sistem ekonomi
Islam sangat dianjurkan adanya kerjasama dalam semua kegiatan ekonomi baik pada sektor
produksi maupun distribusi dan konsumsi.
Kerjasama tersebut bisa dilakukan dalam bentuk syirkah, mudharabah dan sebagainya.
Menurut Daud Ali dari hal-hal tersebut dapat menciptakan kesejahteraan sosial, mengentaskan
kesengsaraan masyarakat (Q.S Al – Imran: 103, Al – Maidah: 3, At – Taubah: 71, 105),
menghilangkan serta mencegah ketidakadilan dan penindasan dalam ekonomi serta mencegah
terjadinya ketidakmerataan dalam pendistribusian kekayaan (Q.S Al – Isra: 16, Al – Haqqah: 25-37,
89), dan melindungi kepentingan ekonomi lemah (Q.S. An-Nisa: 5-10, Al – Fajr: 17-26). Dengan
adanya kerjasama ini maka prinsip yang kuat membantu yang lemah (Q.S Al-Zukhruf: 32) dan
adanya pembagian kerja dan spesialisasi tentu bisa ditegakkan sehingga kebersamaan, keadilan, dan
pertumbuhan serta pemerataan akan dapat diwujudkan.

6
4. Jaminan Sosial
Islam memberikan jaminan terhadap tingkat dan kualitas hidup yang minumum (basic
needs) bagi seluruh lapisan masyarakat (QS. At-taubah:6). Pentingnya jaminan sosial tersebut
terkandung dalam ajaran-ajaran yang mengatakan bahwa:
1.) Manfaat sumber-sumber alam harus dapat dinikmati oleh semua makhluk Allah (QS. Al-An’-
am:38, Al-Rahman:10)
2.) Kehidupan fakir miskin harus diperhatikan oleh masyarakat terutama oleh mereka yang punya
( QS. Al-Dzariyar:19, Al-Ma’-arij:24)
3.) Kekayaan tidak boleh dinikmati dan hanya berputar pada orang-orang kaya saja.
4.) Berbuat kebaikanlah kepada masyarakat sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu (QS.
Al-Qoshash:77)
5.) Seorang muslim yang tidak mempunyai kekayaan harus mau dan mampu menyumbangkan
tenaganya untuk tujuan sosial (QS. At-Taubah:79)
6.) Seseorang janganlah menyumbang untuk kepentingan sosial dan juga kepentingan pribadi serta
keluarga sebagai unit kecil masyarakat agar dipuji oleh orang lain (QS. At-taubah:262)
7.) Jaminan sosial itu harus diberikan sekurang-kurangnya kepada mereka yang disebutkan dalam
Al-Qur’an sebagai pihak-pihak yang berhak atas jaminan tersebut (QS. Al-Baqarah:273, At-
taubah:60)

Dengan melaksanakan jaminan sosial diatas berarti manusia disamping telah beribadah kepada
Allah, menjaga diri dari sifat tamak dan egosimenya, mebuang sifat riba, juga telah membersihkan
dan mendistribusikan kekayaan atas ajaran syariat agama. Maka akan menciptkam kehidupan yang
berkeadilan dan berkeseimbangan.

C. Keinginan (Wants) VS Kebutuhan (Needs)

Keinginan dan kebutuhan adalah hal yang selalu melekat dalam kehidupan manusia. Dua
hal yang selalu ingin didahulukan namun harus memikirkan faktor-faktor yang mendukung di
dalamnya.

1. Keinginan yaitu kebutuhan yang dapat dipenuhi dan kebutuhan-kebutuhan yang efektif, yang
artinya: "Apabila seorang anak Adam memiliki dua lembah harta, niscaya ia akan mencari lembah

7
yang ketiga. Tidak ada yang memuaskan mulutnya kecuali tanah (kematian), dan semoga Allah
SWT memberi ampunan bagi orang yang bertaubat."
Salah satu karakteristik keinginan manusia sifatnya tak terbatas, seperti gambaran hadis di atas, jika
manusia telah mendapatkan dua lembah emas niscaya masih mencari lembah emas yang ketiga dan
seterusnya. Kenyataannya bahwa sifat keinginan manusia tidak terbatas merupakan fitrah dan tabiat
alami setiap manusia yang diakui dalam Al-Qur'an.
Dalam ilmu ekonomi sendiri, masalah keinginan manusia merupakan tema sentral dalam
susunan paradigma nya. Disebutkan dalam pengertian ilmu ekonomi; sebagai ilmu yang membahas
perilaku manusia dalam memenuhi kebutuhan dan keinginannya yang terbatas terhadap sumber
daya yang terbatas.

2. Kebutuhan (needs)
Kebutuhan yaitu keinginan mutlak yang diperlukan manusia bagi kehidupan dan tanpanya
manusia tidak bisa hidup, seperti makanan, pakaian, tempat tinggal, dan lain-lain. Menurut Al-
syathibi, rumusan kebutuhan manusia dalam islam terdiri dari tiga jenjang, dharuriyat, hajiyat dan
tahsiniyat.
a. Dharuriyat (primer)
Kebutuhan dharuriyat mencakup:
1). Agama (din)
2). Kehidupan (nafs)
3). Pendidikan (aql)
4). Keturunan (nasl)
5). Harta (mal).
b. Hajiyat (sekunder)
Kebutuhan hajiyat ialah kebutuhan sekunder. Apabila kebutuhan tersebut tidak terwujudkan, tidak
akan mengancam keselamatannya, namun akan mengalami kesulitan. Syari'at islam menghilangkan
kesulitan itu. Adanya hukum rukshah (keinginan) adalah sebagai contoh dari kepedulian syari'at
islam terhadap kebutuhan ini.
c. Tahsiniyat (tersier)
Kebutuhan tahsiniyat ialah tingkat kebutuhan yang apabila tidak terpenuhi tidak mengancam
eksistensi salah satu dari lima pokok di atas dan tidak pula menimbulkan kesulitan. Tingkat
kebutuhan ini berupa kebutuhan pelengkap, seperti dikemukakan al-syatibi, hal-hal yang
merupakan kepatutan menurut adat istiadat menghindarkan hal-hal yang tidak enak dipandang
mata, dan berhias dengan keindahan yang sesuai dengan tuntutan norma dan akhlak.
Jenjang ini merupakan penambahan bentuk kesenangan dan keindahan dharuriyat dan hajiyat.
Dalam pemasaran istilah kebutuhan (need) berarti hasrat untuk memenuhi kebutuhan,
keinginan (want) adalah hasrat terhadap pemuas spesifik untuk terpenuhinya kebutuhan itu.
Kebutuhan bersifat terbatas pemenuhannya, sedangkan keinginan tidak terbatas.
Dalam islam, ada kebijakan yang dinamakan politik ekonomi islam. Politik ekonomi islam
adalah jaminan tercapainya pemenuhan semua kebutuhan primer (basic needs) tiap orang secara
menyeluruh. Islam memandang tiap orang secara pribadi, bukan secara kolektif sebagai komunitas
8
yang hidup dalam sebuah negara. Pertama kali, islam memandang tiap orang sebagai manusia yang
harus dipenuhi semua kebutuhan primernya secara menyeluruh. Baru berikutnya, islam
memandangnya dengan kapasitas pribadinya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan sekunder dan
tersiernya sesuai dengan kadar kemampuannya.
Islam telah membatasi perolehan harta orang tersebut, yang dipergunakan untuk memenuhi
kebutuhan primer serta kebutuhan sekunder dan tersiernya dengan ketentuan yang khas, termasuk
yang menjadikan interaksi orang tersebut sebagai interaksi yang mengikuti gaya hidup yang khas
pula.

3. Perbedaan Keinginan dan Kebutuhan

Keinginan Kebutuhan
Sifat Subjektif/ tidak harus Objektif/perlu/mengikat
Dampak yang diinginkan Kepuasan Manfaat
Yang dijadikan tolak ukur Selera Fungsi

Berdasarkan tabel diatas, secara sederhana dapat kita simpulkan, jika kebutuhan adalah sesuatu
yang harus dimiliki manusia karena tingkat keperluan atau urgensinya yang tinggi. Sedangkan
keinginan, biasanya bersifat subjektif, tidak terlalu berpengaruh pada kelangsungan hidup
seseorang. Pemenuhan terhadap "keinginan" biasanya bersifat kepuasaan semata dan cenderung
menyesuaikan terhadap selera individu.
Keinginan (wants) dalam ekonomi konvensional muncul dan keinginan naluriah manusia,
yang muncul dari konsep bebas nilai (value-free concept). Ilmu ekonomi konvensional tidak
membedakan antara kebutuhan dan keinginan, karena keduanya memberikan efek yang sama bila
tidak terpenuhi, yaitu kelangkaan. Mereka berpendirian bahwa kebutuhan adalah keinginan,
demikian pula sebaliknya.

D. Utilitas VS Maslahah (Maqasid Syari’ah)


Dalam ekonomi, utilitas adalah jumlah dari kesenangan atau kepuasaan relatif (grafikasi)
yang dicapai. Dengan jumlah ini seseorang bisa menentukan meningkat atau menurunnya utilitas,
dan kemudian menjelaskan kebiasaan ekonomis dalam koridor dari usaha untuk meningkatkan
kepuasaan seseorang.
Doktrin dari utilitarianisme melihat maksimalisasi dari utilitas sebagai kriteria moral untuk
organisasi dalam masyarakat. Menurut para utilitarian, seperti Jeremy Bentham (1748-1832) dan
John Stuart Mill (1806-1876), masyarakat harus bertujuan untuk memaksimalisasikan jumlah
utilitas dari individual, bertujuan untuk "kebahagiaan terbesar untuk jumlah terbesar".

9
Utilitas digunakan oleh ekonom dalam kontruksi sebagai kurva indiferen, yang berperan
sebagai kombinasi dari komoditas yang dibutuhkan oleh invidu atau masyarakat untuk
mempertahankan tingkat kepuasan.
Dalam perspektif islam kebutuhan ditentukan oleh konsep kepuasan. Dalam perspektif islam
kebutuhan ditentukan oleh konsep maslahah. Pembahasan konsep kebutuhan dalam islam tidak
dapat dipisahkan dari kajian perilaku konsumen dari kerangka maqasid syari'ah. Secara literal,
maqasid syari'ah bermakna tujuan dari hukum islam. Imam Al-Ghazali memaknai maqasid syari'ah
sebagai "penjagaan maksud dan tujuan syari'ah adalah upaya dasar untuk bertahan hidup, menahan
faktor-faktor kerusakan dan mendorong terjadinya kesejahteraan"
Tujuan syari'ah islam adalah tercapainya kesejahteraan umat manusia (maslahat-al-ibad). Oleh
karena itu, semua barang dan jasa yang dimiliki maslahah akan dikatakan menjadi kebutuhan
manusia.
Maslahah adalah segala sesuatu yang bermanfaat bagi manusia yang dapat diraih oleh manusia
dengan cara memperoleh maupun menghindarinya. Jadi menghindari terjadinya kerusakan
(mafsadah) juga merupakan wujud mencapai maslahah.
Pemenuhan terhadap kebutuhan maqasid syari'ah akan menciptakan pemenuhan kebutuhan
hidup manusia yang berpengaruh terhadap signifikan variabel- variabel ekonomi seperti konsumsi,
tabungan dan investasi, lapangan kerja dan produksi, serta distribusi pendapatan. Maka dalam
ekonomi islam, seharusnya penjagaan terhadap lima unsur pokok tujuan syari'ah ( ad-din, an-nafs,
al-aql, an-nasl, dan al-mal) menjadi tujuan baik produsen maupun konsumen dalam melakukan
aktivitas ekonominya. Ketika ingin memproduksi suatu barang dan jasa yang dibutuhkan oleh
konsumen, sektor daruriyat harus lebih dulu didahulukan dari sektor hajiyat dan tahsiniyat.
Sementara itu didalam teori ekonomi konvensional menjabarkan kepuasan (utility) seperti memiliki
barang/jasa untuk memuaskan kepuasan manusia.
Dalam konteks ini, konsep maslahah sangat tepat untuk diterapkan. Maslahah adalah
pemilikan atau kekuatan barang/jasa yang mengandung elemen-elemen dasar dan tujuan kehidupan
umat manusia di dunia ini.
Dalam Al-Qur'an kata maslahah banyak disebut dengan manfaat atau manafi' yang berarti
kebaikan yang terkait dengan material, fisik, dan psikologis. Sehingga maslahah mengandung
pengertian kemanfaatan duniawi dan akhirat.
Menurut Imam Shatibi istilah maslahah maknanya lebih luas dari sekedar utility atau
kepuasan dalam terminologi ekonomi konvensional. Maslahah merupakan tujuan hukum syara'
yang paling utama.
1. Maslahah adalah sifat atau kemampuan dan jasa yang mendukung elemen-elemen dan tujuan
dasar dari kehidupan manusia dimuka bumi ini. Ada lima elemen dasar menurut beliau, yakni:

10
agama, kehidupan atau jiwa (al-nafs), properti atau harta benda (al-mal), keyakinan (al-din),
intelektual (al-aql), dan keluarga atau keturunan (al-nasl).
2. Mencukupi kebutuhan dan bukan memenuhi kepuasan/keinginan adalah tujuan dari aktivitas
ekonomi islam, dan usaha pencapaian tujuan itu adalah salah satu kewajiban dalam beragama.
Secara bahasa, utility berarti berguna (usefulness), membantu (helpness), atau menguntungkan
(advantage). Dalam konteks ekonomi, utilitas diartikan sebagai kegunaan barang yang dirasakan
oleh seorang konsumen dalam mengkonsumsi suatu barang.
Adapun secara garis besar perbedaan antara utilitas dan maslahah diantaranya adalah sebagai
berikut:
1. Konsep maslahah dikoneksikan dengan kebutuhan (need), sedangkan kepuasan (utility)
dikoneksikan dengan keinginan (want).
2. Utility atau kepuasan bersifat individualis, sedangkan maslahah tidak hanya bisa dirasakan oleh
individu tetapi bisa dirasakan pula oleh orang lain atau sekelompok masyarakat.
3. Maslahah relatif lebih objektif karena didasarkan pada pertimbangan yang obyektif (kriteria
tentang halal atau baik) sehingga suatu benda ekonomi dapat diputuskan apakah memiliki maslahah
atau tidak. Sementara utilitas mendasarkan pada kriteria yang lebih subjektif, karenanya dapat
berbeda antara individu satu dengan lainnya.
4. Maslahah individu relatif konsisten dengan maslahah sosial. Sebaliknya, utilitas individu sering
berseberangan dengan utilitas sosial.
5. Jika masalah dijadikan tujuan dari seluruh pelaku ekonomi (konsumen, produsen, distributor),
maka semua aktivitas masyarakat baik konsumsi, produksi, dan distribusi akan mencapai tujuan
yang sama yaitu kesejahteraan. Hal ini berbeda dengan utility dalam ekonomi konvensional,
konsumen mengukurnya dari kepuasan yang diperoleh konsumen dan keuntungan yang maksimal
bagi produsen dan distributor, sehingga berbeda tujuan yang akan dicapainya.

E. Konsep Falah Dalam Ekonomi Islam


Falah berasal dari bahasa arab dari arti kata Afalaha-yuflihu yang berarti kesuksesan,
kemuliaan, atau kemenangan, yaitu kemenangan dan kemuliaan dalam hidup. Istilah falah menurut
Islam diambil dari kata-kata Al-Qur'an, yang sering dimaknai sebagai keberuntungan jangka
panjang, dunia dan akhirat, sehingga tidak hanya memandang aspek meterial saja ditekankan pada
aspek spiritual.

Falah merupakan tujuan hidup pada setiap manusia yang dibawa oleh Islam yang
mencangkup aspek yang lengkap dan menyeluruh bagi kehidupan manusia. aspek ini secara pokok

11
meliputi spiritual dan moralitas, ekonomi, sosial dan budaya, serta politik. Misalnya, untuk
memperoleh kelangsungan hidup, maka dalam aspek mikro manusia membutuhkan pemenuhan
kebutuhan biologis seperti kesehatan fisik atau bebas dari penyakit; faktor ekonomis, misalnya
memiliki sarana kehidupan; faktor sosial, adanya persaudaraan dan hubungan antarpersonal yang
harmonis. Dalam aspek makro kesejahteraan menutun adanya keseimbangan ekologi, lingkungan
yang higienis, manajemen lingkungan hidup dan lain-lain.

Islam datang di dunia ini sebagai petunjuk dengan membawa nilai spiritual yang datang dari
Allah, salah satunya dalam konsep falah yang sebagai dasar tujuan hidup kita di dunia ini. Karena
itu, pemikiran falah dalam aktivitas ekonomi sangat perlu diterapkan. Falah diyakini mampu
membawa keharmonisan ekonomi. Kehadiran konsep falah akan melahirkan laku-laku etis
ekonomi. Tindakan-tindakan tidak baik dalam bidang ekonomi. Misalnya pemerasan, monopoli
atau eksploitasi bisa hilangkan. Sehingga, tatanan kehidupan ekonomi menjadi lebih makmur dan
sejahtera.

Salah satu definisi ekonomi Islam menyatakan bahwa ekonomi Islam bertujuan untuk
mengkaji dan mewujudkan kesejahteraan manusia (al-falah) yang dicapai melalui pengorganisasian
sumber-sumber alam berdasarkan kooperasi dan partisipasi. Tujuan utama ekonomi Islam adalah
merealisasikan tujuan manusia untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat (falah), serta
kehidupan yang baik dan terhormat (al- hayat at-tayyibah).

Maqasid syari'ah dalam ekonomi Islam adalah terwujudnya falah dalam konteks dunia
maupun akhirat, sehingga bagaimana konsep falah ini diterjemahkan dalam bentuk yang lebih
mudah dipahami dan diaplikasikan. Falah dalam konteks dunia merupakan konsep yang
multidimensi yang memiliki implikasi pada aspek perilaku individu (mikro) maupun perilaku
kolektif (makro). Untuk kehidupan dunia, falah mencakup tiga pengertian yaitu: kelangsungan
hidup (survival), kebebasan berkeinginan (freedom for want) serta kekuatan dan kehormatan
(power and honour). Sedangkan untuk kehidupan akhirat, falah mencakup pengertian kelangsungan
hidup abadi (eternal survival), kesejahteraan abadi (eternal prosperity), kemuliaan abadi
(everlasting glory) dan pengetahuan yang bebas dari segala kebodohan (knowledge free of all
ignorance).

Tujuan hidup manusia secara universal adalah mendapatkan kebahagiaan.Kebahagiaan


biasanya tercapai ketika varian-varian hidup yang melingkupinya juga terpenuhi baik aspek materi
maupun non materi. Kecenderungan pemenuhan materi yang memadai akan membuat seseorang
mendapatkan kebahagiaan, karena hidupnya cenderung sejahtera. Dalam prinsip Islam,

12
kesejahteraan bukan semata ditentukan oleh materi dan tidak hanya milik seseorang atau keluarga
tertentu, tetapi juga untuk orang lain secara menyeluruh. Islam sebagai agama yang rahmatan lil
alamin selain mengajarkan kepada pemenuhan berupa spiritualitas, namun juga mengajarkan
tuntunan pemenuhan pencapaian kebutuhan ekonomi, yakni pemenuhan kebutuhan ranah materi.
Termasuk juga aspek bagaimana Islam memandang tujuan hidup manusia, memahami
permasalahan hidup dan ekonomi dan bagaimana Islam memecahkan masalah ekonomi. Masalah
ekonomi hanyalah merupakan satu bagian dari aspek kehidupan yang diharapkan akan membawa
manusia kepada tujuan hidupnya. non materi

Dalam praktik kehidupan di dunia, kehidupan akhirat tidak dapat diobservasi, namun
perilaku manusia di dunia akan dipertanggung jawabkan atau akan berpengaruh kepada
kehidupannya di akhirat kelak nanti. Dalam praktiknya, upaya manusia untuk mewujudakan
kebahagiaannya di dunia ini sering kali dapat menimbulkan dampak yang negatif bagi orang lain,
kelestarian lingkungan hidup manusia jangka panjang, Ketidakkemampuan manusia dalam
menyeimbangkannya dapat berakibat pada gagal tercapainya kebahagiaan di dunia dan di akhirat.
Ekonomi Islam mempelajari bagaimana manusia memenuhi kebutuhan materinya di dunia ini
sehingga tercapainya kesejahteraan yang akan membawa kepada kebahagiaan di dunia dan di
akhirat (falah).

Studi Kasus
Analisis prinsip ekonomi islam terhadap operasional produk Investasi Emas pada Pegadaian
Syariah
Pembahasan
Saat ini investasi emas disediakan oleh berbagai lembaga perbankan dan lembaga non bank
salah satunya adalah di pegadaian syariah.pada studi kasus kali ini investasi emas yang akan
dibahas adalah investasi emas pada pegadaian syariah apakah sudah sesuai dengan prinsip ekonomi
dalam islam.
Berdasarkan hasil penelitian yang sudah dilakukan oleh peneliti dan kesimpulan yang kami
dapatkan dari jurnal peneliti maka didapatkan operasional produk investasi emas dengan
menggunakan produk tabungan emas di unit pegadaian syariah mlati ada beberapa persyaratan yang
harus dipenuhi dan prosedur yang sudah ditentukan. Dalam operasionalnya tidak terdapat unsur
riba(tambahan),maysir(perjudian),dan gharar(ketidakpastian), transaksi yang dilakukan
menggunakan akad yang jelas,tidak ada pihak yang dirugikan serta transaksi dilakukan atas dasar
saling ridho semata mata hanya untuk keadilan pendistribusian kesejahteraan bagi
masyarakat.Operasional produk tabungan emas dengan menggunakan produk tabungan emas di unit
pegadaian syariah mlati dilakukan dengan pembukaan rekening tabungan emas, aktivitas menabung

13
(pembelian emas),dan pembelian kembali (pengambilan kembali tabungan emas dalam bentuk uang
maupun cetakan emas), operasional nya juga sudah sesuai dengan prinsip ekonomi islam.

BAB III
Kesimpulan

Dalam ekonomi Islam, prinsip merupakan suatu mekanisme atau elemen pokok yang menunjukan
struktur atau kelengkapan suatu kegiatan atau keadaan. Secara garis besar prinsip ekonomi Islam,
yaitu berbagai jenis sumber daya dipandang sebagai pemberian atau titipan Tuhan kepada manusia,
kedua Islam mengakui kepemilikan pribadi atas batas tertentu, ketiga kekuatan penggerak utama
ekonomi islam yaitu kerja sama seorang muslim, keempat kepemilikan kekayaan pribadi harus
berperan sebagai capital produksi, kelima Islam menjamin kepemilikan masyarakat dan
penggunaanya direncanakan untuk kepentingan orang banyak, dan terakhir orang Muslim harus
beriman kepada Allah dan hari akhir. Sedangkan Menurut Sjaechul Hadi Poernomo sebagaimana
dikutip oleh Abd. Shomad, beberapa prinsip ekonomi Islam, yaitu prinsip keadilan, kedua prinsip
al-ihsan (berbuat kebaikan), ketiga prinsip al-Mas’uliyah (accuntability, pertanggung jawaban),
keempat prinsip al-kifayah, kelima prinsip keseimbangan/prinsip wasathiyah, keenam prinsip
kejujuran dan kebenaran. Dan terakhir menurut M. Umar Chapra, prinsip ekonomi Islam, yaitu
prinsip tauhid (keesaan tuhan), prinsip lerwakilan (khilafah), prinsip keadilan (‘adalah), prinsip
tazkiyah (penyucian), dan terakhir prinsip Al-falah.
Keinginan merupakan hasrat seseorang yang jika tidak dipenuhi tidak akan mempengaruhi
kehidupan. Sedangkan kebutuhan adalah suatu kesenjangan atau pertentangan yang dialami antara
suatu kenyataan dengan dorongan yang ada dalam diri.
Dalam ekonomi, utilitas adalah jumlah dari kesenangan atau kepuasan relatif (grafikasi) yang
dicapai. Sedangkan maslahah adalah segala sesuatu yang bermanfaat bagi manusia yang dapat
diraih oleh manusia dengan cara memperoleh maupun menghindarinya.
Falah merupakan tujuan hidup pada setiap manusia yang dibawa oleh islam yang mencakup aspek
yang lengkap dan menyeluruh bagi kehidupan manusia.

14
Saran

Demikianlah makalah singkat yang kami buat ini, kami menyadari makalah ini masih jauh dari kata
sempurna baik dari segi penulisan, materi dan penyusunannya. Maka daripada itu kami meminta
maaf dan mengharapkan kritikan dan saran dari teman-teman dan guru pembimbing yang sifatnya
membangun, agar terciptanya makalah selanjutnya yang lebih baik lagi. Atas perhatiannya kami
ucapkan Terima kasih.

Daftar Pustaka

Lubis dkk, fauzi arif. Pengantar Ilmu Ekonomi Islam. Medan:2019


Romadhoni, Rifka (2020) ANALISIS PRINSIP EKONOMI ISLAM TERHADAP OPERASIONAL
PRODUK INVESTASI EMAS PADA PEGADAIAN SYARIAH (STUDI KASUS DI UNIT
PEGADAIAN SYARIAH MLATI, SLEMAN, YOGYAKARTA). Skripsi skripsi, UNIVERSITAS
ALMA ATA YOGYAKARTA
Sjahdeini, Sutan Remy. 2014. Perbankan Syariah Produk-produk dan Aspekaspek Hukumnya.
Jakarta: Kencana Prenamedia Group.

15

Anda mungkin juga menyukai